PERCOBAAN V
RANGKAIAN LC RESONANSI, DAN
GAYA GERAK LISTRIK
5.1 Tujuan
1. Mengetahui sifat dari rangkaian LC sebagai fungsi frekuensi
2. Mempelajari prinsip Induksi Gaya Gerak Listrik dan aplikasinya.
Pada gambar 5.3 (b) .jelas bahwa besarnya arus yang maksimum pada
frekuensi resonansi Fo karena ini adalah di mana XL dan XC membatalkan satu sama
𝐸 𝐸
lain. Oleh karena itu, R menjadi impedansi rangkaian dan 𝐼𝑂 = 𝑍 = 𝑅.
Q dari rangkaian RLC paralel dapat didefinisikan dengan cara yang sama
Q = F0 / BW atau Q = ZTANK / XL
Tegangan induksi sebanding dengan M dan arus primer i, tetapi berbanding terbalik
dengan periode waktu.
Arah gerak GGL induksi yang terjadi ditunjukkan dengan aturan tangan
kanan sebagai berikut (perhatikan gambar 5.7). Bila telapak tangan kanan dibuka
sedemikian rupa sehingga ibu jari dan keempat jari lainnya saling tegak lurus (900),
maka ibu jari menunjukkan arah gerak penghantar (F) sedangkan garis yang
menembus telapak tangan kanan adalah garis gaya (medan) magnit (Φ) dan empat
jari lainnya menunjukkan arah GGL induksi yang terjadi (e), perhatikan gambar
(5.7).
Besarnya GGL induksi yang terjadi dalam suatu penghantar atau rangkaian
berbanding lurus dengan kecepatan perubahan flux magnet yang
Arah arus induksi dalam penghantar sedemikian rupa sehingga medan magnet yang
dihasilkan melawan perubahan garis-garis gaya maget yang menimbulkannya.
Gambar 5.9 Kumparan Lilitan N yang Diputar
Gambar di atas adalah sebuah kumparan dengan N lilitan yang diputar pada suatu
sumbu dalam medan magnet homogen. Saat kumparan pada posisi A – B (lihat
gambar A dan gambar B), fluks magnet (Ф) yang berhasil dilingkupi adalah
maksimum (Фm). Tetapi saat kumparan diputar berlawanan arah jarum jam sejauh
α dan berada posisi A’ – B’ maka fluks
magnet yang berhasil dilingkupi hanya sebesar :
Ф = Фm cos α. . . . . (1)
Bila kumparan kumparan tersebut diputar dengan kecepatan ω dan perubahan dari
posisi AB ke posisi A’ B’ ditempuh dalam waktu t detik, maka besar sudut yang
ditempuh adalah α = ω . t.
Sehingga besar GGL induksi yang terjadi setiap saatnya dapat dihitung sbb :
Dari persamaan di atas terlihat bahwa GGL induksi (tegangan) e merupakan fungsi
sinus.
Hal ini berarti bahwa tegangan e akan mencapai harga maksimum pada saat
sin ωt = 1.
Bila tegangan ini dihubungkan dengan beban resistif, maka arus akan mengalir dan
persamaan arusnya dapat ditulis sebagai berikut :
i = Im sin ωt . . . . (7)
Gambar 5.11 Kumparan Dihubungkan Beban Resitif
karena pada saat tersebut nilai sinusnya sama dengan satu dan minus satu. Harga
maksimum disebut juga dengan harga puncak (peak value) atau amplitudo.
Sedangkan harga maksimum positif ke maksimum negatif disebut dengan harga
puncak ke puncak (peak to peak value).
Terjadinya GGL induksi dapat dijelaskan seperti berikut. Jika kutub utara magnet
didekatkan ke kumparan. Jumlah garis gaya yang masuk kumparan makin banyak.
Perubahan jumlah garis gaya itulah yang menyebabkan terjadinya penyimpangan
jarum galvanometer. Hal yang sama juga akan terjadi jika magnet digerakkan
keluar dari kumparan. Akan tetapi, arah simpangan jarum galvanometer
berlawanan dengan penyimpangan semula. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa penyebab timbulnya GGL induksi adalah perubahan garis gaya magnet
yang dilingkupi oleh kumparan.
