Anda di halaman 1dari 15

Dengue Haemorhagic Fever ( DHF )

5 April 2011 | riezkhyamalia

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama
terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).
Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes
albocpictus dan Aedes aegypti ).
Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO pada
tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat yaitu :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan ( uji
tourniket positif ).
b. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada
hidung ( epistaksis ).
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab
serta anak gelisah.
d. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat
dikur, akral dingin dan anak akan mengalami syok.

2. Etiologi
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Virus ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat
diisolasi empat serotif virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Namun yang paling banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan
DEN-3. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu :
a. Aedes aegypti
1) Paling sering ditemukan
2) Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam
rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar rumah.
3) Nyamuk ini berbintik-bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat
tertampung air hujan bersih, yaitu pohon pisang dan tanaman pandan.
2) Mengigit pada waktu siang hari.
3) Berwarna hitam.
4) Jarak terbang 50 meter.
3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan glanular sel, berbentuk
piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang
dan sangat penting peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4
m dan berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku
cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3.
Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan
pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat
cedera.
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah
respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding
pembuluh darah yang terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit,
yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang
agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit,
dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini,
terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa
yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh
tosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil
trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit ). Fibrin ini, yang
mula–mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami
polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian
fibrin kemudian memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding
pembuluh dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson, 1995 ).

( Richard Walker, 2000, Under The Microscope, Heart–Clotting & Healing)


Gambar ini menunjukkan proses pembekuan dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk
sehingga menjerat sel darah merah dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang
terluka sehingga perdarahan berhenti.

4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi
dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi ini akan
mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui
endotel dinding itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan
faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya
renjatan secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya plasma, anak mengalami
hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.

Infeksi Dengue
Demam Manifestasi perdarahan Hepatomegali Trombositopenia
Anoreksia
Muntah

Dehidrasi Permeabilitas kapiler


Hemokonsentrasi
Kehilangan plasma Hipoproteinemia
Efusi Pleura
Hipovolemik Asites

Syok

Anoksia

Perdarahan Asidosis
Gastrointestinal

Kematian

5. Tanda dan gejala


Akibat masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan :
a. Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 380 – 400
celcius atau lebih ( tanpa sebab yang jelas ).
b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya
pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah
dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
c. Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan
sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.
d. Adanya tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah kulit
( petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis ) , perdarahan pada gusi, berak
darah / batuk darah ( melena / hematemesis ).
e. Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar
mata, dan sakit kepala.
f. Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan darah yang menurun ( diastolik
turun menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang ), capillary refill lebih
dari dua detik.
g. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta
timbul sianosis di sekitar mulut.
h. Mual, muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi.
i. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi sopor
dan akhirnya koma.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali
1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3 ) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 %
atau lebih).
2) Haemoglobin meningkat 20 %.
3) Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
b. Rontgen Thoraks
Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
c. Uji Serologi
Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah
gejala awal penyakit ) dengan mengambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan
darah ini dilakukan minimal empat kali.
d. Test Tourniquet
Cara uji tourniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa
sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15
menit. Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20
( – ) jumlah petekhie 10 – 20
( ± ) jumlah petekhie ≤ 10

7. Penatalaksanaan
Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
a. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, muntah.
Beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup,
susu/ASI, sari buah, atau oralit. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg
BB dalam 24 jam berikutnya.
b. Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air hangat atau dingin dan bila perlu
berikan antipiretik untuk mengatasi demam dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB.
c. Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila anak terus menerus
muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit
yang terus meningkat ( > 40 vol % ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl
0,9 % dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila timbul tanda-tanda syok, segera berikan cairan
campuran antara NaCL 0,9 % : Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg
BB/jam. Apabila syok mulai teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.

8. Komplikasi
Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat, maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu :
a. Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran,
sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
b. Perdarahan Pada Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak,
sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam
lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
c. Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh.
Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami
pembesaran.
d. Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
dinding pembuluh darah.

