Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Tumor Kolo dibagi dalam dua kelompok yakni Ke polip kolon dan kanker kolon. Polip
adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Poli di kolon dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe yakni
neoplasma epitelium, nonneoplasma dan submukosa (Tabel 1) Makna de klinis yang penting dari
polip ada dua yakni pertama hi kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker kolorektal
dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat dicegah.
Tabel 1. Klasifikasi Polip Kolorektal
Epitelium

Neoplasia Nonneoplasia Submukossa

Premaligna Mukosa Limfoid hiperplasia


Hiperplastik Pneumatosis cystoides
intestinalis
Tubulo Villousum Inflamatosa Colitis cystica profunda
Villosum Pseudo polip Lifoma
Displasia rendah Hamartoma karsinoid
Displasia berat Juvenille Lesi metastasis
(karsinoma intra mukosa)

Maligna/karsinoma Peutz Jeghers Lelomioma


Karsinomatosus Hemangioma
Polip maligna Fibroma
Dan lain-lain Endometriosis
Dan lain-lain

INSIDEN DANEPIDEMIOLOGI
Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai 60 urutan ke dalam hal
kejadian, dengan jumlah pasien laki laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk.
Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru
dan sebagian Eropa Kejadiannya beragam di antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi
multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam
olip setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai
karsinogen dan gaya hidup .

Gambar 1. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon sebanyak 73% dapat dideteksi
dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (Data Unit Endoskopi, Divisi Gastroenterologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005).

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker
di Amerika Serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan
angka kematian per tahun mendekati angka Di AS umumnya rata-rata pasien kanker kolorektal
adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas
55 tahun.
Di Indonesia seperti yang terdapat pada laporan registrasi kanker nasional yang
dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departmen Kesehatan bekerja sama Perhimpunan
Patologi Anatomik Indonesia, dida angka agak berbeda. Hal yang menarik di sini adalah
kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandin dengan laporan dari negara barat. Untuk
usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomik FKUI didapatkan angka 35,265%.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Kankerkolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter seperti
Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary Nonpolyposis Colorecial Cancer
(HNPC), Kanker kolorektal yang sporadi muncul setelah melewati rentang masa yang lebih
panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang
berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter vs sporadi) tidak muncul
secara mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon
(seperti: displasia adenoma)

PENGARUHLINGKUNGAN
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kanker
kolorektal. mendapat kanker kolorektal meningkat pada masyarakat yang bermigra dari wilayah
dengan insiden kanker kolorektal yang rendah ke wilayah yang insidennya tinggi. Hal ini
menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada
karsinogenesis.
Beberapa faktor lingkungan yang berperan pada proses karsinogenesis dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Faktor Lingkungan yang Berperan pada Karsinogenesis kanker kolorectal
1. Probably related
- Konsumsi diet lemak tinggi
- Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
- Karsinogen dan mutagen
- Heterocyclic amines
- Hasil metabolisme bakteri
- Bir dan konsumsi alkohol
- Diet rendah selenium
3. Probably protektif
- Konsumsi serat tinggi (wheat bran, cellulose, lignin)
- Diet kalsium
- Aspirin dan OAINS
- Aktivitas fisik (BMI rendah)
4. Possibly protektif
- Sayuran hijau dan kuning
- Makanan dengan karoten tinggi
- Vitamin C dan E Selenium
- Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormone Replacement Therapy (estrogen)

Kandungan dari makronutrien dan mikronutrien berhubungan dengan kanker kolorektal.


Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa lemak hewani, terutama dari sumber daging merah,
berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal. Penelitian pada binatang yang diberikan diet
lemak tinggi meningkatkan proliferasi kolonosit dan pembentukan tumor.
Transformasi sel tampaknya melalui peningkatan konsentrasi empedu dalam kolon dan
ini telah diketahui sebagai promotor kanker lagipula pada masyarakat dengan konsumsi serat
rendah disertai dengan insiden kanker kolon yang tinggi. Keseringan minum alkohol
meningkatkan 2 sampai 3 kali lipat kejadian kanker kolon. Sebaliknya masyarakat yang
mengkonsumsi ikan laut memiliki insiden kanker kolorektal yang rendah. Diet folat tinggi
berhubungan dengan risiko mendapat kanker kolorek dapat yang lebih rendah. Meskipun anti-
oksidan seperti vitamin A,E dan C dianggap dapat menurunkan risiko kanker namun sebuah
penelitian prospektif gagal membuktikan penurunan insiden polip pada kelompok yang
mendapat suplemen vitamin tersebut.

