Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum PT. X


PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pemeliharaan
transportasi darat dan pembuatan suku cadang. Perusahaan ini terbentuk pada
tahun 1920. Perusahaan ini memiliki sumber daya manusia sebanyak 318. Jam
operasional pada perusahaan ini yaitu dari hari senin hingga jumat pukul 08.00-
17.00 dengan waktu istirahat selama satu jam pada pukul 12.00-13.00.
Perusahaan ini terdiri dari enam bagian yaitu bagian logistik, administrasi,
perencanaan, produksi, kontrol, dan mekanik. Pada masing-masing bagiannya,
pekerja dibagi dalam beberapa kelompok sesuai bidangnya.

IV.2 Analisis Univariat


IV.2.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu

Karakteristik Individu Frekuensi Persentase (%)


Usia
<40 tahun 55 52.9
≥40 tahun 49 47.1
Kebiasaan Merokok
Ya 63 60.6
Tidak 41 39.4
Indeks Masa Tubuh
Normal 54 51.9
Obese 50 48.1
Masa Kerja
<10 tahun 67 64.4
≥10tahun 37 35.6
Sumber: Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 6 dari 104 responden, diketahui bahwa responden yang


berusia <40 tahun sebanyak 55 orang (52.9%), dan usia ≥40 tahun sebanyak 49

38
39

orang (47.1%). Responden yang memiliki masa kerja <10 tahun sebanyak 67
orang (64.4%), ≥10 tahun sebanyak 37 orang (35.6 %), dengan IMT normal
sebanyak 54 orang (51.9%), dan obese sebanyak 50 orang (48.1%), serta
responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 63 orang (60.6%).

IV.2.2 Distribusi Frekuensi Paparan kebisingan


IV.2.2.1 Distribusi Frekuensi Intensitas kebisingan

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Intensitas Kebisingan


Intensitas Kebisingan Frekuensi Persentase (%)
≤85 dBA 34 32.7
>85 dBA 70 67.3
Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel 7 diketahui sebanyak 70 responden (67.3%) terpapar
kebisingan di atas ambang batas yaitu > 85 dBA.

IV.2.2.2 Distribusi Frekuensi Lama Paparan kebisingan

Tabel 8 Lama Distribusi Frekuensi Paparan Kebisingan


Lama Paparan Kebisingan Frekuensi Persentase (%)
≤8 jam 89 85.6
>8 jam 15 14.4
Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel 8 diketahui sebanyak 89 responden (85.6%) terpapar
kebisingan dengan waktu ≤8 jam.

IV.2.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan APD

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Penggunaan APD


Penggunaan APD Frekuensi Persentase (%)
Ya 15 14.4
Tidak 89 85.6
Sumber: Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 9 diketahui sebanyak 89 responden (85.6%) tidak


menggunakan APD berupa alat pelindung telinga selama terpapar kebisingan.
40

IV.2.4 Distribusi Frekuensi Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Peningkatan Tekanan Darah


Peningkatan Tekanan Frekuensi Persentase (%)
Darah
Ya 64 61.5
Tidak 40 38.5
Sumber: Data primer, 2017

Berdasarkan tabel 10 diketahui sebanyak 64 responden (61.5%) mengalami


peningkatan tekanan darah.

Tekanan Darah

Tidak Meningkat
38%

Meningkat
62%

Meningkat Tidak Meningkat

Sumber: Data primer, 2017


Grafik 1 Frekuensi Peningkatan Tekanan Darah pada Pekerja PT.X
41

IV.3 Analisis Bivariat

IV.3.1 Hubungan Karakteristik Individu dengan Peningkatan Tekanan


Darah

IV.3.1.1 Hubungan Usia dengan Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 11 Hubungan Usia dengan Peningkatan Tekanan Darah


Peningkatan Tekanan Darah
Total P value
Usia Ya Tidak
N % N % N %

≤40 tahun 36 65.5 19 34.5 55 100


0,384
>40 tahun 28 30.2 21 18.8 49 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel analisis 11 di atas, dari 55 orang yang berusia diantara
kurang dari dan sama dengan 40 tahun terdapat 36 orang (65.5%) yang mengalami
peningkatan tekanan darah, dan pada usia lebih dari 40 tahun terdapat 28 orang
(30.2%) yang mengalami peningkatan tekanan darah. Berdasarkan hasil analisis
data dengan menggunakan uji chi square, didapatkan hasil p value 0,384. Dari
hasil analisis tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara usia dan
peningkatan tekanan darah.
42