9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan
memberantas penular maupun jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih
dalam taraf penelitian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada.
Cara pencegahannya ada dua, yaitu :
a. Memberantas nyamuk dewasa
Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging ) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan
ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati
bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
b. Memberantas jentik
Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk
berkembang biak. Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes
aegypti diketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah.
Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan dengan :
1) Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan
lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai
menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2) Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air ( misalnya tempayan, drum, dll )
agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
3) Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian mengubur / membakar / membuang
barang bekas yang dapat digenangi air ( seperti kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dll ).
4) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala.
5) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate
kedalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam
genangan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali
atau peliharalah ikan ditempat itu.

B. Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat
memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual,
yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses
keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara
bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan,
membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan. ( Doenges : 2000 ).
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan secara sistematis,
mengelompokkan, dan mengatur data yang dikumpulkan dan menganalisa data sehingga
ditemukan diagnosa keperawatan. ( La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ).
Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri dari :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien termasuk
kekuatan dan kelemahan klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik.
Data dikumpulkan dari keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik.
1) Identitas klien dan keluarga
a) Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b) Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
c) Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
d) Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan sumber informasi yang diperoleh.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 )
(1) Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai mimisan,
berak encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur, rewel, nafsu makan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati, pembengkakan sekitar
mata, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
(2) Lamanya keluhan biasanya untuk panas akan berlangsung 2 – 7 hari, disertai berak encer
3 – 4 kali dalam sehari, bila sudah parah akan disertai perdarahan pada hidung dan berak
darah 2 – 3 kali sehari.
(3) Akibat timbulnya keluhan pada anak adalah anak menjadi rewel, nafsu makannya akan
menurun, mual dan muntah, susah tidur, badan lemah, bila sudah parah bisa sampai terjadi
syok.

b. Pemeriksaan fisik pada anak.


Selama aspek pengumpulan data, perawat melatih keterampilan persepsual dan observatorial
dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman atau biasa
dikenal dengan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Inspeksi adalah pengamatan secara
seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi adanya lesi pada kulit, dll. Perkusi
adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk
mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik
dengan meraba klien. Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan
stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengtahui bising usus. ( Bates :
1998 ).
Adapun pengkajian fisik yang harus dilakukan pada anak dengan DHF ( Suriadi : 2001 )
adalah :
1) Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama suhu tubuh antara 38o
– 40o celcius, nadi biasanya cepat atau lambat, dan pernapasan menjadi cepat antara 40 – 60
x/menit.
2) Wajah anak biasanya pucat akibat dehidrasi, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, dan
wajah terlihat membengkak.
3) Mata biasanya mengalami oedem pada palpebra, konjungtiva anemis, dan mata terlihat
merah akibat kurang tidur.
4) Hidung biasanya terjadi perdarahan akibat penanganan yang lambat.
5) Abdomen, pada saat dilakukan palpasi akan terasa adanya pembesaran pada organ hati dan
limpa, anak akan mengalami nyeri pada ulu hati, terjadi iritasi pada lambung, bising usus
lemah ( <> 2 detik ).

c. Kebiasaan Anak Sehari-hari


1) Pola nutrisi akan mengalami gangguan, anak akan menjadi malas makan dan minum, mual
dan muntah, terjadi penurunan berat badan dalam jangka waktu yang cepat.
2) Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi BAB, anak akan
mengalami berak encer dan kadang-kadang disertai perdarahan, urin akan disertai dengan
pengeluaran protein.
3) Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya peningkatan suhu tubuh,
anak sering BAB encer dan adanya nyeri pada ulu hati.
4) Pola aktifitas anak menjadi terganggu, ditandai dengan anak menjadi malas untuk bermain,
pemurung, rewel, dan lebih cenderung untuk menyendiri.
5) Personal hygiene anak mengalami gangguan atau tidak terpenuhi, akibat kelemahan fisik
anak.