FAKTOR GENETIK
Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan anker keganasan kolorektal di antaranya
sindroma poliposis Namun demikian sindroma poliposis hanya terhitung <1% dari semua kanker
kolorektal. Selain itu terdapat pada Hereditary Non-polyposis Colorectal Cancer (HNPCC atau
Sindroma Lynch) terhitung 2-3% dari kanker roses kolorektal. KKR terjadi sebagai akibat dari
kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel trien Perubahan dari kolonosit
normal menjadi jaringan tian adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon melibatkan sejumlah
mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel adian Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan
instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yakni t dan Instabilitas kromosom
(Cromosamal instability atau CIN); 2). Instabilitas mikrosatelit (microsatellite atan instability
atau MIN).
Umumnya asal kanker kolon melalui mekanisme C ngan yang melibatkan penyebaran
material genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi an 2
Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya nya aktivitas perbaikan
ketidakcocokan atau mismatch repair iden (MMR) dan merupakan mekanisme terbentuknya
kanker pada HNPCC

INSTABILITAS KROMOSON
Instabilitas kromosom (Cromosamal Instability atau CIN) yang merupakan hasil seperti
perubahan-perubahan be pada berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai dengan hilangnya
heterozigositas (LOH) pada DNA yang tidak gen M berdekatan dengan lokasi kelainan-kelainan
tersebut.
Awal dari proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik teradi pada gen
Adenomatous Polyposis Coli (APC). Kelainan pada APC yang sporadik muncu ang familial
seperti familial adenomatous polyposis (FAP). Gen mengatur kematian sel dan mutasi pada gen
ini menyebabkan pengobatan proliferasi yang selanjutnya mucin yaitu berkembang menjadi
adenoma. Mutasi pada protooncogene selular K-ras yang biasanya terjadi pada adenoma kolon
yang berukuran besar akan menyebabkan domet gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal .
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53.Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi Sel yang
mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap
dapat mengalami replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah.
Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromoson yang berisi beberapa alele
(misal loss of heterozygosity). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang
DCC (deleted in colon cancer) yang merupakan tahap akhir dari trasformasi ke arah keganasan.
Seringkali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis yang
merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon tidak selalu membutuhkan semua jenis
mutasi tersebut di atas dan tampaknya masih ada kerusakan genetik yang lain yang berperan
namun belum ditemukan saat ini. Bagaimanapun juga model mutasi yang dijelaskan di atas dapat
menjadi landasan kerangka konsep untuk memahami kan proses karsinogen KKR.

INSTABILITAS MIKROSATELIT DAN HNPCC


Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana terjadi peningkatan
risiko terjadinya mutasi- mutasi noktah (point mutations) yang mempengaruhi satu atau lebih
pasangan basa DNA secara acak sepanjang genom.
Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari instabilitas mikrosatelit
dimana mutasi pada gen MMR (Mismatch repair) yang berfungsi memperbaiki gangguan
replikasi DNA dan berakibat pada pembentukan kanker. Protein yang dihasilkan oleh gen MMR
dapat mendeteksi dan memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (fase pasca mitosis). Sel-
sel yang kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan (MMR) ini tampaknya masih
memerlukan mutasi sebelum mengalami karsinogenesis oleh karena semua sel kolon mempunyai
satu gen yang lengkap maka mutasi somatik kedua diperlukan sebelum fungsi MMR hilang.
Mekanisme second hit ini yang menjelaskan dan tidak munculnya poliposis pada HNPCC.
Sekarang ini 5 ang gen MMR telah diidentifikasi yaitu: h MSH2, h MLH1, h PMSI, h PMS1, dan
h MSH6.
HNPCC dapat dibedakan dari KKR sporadis biasanya muncul pada usia lebih muda (+40
th), risiko mendapat pun tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak tumor sebelah kanan
(60%-80% vs 25%) dan lebih sering tumor mucinosa (35% vs 20%), HNPCC dibagi dalam 2
varian yaitu: Sindroma lynch I dan II. Syndroma Lynch I terisolir nya KKR muncul awal
sedangkan sindroma Lynch II, mukosal bersamaan dengan karsinoma ditempat lain (misalnya en
dometrium, ovarium, traktus urinarius, lambung dan usus halus).

