Anda di halaman 1dari 20

BAB I

HUKUM OHM DAN RANGKAIAN RESISTOR


SERI-PARALEL
I. Tujuan
1. Mendefinisikan hubungan antara tegangan, arus dan resistansi dalam
suatu rangkaian
2. Mempelajari hubungan melalui percobaan

II. Alat yang dipergunakan


1. Board mount rack BR – 3
2. Papan Percobaan NO – 01 Hukum Ohm
3. DC power supply 0-10 V , 2A max
4. Multimeter digital
5. Kabel koneksi

III. Dasat Teori


Hukum Ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang mengalir
melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang
diterapkan kepadanya. Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm
apabila nilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda
potensial yang dikenakan kepadanya. Walaupun pernyataan ini tidak selalu berlaku
untuk semua jenis penghantar, namun istilah "hukum" tetap digunakan dengan
alasan sejarah. Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan:

V=IxR ……………………………………………………….......…….(1.1)
Dimana :
I = Arus Listrik (Ampere)
V = Tegangan Listrik (volt)
R = Hambatan Listrik (ohm)
Hukum ohm adalah berlaku tidak hanya di sirkuit DC , tetapi juga di sirkuit
AC . Sebuah rangkaian DC dengan tegangan input V dan beban resistansi R
ditunjukkan pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Contoh Sirkuit DC.

1.3.1 Tegangan
Muatan listrik , karena adanya medan elektrostatik, memiliki potensi yang
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Kerja muatan dapat
didefinisikan sebagai untuk memindahkan muatan lain dengan daya tarik atau tolak.
Tegangan pada dasarnya perbedaan potensial antara dua titik. Sebuah analogi akan
bergerak di dalam air pipa. Air mengalir dari titik pada tekanan tinggi ke titik pada
tekanan rendah. Satuan pengukuran tegangan adalah " volt " . Tegangan
disimbolkan huruf E.

1.3.2 Arus
Arus adalah gerakan elektron. Arah aliran muatan positif didefinisikan
sebagai arah positif arus. Simbol arus adalah I satuan arus adalah ampere (A). Satu
ampere didefinisikan sebagai gerakan dari satu coulomb muatan yang melintasi
konduktor per detik.
1.3.3 Resistansi
Resistansi adalah sifat bahan untuk menahan arus. Hal ini mirip dengan
relasionship antara jumlah air bergerak di dalam pipa dan diameter pipa. Sebagai
diameter pipa menjadi lebih kecil, air lebih banyak perlawanan dan lebih sedikit
air mengalir pada waktu tertentu. Simbol untuk resistansi adalah R dan satuan
pengukuran resistansi adalah Ω ( ohm ). Satu ohm didefinisikan sebagai jumlah
resistensi ketika salah satu ampere arus mengalir dalam konduktor dengan potensial
satu volt diterapkan pada konduktor. Hubungan antara arus, tegangan dan resistensi
didefinisikan oleh Hukum Ohm itu, yaitu:
E = R x I ............................................……………………………...………..(1.2)
I = E / R ....................................................………………………...………...(1.3)
R = E / I .................................................………………………………….....(1.4)
dimana:
E = Tegangan / Volt (V)
I = Arus / Ampere (A)
R = Hambatan / Ohm (Ὠ)

Hambatan di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu panjang, luas dan jenis bahan.
Hambatan berbanding lurus dengan panjang benda, semakin panjan maka semakin
besar hambatan suatu benda. Hambatan juga berbanding terbalik dengan luas
penampang benda, semakin luas penampagnya maka semakin kecil hambatannya.
Besar hambatan juga berbanding lurus dengan jenis benda (hambatan jenis)
semakin besar hambatan jenis maka semakin besar hambatan benda.
1.3.4 Daya listrik
Dalistrik adalah tingkat waktu kerja yang dilakukan oleh Arus listrik. Daya
disimbolkan huruf P. Satuan pengukuran daya adalah watt (W). dan daya dihitung
sebagai:
P = I2 x R = E2 / R = E x I ..............................................................................(1.5)
Catatan:
Persamaan di atas sama berlaku untuk sirkuit DC. Namun, dalam sirkuit AC, daya
selanjutnya diidentifikasi sebagai salah satu kekuatan yang efektif, daya nyata (VI
Cos ᵩ Watt) dan daya reaktif (VI Sin ᵩ V ars).
Sumber Energi seperti Tegangan listrik akan menghasilkan daya listrik
sedangkan beban yang terhubung dengannya akan menyerap daya listrik tersebut.
Dengan kata lain, Daya listrik adalah tingkat konsumsi energi dalam sebuah sirkuit
atau rangkaian listrik. Kita mengambil contoh Lampu Pijar dan Heater (Pemanas),
Lampu pijar menyerap daya listrik yang diterimanya dan mengubahnya menjadi
cahaya sedangkan Heater mengubah serapan daya listrik tersebut menjadi panas.
Semakin tinggi nilai Watt-nya semakin tinggi pula daya listrik yang dikonsumsinya.
Sedangkan berdasarkan konsep usaha, yang dimaksud dengan daya listrik
adalah besarnya usaha dalam memindahkan muatan per satuan waktu atau lebih
singkatnya adalah Jumlah Energi Listrik yang digunakan tiap detik. Berdasarkan
definisi tersebut