d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah, yang dilakukan adalah pemeriksaan hemoglobin, trombosit, leukosit,
uji serologi HI (Haemagglutination inhibiting antibody), dengue blot. Pada pemeriksaan
hemoglobin akan didapatkan nilai <> 20 % dari nilai normal (hemokonsentrasi). Leukosit
normal pada 1 – 3 hari pertama, akan menurun pada saat akan terjadi syok dan akan
meningkat pada saat syok dapat diatasi. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
Uji serologi adalah suatu pemeriksaan dengan mengambil serum pada masa penyembuhan ( 1
– 4 minggu ) setelah gejala awal penyakit, untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena
sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat kali.
2) Pemeriksaan air seni, dilakukan untuk melihat apakah ada albuminuria ringan.
3) Test tourniquet / rumple leed test, yaitu tes yang dilakukan untuk melihat adanya
perdarahan bawah kulit akibat pecahnya trombosit darah dengan kriteria :
( + ) bila jumlah petekhie ≥20
( – ) bila jumlah petekhie 10 – 20
) bila jumlah petekhie ≤ 20±(
Dari hasil pengkajian keperawatan, akan didapatkan data-data yang menunjang dalam
pembuatan diagnosa keperawatan yang dikelompokkan dalam data fokus.

e. Pemeriksaan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


1). Pertumbuhan ( Growth )
Berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel,
organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat ( gram, pound, kilogram ),
ukuran panjang ( cm, meter ), umur tulang, dan keseimbangan metabolik ( retensi kalsium
dan nitrogen tubuh ).
Pertumbuhan pada anak sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Soetjiningsih ( 1995 )
– Perkiraan berat badan dengan menggunakan rumus :
BB = Umur ( tahun ) x 7 – 5
2
– Tinggi badan = 1,5 x tinggi badan umur 1 tahun.
– Gigi = terdapat erupsi gigi tetap yaitu insisor.
b). Menurut Wong & Whaley ( 1996 )
– Penambahan tinggi dan berat badan terus berlanjut dengan lambat.
– Berat badan antara 16 – 23,6 kg ( 35,5 – 58 pound ), dan tinggi badan 106,6 – 123,5 cm
( 42 – 48 inchi ).
– Gigi seri permanen pada mandibular mulai tumbuh.
– Kehilangan gigi pertama.
– Beragsur-angsur terdapat peningkatan kemampuan/keterampilan.
– Mempunyai aktivitas yang tetap.
– Sering terjadi anak mengisap jari kembali.
– Semakin menyadari fungsi tangan sebagai alat.
– Menyukai menggambar, menulis, dan mewarnai.
– Kemampuan penglihatan mencapai kematangan.
2). Perkembangan ( Development )
Adalah bertambahnya kemampuan ( skill ) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Pertumbuhan pada anak sekolah usia 6 tahun
a). Menurut Wong & Whaley ( 1996 )
1). Perkembangan Mental
– Pengembangan pengenalan angka.
– Dapat menjumlahkan/menghitung uang sebesar 13 sen ( sen dolar ).
– Dapat membedakan pagi dan sore.
– Dapat menyebutkan pengertian dan fungsi alat/perlengkapan yang sering digunakan, seperti
garpu dan kursi.
– Mampu menuruti tiga perintah sekaligus yang diberikan secara berurutan.
– Bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri.
– Dapat menilai apakah gambar sebuah wajah cantik atau buruk.
– Mulai memasuki kelas pertama.
2). Perkembangan Adaptasi
– Di atas meja makan anak sudah mampu mengoles mentega atau selai pada roti.
– Permainan yang disukai menggunting, melipat, menempel permainan kertas, dan menjahit
kasar.
– Mampu mandi sendiri tanpa pengawasan dan melakukan aktivitas sebelum tidur secara
mandiri.
– Menyukai permainan meja ( table game ), checkers, dan permainan kartu sederhana.
– Banyak tertawa.
– Kadang-kadang mencuri uang atau benda-benda yang menarik.
– Sulit mengakui kesalahan sendiri.
– Selalu mencoba/menguji kemampuannya.
3). Personal-Sosial
– Dapat berbagi dan lebih kooperatif.
– Punya kebutuhan yang besar untuk bermain bersama teman sebayanya.
– Akan berusaha menipu untuk menang.
– Sering bermain kasar.
– Sering merasa cemburu terhadap saudaranya.
– Melakukan pekerjaan yang mereka lihat yang dilakukan oleh orang dewasa.
– Mungkin anak akan bertingkah marah.
– Menyombongkan diri.
– Lebih mandiri, kemungkinan termasuk urusan sekolah.
– Punya cara sendri dalam melakukan sesuatu.
– Meningkatkan sosialisasi.

