Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular di Indonesia adalah salah satu penyakit yang menyumbang


kematian terbanyak yang dikarenakan oleh berbagai hal seperti lambatnya penemuan
pasien yang terkena penyakit menular dan juga dikarenakan ketidak patuhan obat .
Salah satu penyakit menular yang banyak mengakibatkan kematian di Indonesia adalah
penyakit Tuuberculosis. Penyakit ini menyerang pasien tanpa batasan umum yaitu pada
bayi, anak, dewasa, dan orang tua . Pada akhir tahun ini penyakit tuberculosis pada
anak sangat marak dijumpai di Indonesia. Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak
disebut juga tuberkulosis primer dan merupakan suatu penyakit sistemik. Sebagai
orang tua seharusnya dapat mengenali tanda penyakit tuberculosis sehingga orang tua
dapat melakukan tindakan pencegahan ataupun penatalaksanaan secara dini pada
penyakit tuberkulosis karena penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin dan setepat-
tepatnya dapat timbul komplikasi yang berat dan reinfeksi pada usia dewasa (Ernawati
& Rahmawat, 2016)

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan berbagai


upaya pengendalian yang dilakukan, insidens dan kematian akibat tuberkulosis telah
menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan
menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China
merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%,
10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia (WHO, Global Tuberculosis Report,
2015). Menurut WHO pada tahun 2010, Indonesia berada pada ranking kelima negara
dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Secara

1
nasional, kasus TB di Indonesia menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam
penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, tetapi pencapaian di tingkat provinsi masih
menunjukkan disparitas antar wilayah. Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat
mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan
pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan (Kemenkes RI, 2011). TB pada anak
merupakan aspek yang sering dilupakan dari epidemik TB. Menurut Kementerian
Kesehatan RI (2011), TB pada anak mencerminkan transmisi TB yang terus
berlangsung di populasi. Masalah ini masih memerlukan perhatian yang lebih baik
dalam program pengendalian TB. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai
30.806 termasuk 1.865 kasus BTA positif. Proporsi kasus TB anak dari semua kasus
TB mencapai 10,45%. (Noviyani, Fatimah, Nurhidayah, & Adistie, 2015).

Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis).


Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang
dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau
dibiakkan dulu di media. Yang sulit adalah mendeteksi TBC anak, karena tidak
mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun
tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC
sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Harus dikorek, apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC
dewasa. Kalau ini ada, dokter agak yakin anak positif TBC.Sumber penularan adalah
penderita TBC BTA Positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet. (percikan dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman
TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya. (Sunani, 2014)

1.2 Rumusan Masalah

2
Berdasarkan latar belakang yang ada, masalah yang dapat dirumuskan adalah
bagaimanakah teori atau sebuah konsep askep tentang TB paru pada usia anak

1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah
pengetahuan tentang Konsep teori dan askep TB paru pada anak. Di samping itu juga
sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Anak.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB
BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.
TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil. (kemenkes, 2015).
Tuberkulosis (Tubercle bacillus) merupakan penyakit menular yang umum,
dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberkulosis. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB batuk,
bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. (Charismanda &
Pramudaningsih, 2013).
TB paru merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak
kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif
batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.1 Faktor yang
mempengaruhi kasus TB paru lebih disebabkan oleh faktor lingkungan yakni
orang-orang yang tinggal dengan kepadatan penduduk paling tinggi, berventilasi
buruk, suasananya yang lembab, dan lingkungan yang tidak bersih. Selain itu faktor
makanan juga sangat mampengaruhi, buruknya kualitas gizi yang diberikan orang
tua kepada anak dan bayi atau dalam hal ini kurangnya kesadaran seorang ibu
dalam memberikan ASI ekseklusif kepada bayinya hingga berumur 2 tahun.
(Charismanda & Pramudaningsih, 2013)

4
Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer
dan merupakan suatu penyakit. Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi
kuman Mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan
karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan
dari orang ke orang melalui nukley droplet melalui udara (Sandra, 2002)
Berdasarkan pengertian para ahli di atas kami menyimpulkan bahwa
penyakit tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menyerang sistem pernafasan
dan bisa menyebar ke sistem lain yang diakibatkan oleh kuman mycobacterim
tuberculosis

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit :

1. TB Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya BTA (+)


 1 spesimen dahak SPS BTA (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran TB aktif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB (+).
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya (+) setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA (-) dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT
2. TB Paru BTA (-)
 Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-).
 Foto rontgen dada menunjukan gambaran TB aktif.