IV.3.1.2 Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 12 Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Peningkatan Tekanan


Darah
Peningkatan Tekanan Darah
Indeks Masa Total P value
Ya Tidak
Tubuh
N % N % N %

Normal 40 74.1 14 25.9 54 100


0,006
Obese 24 48 26 52 50 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel analisis 12 di atas, terdapat 50 responden dengan
obesitas, 24 (48%) diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah dan 26
(52%) responden lainnya tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Sementara
itu terdapat 54 responden dengan indeks masa tubuh normal, 40 orang (74.1%)
mengalami peningkatan tekanan darah, dan 14 orang (25.9%) lainnya tidak
mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square menunjukkan p =
0,006 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara indeks masa tubuh
dengan peningkatan tekanan darah.

IV.3.1.3 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Peningkatan Tekanan


Darah

Tabel 13 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Peningkatan Tekanan


Darah
Peningkatan Tekanan Darah
Kebiasaan Total P value
Ya Tidak
Merokok
N % N % N %

Ya 33 52.4 30 24.2 63 100


0,017
Tidak 31 75.6 10 24.4 41 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
43

Berdasarkan tabel analisis 13 di atas, terdapat 63 responden yang memiliki


kebiasaan merokok dengan 33 orang (52.4%) diantaranya mengalami peningkatan
tekanan darah dan 30 orang (24.2%) lainnya tidak mengalami peningkatan darah.
Sementara itu terdapat 41 responden tidak memiliki kebiasaan merokok, 31 orang
(75.6%) mengalami peningkatan tekanan darah, dan 10 orang (24.4%) lainnya
tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square menunjukkan p
= 0,017 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan peningkatan tekanan darah.

IV.3.1.4 Hubungan Masa Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 14 Hubungan Masa Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah


Peningkatan Tekanan Darah
Total P value
Masa Kerja Ya Tidak
N % N % N %

<10 tahun 38 56.7 29 43.3 67 100


0,174
≥10 tahun 26 70.3 11 29.7 37 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100

Sumber: Data primer, 2017


Berdasarkan tabel analisis 14 di atas, terdapat 67 responden yang memiliki
masa kerja <10 tahun dengan 38 orang (56.7%) diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah dan 29 orang (25.8%) lainnya tidak mengalami
peningkatan darah. Sementara itu terdapat 37 responden yang memiliki masa kerja
≥10 tahun, 26 orang (22.8%) mengalami peningkatan tekanan darah dan 11 orang
(29.7%) lainnya tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square
menunjukkan p = 0,174 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara masa kerja dengan peningkatan tekanan darah.
44

IV.3.2 Hubungan Paparan Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah

IV.3.2.1 Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan


Darah

Tabel 15 Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan


Darah
Peningkatan Tekanan Darah
Intensitas Total P value
Ya Tidak
Kebisingan
N % N % N %

>85 54 77.1 16 22.9 70 100


0,001
≤85 10 29.4 24 70.6 34 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel analisis 15 di atas, terdapat 70 responden yang terpapar
kebisingan di atas ambang batas (> 85 dBA) dengan 54 orang (43.1%)
diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah dan 16 orang (26.9%) lainnya
tidak mengalami peningkatan darah. Sementara itu terdapat 34 responden yang
terpapar kebisingan tidak melebihi ambang batas (≤ 85 dBA), 10 orang (29.4%)
diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah dan 24 orang (70.6%) lainnya
tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square menunjukkan p
= 0,001 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas
kebisingan dengan peningkatan tekanan darah.
45

IV.3.2.2 Hubungan Lamanya Paparan Kebisingan dengan Peningkatan


Tekanan Darah

Tabel 16 Hubungan Lama Paparan Kebisingan dengan Peningkatan


Tekanan Darah
Peningkatan Tekanan Darah
Lama Paparan Total P value
Ya Tidak
Kebisingan
N % N % N %

>8 jam 10 66.7 5 33.3 15 100


0,659
≤8 jam 54 60.7 35 39.3 89 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
Berdasarkan tabel analisis 16 di atas, terdapat 15 responden yang terpapar
kebisingan > 8 jam dengan 10 orang (66.7%) diantaranya mengalami peningkatan
tekanan darah dan 5 orang (33.3%) lainnya tidak mengalami peningkatan darah.
Sementara itu terdapat 89 responden yang terpapar kebisingan ≤ 8 jam, dengan 54
orang (60.7%) yang mengalami peningkatan tekanan darah dan 35 orang (39.3%)
lainnya tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square
menunjukkan p = 0,659 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara lama paparan kebisingan dengan peningkatan tekanan darah.