b). Perkembangan Psikoseksual ( Sigmun Freud dari Wong & Whaley, 1996 )
– Anak berada pada fase latent dimana orientasi sosial lebih banyak keluar rumah, anak lebih
senang bermain.
– Pada fase ini terjadi perkembangan intelektual dan sosial.
– Banyak teman, punya geng atau peer group.
– Impuls agresivitas lebih terkontrol.
c). Perkembangan Psikososial ( Erik Ericson, 1963 dari Wong & Whaley, 1996)
– Anak berada pada fase industri korelasi dengan inferioritas ( rajin korelasi dengan rendah
diri ).
– Anak dapat membuat atau menyelesaikan tugas/perbuatan ( menghasilkan sesuatu ).
– Anak siap meninggalkan rumah orang tua dalam waktu terbatas ( di sekolah ).
– Melalui proses pendidikan anak belajar untuk :
• Bersaing ( sifat kompetitif )
• Sifat kooperatif ( saling memberi dan menerima )
• Setia kawan, belajar peraturan yang berlaku.
– Kunci proses sosialisasi guru dan teman sebaya.
– Identifikasi bukan pada orang tua atau orang lain, misalnya : anak menyukai gurunya
( lebih patuh dibanding terhadap orang tuanya ).
– Bila anak tidak dapat mematuhi kebutuhan sesuai standart timbul masalah/gangguan.

d.). Perkembangan Kognitif atau Tahap Berkembang Berpikir Logis ( Jean Piaget,1969 dari
Wong & Whaley, 1996)
– Anak berada pada tahap II yaitu pre-operasional ( usia 2-7 tahun )
– Sensori motorik preoperasional.
Anak mampu mempergunakan simbol-simbol, kata-kata, mengikat masa lampau, sekarang,
yang akan datang.
– Tingkah laku anak berubah egois.

e). Perkembangan Interpersoal ( Sulivan’s dari Wong & Whaley, 1996 )


– Anak berada pada tahap Juvenil ( usia 5-6 tahun ).
– Anak-anak menjadi sosial bersaing, bekerjasama, dan belajar untuk mengawasi tingkah
laku dengan kontrol lingkungan.

f). Perkembangan Moral ( Kohlberg dari Wong & Whaley, 1996 )


– Anak berada pada Stage III yaitu Conventional level ( usia 6-12 tahun ).
– Dapat membantu orang lain dan diyakini sebagai suatu kebaikan.
– Menyesuaikan diri terhadap moral secara umum, tingkah laku untuk tampak “ baik “.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah klien
dan serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan
( Carpenito, 2000 ). Sedangkan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ), diagnosa keperawatan
adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual dan potensial.
Menurut Carpenito ( 2000 ) diagnosa keperawatan dapat berjenis aktual, risiko, atau
kesejahteraan atau sindrom.
Aktual : menggambarkan penilaian klinis yang harus divalidasi perawat karena adanya
batasan karakteristik mayor.
Risiko : menggambarkan penilaian klinis dimana individu/kelompok lebih rentan untuk
megalami masalah ketimbang orang lain dalam situasi yang sama atau serupa.
Kesejahteraan : penilaian klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas dalam transisi dari
tingkat kesejahteraan tertentu ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Dan menurut La Ode Gaffar ( 1997 ) diagnosa keperawatan dibedakan atas diagnosa aktual,
menggambarkan masalah kesehatan yang sudah ada saat ini atau yang sudah ada saat
pengkajian dan diagnosa keperawatan potensial, menggambarkan bahwa masalah yang nyata
akan terjadi bila tidak dilakukan intervensi keperawatan.
Menurut Suriadi ( 2001 ), diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien DHF antara
lain :
1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permabilitas kapiler,
perdarahan, muntah, dan demam.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak
ada nafsu makan.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Menurut Ngastiyah ( 1997 ), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada anak dengan
DHF antara lain :
1. Kegagalan sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
2. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.
3. Gangguan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan
selama dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
5. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