1.3.5 Resistor
Resistor adalah suatu komponen yang banyak dipakai di dalam rangkaian
elektronika. Fungsi utamanya adalah membatasi (restrict) aliran arus listrik. Fungsi
lainnya sebagai resistor (R) pembagi tegangan (voltage divider), yang
menghasilkan tegangan panjar maju (forward bias) dan tegangan panjar mundur
(reverse bias), sebagai pembangkit potensial (output) vo, dan potensial merujuk
pada hukum Ohm, semakin besar nilai tahanan/resistan (R), semakin kecil arus (I)
yang dapat mengalir. Besar kecilnya nilai satuan Ohm yang dimiliki oleh resistor
dapat dihitung dengan melihat pita (band) warna yang terdapat pada badan resistor.
Sebuah bola lampu terhubung ke 100V 60 Hz satuan arus listrik . Ketika
bola lampu kedua ditambahkan ke satuan yang sama , bola lampu kedua adalah
secara paralel dengan bola lampu pertama. Oleh karena itu, arus listrik pada saluran
akan meningkat kali dua. Untuk sumber 100V, ini sama dengan menyatakan bahwa
resistansi beban berkurang dengan ½ kali .
Jika resistor dimasukkan secara seri dengan bola lampu, resistor akan
membatasi jumlah arus yang mengalir melalui bola lampu. Peningkatan resistensi
akan mengurangi arus dan membuat redup lampu. Sebuah contoh dari rangkaian
paralel ditunjukkan pada Gambar 1.2, dan bahwa dari rangkaian seri ditunjukkan
pada Gambar 1.3. Asumsikan bahwa resistor pada gambar 1.2 sebuah R1 pada
Gambar 1.3 adalah tahanan dari lampu .
Gambar 1.2 Rangkaian Paralel

Total resistensi RT pada gambar 1.2 diperoleh sebagai berikut .


R1 x R2 = 100 x 100
RT = 50Ὠ
R1 + R2 = 100x100

Gambar 1.3 Rangkaian Seri

Pada gambar 1.3, ketika R2 diatur ke 100 ohm, resistansi total


RT = R1 + R2 = 100 +100 = 200 ohm
Secara umum, untuk n - resistor yang dihubungkan secara paralel seperti pada
gambar 1.4, total resistansi adalah,
Gambar 1.4 Hubungan Paralel n - Resistor

Dengan cara yang sama, resistansi total n-resistor dihubungkan secara seri, seperti
pada gambar 1.5, adalah

Gambar 1.5 Hubungan Seri dari n - Resistor.

1.3.6 Jenis-jenis Resistor


Pada umumnya Resistor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah Fixed Resistor, Variable Resistor, Thermistor dan LDR.
A. Fixed Resistor
Fixed Resistor adalah jenis Resistor yang memiliki nilai resistansinya tetap.
Nilai Resistansi atau Hambatan Resistor ini biasanya ditandai dengan kode warna
ataupun kode.
Tabel 1.1 Bentuk dan Simbol Fixed Resistor