Menurut Faraday, besar GGL induksi pada kedua ujung kumparan sebanding
dengan laju perubahan fluks magnetik yang dilingkupi kumparan. Artinya, makin
cepat terjadinya perubahan fluks magnetik, makin besar GGL induksi yang
timbul. Adapun yang dimaksud fluks nmgnetik adalah banyaknya garis gaya
magnet yang menembus suatu bidang.
Dalam pembahasan di atas, sinyal input yang dibutuhkan adalah sinyal AC
yang berubah-ubah atau bervariasi waktu. Pada bagian ini, pembangkitan gaya
gerak listrik dalam bidang DC (atau medan dari magnet permanen) oleh kumparan
bergerak akan dibahas. Prinsip dasar menghasilkan Gaya Gerak Listrik dalam
medan magnet stasioner oleh konduktor bergerak disajikan pada Gambar 5.7.
Sebuah generator nyata berdasarkan Gambar 5.7 dapat dilihat pada modul M-4 dari
Gambar 5.7. Konduktor berputar yang disebut armature memotong medan magnet
seragam dan seperti halnya, menghasilkan Gaya Gerak Listrik. Besarnya Gaya
Gerak Listrik e dinyatakan sebagai berikut:
𝑑∅
𝑒=𝑁 = 𝑁. 𝜔. ∅𝑚 cos(𝜔𝑡) .......................................... (5.6)
𝑑𝑡
Sehingga:
1
𝑓= ……………………………………(5.10)
2𝜋√𝐿𝐶
3. Dengan cara yang sama seperti di atas, tentukan arus pada rangkaian I
dengan frekuensi dari 5 KHz sampai 50 KHz dengan kenaikan 2 KHz.
Gambarlah sebuah grafik dari F vs. I. Ulangi prosedur dengan
menambahkan tahanan 10 K Ω dan 1 K Ω pada saat dipasang paralel
menjadi rangkaian penuh. Saat keadaan manakah yang memberikan
harga Q lebih tinggi?
4. Gunakan elemen rangkaian pada gambar pada sisi kanan, hubungkan
rangkaian-rangkaian pada gambar 5.14 dan 5.15. Buatlah sebuah kurva
yang menunjukkan perbandingan F:Eo.
Catatan:
Filter- filter terdiri dari R dan L atau R dan C yang memiliki efek
pertama. Ketika frekuensi ganda (1 oktaf), terjadi perubahan pada output
(keluarannya) dengan faktor 2 atau ½ . Namun, filter LC memiliki efek
urutan kedua. Ketika terjadi perubahan frekuensi maka faktornya berupa
2, perubahan outputnya adalah berupa 4 atau ¼. Efek kedua yang
terjadi pada filter LC dapat ditunjukkan dengan tingkat kemiringan yang
lebih curam pada kurva.
5.4.5 Rangkuman
2. Ketika frekuensi lebih rendah dari frekuensi resonansi (Fr) maka terjadi
resonansi pada rangkaian LC, dimana XC lebih besar dari XL dan
rangkaian ini terjadi resonansi yang bersifat kapasitif. Ketika frekuensi
lebih tinggi frekuensi resonansi (fr), maka XL lebih besar dari XC, dan
secara keseluruhan impedansi dari rangkaian adalah bersifat induktif.