5
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV (-). Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. TB Ekstra Paru
TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.

2.3 Etiologi

Penyakit TBC disebabkan oleh kuman tuberculosis. Kuman tuberkulosis


cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita
tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Seseorang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah
kuman tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
tuberkulosis tersebut dapat menyebar di paru bagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung
kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita di tentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat
positip hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. (Charismanda
& Pramudaningsih, 2013).

Perilaku merokok pada orang dewasa atau keluarga balita sangat berperan
penting dalam menyumbangkan kejadian TBC pada balita. Karena berdasarkan
hasil analisis bahwa balita yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang
mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah, resiko terkena TBC meningkat 2,463

6
kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tinggal dirumah dengan anggota
keluarga yang tidak punya kebiasaan merokok dalam rumah. Faktor lain dari
terjadinya TBC pada balita adalah keadaan kondisi lingkungan dimana balita
tersebut tinggal. Kondisi lingkungan yang baik dan pencahayaan serta ventilasi
yang mendukung dan memenuhi syarat akan menurunkan resiko penularan TBC
pada balita. Tetapi sebaliknya apabila kondisi lingkungan si balita tidak
mendukung dan tidak memenuhi syarat justru akan menyumbangkan angka
kejadian TBC pada balita (Sunani, 2014)

Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit, yang
sulit adalah mendeteksi TBC anak, karena tidak mengeluarkan kuman pada
dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin, yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Harus dikorek, apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC
dewasa. Kalau ini ada, dokter agak yakin anak positif TBC. (Sunani, 2014)

2.4 Faktor yang Mempengaruhi TB Paru

a. Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan


yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absopsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zatzat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ serta menghasilkan energy Status gizi buruk akan
menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi
TB Paru (Achmadi, 2009). TB Paru lebih banyak terjadi pada anak yang
mempunyai gizi buruk sehubungan dengan lemahnya daya tahan tubuh anak

7
yang kurang gizi. TB Paru juga dapat memperburuk status gizi anak (Febrian,
2015).

b. Kontak Dengan Penderita TB

Riwayat kontak adalah adanya hubungan dengan penderita . (Timbulnya


penyakit TB pada anak dapat dipengaruhi juga oleh riwayat kontak dengan
penderita TB dewasa yang merupakan pencetus. Karena kejadian TB pada anak
sering diakibatkan oleh penularan penderita dewasa yang selalu berhubungan
dengan anak baik langsung maupun tidak langsung. Sumber penularan adalah
penderita TB BTA (+) pada waktu bersin atau batuk. Penderita menyebar
kuman ke udara dalam bentuk droplet atau percikan dahak. Daya penularan dari
seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Anak-anak menderita TB kebanyakan karena penularan dari penderita
dewas. Peluang seorang anak terinfeksi TB lebih banyak dijumpai pada
kelompok anak yang memiliki intensitas kontak < 8 jam/hari dibandingkan
dengan > 8 jam/hari. Beberapa kepustakaan yang menyebutkan bahwa semakin
erat kontak seorang anak dengan sumber penularan, semakin tinggi peluang
anak tersebut mengalami infeksi TB. Kontak erat dengan pasien TB dewasa
dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek jarak seperti menggunakan kriteria “satu
tempat tidur” dan aspek waktu “intensitas waktu < / > 8 jam/hari” (Febrian,
2015).

c. Ventilasi

Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi dikategorikan


ke dalam ventilasi memenuhi syarat kesehatan dan tidak memenuhi syarat,
yaitu:

 Memenuhi syarat kesehatan bila perbandingan luas ventilasi dengan luas


lantai rumah ≥ 10%

8
 Tidak memenuhi syarat kesehatan bila perbandingan luas lantai rumah
dengan luas ventilasi ≤ 10%

d. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup,


tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam
ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-
bibit penyakit seperti Mycobacterium Tuberculosis. (Febrian, 2015)

e. Luas Bangunan Rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di


dalamnya. Artinya, luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan
jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal demikian tidak
sehat sebab di samping kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit menular, seperti TB Paru, akan mudah
menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum
adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m³ untuk tiap anggota keluarganya.
(Febrian, 2015)

f. Kelembaban
Kelembaban dalam rumah minimal 40% - 70% dan suhu ruangan yang ideal 18
– 30 ºC
g. Kepadatan Penghuni

Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi jumlah


penghuni (sleeping density), yaitu:

Jumlah Kamar tidur =

9
Jumlah penghuni rumah
Dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:
a. Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7
b. Cukup, bila kepadatan antara 0,5 - 0,7
c. Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5

2.5 Patofisiologi

Kompleks primer tuberkulosis adalah infeksi lokal pada tempat masuk dan
limfonodi regional yang mengalirkan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat
masuk pada lebih dari 98% kasus. Basil tuberkel memperbanyak diri pada mulanya
dalam alveoli dan duktus alveolaris. Kebanyakan basil terbunuh tetapi beberapa
bertahan hidup dalam makrofag yang di nonaktifkan, yang membawanya melalui
vasa limfatika ke limfonodi regional. Bila infeksi primer ada di paru-paru
limfonodi hilus biasanya dilibatkan, walaupun fokus lobus atas dapat
mengalirkannya ke dalam limfonodi paratrakea. Reaksi jaringan dalam parenkim
paru-paru dan limfonodi intensif pada 2-12 minggu berikutnya karena terjadi
hipersensitivitas jaringan. Bagian parenkim kompleks primer sering menyembuh
secara sempurna dengan fibrosis atau klasifikasi sesudah mengalami nekrosis dan
membentuk kapsul. Kadang-kadang, bagian ini terus membesar, menimbulkan
pneumonitis dan pleuritis setempat. Jika pusat lesi sudah mencair dan
mengosongkan bronkus akan meninggalkan rongga sisa (kaverna).

Fokus infeksi di limfonodi regional menjadi fibrosis dan berkapsul, tetapi


penyembuhan biasanya kurang sempurna daripada lesi parenkim. M. Tuberculosis
yang hidup dapat menetap selama beberapa dekade dalam fokus ini. Pada
kebanyakan kasus infeksi tuberkulosis awal limfonodi ukurannya tetap normal.
Namun limfonodi hilus dan paratrakea yang sangat membesar sebagai bagian dari
reaksi radang hospes dapat melampaui batas daerah bronkus atau bronkiolus
regional. Obstruksi farsial bronkus yang disebabkan oleh kompresi eksternal dapat
menyebabkan hiperinflasi pada segmen paru sebelah distal. Limponodi yang

10
meradang dapat melekat pada dinding bronkus dan mengerosinya. Sehingga
menimbulkan tuberkulosis endobronchial atau saluran fistula. Cesium
menyebabkan obstruksi bronkus komplet. Lesi hasilnya kombinasi pneumotitis dan
atelektasis, disebut konsolidasi-kolaps atau lesi segmental.