3. Perencanaan
Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan, yaitu penentuan
apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan
mengatasi masalah keperawatan. Langkah-langkah perencanaannya adalah :
a. Membuat Prioritas Urutan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, dan rendah. Masalah
dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup ( misalnya bersihan
jalan napas ). Masalah dengan prioritas sedang berhubungan dengan situasi yang tidak gawat
dan situasi yang tidak mengancam hidup klien ( misalnya personal hygiene klien ). Masalah
dengan prioritas rendah berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis
yang spesifik, misalnya masalah keuangan ( Carpenito,2000 ).
b. Merumuskan Tujuan dan Kriteria Hasil.
Kriteria hasil adalah hasil intervensi keperawatan dan respon-respon klien yang dapat dicapai,
diinginkan oleh klien atau pemberi asuhan, dan dapat dicapai dalam periode waktu yang telah
ditentukan. ( Doenges, dkk : 2000 ).
Tujuan yang dittapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesific ( khusus ), meassurable
( dapat diukur ), acceptable ( dapat diterima ), reality ( nyata ), dan time ( terdapat kriteria
waktu ). Kriteria hasil merupakan tujuan kearah mana perawatan kesehatan diarahkan dan
merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan.
Komponen pernyataan kriteria hasil :
1) Subyek, menunjukkan siapa yang mencapai kriteria hasil.
2) Kata kerja yang dapat diukur, menunjukkan tindakan, tingkah laku dan respon dari klien
yang dapat dilihat, didengar, dihidu, atau diraba.
3) Hasil, menunjukkan respon fisiologis, psikologis, dan gaya hidup yang diharapkan dari
klien terhadap intervensi.
4) Kriteria, mengukur kemajuan klien dalam mencapai hasil dan menunjukkan tingkatan
kecakapan yang diperlukan untuk menyelesaikan hasil akhir.
5) Target waktu, menunjukkan periode waktu tertentu yang diinginkan untuk mencapai
kriteria hasil, dengan adanya batasan waktu akan membantu perawat dalam mengevaluasi
tahap dalam memastikan apakah kritria hasil dapat dicapai dalam periode waktu tertentu.
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan yang
dapat disusun menurut Suriadi ( 2001 ) adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah, dan demam.
C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill°Tujuan :
Kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria mata tidak cekung, membran mukosa tetap
lembab, turgor kulit baik, kulit tidak kering, vital sign nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25
x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37 < 3 detik ( nilai rujukan normal menurut Tucker, 1999 ).
Rencana:
1.1. Observasi tanda–tanda vital paling sedikit setiap empat jam.
Rasional : Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
1.2. Monitor tanda–tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun–ubun
cekung, produksi urin menurun.
Rasional : Gejala yang menunjukkan dehidrasi/hemokonsentrasi.
1.3. Observasi dan catat intake dan output.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan,
dan respon terhadap terapi.
1.4. Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Rasional : Penggantian terhadap kehilangan/defisit.
1.5. Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, Bj urin, serum albumin.
Rasional : Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukkan edema.
1.6. Timbang berat badan.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
1.7. Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit.

2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.


C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill°Tujuan :
Perusi jaringan perifer adekuat dengan kriteria vital sign stabil nadi 85–100 x/mnt,
pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37 < 3 detik.
Rencana :
2.1. Kaji dan catat tanda–tanda vital ( kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan darah, dan
capilarry refill ).
Rasional : Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
2.2. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas ( suhu, kelembaban, dan warna ).
Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi.
2.3. Nilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri,
pembengkakan kaki.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan immobilisasi.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak
ada nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat dengan kriteria berat badan stabil atau meningkat, asupan
nutrisi adekuat.
Rencana :
3.1. Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
Rasional : Meningkatkan asupan nutrisi anak.
3.2. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi.
Rasional : Menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
3.3. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi
sering.
Rasional : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
3.4. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
3.5. Pertahankan kebersihan mulut pasien.
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan selera makan dan pemasukan oral.
3.6. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
Rasional : Meningkatkan motivasi klien untuk makan.

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.