Yang tergolong dalam Kategori Fixed Resistor berdasarkan Komposisi


bahan pembuatnya diantaranya adalah :
1. Resistor Komposisi Karbon (Carbon Composition Resistor)
Resistor jenis Carbon Composistion ini terbuat dari komposisi karbon halus
yang dicampur dengan bahan isolasi bubuk sebagai pengikatnya (binder) agar
mendapatkan nilai resistansi yang diinginkan. Semakin banyak bahan karbonnya
semakin rendah pula nilai resistansi atau nilai hambatannya.
Nilai Resistansi yang sering ditemukan di pasaran untuk Resistor jenis
Carbon Composistion Resistor ini biasanya berkisar dari 1Ω sampai 200 MΩ
dengan daya 1/10W sampai 2W.
2. Resistor Film Karbon (Carbon Film Resistor)
Resistor Jenis Carbon Film ini terdiri dari filem tipis karbon yang
diendapkan Subtrat isolator yang dipotong berbentuk spiral. Nilai resistansinya
tergantung pada proporsi karbon dan isolator. Semakin banyak bahan karbonnya
semakin rendah pula nilai resistansinya. Keuntungan Carbon Film Resistor ini
adalah dapat menghasilkan resistor dengan toleransi yang lebih rendah dan juga
rendahnya kepekaan terhadap suhu jika dibandingkan dnegan Carbon Composition
Resistor.
Nilai Resistansi Carbon Film Resistor yang tersedia di pasaran biasanya
berkisar diantara 1Ω sampai 10MΩ dengan daya 1/6W hingga 5W. Karena
rendahnya kepekaan terhadap suhu, Carbon Film Resistor dapat bekerja di suhu
yang berkisar dari -55°C hingga 155°C.
3. Resistor Film Logam (Metal Film Resistor)
Metal Film Resistor adalah jenis Resistor yang dilapisi dengan Film logam
yang tipis ke Subtrat Keramik dan dipotong berbentuk spiral. Nilai Resistansinya
dipengaruhi oleh panjang, lebar dan ketebalan spiral logam.
Secara keseluruhan, Resistor jenis Metal Film ini merupakan yang terbaik
diantara jenis-jenis Resistor yang ada (Carbon Composition Resistor dan Carbon
Film Resistor).

B. Variable Resistor
Variable Resistor adalah jenis Resistor yang nilai resistansinya dapat
berubah dan diatur sesuai dengan keinginan. Pada umumnya Variable Resistor
terbagi menjadi Potensiometer, Rheostat dan Trimpot.
Tabel 1.2 Bentuk dan Simbol Variable Resistor

1. Potensiometer
Potensiometer merupakan jenis Variable Resistor yang nilai resistansinya
dapat berubah-ubah dengan cara memutar porosnya melalui sebuah Tuas yang
terdapat pada Potensiometer. Nilai Resistansi Potensiometer biasanya tertulis di
badan Potensiometer dalam bentuk kode angka.
2. Rheostat
Rheostat merupakan jenis Variable Resistor yang dapat beroperasi pada
Tegangan dan Arus yang tinggi. Rheostat terbuat dari lilitan kawat resistif dan
pengaturan Nilai Resistansi dilakukan dengan penyapu yang bergerak pada bagian
atas Toroid.
3. Preset Resistor (Trimpot)
Preset Resistor atau sering juga disebut dengan Trimpot (Trimmer
Potensiometer) adalah jenis Variable Resistor yang berfungsi seperti Potensiometer
tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil dan tidak memiliki Tuas. Untuk mengatur
nilai resistansinya, dibutuhkan alat bantu seperti Obeng kecil untuk dapat memutar
porosnya.

C. Thermistor (Thermal Resistor)


Thermistor adalah Jenis Resistor yang nilai resistansinya dapat dipengaruhi
oleh suhu (Temperature). Thermistor merupakan Singkatan dari “Thermal
Resistor”. Terdapat dua jenis Thermistor yaitu Thermistor NTC (Negative
Temperature Coefficient) dan Thermistor PTC (Positive Temperature Coefficient)

Tabel 1.3 Bentuk dan Simbol Thermistor


D. LDR (Light Dependent Resistor)
LDR atau Light Dependent Resistor adalah jenis Resistor yang nilai
Resistansinya dipengaruhi oleh intensitas Cahaya yang diterimanya. Untuk lebih
jelas mengenai LDR.
Tabel 1.4 Bentuk dan Simbol LDR