Selama perkembangan kompleks primer, basil tuberkel dibawa ke


kebanyakan jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Penyebaran
tuberkulosis terjadi jika jumlah basili yang bersirkulasi besar dan respon hospes
tidak adekuat. Lebih sering jumlah basil sedikit, menyebabkan fokus metastasis
tidak nampak secara klinis pada beberapa organ. Fokus jauh ini biasanya menjadi
berkapsul, tetapi fokus ini mungkin berasal dari tuberkulosis ekstrapulmonal
maupun reaktifasi tuberkulosis pada beberapa individu.
Waktu antara infeksi awal dan penyakit yang tampak secara klinis adalah
sangat bervariasi. Tuberkulosis tersebar atau meningeal adalah manifestasi awal
sering terjadi dalam dua sampai enam bulan infeksi. Tuberkulosis limfonadi atau
endobronchial yang bermakna secara klinis biasanya mucul dalam 3-9 bulan. Lesi
tulang dan sendi memerlukan beberapa tauhun untuk berkembang sementara lesi
ginjal dapat menjadi jelas beberapa dekade sesudah infeksi. Tuberkulosis paru yang
terjadi lebih dari setahun sesudah infeksi primer biasanya disebabkan pertumbuhan
kembali basili endogen yang menetap pada lesi yang sebagian berkapsul. Reaktifasi
tuberkulosis ini jarang pada anak tetapi sering pada remaja dan orang dewasa
muda. Bentuk yang paling sering adalah infiltrat atau kaverna di apeks lobus atas,
dimana tensi oksigen dan aliran darah besar. Penyebaran selama reaktiiftas
tuberkolosis jarang pada hospes berkemampuan imun tetapi lazim pada orang
dewasa dengan syndrom defisiensi imun (AIDS). Hanya 5-10% orang dewasa
berkemampuan imun yang menjadi terinfeksi dengan M. Tuberkulosis berkembang
menjadi penyakit klinis. Namun, sekitar 40% bayi dengan infeksi yang tidak
diobati berkembang penyakit dalam 1-2 tahun. Resiko menurun selama masa anak.
Sekitar 25-35% anak dengan tuberkulosis berkembang manifestasi ekstrapulmonal
dibanding dengan sekitar 10% orang dewasa yang berkemampuan imun.

11
Individu/anak yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi

2.6 Manifestasi Klinis

Sangat bervariasi, Dapat bersifat asimtomatik atau menimbulkan bermacam-


macam gejala :

 Demam
Demam yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan
pilek
 Malaise
 Anoreksia
 Penurunan berat badan
 Batuk Disertai batuk ada atau tidak, Batuk-batuk lebih dari 3 (tiga) minggu
(Febrian, 2015)
 Sejalan dengan perkembangan :

 Peningkatan frekuensi nafas


 Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit
 Bunyi nafas hilang dan ronchi kasar
 Pekak pada saat perkusi di kedua lapang paru
 Demam naik-turun
 Pucat dan anemia

2.7 Test Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari


proses pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan
signifikan yang membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan
intervensi keperawatan khusus. Beberapa pemeriksaan digunakan untuk
mendiagnosa penyakit, sementara yang lainnya sangat berguna dalam mengikuti

12
perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak kasus hubungan antara
pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi pada kasus lain
tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem tubuh.
Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :

a. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah


anak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan
adalah Uji Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD,
Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1
ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang
dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi
dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap
meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.
b. Pemeriksaan Radiologis pada anak dengan uji tuberkulin positif
dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen
paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi
diperlukan juga data klinis. Hasil foto rontgen dada menunjukan gambaran
yang mendukung adanya infeksi TB. (Febrian, 2015)
c. Pemeriksaan bakteriologis ditemukannya basil tuberkulosis akan
memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk
pemeriksaan bakteriologis ialah :

 Bilasan lambung
 Sekret bronkus
 Sputum (pada anak yang besar)
 Cairan pleura

d. Uji BCG di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji
tuberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi
lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti

13
perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG
akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu,
reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik. Vaksin BCG diletakkan pada
ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya. Pemberian
vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan
pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia
muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang
digunakan sebagai berikut :

 Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu


dosis vaksin BCG sebanyak 0,05 mg.
 Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis
vaksin BCG sebanyak 0,1 mg