FAKTOR GENETIKLAINNYA
Sejumlah faktor familial lainnya yang tidak diturunkan melalui pola Mendelian dapat
meningkatkan kekerapan KKR. Riwayat KKR saudara kandung (first degree) si meningkatkan
risiko KKR (RR-1,72: 95% CI: 1,34-2,19) Efek ini berganda bilamana pasien KKR di keluarga
dekat in berusia S45 tahun (RR 5,37; 95% CI l,98-14,6)
PENYAKIT PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KKR
IBD.Khususnya colitis ulcerative berhubungan dengan meningkatnya risiko KKR. Risiko
KKR tergantung rentang waktu dan luasnya inflamasi. Demikian juga pasien pasien kanker
serviks yang menjalani radioterapi atau pasien kanker kandung kemih yang menjalani uretero-
sigmoidektomi mempunyai risiko untuk mendapat KKR yang lebih tinggi. Keadaan klinis
lainnya yang berhubungan dengan KKR meliputi bakterimia oleh Streptokokus group D, infeksi
skistosoma haematobium dan akromegali.

Prevensi primer. Beberapa jenis obat minum telah dipelajari dan memiliki kemampuan
menghambat KKR. Di antara obat-obat ini yang paling efektif adalah aspirin dan obat anti
inflamasi non-steroid lainnya yang juga bersifat menghambat proliferasi sel melalui supresi
sintesis prostaglandin. Suplemen asam folat dan kalsium berakibat penurunan risiko timbulnya
polip adenomatosa dan KKR Estrogent replacement therapy mempunyai hubungan dengan
penurunan risiko KKR pada perempuan.
Penapisan Alasan melakukan penapisan KKR adalah untuk deteksi dini, lesi yang masih
terbatas superficial pada individu yang asimptomatik untuk meningkatkan angka kesembuhan
dari pembedahan. Modalitas untuk penapisan KKR di antaranya tes darah samar feses,
pemeriksaan enema barium kontras ganda. Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi.
Kolonoskopi dianggap yang paling cost effective dan dianjurkan setiap 10 tahun bagi individu
dengan risiko rata-rata. Sementara untuk kelompok risiko yang lebih tinggi sebaiknya dilakukan
setiap 3-5 tahun
Akhir-akhir ini telah ditemukan cara-cara baru untuk mengetahui adanya perubahan
genetik mukosa kolon dengan pemeriksaan feses di antaranya adalah pemeriksaan COX-2 pada
feses.

STADIUM, FAKTOR PROGNOSTIK DAN POLA. PENAPISAN


Prognosis dari pasien KKR berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding
keterlibatan regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat
ditentukan sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes. (Tabel 3) dan diaplikasi dalam
metode klasifikasi TNH dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman penetrasi tumor, N
menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada tidaknya metastasis jauh.

Lesi superficial yang tidak mencapai muskularis atau KGB dianggap sebagai stadium
A(T1N0M0), tumor yang merasuk lebih dalam namun tidak menyebar namun tidak ke KGB
dikelompokan sebagai setadium B1 (T2N0M0). Bula tumor terbatas pada lapisan muskularis
disebut stadium B2(T3N0Mo). Bia tumor menginhitasi serosa dan KGB disebut stadium C N MO,
dan bila terdapat anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D TNM) Bila status
metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu pemeriksaan
mikroskop terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium.
Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 ra tahun setelah pembedahan sehingga
harapan hidup rata rata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya
prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4, Prediktor Prognosis yang Buruk Setelah Operasi Total Kanker Kolorektal