IV.3.3 Hubungan Penggunaan APD dengan Peningkatan Tekanan Darah

Tabel 17 Hubungan Penggunaan APD dengan Peningkatan Tekanan Darah


Peningkatan Tekanan Darah
Penggunaan Total P value
Ya Tidak
APD
N % N % N %

Tidak 53 59.6 36 40.4 89 100


0,310
Ya 11 73.3 4 26.7 15 100

Total 64 61.5 40 38.5 104 100


Sumber: Data primer, 2017
46

Berdasarkan tabel analisis 17 di atas, terdapat 89 responden yang tidak


menggunakan APD dengan 53 orang (59.6%) diantaranya mengalami peningkatan
tekanan darah dan 36 orang (40.4%) lainnya tidak mengalami peningkatan darah.
Sementara itu terdapat 15 responden yang menggunakan APD, dengan 11 orang
(73.3%) yang mengalami peningkatan tekanan darah dan 4 orang (26.7%) lainnya
tidak mengalami peningkatan tekanan darah. Hasil uji chi square menunjukkan p
= 0,310 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan
APD dengan peningkatan tekanan darah.

IV.4 Analisis Multivariat


IV.4.1 Pemilihan variabel kandidat multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui urutan kekuatan dari
variabel-variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat dengan
menggunakan uji regresi logistik. Variabel yang akan dimasukkan ke dalam
analisis multivariat adalah variabel dengan nilai p tidak lebih dari 0,25.

Tabel 18 Hasil Analisis Bivariat sebagai Kandidat Pemodelan


Variabel P value Keputusan
Intensitas Bising 0,001 Dimasukkan ke pemodelan
Lama Paparan Bising 0,659 Dimasukkan ke pemodelan
Masa Kerja 0,174 Dimasukkan ke pemodelan
Penggunaan APD 0,310 Dimasukkan ke pemodelan
Usia 0,384 Tidak dimasukkan ke pemodelan
Kebiasaan Merokok 0,017 Dimasukkan ke pemodelan
IMT 0,006 Dimasukkan ke pemodelan
Sumber: Data primer, 2017

Berdasarkan Tabel 18 dari seleksi analisis bivariat dengan uji Chi-square


didapatkan variabel yang memiliki p <0,25 dan akan dimasukkan dalam uji
multivariat adalah intensitas kebisingan, masa kerja, kebiasaan merokok dan IMT.
Namun, variabel lama paparan bising dan penggunaan APD merupakan variabel
yang secara substansi merupakan variabel yang bermakna sehingga variabel
tersebut tetap dimasukkan pada uji multivariat.
47

IV.4.2 Mencari faktor penentu peningkatan tekanan darah


Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan seberapa besar faktor
mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan darah. Dalam pemodelan ini
semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama.

Tabel 19 Hasil Analisis Multivariat Model Terakhir


Koefisien Nilai p OR

Intensitas Bising 2,991 0,001 19,897


Lama Paparan 1,091 0,194 2,977
Bising
Penggunaan APD -1,600 0,081 0,202
IMT -2,169 0,001 0,114
Kebisaan Merokok -1,582 0,006 0,206
Konstanta 1,964 0,060 7,127
Sumber: Data primer 2017
Berdasarkan analisis multivariat pada Tabel 19, variabel yang berhubungan
secara bermakna dengan peningkatan tekanan darah adalah variabel intensitas
bising, IMT, dan kebiasaan merokok. sedangkan variabel penggunaan APD dan
lama paparan bising adalah sebagai variabel pengontrol (counfounding). Variabel
yang paling dominan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah adalah
intensitas kebisingan. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel
intensitas kebisingan adalah 19,8, artinya pekerja yang terpapar kebisingan di atas
NAB (>85 dB) akan mengalami peningkatan tekadan darah sebesar 20 kali lebih
tinggi dibandingkan pekerja yang tidak terpapar kebisingan di atas NAB setelah
dikontrol variabel IMT, kebiasaan merokok, penggunaan APD, dan lama paparan
bising.
48