Berikut adalah hubungan antara XC dan XL yang ditunjukkan pada
gambar di bawah ini:
Gambar 5.18 hubungan antara XC dan XL
EI
IL = ………………………………..………(5.13)
√R2 +XL2
Ic = EI x Xc……..…………………………………..(5.14)
Volt/Div 500mV 2V
Time/div 25 𝜇𝑠 25 𝜇𝑠
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Tinggi
Gelombang 1.4 1.4 1.6 1.2 1.6 0.6 2 0.6 1.4 1
(div)
Time/div
50 50 25 25 25 25 25 25 5 5
(ms)
Beda Fase 67.9 67.9 -103 -103 -14.8 -14.8 -90 -90 -119 -119
Panjang
Gelombang 2 1.6 2 2 1.4 1.4 1.6 1 2 2
(div)
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
200m 500m
Volt/Div 50V 50V 200V 100V 1V 20mV 1V 20mV
V V
Tinggi
Gelombang 2.2 4 2.4 3.2 3 1.2 3 0.8 4.4 0.4
(div)
Time/div
50 50 25 25 10 10 25 25 5 5
(ms)
Beda Fase -163º -163º -95.6º -95.6º -27º -27º -35.4º -35.4º -12.5º -12.5º
Panjang
Gelombang 2 2 2 2 2.6 3 1 0.6 1.8 2
(div)
Gambar 5.29 Sinyal Rangkaian Resonansi Pararel II pada Frekuensi 10 KHz
Gambar 5.33 Sinyal Rangkaian Resonansi Pararel II pada Frekuensi 100 KHz
5.5.4 Percobaan Rangkaian Pengukuran LCR Frekuensi Resonansi K0
Tabel 5.4 Pengukuran Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
500m 200m 200m
Volt/Div 5V 5V 5V 5V 200 V 2V 500V
v V V
Tinggi
Gelombang 2 3.2 2 4 2.2 2 2.2 1.6 4 0.6
(div)
Beda Fase 79,8º 79,8º 84,1º 84,1º 91º 91º 81,5º 81,5º 62,1º 62,1º
Panjang
Gelombang 2.2 2 2 2 2.8 2.4 1.8 2 2 2
(div)
Gambar 5.34 Sinyal Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0 pada Frekuensi 10 KHz
Gambar 5.35 Sinyal Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0 pada Frekuensi 20 KHz
Gambar 5.37 Sinyal Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0 pada Frekuensi 70 KHz
Gambar
5.38 Sinyal Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0 pada Frekuensi 100 KHz
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Volt/Div 5V 2V 5V 2V 5V 5V 5V 5V 5V 5V
Tinggi
Gelombang 2 2 2 2 2 1.6 2 1.4 2 1.2
(div)
Time/div
50 50 25 25 10 10 5 5 5 5
(ms)
Beda Fase 14,7º 14,7º 31.3º 31.3º 16.9º 16.9º 18.2º 18.2º 11,1º 11.1º
Panjang
Gelombang 2.4 2.2 2.1 2 2 2 2.8 2 2.2 2.2
(div)
Gambar 5.39 Sinyal Rangkaian LCR Impedansi Paralel 10 KHz
V/div =2V
t/div = 5 μs
Amplitudo = tinggi x V/d
Gambar 5.44 Sinyal Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-1 Audio
Generator 100 KHz) dengan Induktor 0,12 mH
Gambar 5.45 Sinyal Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-1 Audio
Generator 100 KHz) dengan Induktor 0,15 mH
Gambar 5.46 Sinyal Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-1 Audio
Generator 100 KHz) dengan Induktor 0,17 mH
Tabel 5.7 Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-2 Audio Generator 1
MHz)
Titik Inti Koil Tinggi Gelombang (div) Amplitudo (Vp-p)
1 5,8 125mV
2 3 176mV
3 4,8 246mV
V/div = 100 mV
t/div = 5 μs
Amplitudo = tinggi x V/div
Gambar 5.47 Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-2 Audio Generator
1 MHz) Titik Inti Koil 1
Gambar 5.48 Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-2 Audio Generator
1 MHz) Titik Inti Koil 2
Gambar 5.49 Pembangkitan GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M-2 Audio Generator 1
MHz) Titik Inti Koil 2
Tabel 5.8 Pembangkitan GGL dari Magnet Permanen (M-3 Inti Induktor dengan Trigger)
Trigger Perlahan (Kecepatan Konstan) Trigger Cepat (Kecepatan Konstan)
1
F=T
Gambar 5.50 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Pertama) 3 volt
Gambar 5.51 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Pertama) 6 volt
Gambar 5.52 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Pertama) 12volt
V/div = 50 V
t/div = 10 ms
Gambar 5.54 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 10Hz
Gambar 5.55 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 20Hz