Sebaran tumor ke KGB regional


Jumlah KGB regional yang terlibat
Penetrasi humor ke dinding usus
Diferensiasi yang buruk (histologi)
Parforasi tan tumor ke jaringan sekitar uret Invasi ke vena
Titik CEA 5.0 mg/ml pra operasi
Kehilangan kromosom yang spesifik (misal kehilangan Alela mal pada kromosom 18q)
*Catatan: CEA Carsinoembryonic Antigen
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke KGB regional PE atau ke hati melalui sirkulasi
vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat anak sebar KGB. Sepertiga
kasus KKR yang rekuren disertai dengan me tastasis ke hati dan duapertiga pasien KKR
ditemukan K metastasis di hati pada waktu meninggal. KKR jarang ta bermetastasis ke paru.
KGB superklavikulatulang atau otak b tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu
Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di dis- tal rektum, sel tumor dapat menyebar
melalui pleksus vena paravertebrae kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula
tanpa melewati sistem vena porta. Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastasis berkisar
or 30 bulan Chepatomegali & gangguan pada hati) atau 20- jalani bulan (nodul kecil di hati yang
ditandai oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-Scan)

GAMBARAN KLINIS
Keluhan dan Tanda
Kebanyakan kasus KKR didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya sudah memasuki
stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien KKR
di antaranya: perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia konstipasi).
KKR umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai
bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Pendarahan invasi lokal kakheksia Obstruksi kolon
biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon descenden dan kolon sigmoid karena ukuran
lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang lebih proksimal
Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen. Namun bila obstruksi total
terjadi akan menyebabkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi KKR dapat berdarah sebagai
bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umunnya tersamar
namun hematochesia timbul pada sebagian kasus, Tumor yang terletak bih distal umumnya
disertai hematozia atau darah tumor dalam feses tetapi tumor yang proksimal sering disertai
dengan anemia defesiensi besi.
Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih
berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbukan
perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna
dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal Metastasis jauh ke
hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikterus dan hipertensi portal.

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Prosedur Diagnosis pada Pasien dengan Gejala
Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia
mikrositik, hematokezia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi, oleh sebab itu
perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses
memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak ada darah samar tidak dapat menyingkirkan les
neoplasma.
Laboratorium. Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon
memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui
darah samar feses atau anemia defisiensi Fe.
Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu
mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering sulit untuk
divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu pemeriksaan
rektosigmoidoskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan pemeriksaan
kolonoskopi diperlukan untuk biopsi.
Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan mal. namun pemeriksaan ini
apat alternatif lain untuk kolonoskopi Enema ensi sering tak bisa mendetaksi lesi berukuran
kecil. di balik barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon lum striktur yang tak
terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.
Kolonoskopi. Kolonoskopi merupakan cara pemeriksa ulit ogi mukosa kolon yang
sangat akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan
kolon yang lengkap dapat mencapai 95% si. pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul sangat
bergantung pada operator untuk itu sedikit obat penenang intravena Per akan sangat meskipun
ada risiko perforasi dan dap arahan, tetapi kejadian seperti ini <0,5%. Kolonoskopi dengan
enema barium, terutama untuk mendeteksilesi kecil pre seperti adenoma.

Gambar kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan barium enema


Masalah biaya sering dipersoalkan pada pengunaan kolonoskopi untuk pemeriksaan
penapisan sejumlah studi telah membuktikan bahwa kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang
paling akurat dan sangat cost effective SI untuk pemeriksaaan pasien yang simptomatik.
Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan ada polip kolon.
Kolonoskopi mempunyai sensitivitas (95% dan spesifisitas (99%) paling tinggi dibanding
modalitas yang lain untuk mendeteksi polip adenomatosus. Di samping itu dapat melakukan
biopsi dan tindakan polipektomi untuk mengangkat polip. Secara endoskopi sulit untuk
membedakan jenis-jenis polip secara histologi, oleh karena itu biopsi dan polipektomi penting
untuk menegakkan diagnosis secara histology.
Evaluasi histologi.Adenom diklasifikasikan sesuai dengan pid gambaran histologi yang
dominan. Yang paling sering adalah adenoma tubular (85%), adenoma tubulovilosum oma
(10%) dan adenom serrata Temuan sel atipik pada dered adenoma dikelompokkan menjadi
ringan, sedang dan berat. gin Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus
namun belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas menembusi membran basalis tapi
tidak melewati muskularis mukosa disebut Karsinoma unakan intra mukosa. Secara umum,
risiko displasi berat atau adenokarsinoma berhubungan dengan ukuran polip dan dominasi jenis
vilosum