IV.4 Pembahasan
IV.4.1 Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan anatara usia
dengan peningkatan tekanan darah (p=0,384). Hal ini sejalan dengan studi kohort
mengenai efek paparan bising lalu llintas dan kereta api terhadap hipertensi yang
dilakukan di Kopenhagen bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
dengan prevalensi hipertensi (Sorensen, dkk 2011). Namun, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ekowati dan Tuminah bahwa proporsi kelompok
usia 45-54 tahun atau lebih memiliki jumlah hipertensi yang lebih tinggi.
Kelompok usia 25-34 tahun memiliki risiko hipertensi 1,56 kali dibandingkan
dengan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan
bertambahnya usia dan kelompok usia ≥ 75 tahun berisiko 11,53 kali (Rahajeng &
Tuminah, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto
dan Pratomo bahwa didapatkan prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan
meningkatnya usia, pada kelompok udia 18-27 tahun sekitar 12,73%, pada usia
28-42 tahun meningkat menjadi 17,96%, dan usia > 42 tahun sebesar 41,67%.
Pada usia > 42 menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian
hipertensi (p = 0,000) dengan POR = 5,89 (Harianto & Pratomo, 2013).
Kondisi ini disebabkan seiring dengan meningkatnya usia terjadinya suatu
perubahan elastisitas pembuluh darah secara progresif, meningkatnya
aterosklerosis arteri, serta hipertrofi pada arteri dan arteriol. Perubahan tersebut
menyebabkan hilangnya elastisitas serta penyempitan lumen pembuluh darah
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistolik (Logan, 2011). Usia juga
berkaitan dengan meningkatnya resistensi total dan masa ventrikel kiri, penurunan
curah jantung, denyut jantung, isi sekuncup, cairan intravascular, aliran darah
pada ginjal serta aktivitas renin. Selain itu, ginjal mengalami penurunan yang
progresif untuk mengeksresikan garam pada tubuh, sehingga plasma tubuh
meningkat dan meningkatkan tekanan darah. Prevalensi diabete mellitus dan
intoleransi glukosa juga meningkat seiring dengan pertambahan usia, sehingga
dapat meningkatkan kerusakan pembuluh darah dan memperburuk fungsi ginjal
(Kithas, 2010).
49

Tidak didapatkannya hubungan yang signifikan antara usia dengan


hipertensi pada penelitian ini dapat disebabkan oleh distribusi sampel yang kurang
merataa yaitu sampel lebih didominasi oleh pekerja usia ≤40 tahun.

IV.4.2 Indeks Masa Tubuh


Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan anatara indeks
masa tubuh dengan peningkatan tekanan darah (p=0,006). Hal ini sesuai dengan
penelitian Suman dkk (2014) mengenai hubungan IMT dengan tekanan darah
pada orang dewasa yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara IMT dengan tekanan darah, serta penelitian Mungreiphy dkk (2011) yang
menyatakan bahwa semakin meningkatknya IMT maka semakin meningkat pula
tekanan darahnya.
Hal tersebut terjadi karena pada seseorang yang mengalami obesitas terjadi
peningkatan lemak pada lapisan visceral yang dapat menyebabkan hipertensi.
Obesitas berhubungan dengan bertambahnya cairan ekstraseluler dan
meningkatkan aliran darah pada jaringan sehingga meningkatkan aliran balik vena
dan curah jantung (Hall, dkk 2015). Tingginya konsumsi lemak dan karbohidrat
diketahui dapat menstimulasi reseptor α1 pada perifer dan β adrenergik yang
menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Pada seseorang yang mengalami obesitas terjadi retensi natrium
yang diakibatkan oleh meningkatnya reabsorbsi tubulus ginjal. Akibatnya volume
cairan ekstraseluler bertambah dan menyebabkan hipertensi. Selain itu terdapat
perubahan struktur sel medula ginjal secara histologi, akibat akumulasi lemak di
seitar dan di dalam medula, sehinga terjadi perubahan tekanan intrarenal yang
menyebabkan kompresi pada medula. Akibatnya laju filtrasi mengalami
penurunan pada lengkung henle sehingga menyebabkan waktu reabsorbsi sodium
memanjang. Saat tubuh mendeteksi adanya penurunan jumlah sodium, maka
makula densa akan meningkatkan sekresi renin sebagai umpan balik, sehingga
terjadi aktivasi angiotensin dan diikuti oleh vasokostriksi pembuluh darah dan
terjadi peningkatan tekanan darah (Kotsis dkk, 2010).
50

