Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH MIKOLOGI

Candida sp. dan Aspergillus sp.

Disusun oleh :

Herfina Suci Nur Pitriani (P07234017017)


Indah Kurnia Utami (P07234017018)
Novita Febriani (P07234017019)
Jhanis Remil (P07234017020)
Krisjian Tami (P07234017021)
Lia Adawia (P07234017022)
Manullang Mega Pesta (P07234017023)
Mega Silvia (P07234017024)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TINGKAT 2A
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Pertama tama penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena atas limpah rahmat dan karuniaNya penulis diberikan kesehatan dan
kesempatan sehingga bisa menyelesaikan makalah mikologi ini tepat pada
waktunya.
Tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih berbagai pihak yang
telah membatu dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Didalam makalah ini penulis menyadari banyak terdapat kekurangan.oleh
karna itu kritik dan saran yang mebangun sangat penulis harapkan agar
menjadikan makalah ini lebih baik lagi.penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, 16 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II ISI ............................................................................................................... 3
A. Candida sp. .................................................................................................. 3
B. Aspergillus sp ............................................................................................... 9
C. Cara Penanganan Sampel Candida Sp ....................................................... 19
BAB III PENUTUP............................................................................................... 28
A. Kesimpulan ................................................................................................ 28
B. Saran .......................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1………………………………………………………………… 4

Gambar 2.2………………………………………………………………… 10

Gambar 2.3………………………………………………………………… 11

Gambar 2.4………………………………………………………………… 11

Gambar 2.5………………………………………………………………… 12

Gambar 2.6………………………………………………………………… 12

Gambar 2.7………………………………………………………………… 19

Gambar 2.8………………………………………………………………… 21

Gambar 2.9………………………………………………………………… 22

Gambar 2.10……………………………………………………………….. 23

Gambar 2.11……………………………………………………………….. 24

Gambar 2.12……………………………………………………………….. 25

Gambar 2.13……………………………………………………………….. 26

Gambar 2.14……………………………………………………………….. 27

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit
terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan
penyakit kulit yang sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim
tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia sangat
mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung
oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan sehingga masalah kebersihan lingkungan, sanitasi dan pola
hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam kehidupan sehari hari
masyarakat Indonesia (Hare, 1993).
Jamur yang dapat menyebabkan infeksi antara lain Candida
albicans dan Aspergillus sp. Penyakit yang disebabkan oleh Candida
dikenal dengan kandidiasis. Kandidiasis adalah suatu penyakit jamur yang
bersifat akut dan sub akut yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya
oleh Candida albicans dan dapat mengenai kulit mulut, vagina, kuku, kulit,
bronki, atau paru–paru. Penyakit ini ditemukan diseluruh dunia dan dapat
menyerang semua umur baik laki–laki maupun perempuan (Kuswadji,
1987).
Aspergillus merupakan mikroorganisme eukariot yang saat ini
diakui sebagai satu diantara beberapa makhluk hidup yang memiliki
daerah penyebaran paling luas serta berlimpah di alam, selain itu jenis
kapang ini juga merupakan kontaminan umum pada berbagai substrat di
daerah tropis maupun subtropis. (Dina, K. 2016). Aspergillus sp dapat
menghasilkan beberapa mikotoksin. Salah satunya adalah aflatoksin.
Aflatoksin sendiri merupakan segolongan senyawa mikotoksin, toksin
yang berasal dari fungi yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi
manusia dan hewan. Tingginya kandungan aflatoksin pada makanan atau
pakan akan berbuntut keracunan. Penyakit yang di sebabkan oleh
Aspergillus sp adalah aspergillosis. Lebih dari 200 spesies Aspergillus

1
telah diidentifikasi, dan Aspergillus fumigatus merupakan penyebab
infeksi pada manusia yang terbanyak dimana lebih dari 90%
menyebabkan invasive dan non-invasive aspergillosis (Gandahusada, dkk.,
2006).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu jamur Candida sp?
2. Apa itu jamur Aspergillus sp?
3. Bagaimana cara penanganan sampel Candida sp?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang jamur Candida sp.
2. Untuk mengetahui tentang jamur Aspergillus sp.
3. Untuk mengetahui tentang cara penanganan sampel Candida sp.

D. Manfaat
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang jamur Candida sp.
2. Agar mahasiswa mengetahui tentang jamur Aspergillus sp.
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang cara penanganan sampel Candida
sp.

2
BAB II
ISI
A. Candida sp.
Candida albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas yang
menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan
maupun eksudat. Ragi ini adalah anggota flora normal selaput mukosa
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan genitalia wanita. Pada
genitalis wanita Candida albicans menyebabkan vulvovaginitis yang
menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan
pengeluaran sekret. Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya
vulvovaginitis kandida. Dalam keadaan normal pH yang asam
dipertahankan oleh bakteri vagina (Jawetz et al., 1986). Candida albicans
dapat tumbuh secara optimum pada pH 4, tetapi juga dapat tumbuh antara
pH 3-7 (Jawetz dkk, 1986).
1. Klasifikasi Candida sp.
Division : Thallophyta
Subdivisio : Fungi
Classis : Deuteromycetes
Ordo : Moniliases
Familia : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (Frobisher, 1983)

2. Morfologi dan Identifikasi

Pada medium agar atau dalam 24 jam pada suhu 27˚C atau

suhu ruangan, spesies candida menghasilkan koloni lunak berwarna


krem dengan bau seperti ragi. Setelah inkubasi dalam serum selama

sekitar 90 menit pada suhu 27˚C, sel ragi Candida albicans mulai

membentuk hifa sejati, dan pada medium yang kurang nutrisinya.

3
Candida albicans menghasilkan klomidospora sferis yang besar
(Brooks dkk, 2008).
Jamur golongan Candida yang patogen dan merupakan
penyebab kandidiasis adalah Candida albicans. Penyakit kandidiasis
banyak dihubungkan dengan berbagai faktor, seperti keadaan kulit
yang terus lembab, pemakaian obat-obat antibiotik, steroid dan
sitostatika, perubahan fisiologis tubuh pada kehamilan, penyakit-
penyakit menahun dan kelemahan umum, gangguan endokrin, dan
obesitas serta keadaan malnutrisi (Harahap, 2000).

Gambar 2.1 Candida albicans


Sumber: http://klinikjakartapusat.net/132-candida-albicans-adalah-jamur-
jahat-yang-ada-di-tubuh.html

3. Infeksi yang disebabkan


Candida albicans menimbulkan suatu keadaan yang disebut
kandidiasis, yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina dan
saluran pencernaan (Pelcar & Chan, 1986). Infeksi terbanyak secara
endogen, karena jamur telah ada di dalam tubuh penderita, di dalam
berbagi organ, terutama di dalam usus. Infeksi biasanya terjadi bila ada
faktor predisposisi. Oleh karena itu Candida albicans pada hakikatnya
dimasukkan sebagian jamur oportinis (Suprihatin, 1982).

4
Candida albicans ditemukan dalam jumlah besar pada saluran
pencernaan setelah pemberian antibiotik oral, misal tetrasiklin, tetapi
hal ini biasanya tidak disertai gejala-gejala. Candida albicans dapat
menimbulkan serangkaian penyakit pada beberapa lokasi, antara lain :
a. Mulut
Pada infeksi mulut (sariawan) terdapat selaput lendir di pipi
dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebagian besar
terdiri dari pseudomiselium dan epitel terkelupas dari selaput
lendir, hal ini terutama terjadi pada bayi.
b. Genitalia wanita
Vulvovaginitis menyerupai sariawan tetapi menimbulkan
iritasi, gatal yang hebat dan pengeluaran sekret.
c. Kulit
` Infeksi kulit terutama pada bagian-bagian yang basah,
hangat seperti ketiak, lipatan paha, skrotum atau lipatan-lipatan di
bawah payudara. Infeksi paling sering terjadi pada orang gemuk
dan penderita diabetes.
d. Kuku
Penebalan dan alur transversal pada kuku yang ditandai
dengan rasa sakit, bengkak kemerahan pada lipatan kuku,
menyerupai peronikhia progenils, dapat mengakibatkan kuku
tanggal.
e. Paru-paru dan organ lain
Infeksi Candida dapat menyerupai invasi sekunder paru-
paru, ginjal, dan organ-organ lain dimana terdapat penyakit
sebelumnya. Pada penderita leukemia yang tidak terkendali dan
penderita yang mengalami penekanan imun atau pembedahan, lesi-
lesi yang disebabkan oleh Candida dapat terjadi pada banyak organ.
f. Kandidiasis mukokutan menahun
Kelainan infeksi ini merupakan tanda kegagalan kekebalan
sekunder (Jawetz dkk, 1986).

5
4. Manifestasi dan gejala klinis
Kandidiasis oral memberikan gejala bercak berwarna putih
yang konfluen dan melekat pada mukosa oral serta faring, khususnya
di dalam mulut dan lidah. Kandidiasis kulit ditemukan pada daerah
intertriginosa yang mengalami maserasi serta menjadi merah,
paronikia, balanitis, ataupun pruritus ani, di daerah perineum dan
skrotum dapat disertai dengan lesi pustuler yang diskrit pada
permukaan dalam paha (Mutiawati, 2016).
Kandidiasis vulvovagina biasanya menyebabkan keluhan gatal,
keputihan, kemerahan di vagina, disparenia, disuria, pruritus,
terkadang nyeri ketika berhubungan seksual atau buang air kecil,
pembengkakan vulva dan labia dengan lesi pustulopapuler diskrit, dan
biasanya gejala memburuk sebelum menstruasi (Mutiawati, 2016).
Kandidiasis mukokutaneus kronik atau kandidiasis
granulomatous secara khas ditemukan sebagai lesi kulit sirkumkripta
yang mengalami hiperkeratosis, kuku jari mengalami distrofi serta
hancur, atau alopesia parsial pada kulit kepala. Gejala lain meliputi
epidermofitosis kronik, displasia gigi, hipofungsi kelenjar paratiroid,
adrenal, serta tiroid. Kandidiasis esofagus memberikan gejala ulserasi
kecil, dangkal, soliter hingga multipel cenderung terdapat pada bagian
sepertiga distal yang menyebabkan keluhan disfagia atau nyeri
substernal. Lesi yang bersifat asimtomatik dapat terjadi pada pasien
leukemia sebagai port d’entre untuk kandidiasis diseminata. Lesi
asimtomatik dan benigna juga terjadi pada traktus urinarius berupa
abses renal atau kandidiasis kandung kemih.
Kandida yang menyebar secara hematogen disertai gejala
demam tinggi disebabkan oleh abses retina yang meluas ke vitreus.
Pasien dapat mengeluh nyeri orbital, penglihatan kabur, skotoma, atau
opasitas yang melayang dan menghalangi lapang pandang penglihatan.
Kandidiasis pulmonalis dapat terlihat dengan foto toraks dengan
gambaran infiltrat noduler yang samar atau difus (Mutiawati, 2016).

6
5. Diagnosa
Diagnosis kandidiasis ditentukan berdasarkan gejala klinis
yang menyebar dan tidak mudah dibedakan dari infectious agent yang
telah ada. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan melalui
pemeriksaan spesimen mikroskopis, biakan, dan serologi. Tujuan
pemeriksaan laboratorium adalah untuk menemukan C. albicans di
dalam bahan klinis baik dengan pemeriksaan langsung maupun dengan
biakan. Bahan pemeriksaan bergantung pada kelainan yang terjadi,
dapat berupa kerokan kulit atau kuku, dahak atau sputum, sekret
bronkus, urin, tinja, usap mulut, telinga, vagina, darah, atau jaringan.
Cara mendapatkan bahan klinis harus diusahakan dengan cara steril
dan ditempatkan dalam wadah steril, untuk mencegah kontaminasi
jamur dari udara (Mutiawati, 2016).
Identifikasi spesies dapat dilakukan dengan uji morfologi dan
kultur jamur untuk spesifikasi dan uji sensitivitas. Pemeriksaan ini
tidak disarakan untuk digunakan sebagai diagnosis karena tingginya
kolonisasi. Diagnosis pada lesi Kandida juga dapat dilakukan dengan
pemeriksaan histologi terhadap sayatan spesimen hasil biopsi
(Mutiawati, 2016).

6. Pengobatan
Pengobatan terhadap penderita kandidiasis biasanya meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pemberian obat anti jamur
1) Obat derivate poli-en
a) Nistatin
Obat topikal berbentuk krem atau salep dipakai
pada kandidiasis kulit, sebagai suspensi pada kandidiasis
mulut dan sebagai tablet vagina pada vaginitis. Tablet oral
dipakai untuk mengatasi enteritis dan menghilangkan

7
Candida dari usus dan dengan demikian mencegah
kemungkinan infeksi ulang pada kandidiasis bentuk lainnya.
b) Amfoterisin B
Bentuk kristalnya dipakai sebagai obat topikal baik
pada kandidiasis kulit maupun selaput lendir, sebagai obat
tunggal atau dikombinasi dengan antibiotik, tanpa
menimbulkan reaksi sampingan. Tablet oral dipakai untuk
mengatasi infeksi saluran pencernan dan untuk
menghilangkan sumber infeksi yang dapat menyebabkan
infeksi tulang.
c) Pimarisin atau natamisin
Kerja obat ini sebagai obat topikal misalnya
sebagai tablet vagina terhadap vaginitis.
d) Trikomisin
Obat ini berkhasiat sebagai obat topikal terhadap
kandidiasis kulit dan selaput lendir, tanpa menimbulkan
reaksi sampingan.
2) Obat 5-fluorositosin (5-FC)
Obat ini mudah larut dalam air dengan demikian mudah
diserap oleh usus, maka pemberian secara oral dapat berkhasiat
terhadap infeksi sistemik.
3) Obat derivat imidazole
a) Mikonazol
Penyerapan obat oleh usus sangat rendah, maka
penggunaan tablet oral ialah untuk mengatasi kandidiasis
usus atau membersihkan usus dari Candida. Sebagai obat
topikal, baik terhadap kandidiasis kulit atau selaput lendir
didapat hasil yang baik.
b) Klotrinazol
Pemberian topikal memberikan baik pada
pengobatan kandidiasis kulit maupun selaput lendir.

8
c) Ekonazol
Pemberian topikal memberikan hasil yang baik pada
kandidiasis kulit dan vaginitis.
d) Ketokonazol
Merupakan obat yang dapat dipakai untuk
mengatasi infeksi sitemik, karena obat ini dapat diserap
oleh usus dengan baik. Efek samping yang dapat timbul
berupa gangguan fungsi alat pencernaan ringan dan rasa
gatal bila diberikan dalam waktu yang lama (Suprihatin,
1982).

B. Aspergillus sp
Aspergillus sp terdapat di alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah
tropik dengan kelembaban yang tinggi. Aspergillus mampu memproduksi
mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya. Habitat
asli Aspergillus dalam tanah, kondisi yang menguntungkan meliputi kadar
air yang tinggi (setidaknya 7%) dan suhu tinggi. Aspergillus memiliki
tangkai-tangkai panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang
besar (vesicle). Di kepala ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil
dari rantai panjang spora. Aspergillus mampu tumbuh pada suhu 37°C.
(Pratiwi, 2008).
1. Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Classis : Ascomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus sp (Syaifuddin, 2017)

9
2. Morfologi
Aspergillus mempunyai hifa selebar 2,5-8 µm, bercabang seperti
pohon atau kipas dan miselium bercabang, sedangkan hifa yang
muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya
berkelompok, konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari
sel kaki, pada ujung hifa muncul sebuah gelembung, pada sterigma
muncul konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk
untaian mutiara, konidium–konidium ini berwarna (hitam, coklat,
kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur
(Syaifuddin, 2017).

Gambar 2.2 Aspergillus sp.


Sumber: www.atsu.edu

3. Identifikasi
Aspergillus sp dapat kelompokkan dalam beberapa golongan untuk
memudahkan dalam identifikasi. Beberapa golongan tersebut antara
lain:
a. Aspergillus Flavus
Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan
makanan. Koloni memiliki corak, kuning hijau atau kuning abu-
abu. Konidiofornya tak berwarna, kasar, bagian atas agak bulat
serta konidia kasar dengan bermacam-macam warna (Syaifuddin,
2017).

10
Gambar 2.3 Aspergillus flavus
Sumber: bioweb.uwlax.edu

b. Aspergillus Fumigatus
Aspergillus fumigatus adalah saprotroph atau saprofit yang
tersebar luas di alam. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh
jamur ini adalah Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA),
Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA) (Syaifuddin,
2017).

Gambar 2.4 Aspergillus fumigatus


Sumber: bioweb.uwlax.edu
c. Aspergillus Niger
Konidia atas berwarna hitam, hitam kecoklatan coklat
violet. Bagian atas membesar dan membentuk glubosa.
Konidiofornya halus tak berwarna atau berwarna coklat kuning.

11
Vesikel berbentuk glubosa dengan bagian atas membesar bagian
ujung seperti batang kecil. konidia kasar (Syaifuddin, 2017).

Gambar 2.5 Aspergillus niger


Sumber: bioweb.uwlax.edu
d. Aspergillus Terreus
Fungi ini mempunyai konidia di bagian atas berwarna putih
konidiofornya kasar, berdinding halus tak berwarna. Konidia
berbentuk elips, halus dan berdinding halus (Syaifuddin, 2017).

Gambar 2.6 Aspergillus terreus


Sumber: bioweb.uwlax.edu

4. Infeksi yang disebabkan


Aspergillus sp menyebabkan penyakit aspergillosis. Ada tujuh
jenis aspergillosis yaitu:
a. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA)
Bentuk paling ringan dari aspergillosis dan biasanya
mempengaruhi orang-orang dengan asma atau fibrosis kistik

12
(kondisi warisan di mana paru-paru bisa terpasang dengan lendir).
Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari reaksi tubuh terhadap
aspergillus (Hasanah, 2017).
b. Aspergilloma
Aspergilloma adalah tempat jamur memasuki paru-paru
dan kelompok bersama untuk membentuk simpul padat jamur,
yang disebut bola jamur. Aspergilloma adalah kondisi jinak yang
mungkin pada awalnya tidak menimbulkan gejala, tapi seiring,
waktu kondisi yang mendasarinya dapat memburuk dan mungkin
menyebabkan: Batuk darah (hemoptitis), Mengi, Sesak napas,
Penurunan berat badan, Kelelahan (Hasanah, 2017).
c. Chronic Necrotizing Pneumonia Aspergillosis (CNPA)
Penyebaran, infeksi kronis lambat paru-paru. Hal ini
biasanya hanya mempengaruhi orang-orang dengan kondisi
paruparu yang sudah ada, atau orangorang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah (Hasanah, 2017).
d. Aspergillosis Paru Invasif (IPA)
Aspergillosis paru invasif (IPA) adalah infeksi umum pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah karena sakit atau
mengambil imunosupresan. Ini adalah bentuk paling serius dari
aspergillosis yang dimulai di paru-paru yang kemudian menyebar
dengan cepat ke seluruh tubuh (Hasanah, 2017).
e. Aspergillosis invasif Sinusitis
Sinusitis yang tidak responsive terhadap terapi pada pasien
polip nasi seringkali ditemukan disebabkan oleh Aspergillus spp.,
dan bisa disertai ABPA. Histologi dan imunologinya sangat mirip
dengan ABPA. Bentuk ”semi-invasif” yang terlihat pada pasien
yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang ringan,
khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit paru.
Diabetes mellitus, sarkoidosis dan terapi dengan glukokortikoid
dosis rendah dapat menjadi faktor predisposisi lain. Gejala yang

13
lazim termasuk demam, batuk dan produksi sputum; presipitasi
serum antibodi positif juga dapat dideteksi (Hasanah, 2017).
f. Aspergillosis Diseminata
Penyebaran hematogenik ke organ dalam lain dapat terjadi,
terutama pada pasien dengan penurunan daya tahan tubuh yang
berat atau ketagihan obat intravena. Abses dapat terjadi di otak
(aspergillosis otak), ginjal (aspergillosis ginjal), jantung
(endokarditis, miokarditis), tulang (osteomielitis), saluran
pencernaan. Lesi mata (keratitis mikotik, endoftalmitis dan
aspergilloma orbital) dapat juga terjadi, baik sebagai hasil dari
penyebaran atau setelah trauma setempat atau pembedahan
(Hasanah, 2017).
g. Aspergillosis Kutaneus
Aspergillosis kutaneus adalah manifestasi yang jarang,
biasanya merupakan hasil penyebaran dari infeksi paru primer pada
pasien yang mengalami penurunan daya tahan tubuh. Meskipun
demikian, kasus aspergillosis kutaneus primer juga terjadi,
biasanya sebagai hasil dari trauma atau kolonisasi. Lesi
bermanifestasi sebagai papul yang eritematosa atau makula dengan
nekrosis sentral yang progresif (Hasanah, 2017).

5. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala aspergillosis bervariasi. Berikut adalah di
antaranya:
a. Reaksi alergi
Beberapa orang dengan asma atau cystic fibrosis akan
mengalami reaksi alergi saat terpapar jamur aspergillus. Tanda dan
gejala dari kondisi yang dikenal sebagai alergi bronchopulmonary
aspergillosis, meliputi: demam, batuk yang disertai darah dan
lendir, memburuknya asma.

14
b. Kumpulan serat jamur
Kumpulan serat jamur dapat terbentuk di paru-paru yang
memiliki rongga. Jenis aspergillosis ini disebut aspergilloma.
Rongga paru-paru dapat terjadi pada orang yang mengalami
penyakit paru-paru serius seperti emfisema, tuberkulosis, dan
sarcoidosis. Aspergilloma adalah kondisi jinak yang pada awalnya
mungkin tidak menimbulkan gejala, tapi seiring waktu
menyebabkan: batuk yang sering berdarah, sesak napas, penurunan
berat badan, kelelahan.
c. Infeksi
Bentuk paling parah aspergillosis disebut aspergillosis paru
invasif. Kondisi ini terjadi ketika infeksi menyebar dengan cepat
dari paru-paru melalui aliran darah ke otak, jantung, ginjal, atau
kulit. Aspergillosis paru invasif umumnya terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh melemah karena penyakit tertentu
atau saat menjalani kemoterapi. Tanda dan gejala tergantung pada
organ yang terkena, tetapi secara umum meliputi: demam dan
menggigil, batuk berdarah, pendarahan parah dari paru-paru, sesak
napas, nyeri dada dan nyeri sendi, mimisan, pembengkakan wajah
pada satu sisi, lesi kulit (lecet-lecet pada kulit).
Hemoptisis adalah gejala yang paling umum dari
aspergilloma. Gejala lain termasuk suhu tinggi dan batuk. Gejala
CNA mencakup batuk terus-menerus yang membawa lendir,
hemoptisis, suhu tinggi, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, keringat malam, dan badan terasa tidak enak. Gejala
IPA dapat bervariasi tergantung pada keberadaan infeksi
menyebar dalam tubuh. Mungkin termasuk suhu tinggi, batuk yang
membawa lendir, hemoptisis, menginitis, nyeri dada, dangkal,
napas cepat, sakit kepala, dan kelelahan. Kondidi buruk
aspergillosis dapat menyebar melalui aliran darah untuk
menyebabkan kerusakan organ luas. Gejalanya meliputi demam,

15
menggigil, shock, delirium, kejang, dan pembekuan darah, dapat
mengem-bangkan gagal ginjal, gagal hati (menyebabkan penyakit
kuning), dan kesulitan bernapas, kematian dapat terjadi dengan
cepat. Aspergillosis dari saluran telinga menyebabkan gatal dan
kadang-kadang nyeri. Cairan dapat terkuras semalaman dari
telinga, sehingga meninggalkan noda diatas bantal.
Sebuah bola jamur di paru-paru dapat menyebabkan gejala
dan dapat ditemukan hanya dengan sinarX dada, atau mungkin
menyebabkan berulang batuk darah, nyeri dada, dan kadang-
kadang parah, bahkan fatal, pendarahan. Infeksi Aspergillus invasif
cepat di paru-paru sering menyebabkan batuk, demam, nyeri dada,
dan kesulitan bernapas. Selain gejala tersebut di atas, sebuah X-ray
atau computerized tomography (CT) scan daerah yang terinfeksi
memberikan petunjuk untuk membuat diagnosis. Bila mungkin,
dokter mengirimkan sampel material yang terinfeksi ke
laboratorium untuk mengkonfirmasi identifikasi jamur (Hasanah,
2017).

6. Tes dan Diagnosa


Mendiagnosis infeksi yang disebabkan oleh jamur aspergillus bisa
sulit dan tergantung pada jenis infeksi aspergillus. Aspergillus
terkadang ditemukan dalam air liur dan dahak orang sehat. Sulit untuk
membedakan aspergillus dari jamur lainnya di bawah mikroskop dan
gejala infeksi biasanya mirip dengan kondisi seperti tuberkulosis.
Untuk mengkonfirmasi kondisi, dokter mungkin melakukan beberapa
tes seperti:
a. Tes olah gambar
Rontgen dada atau CT scan dapat mengungkapkan massa
jamur (aspergilloma), serta tanda karakteristik invasif dan alergi
aspergilosis bronkopulmoner.

16
b. Tes sekresi pernapasan
Dalam tes ini sampel dahak akan diwarnai dengan zat
pewarna dan diperiksa untuk mengidentifikasi adanya filamen
aspergillus. Spesimen ini kemudian ditempatkan dalam suatu
tempat yang mendorong pertumbuhan jamur untuk membantu
memastikan diagnosa.
c. Tes darah dan jaringan
Tes kulit, dahak dan air liur dapat membantu dalam
mengkonfirmasi alergi aspergilosis bronkopulmoner. Untuk tes
kulit, sedikit antigen aspergillus disuntikkan ke dalam kulit lengan.
Jika darah memiliki antibodi terhadap jamur, kulit akan terasa
mengeras dan muncul benjolan. Tes darah dapat menunjukkan
kadar antibodi tertentu yang menunjukkan respon alergi.
d. Biopsi
Dalam beberapa kasus, memeriksa sampel jaringan dari
paru-paru atau sinus di bawah mikroskop mungkin diperlukan
untuk mengkonfirmasi diagnosis aspergillosis invasif (Agarwal
dkk, 2013).

7. Perawatan dan Pengobatan


Perawatan dan pengobatan aspergillosis dapat dilakukan dengan
cara:
a. Observasi
Aspergillomas tunggal biasanya tidak membutuhkan
pengobatan, dan obat-obatan biasanya tidak efektif dalam
mengobati massa jamur ini. Aspergillomas yang tidak
menimbulkan gejala mungkin diperiksa secara ketat dengan
bantuan rontgen dada. Jika kondisi terus berkembang, penggunaan
obat anti-jamur mungkin disarankan.

17
b. Kortikosteroid oral
Tujuan mengobati alergi aspergilosis bronkopul-moner
adalah untuk mencegah asma yang sudah ada atau memburuknya
cystic fibrosis. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan
kortikosteroid oral. Obat anti-jamur tidak membantu untuk alergi
aspergilosis bronkopulmoner, tetapi dapat dikombina-sikan dengan
kortikosteroid untuk mengurangi dosis steroid dan meningkatkan
fungsi paru-paru.
c. Obat anti jamur
Obat ini adalah pengobatan standar untuk aspergillosis paru
invasif. Secara historis, obat yang sering digunakan adalah
amfoterisin B, tetapi obat yang lebih baru vorikonazol (Vfend) kini
lebih disukai karena tampaknya menjadi lebih efektif dan mungkin
memiliki efek samping yang lebih sedikit. Semua obat anti-jamur
dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan hati atau
ginjal. Obat juga dapat berinteraksi dengan obat lain jika diberikan
kepada orang-orang dengan sistem imun lemah.
d. Operasi
Karena obat anti-jamur tidak cukup untuk mengatasi
aspergillomas yang parah, operasi untuk mengangkat massa jamur
adalah pilihan pengobatan pertama yang diperlukan ketika terjadi
pendarahan di paru-paru. Karena operasi sangat berisiko, dokter
mungkin menyarankan embolisasi sebagai gantinya. Dalam
embolisasi, ahli radiologi akan mengulir kateter kecil ke dalam
arteri yang memasok darah ke rongga yang berisi bola jamur dan
menyuntikkan bahan yang menyumbat arteri. Meskipun prosedur
ini dapat menghentikan pendarahan masif, tetapi pendarahan bisa
saja terulang. Embolisasi umumnya dianggap sebagai pengobatan
sementara (Barnes and Marr, 2006).

18
C. Cara Penanganan Sampel Candida Sp
1. Pemeriksaan Langsung Candida albicans dengan Larutan KOH
Pemeriksaan langsung dengan Larutan KOH dapat berhasil bila
jumlah jamur cukup banyak. Keuntungan pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cara sederhana, dan terlihat hubungan antara jumlah
dan bentuk jamur dengan reaksi jaringan. Pemeriksaan langsung harus
segera dilakukan setelah bahan klinis diperoleh sebab C. albicans
berkembang cepat dalam suhu kamar sehingga dapat memberikan
gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan klinis. Gambaran
pseudohifa pada sediaan langsung/apus dapat dikonfirmasi melalui
pemeriksaan kultur, merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis
kandidiasis superfisial (Mutiawati, 2016). Bentuk pseudohifa pada
pewarnaan KOH dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini.

Gambar 2.7 (1) Pseudohifa pada pewarnaan KOH (mata anak panah).
(2) Budding yeast cells (anak panah).
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

2. Pemeriksaan Langsung Candida albicans dengan Pewarnaan Gram


Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan Gram sedikit
membutuhkan waktu dibandingkan pemeriksaan dengan KOH.
Pemeriksaan ini dapat melihat jamur C. albicans berdasarkan
morfologinya, tetapi tidak dapat mengidentifikasi spesiesnya.
Pemulasan dengan pewarnaan Gram dapat disimpan untuk penilaian
ulangan. Pewarnaan Gram memperlihatkan gambaran seperti

19
sekumpulan jamur dalam bentuk blastospora, hifa atau pseudohyfae,
atau campuran keduanya. Sel jaringan seperti epitel, leukosit, eritrosit,
dan mikroba lain seperti bakteri atau parasit juga dapat terlihat dalam
sediaan. Jamur muncul dalam bentukan budding yeast cells dan
pseudomycelium juga terlihat pada sebagian besar sediaan seperti pada
Gambar 2.7 (Mutiawati, 2016).

3. Pemeriksaan Kultur pada Candida albicans


Media kultur yang dipakai untuk biakan C. albicans adalah
Sabouraud dextrose agar/SDA dengan atau tanpa antibiotik,
ditemukan oleh Raymond Sabouraud (1864-1938) seorang ahli
dermatologi berkebangsaan Perancis. Pemeriksaan kultur dilakukan
dengan mengambil sampel cairan atau kerokan sampel pada tempat
infeksi, kemudian diperiksa secara berturutan menggunakan
Sabouraud’s dextrose broth kemudian Sabouraud’s dextrose agar
plate. Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk endokarditis
kandidiasis dan sepsis. Kultur sering tidak memberikan hasil yang
positif pada bentuk penyakit diseminata lainnya. Sabouraud’s dextrose
broth/SDB berguna untuk membedakan C. albicans dengan spesies
jamur lain seperti Cryptococcus, Hasenula, Malaesezzia. Pemeriksaan
ini juga berguna mendeteksi jamur kontaminan untuk produk farmasi.
Pembuatan SDB dapat ditempat dalam tabung atau plate dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam, setelah 3 hari tampak
koloni C. albicans sebesar kepala jarum pentul, 1-2 hari kemudian
koloni dapat dilihat dengan jelas. Koloni C. albicans berwarna putih
kekuningan, menimbul di atas permukaan media, mempunyai
permukaan yang pada permulaan halus dan licin dan dapat agak
keriput dengan bau ragi yang khas. Pertumbuhan pada SDB baru dapat
dilihat setelah 4-6 minggu, sebelum dilaporkan sebagai hasil negatif.
Jamur dimurnikan dengan mengambil koloni yang terpisah, kemudian
ditanam seujung jarum biakan pada media yang baru untuk selanjutnya

20
dilakukan identifikasi jamur (Mutiawati, 2016). Pertumbuhan C.
albicans dan jamur lain/C. dublinensis pada SDB dapat dilihat pada
Gambar 2.8 di berikut ini.

Gambar 2.8 (1) Pertumbuhan C. albicans dan C. dublinensis pada SDB. (2)
Pertumbuhan C. albicans pada SDA berbentuk krim berwarna putih, licin
disertai bau yang khas.
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

Sabouraud’s dextrose agar plate/SDA plate direkomendasikan


untuk sampel atau bahan klinis yang berasal dari kuku dan kulit.
Media ini selektif untuk fungi dan yeast melihat pertumbuhan dan
identifikasi C. albicans yang mempunyai pH asam/pH 5,6.
Penambahan antibiotika membuat plate direkomendasikan untuk
sampel atau bahan klinis yang berasal dari kuku dan kulit. Media ini
selektif untuk fungi dan yeast melihat pertumbuhan dan identifikasi C.
albicans yang mempunyai pH asam/pH 5,6. Penambahan antibiotika
membuat media ini lebih selektif yang bertujuan untuk menekan
bakteri yang tumbuh bersama jamur di dalam bahan klinis.
Pertumbuhan pada SDA plate terlihat jamur yang menunjukkan tipikal
kumpulan mikroorganisma yang tampak seperti krim putih dan licin
disertai bau khas/yeast odour (Mutiawati, 2016).

21
4. Identifikasi Candida albicans dengan Corn Meal Candida Agar
Corn meal Candida/CMA agar berguna untuk membedakan
spesies C. albicans dengan Kandida yang lain, ditemukan oleh Hazen
and Reed. Media ini memperlihatkan bentuk hifa, blastokonidia,
chlamydospores, and arthrospores dengan jelas. Khusus pada Kandida
adalah untuk melihat bentukchlamydospores. Pemeriksaan ini juga
dapat dilakukan kultur pada kaca objek/slide culture untuk melihat
morfologi C. albicans. Bercak koloni yang diduga sebagai C. albicans
ditanam pada CMA (pH 7) kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC
selama 48-72 jam. Pertumbuhan Kandida pada CMA akan
memperlihatkan bentuk chlamydospore yang berukuran besar, sangat
refraktif, dan berdinding tebal (Mutiawati, 2016). Gambaran
chlamydospore dapat dilihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 (1) Chlamydospore. (2) Clamydospore membentuk germ tube


baru. (3) Germ tube mulai terbentuk dari hifa sejati (anak panah).
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

5. Identifikasi Candida albicans dengan Germ Tube


Germinating blastospores/germ tube terlihat berbentuk bulat
lonjong seperti tabung memanjang dari yeast cells (Reynolds-Braude
phenomenon) pada serum manusia yang ke dalamnya disuntikkan
koloni yang diduga sebagai strain Kandida ke dalam tabung kecil dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 2-3 jam. Germ tube terbentuk
dalam dua jam setelah proses inkubasi. Bagian ujung yang menempel

22
pada yeast cells terlihat adanya pengerutan/pengecilan (tidak ada
konstriksi). Bentuk germ tube dari C. albicans dapat dilihat pada
Gambar 2.9 (Mutiawati, 2016).

6. Pemeriksaan kultur dengan Hichrome Candida Agar pada Candida


albicans
Identifikasi juga dapat dilakukan dengan kultur pada media
hichrome candida agar/HCA yang digunakan untuk mendapatkan
hasil identifikasi Candida yang berbeda dan lebih spesifik. Hichrome
Candida agar/pH 6.5 digunakan untuk presumptive identification
spesies Kandida yang penting secara klinis. Bahan klinis dapat
ditanam secara langsung pada HCA dan diinkubasi pada suhu 37⁰C
selama 48 jam. Hasil positif memperlihatkan koloni terlihat berwarna
hijau kemilau (Mutiawati, 2016). Bentuk dan warna C. albicans yang
terlihat tumbuh pada HCA dapat dilihat pada Gambar 2.10 di bawah
ini.

Gambar 2.10 Candida albicans yang ditanam pada Hicrome Candida Agar
memperlihatkan warna hijau kemilau/hijau terang
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

7. Pemeriksaan Candida albicans dengan Uji Biokimiawi


Uji biokimiawi dilakukan dengan pemeriksaan asimilasi
karbohidrat untuk konfirmasi spesies kandida. Carbohydrate
assimilation test yaitu mengukur kekuatan yeast dalam

23
memaksimalkan karbohidrat tertentu sebagai bahan dasar karbon
dalam oksigen. Hasil reaksi positif mengindikasikan adanya
pertumbuhan/perubahan pH yang terjadi pada media yang diuji dengan
memanfaatkan gula sebagai bahan dasar. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu inkubasi selama 10 hari pada suhu 37ºC. Hasil
produksi berupa gas dibandingkan pH standar merupakan indikasi
adanya proses fermentasi (Mutiawati, 2016).

8. Pemeriksaan Aktivitas Fosfolipase Candida albicans


Pemeriksaan yang masih baru dan sudah mulai dilakukan pada
tahap penelitian adalah pemeriksaan aktivitas fosfolipase (Pz value).
Pemeriksaan ini mengukur enzim hidrolitik yang disekresi pada infeksi
yang disebabkan oleh C.albicans, dan juga dapat diukur aktivitasnya
adalah proteinase. Kedua enzim ini menyebabkan destruksi membran
ekstraseluler dan berperan pada proses infeksi C. albicans ketika
terjadi invasi melalui mukosa membran sel epitel. Sampel yang
dipakai pada pemeriksaan ini adalah strain C.albicans dari isolat yang
sudah diketahui, kemudian ditanam pada media agar yang
mengandung SDA (Mutiawati, 2016). Gambar 2.11 memperlihatkan
zona yang terbentuk dari koloni yang tumbuh pada media agar.

Gambar 2.11 Aktivitas fosfolipase pada koloni C. albicans yang tumbuh


pada media agar.
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

24
Pengukuran aktivitas fosfolipase dilakukan berdasarkan zona yang
terbentuk pada media agar kemudian dihitung dengan menggunakan
rumus. Hasil perhitungan tersebut kemudian dilakukan penilaian
dengan menggunakan Tabel standar (Mutiawati, 2016).