Gambar 5.56 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 30Hz
Gambar 5.57 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 40Hz
Gambar 5.58 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 50Hz
Gambar 5.59 Sinyal Pembangkitan GGL dengan Magnet Permanen (M-4 Kedua) 60Hz
VI. Analisa Data
5.6.1 Rangkaian RLC Seri
Tabel 5.11 Pengukuran Rangkaian RLC Seri
Volt/Div 500mV 2V
Time/div 25 𝜇𝑠 25 𝜇𝑠
= 796,1 Ω
796,1−125,6
Tan θ = = 67,01
10
2. Tabel Perhitungan
Tabel 5.12 Pengukuran Rangkaian RLC Seri
Volt/Div 500mV 2V
Time/div 25 𝜇𝑠 25 𝜇𝑠
Sehingga,
89,14−138
% Kesalahan Relatif = | | x 100% = 54.8%
89,14
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Tinggi
Gelombang 1.4 1.4 1.6 1.2 1.6 0.6 2 0.6 1.4 1
(div)
Time/div
50 50 25 25 25 25 25 25 5 5
(ms)
Beda Fase 67.9 67.9 -103 -103 -14.8 -14.8 -90 -90 -119 -119
Panjang
Gelombang 2 1.6 2 2 1.4 1.4 1.6 1 2 2
(div)
1. Perhitungan Secara Teori
Data hasil percobaan dapat diketahui besar nilai dari R = 10Ω, L = 1mH
= 0,001H, C = 0,01µF = 1x10-8F. Input gelombang tegangan diatur generator fungsi
yakni gelombang sinus yang bervariasi dari 10Khz-100Khz dan 20Vp-p. Pertama
yaitu mencari besar Vrms dan Irms sebagai berikut:
20
Vmax = = 10 Volt
2
10
Vrms = = 7,07 Volt
√2
𝑉𝑟𝑚𝑠 7,07
Irms = = = 0,707A = 707 mA
𝑅 10
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Amplitudo
7 0.7 8 0,6 8 0,3 10 0.3 7 0,5
(Volt)
Selanjutnya hitung besarnya frekuensi resonansi yang bekerja pada
rangkaian dengan persamaan 5.18, sehingga:
1
fo =
2.3,14√0,001(1𝑥10−8 )
1
fo= 1,98𝑥10−5
= 1592Ω
1592−62,8
Tan θ = = 152,92
10
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
XC 1592Ω 796Ω 398Ω 227Ω 159Ω
XL 62,8Ω 125,6Ω 251,2Ω 439,6Ω 628Ω
Beda Fase
67,9º -103º -14,8º -90º -119º
(Pengukuran)
Beda Fase
89,6º 89,1º 86º -87,2º -88,7º
(Perhitungan)
Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori dimana hasil XC-XL
bernilai positif maka rangkaian bersifat kapasitif sedangkan jika beda fase bernilai
negatif maka bersifat induktif. Dimana pengukuran menggunakan osiloskop 2
channel dan output diukur pada channel 1 osiloskop. Besarnya frekuensi resonansi
yang bekerja sebesar 50,505KHz.
2. Tabel Perhitungan
Tabel 5.18 Perhitungan Beda Fase Rangkaian Resonansi Paralel I
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Tinggi
Gelombang 1.4 1.4 1.6 1.2 1.6 0.6 2 0.6 1.4 1
(div)
Amplitudo
7 0.7 8 0,6 8 0,3 10 0.3 7 0,5
(V)
Beda Fase
(Perhitungan) 89,6º 89,6º 89,1º 89,1º 86º 86º -87,2º -87,2º -88,7º -88,7º
3. Tabel Perbandingan Perhitungan dengan Percobaan
Tabel 5.19 Perbandingan Beda Fase Perhitungan dan Percobaan Rangkaian Resonansi Paralel I
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Tinggi
Gelombang 1.4 1.4 1.6 1.2 1.6 0.6 2 0.6 1.4 1
(div)
Amplitudo
7 0.7 8 0,6 8 0,3 10 0.3 7 0,5
(V)
Beda Fase
67.9 67.9 -103 -103 -14.8 -14.8 -90 -90 -119 -119
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 89,6º 89,6º 89,1º 89,1º 86º 86º -87,2º -87,2º -88,7º -88,7º
89,1 – 103
b. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 15.60%
89,1
86 – 14,8
c. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 82.79%
86
87,2 – 90
d. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 3.21%
87,2
88,7 – 119
e. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 34.16%
88,7
5. Tabel Persentase Kesalahan
Tabel 5.20 Persentase Kesalahan Pengukuran Rangkaian Resonansi Paralel I
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Tinggi
Gelombang 1.4 1.4 1.6 1.2 1.6 0.6 2 0.6 1.4 1
(div)
Amplitudo
7 0.7 8 0,6 8 0,3 10 0.3 7 0,5
(V)
Beda Fase
67.9 67.9 -103 -103 -14.8 -14.8 -90 -90 -119 -119