2.8 Penatalaksanaan Medis

a. Farmakologi

Imunisasi dan Vaksinasi , Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak
terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit dilihat dari cara
timbulnya, sedangkan vaksinasi dimaksudkan pemberian vaksin (antigen) yang
dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari system imun didalam
tubuh. Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit TB yang berat, sebab terjadinya penyakit TB yang primer
atauyang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG.
(Charismanda & Pramudaningsih, 2013)

Imunisasi BCG hanya bersifat pencegahan secara primer yaitu tidak


mencegah infeksi tuberkulosis dan tidak bersifat menyembuhkan secara total,
imunisasi BCG dianjurkan agar diberikan kepada bayi saat berusia 1-3 bulan,

14
apabila diberikan pada anak usia diatas 3 bulan maka dianjurkan untuk uji
sensitivitas terhadap mycobakteria terlebih dahulu atau uji tuberculin terlebih
dahulu (mantoux test), jika hasilnya positif maka imunisasi tidak diberikan,
tetapi jika hasilnya negative maka vaksinasi ulang diberikan antara umur 5-7
tahun, dan jika masih ragu tentang hasil pasti positif tidaknya maka vaksinasi
ulang bisa diberikan antara umur batas maksimal 12-15 tahun, karena penyakit
tuberculosis akan bisa diketahui hasil positif tidaknya secara pasti jika seorang
anak sudah menginjak umur dalam rentang maksimal 5-15 tahun, karena dalam
hal ini kuman mycobacterium tuberculosis memiliki masa aktif kehidupan
kuman selama kurang lebih umur 0-5 tahun. Sifat imunisasi BCG hanya
menghambat penyebaran kuman atau dalam hal ini mycobacterium
tuberculosis dan mengurangi risiko terjadi tuberculosis berat seperti meningitis
TB dan tuberkulosis milier. Faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor
riwayat dalam keluarga, faktor lingkungan, faktor kekebalan tubuh individu
yang tidak adekuat, faktor umur pemberian, dan faktor jenis kelamin. Selain itu
khasiat imunisasi BCG selama 3 tahun dan lama kekebalannya selama 9 tahun.
Apabila hasilnya positif terinfeksi sebelum imunisasi, maka pembentukan
antibody setelah diimunisasi kurang maksimal. Imunisasi BCG cukup
dilakukan 1 kali saja, karena imunisasi ini berisi kuman hidup yang membuat
antibody yang dihasilkan cukup tinggi. Keberhasilan imunisasi ini biasanya
dengan munculnya bisul kecil didaerah bekas suntikan dan akan sembuh
sendiri dengan meninggalkan luka parut. Kontraindikasi pada imunisasi BCG
tidak diberikan pada mereka yang sedang menderita penyakit TBC, adanya
penyakit berat dan menahun seperti eksim, dan furunkulosis. Efek samping dari
imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam
1-2 minggu, kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan
yang akan berubah menjadi pustule, kemudian pecah dan menjadi bisul kecil
yang menimbulkan luka parut. Luka ini tidak perlu pengobatan karena akan
sembuh dengan sendirinya. (Charismanda & Pramudaningsih, 2013)

15
Imunisasi dan vaksinasi sejatinya mempunyai maksud yang berbeda, karena
imunisasi adalah pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan
vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin atau (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun didalam
tubuh. Vaksinasi mempunyai maksud untuk pencegahan primer, yaitu semua
upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan
seseorang sakit atau menderita cidera dan cacat. Vaksin BCG adalah vaksin
hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3
tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin,
tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi
tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberculosis milier. Cara
pemberian dan dosis: Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan
terlebih dahulu, melarutkan dengan mengggunakan alat suntik steril Auto
Distruct Scheering (ADS) 5 ml, dosis pemberian: 0,05 ml, Disuntikkan secara
intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus). Dengan
menggunakan Auto Distruct Scheering (ADS) 0,05 ml, vaksin yang sudah
dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
Tujuan atau manfaat imunisasi BCG (Basil Calmette Guerin) yaitu untuk
mencegah bayi atau anak terserang dari penyakit TBC yang berat, seperti:
meningitis TBC dan TBC milier. Ini dikarenakan bayi atau anak masih rentan
terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis penyebab penyakit TBC, akibat adanya
kontak dengan penderita TBC yang ada di sekitarnya, seperti: orang tua,
keluarga, pengasuh, dan lain sebagainya. (Charismanda & Pramudaningsih,
2013)

 Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali


sehari per oral, diminum dalam keadaan lambung kosong,
diberikan selama 6-9 bulan

16
 INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang
berkembang aktif ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis
INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan
 Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis
30-35 mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
 Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung
kosong, 1 kali sehari selama 1 tahun.
 Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat
antituberkulosis yang masih sensitif, diberikan dalam bentuk
kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di
berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier,
meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran
bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang
buruk.

b. Non farmakologi

1. menutup mulut pada waktu batuk atau bersin dengan menggunakan tissue
yang kemudian dibungkus kantung plastik dan dibakar atau
menggunakan sapu tangan yang dicuci setiap hari, sehingga percikan
dahak tidak akan menyebar. (Sunani, 2014)
2. Ventilasi rumah yang baik juga dapat mengurangi risiko penularan karena
dapat mengurangi jumlah percikan, serta sinar matahari langsung dapat
membantu membunuh kuman (Sunani, 2014)
3. meludah atau membuang dahak pada tempat tertutup dan diberi cairan
desinfektan, menutup mulut dengan tisu saat bersin dan batuk lalu dibuang
dengan dibungkus plastic lalu langsung membakarnya, menutup mulut
dengan sapu tangan saat bersin dan batuk kemudian mencucinya setiap
hari dengan menggunakan detergen, menjemur peralatan tidur, seperti
sprei, bantal dan selimut merupakan metode yang baik dan sederhana

17
terutama di daerah tropis, menggunakan peralatan makan dan minum yang
berbeda dengan anggota keluarga lain, langsung mencuci peralatan habis
pakai, mencuci menggunakan air panas dan sabun, kemudian membuka
ventilasi setiap hari agar terjadi sirkulasi udara yang baik dan mengurangi
jumlah percikan ludah yang berada di udara agar dapat terbawa angin
keluar ruangan dan membiarkan cahaya matahari masuk ke seluruh
ruangan rumah dan kamar tidur. (Sunani, 2014)
4. Menjaga kelembaban rumah karena kuman TB dapat bertahan hidup
selama bertahuntahun ditempat yang gelap. Sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman TB. Kuman TB dapat dimusnahkan dalam waktu 20
menit pada suhu 60oC dan 5 menit pada suhu 70oC. (Sunani, 2014)

 Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )


 Melakukan postural drainase
 Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak
 pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh
klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang
lainnya
 memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya

2.9 Komplikasi

a. Penyakit paru primer pogresif , komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi


jarang terjadi pada anak bila fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi
pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat menyebabkan pembentukan
kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus
dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan,
menyebabkan penyebaranintrapulmonal lebih lanjut.
b. Efusi pleura , Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh,
mula-mula keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau
limfonodi.

18
c. Perikarditis, Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe
dari limponodi subkranial.
d. Meningitis, Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi
primer yang tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa
dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih
tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang
subarakhnoid.
e. Tuberkulosis Tulang, Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi
tuberkulosis cenderung menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis
tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus
vertebra menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah
komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak
terapi antituberkulosis tersedia.

19
2.10 Pathway

M. Tubekulosis M. Bovis

Tertiup melalui udara

Menempel pada bronchiole atau alveolus

Proliferasi sel epitel disekeliling basil dan membentuk dinding antara basil dan organ yang terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah bening menuju kelenjar regional

Lesi primer menyebabkan


kerusakan jaringan

Inflamasi/infeksi Meluas keseluruh paru-paru


(bronchioles/pleura)
 Demam
 Anoreksia Erosi pembuluh darah
 Malaise  Batuk
9.  BB turun
Pathway  Pucat  Nyeri dada
 Anemia  Haemaptue
 Lemah
PERUBAHAN NUTRISI

PERUBAHAN PERFUSI
JARINGAN

 GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI


 KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS
 GANGGUAN PERTUKARAN GAS
 INFEKSI POLA NAFAS

20
2.11 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. IDENTITAS DATA
Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia,
agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan
pekerjaan) Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada
tuberkulosis adalah:
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun
usia paling umum adalah 1– 4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB
luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan
3 : 1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan
pada usia< 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-
12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja di mana TB
paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa. Penyakit ini biasnya banyak
ditemukan pada pasien yang tinggal dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga
ventilasi udara buruk, kelembapan pun juga buruk. Biasanya yang tinggal dirumah
banyak orang. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit infeksi menular.
b. DIAGNOSA MEDIS :
TB Paru
c. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan Utama : Demam: subfebris, febris (40-41 hilang timbul. Batuk: terjadi
karena adanya iritasi pada bronchus. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu
makan menurun. Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala
atelektasis.

21
Keluhan penyerta : Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama.
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat
kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula
d. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KESEHATAN
Prenatal : kaji apakah si ibu rajin melakukan pemeriksaan kesehatan atau tidak
Natal : tanyakan pada ibu bagaimana kelahiran anaknya. Bb dan panjangnya
berapa
Post Natal : kaji apakah si ibu memberikan imunisasi hepatitis B1 dan BCG
kemudian tanyakan
Anak di berikan ASI eksklusif atau tidak
e. RIWAYAT MASA LALU
1) Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk
yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya
dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan,
apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak
teratur?)
2) Pernah di rawat di Rumah Sakit
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien
dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.
3) Obat-obatan yang pernah digunakan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja
obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik
dalam jangka panjang perlu di identifikasi
4) Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa,
atas indikasi apa
5) Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan
6) Kecelakaan

22
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila
mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa
berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja
7) Imunisasi
a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang
akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya.
Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif
b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi
tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau
serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut
mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan
1) Vaksin polio
2) Vaksin campak
3) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )
4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )
5) Vaksin toxoid difetri
f. KEBUTUHAN DASAR (11 Pola Fungsi Gordon)
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
2) Pola nutrisi metabolic
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola tidur dan istirahat
Subjektif : Kesulitan tidur di malam hari.

23
Obiektif : Mata tampak sayu, konjungtiva pucat
5) Pola aktivitas dan latihan
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari
Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap,
lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C)
hilang timbul
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, tachipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan
tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran broncogenik).
6) Pola persepsi kognitif
Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular
Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik
7) Pola persepsi dan konsep diri
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah
pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.
8) Pola peran hubungan dengan sesame
a. Yang mengasuh anak

Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa


yang lebih intensif dan secara konstan menekankan perkembangan,
pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi perilaku, sikap dan
pengontrolan emosi serta perkembangan anak

b. Hubungan dengan anggota keluarga

24
Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan
individu setiap anaknya, kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara
konstan menekankan harapan keluarga terhadap anaknya

c. Hubungan dengan teman sebaya

Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan


berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual
anak

d. Lingkungan rumah

Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah),


pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota
keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.

e. Kondisi rumah, bagaimana kondisi rumah, apakah dalam satu keluarga ada
yang menderita TB paru.
f. Merasa dikucilkan, kaji perasaan pasien atau keluarga pasien atas penyakit
yang diderita.
g. Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik
diri).
h. Berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang banyak.
i. Tidak bersemangat dan putus harapan karena merasa tidak akan sembuh
dan terbatas ekonomi
9) Pola koping dan toleransi terhadap stres
Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah
pada anak
Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.
10) Pola reproduksi dan seksualitas

25
Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan
menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya
g. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat
lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi
3) Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4) Pemeriksaan fisik
a. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
b. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
c. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau
tidak, simetris tidak.
d. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
e. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan
atau tidak, uji pendengaran anak
f. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
g. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura.

26
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
h. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
i. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada
kelemahan
j. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
k. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk,
skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah
h. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN
untuk anak usia < 6 tahun
Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain
Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang,
membuka
kotak, melempar benda
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi pada jalan nafas. (NANDA, 2013).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat akibat mual dan napsu makan yang menurun.
(NANDA, 2013)

27
3. Resiko penyebaran infeksi b.d kurangnya pengetahuan untuk mencegah
paparan dari kuman patogen.(Somantri, 2008)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSIS NOC NIC
Setelah dilakukan 1. Buka jalan
tindakan napas, gunakan
keperawatan selama teknik chin lift
...x 24 jam atau jaw trust
diharapkan masalah bila perlu
keperawatan dapat 2. Posisikan
teratasi dengan pasien untuk
kriteria hasil antara memaksimalka
Ketidakefektifan bersihan
lain: Tidak ada batuk, n ventilasi
jalan napas b.d ketidakmampuan
tidak ada suara napas 3. Auskultasi
mengeluarkan sekresi pada jalan
tambahan, tidak ada suara napas,
nafas. (NANDA, 2013).
perubahan frekwensi catat jika ada
napas, tidak ada suara
perubahan irama tambahan
napas, sianosis, tdk 4. Ajarkan cara
ada penurunan bunyi batuf efektif
napas, 5. Keluarkan
secret dengan
suction bila
perlu
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari tindakan makanan untuk
kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama mengetahui jenis
intake nutrisi yang ...x24 jam diharapkan makanan yang
tidak adekuat akibat masalah dapat cocok untuk

28
mual dan napsu teratasi dengan pasien
makan yang menurun. kriteria hasil : 2. Kolaborasi dengan
(NANDA, 2013) Adanya peningkatan ahli gizi untuk
BB menentukan
Mampu jumlah kalori dan
mengidentifikasi nutrisi yang
kebutuhan nutrisi dibutuhkan pasien
Tidak ada tanda – 3. Anjurkan pasien
tanda malnutrisi untuk
Tidak ada penurunan meningkatkan
berat badan yang intake zat besi
berarti 4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
5. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori

Resiko penyebaran Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan


infeksi b.d kurangnya tindakan gejala infeksi

pengetahuan untuk keperawatan selama sistemik dan lokal

mencegah paparan ...x 24 jam 2. Monitor

dari kuman diharapkan masalah kerentanan

patogen.(Somantri, keperawatan dapat terhadap infeksi

2008) teratasi dengan 3. Pertahankan


kriteria hasil : teknik asepsis
Klien bebas dari pada pasien yang

29
tanda dan gejala beresiko
infeksi 4. Pertahankan
Mendeskripsikan teknik isolasi
proses penularan
infeksi, factor yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulmya
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas normal

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan yaitu pasien TB
BTA (bakteri tahan asam) positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya.
TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit
TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil. Penyebab TBC adalah kuman
TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC
(dewasa) tidak begitu sulit. Adapun penatalaksanaan Tuberculosis adalah dengan
melakukan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang mengakibatkan
seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu
mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar. Vaksinasi
terhadap penyakit tuberkulosis menggunakan vaksin Bacillus Calmette-Guerin
(BCG) dari galurMycobacterium bovis yang telah dilemahkan. Vaksin BCG ini
telah diwajibkan di 64 negara dan direkomendasikan di beberapa negara lainnya.
(Rosandali, Aziz, & Suharti, 2016)

3.2 Saran

Seperti pada makalah lainnya pada umumnya sudah pasti tidak lepas dari
yang namanya kritik dan kesalahan dalam pembuatan dan penulisannya.Ini semua
dikarenakan keterbatasan kemampuan penyusun dalam menyusun makalah ini.
Namun penyusun akan berusaha untuk memperbaiki kesalahan dalam pembuatan
makalah. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dalam pembuatan makalah yang selanjutnya dapat lebih baik
lagi.Penyusun siap menerima kritik dan saran yanng diberikan.

31

Anda mungkin juga menyukai