IV.4.3 Kebiasaan Merokok


Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan anatara kebiasaan
merokok dengan peningkatan tekanan darah (p=0,017). Hal ini sesuai dengan
penelitian Primatesta (2001) mengenai hubungan antara merokok dengan tekanan
darah dari survey kesehatan di Inggris, serta Anggara dan Prayitno (2013) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok
degan tekanan darah ( p = 0,000).
Hal tersebut terjadi karena kandungan dari rokok, seperti nikotin, dapat
mengaktifkan radikal bebas. Terjadinya disfungsi vasomotor yang diinduksi oleh
nitrit oksida, inflamasi, dan modifikasi komponen lipid, sehingga terjadi
pembentukan aterosklerosis yang berdampak pada perubahan tekanan darah dan
menjadi faktor risiko hipertensi (Ambrose, 2004).
Merokok dapat merusak dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
peningkatan interaksi platelet dengan dinding pembuluh darah. Hal ini dapat
menurunkan elastisitas aorta, akibat dari penyempitan dan kerusakan pembuluh
darah. Inflamasi juga memiliki peranan penting pada pathogenesis aterosklerosis.
Penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan 20-25% kadar
leukosit perifer serta meningktakan aktivasi mediator inflamasi sperti interleuikin-
6 (IL-6), protein C-reaktif, dan tumor necrosis factor α (TNF α). Peningkatan
sitokin proinflamasi menyebabkan terjadinya peningkatan interaksi leukosit-
endotel yang merupakan peristiwa awal terjadinya aterosklerosis (Smith, 2001).
Pada perokok ditemukan pula terdapat kadar kolesterol serum, trigliserida, very
low-density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein cholesterol (LDL-C),
serta rendahnya high-density lipoprotein (HDL-C) dan alipoprotein A-1. Beberapa
penilitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan modifikasi oksidasi
LDL-C plasma yang merupakan proaterogenik dan telah terbukti dapat
mengganggu fungsi endotel (Salahuddin dkk, 2012).

IV.4.4 Masa Kerja


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan anatara
masa kerja dengan peningkatan tekanan darah (p=0,174). Hal ini sesuai dengan
penelitian Nugraha (2005) mengenai hubungan kebisingan dan hipertensi pada
51

karyawan laki-laki di Plant 3-4 PT. I yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara lama masa kerja dengan kejadian hieprtensi. Hal
ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto dan Pratomo
(2013) mengenai pajanan kebisingan dan hipertensi di kalangan pekerja pelabuhan
menyatakan bahwa masa kerja tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian hipertensi. Namun, terdapat hubungan yang signifikan pada
penelitian Bluhm dkk (2007) mengenai bising lalu lintas dengan kejadian
hipertensi yang menyatakan bahwa responden yang tinggal di lokasi penelitian
dengan waktu lebih dari 10 tahun berisiko 1,93 kali menderita hipertensi
dibandingkan dengan responden yang kurang atau sama dengan 10 tahun. Hal ini
dapat disebabkan oleh efek jangka panjang dari paparan kebisingan yang terjadi
dalam beberapa jam hingga hari bahkan tahun sehingga terjadi akumulasi stimulus
yang berulang dan dapat menyebabkan gangguan homeostasis tubuh khususnya
dalam keseimbangan fungsi system saraf simpatis dan parasimpatis (Zulrahmans,
dkk 2014).