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 89,6º 89,6º 89,1º 89,1º 86º 86º -87,2º -87,2º -88,7º -88,7º
Persentase
Kesalahan
(%) 24,2 24,2 15,60 15,60 82,79 82,79 3,21 3,21 34,16 34,16
6. Analisa Grafik
Pada grafik diatas, terdapat garis merah dan garis biru. Garis merah untuk
channel 1 dan garis biru untuk channel 2. Amplitudo puncak pada channel 1 terjadi
pada saat frekuensi 70 KHz (10V) , sedangkan pada channel 2 terjadi pada saat
frekuensi, 70 (0,3 V). Perbedaan pada grafik tersebut disebabkan oleh perbedaan
beda fase perhitungan dengan percobaan. Rangkaian resonansi paralel I merupakan
rangkaian band pass filter pada channel I dan high pass filter pada channel II.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara beda fase perhitungan dengan beda fase percobaan dengan
persentase kesalahan pada frekuensi 10 KHz mencapai 41,40%, dan pada frekuensi
20 KHz, 40 KHz, 70 KHz dan 100 KHz berturut-turut adalah 24,2%, 15,60%,
82,79%, 3,21%, dan 34,16%. Perbedaan hasil pada beda fase tersebut disebabkan
oleh adanya kesalahan dalam pengukuran. Rangkaian resonansi paralel I
merupakan rangkaian band pass filter pada channel I dan high pass filter pada
channel II.
5.6.3 Percobaan Rangkaian Pengukuran Resonansi Paralel II
Tabel 5.21 Rangkaian Pengukuran Resonansi Paralel II
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
200m 500m
Volt/Div 50V 50V 200V 100V 1V 20mV 1V 20mV
V V
Tinggi
Gelombang 2.2 4 2.4 3.2 3 1.2 3 0.8 4.4 0.4
(div)
Time/div 50 50 25 25 10 10 25 25 5 5
Beda Fase -163º -163º -95.6º -95.6º -27º -27º -35.4º -35.4º -12.5º -12.5º
Panjang
Gelombang 2 2 2 2 2.6 3 1 0.6 1.8 2
(div)
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Amplitudo
110 0,8 120 0,64 0,03 0,6 0,06 0,016 0,088 0,008
(Volt)
= 1592Ω
1592−62,8
Tan θ = = 305,84
5
Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori dimana hasil XC-XL
bernilai positif maka rangkaian bersifat capasitif sedangkan jika beda fase bernilai
negatif maka bersifat induktif. Dimana pengukuran menggunakan osiloskop 2
channel dan output diukur pada channel 1 osiloskop. Besarnya frekuensi resonansi
yang bekerja sebesar 50,505KHz.
2. Tabel Perhitungan
Tabel 5.24 Tabel Perhitungan Beda Fase Resonansi Paralel II
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
200m 500m
Volt/Div 50V 50V 200V 100V 1V 20mV 1V 20mV
V V
Tinggi
Gelombang 2.2 4 2.4 3.2 3 1.2 3 0.8 4.4 0.4
(div)
Channel I II I II I II I II I II
200m 500m
Volt/Div 50V 50V 200V 100V 1V 20mV 1V 20mV
V V
Tinggi
Gelombang 2.2 4 2.4 3.2 3 1.2 3 0.8 4.4 0.4
(div)
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
200m 500m
Volt/Div 50V 50V 200V 100V 1V 20mV 1V 20mV
V V
Tinggi
Gelombang 2.2 4 2.4 3.2 3 1.2 3 0.8 4.4 0.4
(div)
(%)
6. Analisa Grafik
Pada grafik di atas, terdapat garis merah dan garis biru. Garis merah untuk
channel 1 dan garis biru untuk channel 2. Amplitudo puncak pada channel 1 terjadi
pada saat frekuensi 20 KHz (120V), sedangkan pada channel 2 terjadi pada saat
frekuensi 20 KHz (0,64V). Perbedaan pada grafik tersebut disebabkan oleh
perbedaan beda fase perhitungan dengan percobaan. Rangkaian resonansi paralel II
merupakan rangkaian low pass filter pada channel I dan pada channel II.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara beda fase perhitungan dengan beda fase percobaan dengan
persentase kesalahan pada frekuensi 10 KHz mencapai 81,5%, dan pada frekuensi
20 KHz, 40 KHz, 70 KHz dan 100 KHz berturut-turut adalah 6,69%, 69,35%, 60%
dan 86%. Perbedaan hasil pada beda fase tersebut disebabkan oleh adanya
kesalahan dalam pengukuran. Rangkaian resonansi paralel II merupakan rangkaian
low pass filter pada channel I dan pada channel II.