1.3.7 Fungsi Resistor


Fungsi resistor pada umumnya yang kita ketahui hanya satu saja, padahal
masih ada empat fungsi lainnya yang juga perlu kita ketahui dari komponen
elektronika dasar ini. Banyak atau bahkan bisa dibilang semua rangkaianrangkaian
elektronika itu pasti memakai jenis komponen elektronik ini. Sungguh untung
dibalik pentingnya keberadaan resistor didalam suatu rangkaian, ialah harganya
yang paling murah diantara komponen lainnya.
Fungsi resistor yang umumnya kita tahu itu adalah sebagai penghambat arus
listrik yg melewati sebuah rangkaian. Sedikit mengenai macam-macam transistor.
Bila dilihat berdasar nilainya, maka komponen ini bisa dibagi menjadi tiga jenis.
Pertama adalah Fixed Resistor, yaitu resistor yang memiliki nilai hambatan tetap.
Kedua adalah Variable Resistor, yaitu resistor yang mempunyai nilai hambatan
yang bisa berubah-ubah. Ketiga adalah Resistor Non Linier, yaitu resistor yang
disebabkan oleh pengaruh / faktor dari lingkungan seperti cahaya atau suhu, akan
membuat nilai hambatannya menjadi tidak linier
IV. Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam eksperimen tentang hukum Ohm ini adalah
sebagai berikut:
1. Pasang board percobaan ( hukum Ohm , No- 01 ) ke Board-mount .

Gambar 1.6 Hukum Ohm ada Eksperimental

2. Jaga S1 dan S2 switch di board off .


3. Mengatur Catu daya ke 10 V dan menghubungkan output ke terminal listrik
(+,- ) dari papan .
4. Mengacu pada gambar 1.6 , menghubungkan ammeter ke tempat yang
dimitasikan " A " , dan menghubungkan voltmeter ke tempat yang dinotasikan
" V " . voltmeter arus terbaca 10V.
5. Hidupkan saklar S1 ON untuk memasukkan 10 ohm resistor ke sirkuit. Periksa
pembacaan ammeter . Buktikan bahwa hukum ohm adalah terpenuhi.
6. Matikan S1 off dan hidupkan S2 l . Lihat apabila ammeter menunjukkan nilai
yang benar . Pembacaan saat ini harus 10V / 20 Ω = 0,5 A.
7. Matikan S2 off dan menghidupkan S1. Mengubah output DC setiap kali untuk
2 , 3 , dan 5 V dan pastikan saat mengikuti perubahan sesuai dengan hukum
ohm itu .
8. Sesuaikan tegangan input sehingga ammeter menunjukkan 1A . menggunakan
multimeter digital , mengukur tegangan yang meliputi ammeter . Jelaskan
pengukuran tegangan.
Catatan:
Pertimbangkan resistansi internal dari ammeter yang kira-kira 0,2 ohm . Nilai
ini termasuk hambatan shunt .
9. Hitung daya yang dikonsumsi dalam beban resistor 10 dan 20 ohm ketika 10V
diterapkan di masing-masing beban resistor . Bandingkan hasil dengan daya
dihitung dari arus yang diukur pada setiap resistor . Pertimbangkan persamaan
berikut .
P = E2 / R = I2 R = E x I..........................................................................(1. 6)
V. Data hasil Percobaan
1.5.1 Kondisi Saklaar 1 ON dengan Resistor 10 Ω
Tabel 1.1.1 Hasil Pengukuran Arus Saklar 1 ON dengan R= 10 Ohm
Saklar Resistansi Tegangan Arus
10 Ω 10 V 1A
10 Ω 5V 0,5 A
S1 ON dan S2 OFF
10 Ω 3V 0,3 A
10 Ω 2V 0,2 A

1.5.2 Kondisi Saklar 2 ON dengan Resistor 20 Ω


Tabel 1.1.2 Hasil Pengukuran Arus Saklar 2 ON dengan R= 20 Ohm
Saklar Resistansi Tegangan Arus
20 Ω 10 V 0,5 A
20 Ω 5V 0,25 A
S1 OFF dans2 ON
20 Ω 3V 0,15 A
20 Ω 2V 0,1 A
VI. Analisa Data
Pada percobaan ini, digunakan Hukum Ohm untuk menghitung arus dan
tegangan, di rumuskan dengan:

𝑉
𝐼 = 𝑅 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑉 = 𝐼𝑅………………………………………………………..(1.1.7)