Gambar 2.12 Pengukuran dan Perhitungan Aktivasi Fosfolipase


Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

9. Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Candida albicans


Pemeriksaan serologi terhadap Candida albicans dapat
menggunakan metode imunofluoresen/fluorecent antibody test yang
sudah banyak tersedia dalam bentuk rapid test. Hasil pemeriksaan
harus sejalan dengan keadaan klinis penderita, ini disebabkan karena
tingginya kolonisasi. Pemeriksaan Candida albicans dengan metode
serologis sangat berguna untuk kandidiasis sistemik. Pemeriksaan
biologi molekuler untuk C.albicans dilakukan dengan polymerase
chain reaction/PCR, restriction fragment length polymorphism/RFLP,
peptide nucleic acid fluorescence in situ hybridization/PNA FISH dan
sodium dodecyl sulphate-poly acrylamide gel electrophoresis/SDS-
PAGE. Pemeriksaan biologi molekuler untuk Candida albicans sangat
berguna karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dari pada
pemeriksaan dengan biakan (Mutiawati, 2016).
Pemeriksaan dengan PCR untuk identifikasi spesies kandida,
hasilnya cukup cepat akan tetapi kurang sensitif dibandingkan dengan
biakan pada media. Sekarang ini belum berhasil dibuat oligonukleotida
primer yang spesifik untuk Candida albicans. Amplifikasi dengan

25
PCR dan analisis restriksi enzim dengan RFLP sudah dapat dipakai
untuk mengetahui genotipe dari Candida albicans. Pembacaan hasil
dari kedua pemeriksaan tersebut dilakukan dengan menggunakan sinar
UV illumination dan gel image dengan alat khusus, dan terbaca sebagai
bentuk pita (band). Pemeriksaan PNA FISH adalah hibridisasi asam
nukleat untuk identifikasi Candida albicans dan Candida glabrata,
dengan sampel yang dipakai adalah kultur darah. Pemeriksaan dapat
dilakukan langsung dari hasil kultur yang jamur positif, dapat juga
dilakukan pada semua jenis sampel dari media kultur darah.
Pemeriksaan ini menggunakan label fluoresen untuk melapisi
ribosomal RNA/rRNA Candida albicans (Mutiawati, 2016).
Gambaran Candida albicans dari mikroskop fluoresen dapat dilihat
pada Gambar 2.13 berikut ini.

Gambar 2.13 Candida albicans pada PNA FISH terlihat berwarna hijau
terang berfluoresen yang dilakukan pembacaan dengan mikroskop fluoresen.
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

Deteksi antibodi terhadap Candida albicans sudah dapat dilakukan


terhadap enolase dengan metode SDS-PAGE, serta deteksi antigen
jamur terhadap mannan, (1,3)-Beta-D-Glucan, dan enolase.
Pemeriksaan ini sudah dilakukan pada tahap penelitian, tetapi sampai
saat ini hasil yang didapat belum memuaskan baik dari sensitifitas
maupun spesifitiasnya. Pemeriksaan SDS-PAGE diawali dengan
membuat subkultur Candida albicans yang ditanam pada media yeast-

26
extract-peptonedextrose/YEPD. Media ini terdiri dari dekstrosa
sebagai bahan utama dan menyediakan karbon, nitrogen, mineral,
vitamin sebagai nutrisi untuk pertumbuhan jamur. Hasil biakan
disentrifugasi kemudian dilakukan pemeriksaan fraksinasi sel dengan
SDS-PAGE. Pembacaan hasil dilakukan dengan pengukuran, dan
melihat profil polypeptide band dengan menggunakan seperti pada
Gambar 2.14 (Mutiawati, 2016).

Gambar 2.14 Profil polypeptide band SDS-PAGE dari enolose C.albicans:


(1) maker protein standar, dan (2) sampel enolase.
Sumber: Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada
Candida Albicans. Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit
terutama di negara-negara tropis. Jamur yang dapat menyebabkan infeksi
antara lain Candida albicans dan Aspergillus sp. Penyakit yang
disebabkan oleh Candida dikenal dengan kandidiasis. Sedangkan Penyakit
yang di sebabkan oleh Aspergillus sp adalah aspergillosis. Ada berbagai
cara penanganan sampel Candida sp baik dengan pemeriksaan langsung
maupun dengan biakan kultur.

B. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik kami sebagai penulis
menyarankan kepada pembaca untuk menambah pengetahuan tentang
Jamur Candida sp dan Aspergillus sp dengan mencari lebih banyak
literatur baik di toko buku maupun di perpustakaan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal R, dkk. 2013. Alergi Bronchopulmonary Aspergillosis: Tinjauan Literatur Dan


Usulan Kriteria Diagnostik Dan Klasifikasi Baru. Clin Exp Allergy. 2013
Agustus, 43 (8): 850-73

Barnes PD, dan Marr KA. 2006. Aspergillosis: Spektrum Penyakit, Diagnosis, Dan
Pengobatan. Menginfeksi Dis Clin Utara Am. 2006 September, 20 (3): 545-61, vi.

Brooks, G.F, dkk. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Terjemahan. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC

Dina, K. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Aspergillus sp. Pada Roti Tawar yang Dijual di
Kota Padang Berdasarkan Suhu dan Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan
Andalas Padang

Frobisher and Fuerst’s. 1983. Microbiology in Health and Disease. 15th edition. Igaku
Shoin. Sounders International Edition.

Gandahusada, Srisasih, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
penerbit FK UI

Hasanah, Uswatun. 2017. Mengenal Aspergillosis, Infeksi Jamur Genus aspergillus.


Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (30)

Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates

Hare, R. 1993. Mikrobiologi dan Imunologi. Yogyakarta: Penerbit yayasan essential


medica

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 1986. Mikrobiologi Kedokteran.


diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Jakarta: EGC Press

29
Kuswadji. 1987. Kandidiosis. Dalam: Editor Edhi D. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Mutiawati, Vivi Keumala. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Candida Albicans.


Jurnal kedokteran syiah kuala volume 16 no.1 hal 53-63

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Suprihatin, S. 1982. Candida dan Kandidiasis Pada Manusia. Balai Penerbiatan Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI

Syafuddin, Arie Nur. 2017. Identifikasi Pertumbuhan Aspergillus sp. Pada Roti Tawar
yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Masa Sebelum dan Sesudah Kadaluarsa.
Karya Tulis Ilmiah Program Studi Diploma III Stikes Insan Cendekia Medika
Jombang

30

Anda mungkin juga menyukai