Penapisan pada pasien tanpa gejala. Sebenarnya KKR dapat diobati bilamana
terdekteksi pada stadium dini. Saat ini usaha tersebut diarahkan untuk mendeteksi adenoma
oskopi preneoplastik dan kanker dini. Sejumlah negara sudah kecil memulai penapisan pada
masyarakat luas sebelum ada gejala.
Penapisan pada masyarakat luas dilakukan dengan studi beberapa cara seperti: tes darah
samar dari feses dan akan sigmoidoskopi. Pilihan pemeriksaan penapisan untuk masyakarat luas
meliputi :
- FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali
- Sigmoidoskopi fleksibel setiap 5 tahun
- Enema barium kontras ganda setiap 5 tahun
- Kolonoskopi setiap 10 tahun
Telah dibuktikan bahwa penapisan KKR dengan modalitas tersebut di atas dapat
mendeteksi kanker dini lebih lanjut beberapa penelitian terkini membuktikan adanya ting
peningkatan masa harapan hidup pasien KKR.
Gambar 8. Klasifikasi kanker kolorektal dini
Modalitas lain untuk penapisan KKR di antaranya virtual kolonoskopi atau kolonograpi
dengan atau dap memanfaatkan alat CT Scan multislice. Cara ini sangat ada menjanjikan namun
kemampuannya untuk mendeteksi polip berukuran <1 cm rendah baik spesifisitas maupun tran
dese sensitivitasnya.
Cara lain adalah upaya mendeteksi mutasi genetik sel sel kolon yang didapat melalui
pemeriksaan seperti den COX-2 dan adanya proto onkogenes semacam K-ras.

PENATALAKSANAAN
Perjalanan alami
Meskipun adenoma kolon merupakan lesi premaligna kur namun perjalanan menjadi
adenokarsinoma belum dim diketahui. Literatur lama dari laporan pengamatan jangka panjang
menunjukkan bahwa perkembangan menjadi rek adenokarsinoma dari polip l cm 3% setelah 5
tahun, 8% setelah 10 tahun, dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan.
Pertumbuhan dan potensi menjadi ganas bervariasi tid secara substansial. Rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma menjadi adenokarsinoma adalah 7 tahun. Laporan
lain menunjukkan polip adenomatosus dengan atipia berat menjadi kanker membutuhkan waktu
rata-rata 4 tahun sementara bila atipia sedang 11 tahun.

Pengobatan
Kemoprevensi obat Antiinflamatori Nonsteroid o termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan mortalitas KKR Beberapa OAIN sulindac dan Celecorib telah
terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP
(Familial Adenomatous polyposi). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko
kanker dikalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan
OAIN lainnya untuk mencegah KKR sporadik masih lemah.
Endoskopi dan operasi. Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan
polipektomi. Bila ukuran antaranya <5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau
dengan atau elektrokoagulasi bipolar Disamping polipektomi KKR ni sangat dapat diatasi
dengan operasi. Indikasi untuk hemikolektomi teksi polip adalah tumor di caecum, kolon
asendend, kolon transfersum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan
hemikolektomi kiri.
Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat netik sel. es seperti dengan
tindakan LAR (Low Anterior Resection). Angka mortalitas akibat operasi sekaitar 5% tetapi bila
operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi
terhadap metastasis di bati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa bebas tumor (disease
free survival rate)
Terapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi maligna, kuratif akan
mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan a belum dimaksudkan untuk menurunkan tingkat
rekurensi KKR njangka setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami menjadi rekurensi
sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien KKR hun. 8% mendapat levamisol dan FU secara
agnosis signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa inten a bebas tumor (disease free
interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada KKR Dukes B
Irinotecan (CPT 1 l) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang harapan hidup.
oxaliplatin analog platinum memperbaiki respon setelah diberikan 5FU dan leucovorin.
Manajemen KKR yang non-reseksibel
- Nd-YAG foto koagulasi laser
- Self expanding metal endoluminal stent

Anda mungkin juga menyukai