Dimana:
V = Tegangan (volt)
I = Arus (Ampere)
R = Resistor (Ohm)

1.6.1 Pengukuran Arus Saklar 1 ON dengan R= 10 Ohm


Sesuai dengan persamaan 1.1.7, untuk mencari besarnya arus yang mengalir
pada resistor 10 Ω dengan parameter tegangan yang berbeda yaitu digunakan
persamaan I = V/R. Perhitungan nilai arus (I) dengan resistor 10 Ω secaara teori
adalah sebagai berikut:
a. Untuk tegangan 10 Volt
I = V/R
I = 10/10
I = 1 Ampere
b. Untuk tegangan 2 Volt
I = V/R
I = 2/10
I = 0,2 Ampere
c. Untuk tegangan 3 Volt
I = V/R
I = 3/10
I = 0,3 Ampere
d. Untuk tegangan 5 Volt
I = V/R
I = 5/10
I = 0,5 Ampere
Hasil perhitungan nilai arus secara teori untuk resitansi 10 Ω dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1.3 Hasil Arus Secara Teori Untuk R= 10 Ohm (S1)


Saklar Resistansi Tegangan Arus (Teori)
10 Ω 10 V 1A
10 Ω 5V 0,2 A
S1 ON dans2 OFF
10 Ω 3V 0,3 A
10 Ω 2V 0,5 A

Perbandingan nilai arus pada pengukuran dengan teori dapat diliha pada
tabel dibawah ini:

Tabel 1.1.4 Perbandingan Arus Hasil Pengukuran dan Teori Untuk R = 10 Ω (S1 ON)
Saklar Resistansi Tegangan Arus (pengukuran) Arus (Teori)
10 Ω 10 V 0,1 A 1A
S1 ON
10 Ω 5V 0,5 A 0,5 A
dans2
10 Ω 3V 0,3 A 0,3 A
OFF
10 Ω 2V 0,2 A 0,2 A

Perhitiungan persentase kesalahan dari pengukuran arus dengan R = 10 Ω


dengan kondisi S1 ON adalah sebagai Berikut:
a. Untuk tegangan 10 Volt
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖−𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖

b. Untuk tegangan 2 Volt


𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖−𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
0,5−0,5
= × 100% = 0%
0,5

c. Untuk tegangan 3 Volt


𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
0,3−0,3
= × 100% = 0%
0,3

d. Untuk tegangan 5 volt


𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
0,2−0,2
= × 100% = 0%
0,2

Besar persentase kesalahan nilai arus pada hasil pengukuran dan teori
untuk resistansi 10 Ω dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1.5 Perbandingan Arus Hasil Pengukuran dan Teori Untuk R = 10 Ω (S1 ON)
Arus Arus Persentase
Saklar Resistansi Tegangan
(pengukuran) (Teori) Kesalahan (%)
10 Ω 10 V 1A 1A 0%
S1 ON
10 Ω 5V 0,5 A 0,5 A 0%
dans2
10 Ω 3V 0,3 A 0,3 A 0%
OFF
10 Ω 2V 0,2 A 0,2 A 0%

Gambar 1.1.3 Perbandingan Arus Secara Teori dan Pengukuran Untuk S1 = ON (Resistor 10
Ohm)

Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori, perentase kesalahan


yang di dapat pada tegangan 10 V adalah 0%, tegangan 5 V adalah 0% tagangan 3
V adalah 0%, dan tegangan 2 V adalah 0%. Hal ini membuktikan bahwa alat ukur
yang digunakan sudah presisi, dimana untuk pengukuran arus amperemeter
dipasang seri dengan alat listrik yang akan di ukur. Terminal positif dari
amperemeter di hubungkan dengan kutub positif dari sumber arus listrik.
Dalam gambar 1.1.3 dapat dilihat hubungan Ohm, di mana arus berbanding
lurus dengan tegangan dan berbading terbalik dengan hambatan. Dengan nilai
resistor yang tetap, seiring dengan bertambahnya besarnya nilai tegangan maka
nilai arus pun semakin besar sehingga di dapat grafik meningkat.