Channel I II I II I II I II I II
500m 200m 200m 200m
Volt/Div 5V 5V 5V 5V 2V 500V
v V V V
Tinggi
Gelombang 2 3.2 2 4 2.2 2 2.2 1.6 4 0.6
(div)
79.8 81.5 81.5 62.1 62.1
Time/div 79.8𝜇𝑠 84.1𝜇𝑠 84.1𝜇𝑠 91𝜇𝑠 91𝜇𝑠
𝜇𝑠 𝜇𝑠 𝜇𝑠 𝜇𝑠 𝜇𝑠
Beda Fase 75,3º 75,3º 81,7º 81,7º 78,6º 78,6º 86,1º 86,1º 87,0º 87,0º
Panjang
Gelombang 2.2 2 2 2 2.8 2.4 1.8 2 2 2
(div)
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Amplitudo
10 1,6 10 0,8 11 0,4 11 0,32 8 0,3
(V)
= 159,2Ω
159,2−628
Tan θ = = 4,688
100
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
XC 159,2Ω 79,6Ω 39,8Ω 22,7Ω 15,9Ω
XL 628Ω 1256Ω 2512Ω 4396Ω 6280Ω
Beda Fase
79,8º 84,1º 91º 81,5º 82,1º
(Pengukuran)
Beda Fase 77,9º 85,1º 87,7º 88,7º 89,1º
(Perhitungan)
Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori dimana hasil XC-XL
bernilai positif maka rangkaian bersifat kapasitif sedangkan jika beda fase bernilai
negatif maka bersifat induktif. Dimana pengukuran menggunakan osiloskop 2
channel dan output diukur pada channel 1 osiloskop. Besarnya frekuensi resonansi
yang bekerja sebesar 5,035 KHz.
2. Tabel Perhitungan
Tabel 5.30 Tabel Perhitungan Pengukuran Rangkaian LCR Frekuensi Resonansi K0
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
500 200m 200m 200m
Volt/Div 5V 5V 5V 5V 2V 500V
mv V V V
Tinggi
Gelombang 2 3.2 2 4 2.2 2 2.2 1.6 4 0.6
(div)
Amplitudo
10 1,6 10 0,8 11 0,4 11 0,32 8 0,3
(V)
Beda Fase
(Perhitungan) 77,9º 77,9º 85,1º 85,1º 87,7º 87,7º 88,7º 88,7º 89,1º 89,1º
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
500 200m 200m 200m
Volt/Div 5V 5V 5V 5V 2V 500V
mv V V V
Tinggi
Gelombang 2 3.2 2 4 2.2 2 2.2 1.6 4 0.6
(div)
Amplitudo
10 1,6 10 0,8 11 0,4 11 0,32 8 0,3
(V)
Beda Fase
79,8º 79,8º 84,1º 84,1º 91º 91º 81,5º 81,5º 62,1º 62,1º
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 77,9º 77,9º 85,1º 85,1º 87,7º 87,7º 88,7º 88,7º 89,1º 89,1º
4. Perhitungan Persentase Kesalahan
Besar persentase kesalahan pengukuran dengan perhitungan secara teori
dapat dicari dengan persamaan 5.20, sehingga:
77,9 – 79,8
a. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 2,43%
77,9
85,1 – 84,1
b. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 1,17%
85,1
87,7−91
c. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 3,76 %
87,7
88,7 – 81,5
d. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 8,11%
88,7
89,1 – 62,1
e. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 1,61%
89,1
Channel I II I II I II I II I II
500 200m 200m 200m
Volt/Div 5V 5V 5V 5V 2V 500V
mv V V V
Tinggi
Gelombang 2 3.2 2 4 2.2 2 2.2 1.6 4 0.6
(div)
Amplitudo
10 1,6 10 0,8 11 0,4 11 0,32 8 0,3
(V)
Beda Fase
79,8º 79,8º 84,1º 84,1º 91º 91º 81,5º 81,5º 62,1º 62,1º
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 77,9º 77,9º 85,1º 85,1º 87,7º 87,7º 88,7º 88,7º 89,1º 89,1º
Persentase
Kesalahan
(%) 2,43 2,43 1,17 1,17 3,76 3,76 8,11 8,11 1,61 1,61
6. Analisa Grafik
Pada grafik diatas, terdapat garis merah dan garis biru. Garis merah untuk
channel 1 dan garis biru untuk channel 2. Amplitudo puncak pada channel 1 terjadi
pada saat frekuensi 40 Khz, 70 Khz (11V), sedangkan pada channel 2 terjadi pada
saat frekuensi 10 KHz (1,6 v). Perbedaan pada grafik tersebut disebabkan oleh
perbedaan beda fase perhitungan dengan percobaan. Rangkaian LCR frekuensi
resonansi K0 merupakan rangkaian high pass filter pada channel I dan pada channel
II.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
antara beda fase perhitungan dengan beda fase percobaan dengan persentase
kesalahan pada frekuensi 10 KHz mencapai 2,43%, dan pada frekuensi 20 KHz, 40
KHz, 70 KHz dan 100 KHz berturut-turut adalah 1,17%, 3.76%, 8,11% dan 1,61%.
Perbedaan hasil pada beda fase tersebut disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
pengukuran. Rangkaian LCR frekuensi resonansi K0 merupakan rangkaian high
pass filter pada channel I dan pada channel II.
Frekuens
i 10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Volt/Div 5V 2V 5V 2V 5V 5V 5V 5V 5V 5V
Tinggi
Gelombang 2 2 2 2 2 1.6 2 1.4 2 1.2
(div)
Time/div
50 50 25 25 10 10 5 5 5 5
(ms)
Beda Fase 14,7º 14,7º 31.3º 31.3º 16.9º 16.9º 18.2º 18.2º 11,1º 11.1º
Panjang
Gelombang 2.4 2.2 2.1 2 2 2 2.8 2 2.2 2.2
(div)
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Amplitudo
10 4 10 4 10 8 10 7 10 6
(V)
= 159,2Ω
159,2−62,8
Tan-1 θ = = 1,1
90,09
Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori dimana hasil XC-XL
bernilai positif bernilai positif maka rangkaian bersifat kapasitif sedangkan jika
beda fase bernilai negatif maka bersifat induktif. Dimana pengukuran
menggunakan osiloskop 2 channel dan output diukur pada channel 1 osiloskop.
Besarnya frekuensi resonansi yang bekerja sebesar 15,923 KHz.
2. Tabel Perhitungan
Tabel 5.36 Tabel Perhitungan Pengukuran Rangkaian LCR Impedansi Paralel
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Volt/Div 5V 2V 5V 2V 5V 5V 5V 5V 5V 5V
Tinggi
Gelombang 2 2 2 2 2 1.6 2 1.4 2 1.2
(div)
Amplitudo
10 4 10 4 10 8 10 7 10 6
(V)
Beda Fase
(Perhitungan) 47º 47º 27º 27º 67º 67º 77,8º 77,8º 81,6º 81,6º
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Volt/Div 5V 2V 5V 2V 5V 5V 5V 5V 5V 5V
Tinggi
Gelombang 2 2 2 2 2 1.6 2 1.4 2 1.2
(div)
Amplitudo
10 4 10 4 10 8 10 7 10 6
(V)
Beda Fase
14,7 14,7 31,3 31,3 16,9 16,9 18,2 18,2 11,1 11,1
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 47º 47º 27º 27º 67º 67º 77,8º 77,8º 81,6º 81,6º
4. Perhitungan Persentase Kesalahan
Besar persentase kesalahan pengukuran dengan perhitungan secara teori
dapat dicari dengan persamaan 5.20, sehingga:
47 –14,7
a. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 68,72%
47
27 – 31,3
b. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 15,9%
27
67 – 16,4
c. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 75,52%
67
77,8 – 18,2
d. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 76,60%
77,8
81,6 – 11,1
e. % Kesalahan Relatif = | | x 100% = 86,39%
81,6
Frekuensi
10 KHz 20 KHz 40 KHz 70 KHz 100 KHz
AFG
Channel I II I II I II I II I II
Volt/Div 5V 2V 5V 2V 5V 5V 5V 5V 5V 5V
Tinggi
Gelombang 2 2 2 2 2 1.6 2 1.4 2 1.2
(div)
Amplitudo
10 4 10 4 10 8 10 7 10 6
(V)
Beda Fase
14,7 14,7 31,3 31,3 16,9 16,9 18,2 18,2 11,1 11,1
(Pengukuran)
Beda Fase
(Perhitungan) 47º 47º 27º 27º 67º 67º 77,8º 77,8º 81,6º 81,6º
Persentase
Kesalahan 68,72 68,72 76,60 76,60 86,32 86,32
(%) % % 15,9% 15,9% 75,52% 75,52% % % % %
6. Analisa Grafik
Pada grafik diatas, terdapat garis merah dan garis biru. Garis merah untuk
channel 1 dan garis biru untuk channel 2. Amplitudo puncak tidak terjadi pada
channel 1 karena amplitude pada channel 1 sama yaitu 10 V, sedangkan pada
channel 2 amplitudo puncak terjadi pada frekuensi 40 khz (8 V). Perbedaan pada
grafik tersebut disebabkan oleh perbedaan beda fase perhitungan dengan
percobaan. Rangkaian LCR impedansi paralel merupakan rangkaian high pass filter
pada channel I dan band pass filter pada channel II.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara beda fase perhitungan dengan beda fase percobaan dengan
persentase kesalahan pada frekuensi 10 KHz mencapai 68,72%dan pada frekuensi
20 KHz, 40 KHz, 70 KHz dan 100 KHz berturut-turut adalah 15,9%, 75,52%,
76,60% dan 86,32%. Perbedaan hasil pada beda fase tersebut disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam pengukuran. Rangkaian LCR impedansi paralel
merupakan rangkaian high pass filter pada channel I dan band pass filter pada
channel II.
a. Inti koil 1
0,58 − 0,125
|%𝐸| = | 𝑥100%| = 78,4 %
0,58
b. Inti koil 2
0,3 − 0,176
|%𝐸| = | 𝑥100%| = 41,3 %
0,3
c. Inti koil 3
0,48 − 0,246
|%𝐸| = | 𝑥100%| = 48,7 %
0,48
Tabel 41 Pembangkitan GGL dari Magnet Permanen (m-3 Inti Induktor dengan Trigger)
Trigger Perlahan (Kecepatan Konstan) Trigger Cepat (Kecepatan Konstan)
5.6.4 Analisa Pembangkitan GGL dan Magnet Permanen (M-4 Pertama)
Dari percobaan yang telah kami lakukan sebanyak 3 kali dengan inputan
tegangan yang berbeda ke motor yang terhubung ke komutator generator. Dimana
untuk percobaan pertama dengan inputan tegangan sebesar 3 volt DC pada motor
membangkitkan frekuensi pada generator sebesar 100,9 kHz dan menghasilkan 2,3
Volt AC dengan panjang gelombang 2,4 div. Saat percobaan kedua dengan inputan
tegangan sebesar 6 volt DC pada motor membangkitkan frekuensi pada generator
sebesar 100,6 kHz dan menghasilkan 3,4 Volt AC dengan panjang gelombang 2 div
dan pada percobaan terakhir yang ketiga inputan tegangan sebesar 12 volt DC pada
motor membangkitkan frekuensi pada generator sebesar 100,6 kHz dan
menghasilkan 10,27 Volt AC dengan panjang gelombang 4 div.
A=[1 2 3];
B=[0.125 0.176 0.246];
C=[0.58 0.3 0.48];
figure;subplot(1,1,1);
h1=plot(A,B,'r-o',A,C,'b--o');
set(h1,'LineWidth',1.5);
legend('Teori','Pengukuran');
grid on;
xlabel('Titik Inti Koil');
ylabel('Amplitudo (mV)');
set(gca,'YTick',[170 182 190 196 200]);
set(gca,'XTick',[1 2 3]);
title ({'Grafik Perbandingan Teori dan Pengukuran
Amplitudo Pembangkit GGL Berdasarkan Persamaan Kopling (M2
Audio Generator 1 MHz)'
});