IV.4.5 Lama Paparan Bising


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan anatara
lama paparan bising dengan peningkatan tekanan darah (p=0,659). Hal ini sesuai
dengan penelitian Hal ini sesuai dengan penelitian Anggraini (2012) yang
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama pemaparan bising
per hari dengan risiko hipertensi. Namun hal ini bertentangan dengan hasil
penelitian Zulharmans (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
lama paparan bising dan tekanan darah. Hal tersebut didukung oleh penelitian
Filaely (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
lama pajanan bising dengan meningkatnya tekanan darah pada pegawai di Stasiun
Besar Semarang Poncol. Semakin lama seseorang terpapar kebisingan maka akan
menyebabkan meningkatnya hormon stress yang menyebabkan peningkatan
denyut jantung sehingga meningkatkan curah jantung dan tekanan darah
(Zulrahmans, 2014).
52

IV.4.6 Intensitas Bising


Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan anatara intensitas
kebisingan dengan peningkatan tekanan darah (p=0,001). Hal ini sesuai dengan
penelitian Attarchi dkk (2012) dan Kalantary (2015) yang menyatakan bahwa
pekerja yang terpapar kebisingan mengalami peningkatan tekanan darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sadeq dkk (2013) menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kebisingan di lingkungan rumah sakit dengan
tekanan darah sistol dan diastol.
Hal tersebut terjadi karena terdapat berbagai mekanisme bahwa kebisingan
menyebabkan meningkatnya stress pada seseorang. Stress menyebabkan
peningkatan tekanan darah melalui aktivasi saraf simpatis (Attarchi dkk, 2012).
Paparan kebisingan yang akut dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah,
detak jantung, dan curah jantung melalui pengeluaran hormon stress seperti
katekolamin (Babisch, 2011). Hal ini didukung dengan penelitian Neghab dkk
(2009) bahwa terdapat peningkatan sekresi vasokontriktor pada urin seseorang
yang terpapar kebisingan lebih dari 90 dB.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang
signifikan ketika seseorang terpapar kebisingan. Saat seseorang mengalami stress
maka corticotropin-releasing hormone (CRH) dan arginine-vassopressine (AVP)
akan disekresi oleh hipotalamus. CRH akan menstimulasi sekresi hormone
kortikotropin. Akibatnya kortikotropin akan menstimulasi peningkatan produksi
kortikosteroid termasuk kortisol. Sedangkan hormone vasopressin akan
meningkatkan reabsorbsi air oleh ginjal dan menginduksi terjadinya
vasokonstriksi sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah. Secara
bersamaan CRH dan hormone vasopressin akan mengaktifkan hypothalamic-
pituitary-adrenal-axis (HPA axis). HPA axis akan memberikan umpan balik
antara hipotalamus, kelenjar pituitary, dan kelenjar adrenal (Randall, 2011).
Paparan kebisingan dalam jangka panjang dapat menyebabkan hiporeaksi dan
hiperreaksi, yang dapat mengindikasikan adanya kelainan regulasi pada HPA axis
(Spreng, 2000). Selain itu penelitian lain menyatakan bahwa stress akut maupun
kronik dapat menyebabkan meningkatnya pelepasan sitokin, bukan hanya sebagai
penanda, namun juga sebagai mediator inflamasi yang menyebabkan disfungsi
53

endotel pembuluh darah dan proses aterosklerosis (Pickering, 2007). Sehingga


pada akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah yang secara kronik dapat
menyebabkan hipertensi.

IV.4.7 Penggunaan APD


Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saryawati (2008)
menegenai faktor risiko kejadian hipertensi pada pekerja industri tekstil yang
menunjukkan tidak terdapat hubungan penggunaan APD dengan kejadian
hipertensi. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hidayat (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan
tekanan darah dengan penggunaan earplug (p = 0,00). APD yang digunakan untuk
melindungi seseorang dari bahaya kebisingan dengan intensitas tinggi adalah jenis
earplug dan earmuff. Sumbat telinga (earplug) dapat mengurangi kebisingan 8-30
dB dan biasanya digunakan untuk proteksi hingga 100 dB. Tutup telinga (earmuff)
dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB dan biasanya digunakan untuk proteksi
hingga 110 dB (Buchari, 2007).

IV.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini menggunakan data primer yang diobservasi di PT. X dalam
waktu yang terbatas sehingga menyebabkan penelitian ini kemungkinan memiliki
banyak bias. Penelitian ini juga tidak menganalisis riwayat tekanan darah pekerja
sejak pekerja tersebut mulai bekerja di PT.X sehingga hanya didapatkan
peningkatan tekanan darah pada satu waktu saja. Selain itu, pada penelitian ini
tidak semua faktor risiko hipertensi dianalisis.

Anda mungkin juga menyukai