1.6.2 Kondisi sakllar 2 ON dengan Resistor 20 Ω


Sesuai dengan persamaan 1.1.7, untuk mencari besarnya arus yang mengalir
pada resistor 20 Ω dengan parameter tegangan yang berbeda yaitu digunakan
persamaan I = V/R. Perhitungan nilai arus (I) dengan resistor 20 Ω secaara teori
adalah sebagai berikut:

a. Untuk tegangan 10 Volt


I = V/R
I = 10/20
I = 0,5 Ampere
b. Untuk tegangan 2 Volt
I = V/R
I = 2/20
I = 0,1 Ampere
c. Untuk tegangan 3 Volt
I = V/R
I = 3/20
I = 0,15 Ampere

d. Untuk tegangan 5 Volt


I = V/R
I = 5/20
I = 0,25 Ampere
Hasil perhitungan nilai arus secara teori untuk resitansi 10 Ω dapat dilihat
pada tael di bawah ini:
Tabel 1.1.6 Hasil Arus Secara Teori Untuk R= 20 Ohm (S2)
Saklar Resistansi Tegangan Arus (Teori)
20 Ω 10 V 0,5 A
20 Ω 5V 0,25 A
S1 ON dans2 OFF
20 Ω 3V 0,15 A
20 Ω 2V 0,1 A

Perbandingan nilai arus pada pengukuran dengan teori dapat diliha pada
tabel dibawah ini:
Tabel 1.1.7 Perbandingan Arus Hasil Pengukuran dan Teori Untuk R = 20 Ω (S2 ON)
Saklar Resistansi Tegangan Arus (pengukuran) Arus (Teori)
20 Ω 10 V 0,5 A 0,5 A
S1 ON
20 Ω 5V 0,25 A 0,25 A
dan S2
20 Ω 3V 0,15 A 0,15 A
OFF
20 Ω 2V 0,1 A 0,1 A

Perhitiungan persentase kesalahan dari pengukuran arus dengan R = 20 Ω


dengan kondisi S2 ON adlah sebagai Berikut:
a. Untuk tegangan 10 Volt
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
0,5−0,5
= × 100% = 0%
0,5

b. Untuk tegangan 2 Volt


0,1 − 0,1
= × 100% = 0%% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
0,1
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
= × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
c. Untuk teganagn 3 volt
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖
0,15−0,15
= × 100% = 0%
0,15

d. Utuk tegangan 5 Volt


𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖

Besar persentase kesalahan nilai arus pada hasil pengukuran dan teori untuk
resistansi 10 Ω dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1.8 Perbandingan Arus Hasil Pengukuran dan Teori Untuk R = 20 Ω (S2 ON)
Arus Arus Persentase
Saklar Resistansi Tegangan
(pengukuran) (Teori) Kesalahan (%)
S1 20 Ω 10 V 0,5 A 0.5 A 0%
ON 20 Ω 5V 0,25 A 0,25 A 0%
dans2 20 Ω 3V 0,15 A 0,15 A 0%
OFF 20 Ω 2V 0,1 A 0,1 A 0%
Gambar 1.1.4 Perbandingan Arus Secara Teori dan Pengukuran Untuk 2 = ON (Resistor 20 Ohm)

Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori, perentase kesalahan


yang di dapat pada tegangan 10 V adalah 0%, tegangan 5 V adalah 0 % tagangan
3 V adalah 0%, dan tegangan 2 V adalah 0%. Hal ini membuktikan bahwa alat ukur
yang digunakan sudah presisi, dimana untuk pengukuran arus amperemeter
dipasang seri dengan alat listrik yang akan di ukur. Terminal positif dari
amperemeter di hubungkan dengan kutub positif dari sumber arus listrik.
Dalam gambar 1.1.4 dapat dilihat hubungan Ohm, di mana arus berbanding
lurus dengan tegangan dan berbading terbalik dengan hambatan. Dengan nilai
resistor yang tetap, seiring dengan bertambahnya besarnya nilai tegangan maka
nilai arus pun semakin besar sehingga di dapat grafik meningkat.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil percobaan serta analisa data tersebut, dapat
disimpulkan data yang di peroleh melalui hasil penggukuran sudah sesuai dengan
penerapan hukum Ohm. Dimana pada hukum Ohm, besarnya arus listrik yang
mengalir pada suatu rangkaian berbanding lurus dengan tegangan atau beda
potensial pada rangkain tersebut. Hal tersebut dilihat pada grafik, saat besarnya
tegangan meningkat maka besarnya arus juga ikut meningkat

Anda mungkin juga menyukai