Tujuan : Keluarga menunjukkan koping yang adaptif dengan kriteria ekspresi lebih rileks,
menetapkan peran orang tua yang diinginkan, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
mengenai perawatan kesehatan, dan berpertisipasi dalam perawatan anak pada tingkat yang
diinginkan.
Rencana :
4.1. Kaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh
stres.
Rasional : Mengidentifikasi masalah yang mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
menghadapi stress.
4.2. Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar, dan
identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga.
Rasional : Memberikan perasaan empati dan meningkatkan rasa harga diri keluarga bahwa
mereka berkompeten untuk mengatasi situasi.
4.3. Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam
mengatasi keadaan.
Rasional : Kebanyakan orang telah mengembangkan keterampilan koping efektif yang dapat
bermanfaat dalam menghadapi situasi baru.
4.4. Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak/keluarga
menjadi lebih baik, dan jika memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh anak.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan membantu anggota keluarga mengatasi masalah
secara efektif.
4.5. Penuhi kebutuhan dasar anak, jika anak sangat tergantung dalam melakukan aktivitas
sehari–hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian secara
bertahap meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Rasional : Memberikan penguatan kepada anak bahwa ia mempunyai kemampuan untuk
menghadapi situasi.

5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.


Tujuan : Mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria
Rencana :
5.1. Ukur tanda–tanda vital ( suhu ).
C, menunjukkan proses penyakit infesius akut.°C – 41,1°Rasional : Suhu 38,9
5.2. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
Rasional : Melibatkan keluarga dalam program pengobatan.
5.3. Lakukan “ tepid sponge “ ( seka ) dengan air biasa.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam.
5.4. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Cairan merupakan salah satu termoregulator dalam tubuh.
5.5. Berikan terapi untuk menurunkan suhu.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

Rencana tindakan yang dapat dirumuskan menurut Ngastiyah ( 1997 ) :


1. Kegagalan sirkulasi darah yang berhubungan dengan adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskular.
C, tekanan darah 95–120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill°Tujuan :
Klien tidak mengalami renjatan dengan kriteria kesadaran composmentis, tidak terjadi
perubahan mental, nadi 85–100 x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37 <
3 detik.
1.1. Monitor dan catat vital sign ( nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan ) setiap jam.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi.
1.2. Periksa Ht, Hb, dan trombosit setiap 4 jam atau sesuai permintaan dokter.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
1.3. Observasi tanda dan gejala syok, seperti sakit perut yang hebat atau adanya anuria.
Rasional : Indikator adanya perdarahan gastrointestinal.
1.4. Kolaborasi dengan dokter bila ditemui tanda dan gejala syok.
Rasional : Tindakan kolaborasi daalm mengatasi syok.

2. Risiko terjadi perdarahan yang berhubungan dengan adanya trombositopenia.


Tujuan : Tidak terjadi perdarahan dengan kriteria tidak terdapat petekie, hematemesis,
melena, epistaksis, trombosit 200.000–500.000/mm3, hematokrit < C, tekanan darah 95–
120/50–70 mmHg, haluaran urine 30–50 ml/jam, kapilari refill°40 %, vital sign nadi 85–100
x/mnt, pernapasan 15–25 x/mnt, suhu tubuh axila 35.5–37 < 3 detik.
Rencana :
2.1. Observasi vital sign, pengisian kapiler.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekutan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi.
2.2. Catat adanya akral dingin.
Rasional : Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.
2.3. Catat adanya keluhan perut sakit, klien pucat, adanya melena, hematemesis.
Rasional : Merupakan tanda dan gejala adanya perdarahan pada gastrointestinal.
2.4. Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan jenis intervensi yang diperlukan berdasarkan banyaknya cairan yang
keluar.
2.5. Puasakan klien bila terjadi perdarahan gastrointestinal dan mulai dari diit cair kemudian
lunak biasa bila kesadaran klien telah membaik.
Rasional : Gastrointestinal diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
2.6. Tingkatkan asupan cairan parenteral.
Rasional : Pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan.
2.7. Pasang naso gastrik tube.
Rasional : Untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
2.8. Awasi pemeriksaan laboratorium Hb, Ht, dan trombosit.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
2.9. Kolaborasi pemberian transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
menurunkan risiko perdarahan.
3. Gangguan suhu tubuh berhubungan dengan adanya infeksi dengue.
Tujuan : Suhu tubuh normal dan klien terhindar dari kejang dengan kriteria suhu tubuh aksila
36.5–37.0°C, mukosa bibir merah muda.
Rencana :
3.1. Monitor vital sign.
C, menunjukkan proses penyakit infksius akut.°C – 41,1°Rasional : Suhu 38,9
3.2. Beri kompres
Rasional : Dapat mengurangi demam.
3.3. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan penyakitnya dan akibat tindakan
selama dirawat ( pengambilan/pemeriksaan darah secara periodik setiap 4 jam ).
Tujuan : Klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan dengan kriteria klien
tenang saat akan dilakukan tindakan invasif.
Rencana :
4.1. Usahakan bekerja secara tenang, yakinkan dahulu vena telah didapat baru ditusukkan
jarumnya.
Rasional : Mengurangi penderitaan klien.
4.2. Beri kompres atau trombopob gel pada daerah haematoma.
Rasional : Mengurangi hematoma.
4.3. Kolaborasi tindakan vena seksi bila pasien sudah kolaps.
Rasional : Agar tidak terjadi coba-coba dan meninggalkan bekas hematoma di beberapa
tempat.

5. Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.


Tujuan : Keluarga mempunyai pengetahuan mengenai penyakit dan bahayanya, keluarga
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana :
5.1. Berikan mengenai penjelasan mengenai DHF dan anak segera dibawa ke pelayanan
kesehatan.
Rasional : Untuk segera mendapatkan pertolongan mencegah komplikasi.
5.2. Berikan minum yang banyak sebelum anak dibawa berobat.
Rasional : Mencegah agar anak tidak jatuh ke tingkat dehidrasi yang lebih parah.
5.3. Berikan penjelasan program pengobatan selama di RS seperti pemeriksaan darah yang
berulang kali dan dipasang infus lebih dari satu tempat dan bila terjadi hematoma bukan
karena bukan kurang terampilnya petugas tetapi karena sifat penyakit ini mudah berdarah,
anak harus tetap diberi banyak minum, serta minta orang tua untuk ikut mengawasi jalannya
tetesan infus.
Rasional : Agar keluarga dapat membantu pelaksanaan pengobatan.
5.4. Penyuluhan kesehatan bagaimana cara pemberantasan nyamuk.
Rasional : Membantu memberantas nyamuk guna memutuskan mata rantai penularan.

4. Pelaksanaan / Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan ( implementasi ) adalah preskripsi untuk perilaku positif yang
diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa
yang direncanakan. ( Marillyn E. Doenges, dkk : 2000 )
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan Keperawatan Mandiri Dilakukan Tanpa Pesanan Dokter.
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan
yang tenang, nyaman, mengurangi kebisingan lingkungan, dan membatasi jumlah
pengunjung serta lamanya waktu yang dirawat ( Doenges, 2000 ).
b. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat bekerja dengan anggota perawatan
kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi
masalah klien.
c. Dokumentasi Tindakan Keperawatan dan Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan
mempertahankan catatan yang tertulis, dimana dokumen dapat memberikan bukti rspon klien
terhadap tindakan keperawatan dan perubahan-perubahan pada klien.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF, perawat harus
terlebih dahulu menjelaskan kepada orang tua apa yang akan dilakukan dan tujuan dari
tindakan yang dilakukan.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku yang
dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasilnya sudah tercapai atau belum
dalam jangka waktu yang telah ditentukan. ( Marillyn E. Doenges, dkk : 2000 ).
Evaluasi hasil asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari poses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evalusi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua
tindakan keperawatan yang telah dilakukan dan disebut juga evaluasi pencapaian jangka
panjang.
Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a. Masalah Teratasi
Masalah teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Masalah Teratasi Sebagian
Masalah sebagian teratasi apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
c. Masalah Belum Teratasi
Masalah belum teratasi apabila klien atau keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan
perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien anak dengan
DHF adalah diharapkan suhu tubuh tidak mengalami peningkatan, tidak terjadi perdarahan
selama perawatan, nutrisi tidak mengalami gangguan atau kembali normal, tidak terjadi
dehidrasi pada anak, dan orangtua / keluarga menunjukkan pengertian dan dapat bekerjasama
dalam program pengobatan anak setelah dilakukan penyuluhan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai