Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara luas diakui bahwa perilaku orang tua tentang kesehatan utamanya
ibu-ibu pada proses kehamilan, memengaruhi kesehatan anak-anak mereka.
Begitu juga tentang kesehatan mulut bahwa peran orang tua sangat penting,
karena mereka adalah pengasuh utama kesehatan mulut bagi anak-anak mereka
selama tiga tahun pertama kehidupan, bahkan di prasekolah, orang tua masih
menjadi pemasok utama kesehatan mulut anak-anak.

Beberapa faktor seperti pendidikan ibu, pekerjaan, usia, pengetahuan saat ini,
sikap, dan perilaku dapat memberikan wawasan untuk meningkatkan kebiasaan
kesehatan mereka dan anak-anak mereka kesehatan secara tidak langsung.

Hubungan antara kesehatan gigi ibu dan bayi, karies gigi pada anak-anak mereka
juga dapat dipengaruhi oleh pengaruh kebiasaan diet dan kebersihan yang salah
pada bayi juga oleh infeksi mulut anak oleh bakteri ibu. Karena itu, kebiasaan
menyikat gigi ibu, diet kebiasaan, dan pilihan makanan berhubungan langsung
dengan kesehatan gigi anak-anak mereka.

Kunjungan rutin ke pusat atau tenaga kesehatan gigi profesional bertujuan untuk
meningkatkan perilaku kesehatan mulut orang tua dapat juga mengakibatkan
pengurangan risiko karies di antara anak-anak mereka.

Karies gigi merupakan salah satu jenis penyakit gigi dan mulut yang paling sering
dijumpai di masyarakat. Menurut WHO, karies gigi didefinisikan sebagai lokal,
pasca-erupsi, proses patologis yang berasal dari luar yang melibatkan pelunakan
jaringan keras gigi dan berlanjut ke pembentukan rongga.

Berdasarkan RISKESDAS 2013 rata-rata sebesar 25,9% penduduk Indonesia


mempunyai masalah gigi dan mulut. Sedangkan untuk wilayah Jawa Timur terjadi

1
peningkatan masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar >9% pada 2013
dibandingkan data tahun sebelumnya (2007) .

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009 menunjukkan bahwa


penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 73%.

Mekanisme proses karies sama untuk semua jenis karies. Sukrosa atau
gula dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu.
Bakteri endogen (sebagian besar Streptococcus Mutans dan Lactobacillus spp)
dalam plak menghasilkan asam organik lemah sebagai produk dari
metabolismekarbohidrat. Streptococcus mutans dan Laktobasilus merupakan
kuman yang kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat
yang dapat diragikan. Asam ini menyebabkan nilai pH lokal jatuh di bawah nilai
kritis yang mengakibatkan demineralisasi jaringan gigi. Jika difusi kalsium, fosfat,
dan karbonat dari gigi ini dibiarkan berlanjut, kavitasi pada akhirnya akan terjadi.

Demineralisasi dapat diatasi pada tahap awal melalui penyerapan kalsium, fosfat
dan fluor. Fluor bertindak sebagai katalis untuk difusi kalsium dan fosfat dalam
gigi, yang meremineralisasi struktur kristal dalam lesi. Permukaan kristal
dibangun kembali, terdiri dari hidroksiapatit berfluoride dan fluorapatite, jauh
lebih tahan terhadap serangan asam daripada struktur aslinya. Enzim bakterial
juga dapat terlibat dalam perkembangan karies. Proses karies dimulai dari
permukaan gigi (pit, fissur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa.

Retardasi mental merupakan istilah yang dipakai terhadap orang yang


mempunyai batasan tertentu dalam fungsi mental, keterampilan komunikasi,
menjaga diri sendiri, dan keterampilan sosial. Pembatasan ini akan menyebabkan
penderita retardasi mental dalam belajar dan berkembang menjadi lebih lambat
daripada orang normal. Anak dengan retardasi mental membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk berbicara, berjalan, dan menjaga kebutuhan personalnya (Agus
dkk, 2006).
Ilmu kedokteran mengatakan bahwa retardasi mental bukan penyakit, juga bukan
tipe sakit mental seperti depresi. Keterlambatan perkembangan tersebut
menjadikan penderita retardasi mental tidak bisa menjaga kesehatan diri sendiri

2
(Agus dkk, 2006), sehingga kemungkinan besar problema kesehatan gigi dan
mulut banyak dijumpai pada penderita retardasi mental (Raudha, 2008).

Penderita retardasi mental khususnya akibat down syndrome, sering kali dijumpai
keadaan maloklusi. Ciri khas penderita ini adalah pertumbuhan yang lambat.
Beberapa penelitian telah melaporkan adanya gangguan pertumbuhan
dentokraniofasial, umumnya dijumpai mikrodonsi, anomali struktur fasial,
keterlambatan erupsi gigi, gigi berjejal, gigitan terbuka dan gigitan silang anterior
(Suharsini, 1999).

Nowank (1995) menyatakan bahwa sehubungan dengan semakin meningkatnya


usia, meningkat pula masalah kesehatan gigi dan mulut penderita retardasi mental
yang disebabkan down syndrome, sehingga kebutuhan akan perawatan kesehatan
gigi dan mulut semakin meningkat sejalan dengan usianya.

Anak-anak yang tunagrahita tentu memiliki keterbatasan kemampuan kognitif dan


mobilitas, gangguan perilaku dan otot, refleks muntah dan gerakan tubuh tidak
terkontrol. Keadaan tersebut yang membatasi anak berkebutuhan khusus untuk
dapat melakukan pembersihan gigi yang optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang


“Perilaku kesehatan gigi dan mulut orang tua sebagai prediktor resiko terjadinya
karies gigi pada anak-anak berkebutuhan khusus.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah gambaran kebersihan mulut dan karies gigi pada anak


berkebutuhan khusus

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari gambaran karies gigi pada anak-anak berkebutuhan khusus


dengan menggunakan indeks DMF-T

2. Menyediakan instrumen untuk meprediksi resiko karies pada anak-anak


berkebutuhan khusus

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberi informasi mengenai kondisi kebersihan mulut dan karies gigi


pada anak-anak berkebutuhan khusus

2. Data penelitian dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya melakukan


tindakan promotif, preventif, dan kuratif pada anak-anak penderita Down
Syndrome

4
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Arie, Umie, dan Rifani. 2006. Retardasi Mental dan Hak dalam Hukum.
http://www.freewebs.com/retardasimental/diagnosisrm.htm. [25 Mei 2010]

Raudha. 2008. Gangguan Mental pada Anak. [serial online].


http://www.sabda.org/c3i/gangguanmental_pada_anak. [9 Mei 2010].

Suharsini, Margaretha. 1997. “Maloklusi Gigi Anak Sindroma Down di Sekolah


Luar Biasa DKI. Jakarta”. Dalam kumpulan naskah temu ilmiah nasional
I peringatan 70 tahun PDGI. Jakarta : FKG Universitas Indonesia

Nowank, A.J. 1995. Dentistry for the Handicapped and Sindrome Patient. St.
Louis: The Mosby Company.

Anda mungkin juga menyukai