PENDAHULUAN
Regio wajah merupakan salah satu daerah yang rawan untuk terjadi trauma karena
terekspos pada tubuh. Fraktur dari mandibular merupakan fraktur tersering pada wajah dengan
persentase sebanyak 63 – 95 %. Angka kejadian fraktur mandibular dilaporkan terjadi sebanyak
11 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya. Salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
fraktur mandibular adalah osteomyelitis dengan insidensi 2.9 – 14%. Kebanyakan pasien dengan
osteomyelitis pada wajah berkisar antara usia 20 – 50 tahun. Karena alasan ini, osteomyelitis pada
mandibular berhubungan dengan masalah kesehatan, sosioekonomi, dan psikologis.
Pembagian secara umum untuk osteomyelitis yaitu osteomyelitis akut dan kronis.
Osteomyelitis akut berkisar kurang dari 4 minggu sedangkan untuk osteomyelitis kronis berkisar
lebih dari 4 minggu. Osteomyelitis pada wajah merupakan penyakit yang sulit ditangani karena
apabila dalam bentuk kronik maka kemungkinan untuk rekurensi cukup tinggi. Osteomyelitis pada
mandibula secara garis besar dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe supuratif dan non-supuratif.
Pada tipe supuratif terdapat adanya pusndan atau fistula dan atau sequestration yang khas.
Selain itu juga terdapat istilah primary chronic osteomyelitis (PCO) yang merujuk kepada kejadian
penyakit non supuratif inflamasi dengan etiologi yang tidak diketahui. PCO terjadi pada semua
rentang usia tanpa perbedaan. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan juga beragam, mulai dari
sulit membuka mulut dan limfadenopati regional sampai hilangnya sensasi alveolar inferior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka yang paling besar dan
kuat. Mandibula merupakan satu – satunya tulang pada tengkorak yang dapat bergerak. Mandibula
dapat ditekan dan diangkat pada waktu membuka dan menutup mulut. Dapat ditonjolkan, ditarik
ke belakang dan sedikit digoyangkan dari kiri ke kanan dan sebaliknya sebagaimana terjadi pada
waktu mengunyah. Pada perkembangannya tulang ini terdiri dari dua belahan tulang yang bersendi
di sebelah anterior pada simpisis mental, persatuan kedua belahan tulang ini terjadi pada umur dua
tahun membentuk sebuah korpus yang letaknya horisontal dan berbentuk seperti tapal kuda,
menjorok ke muka serta mempunyai dua buah cabang yang menjorok ke atas dari ujung posterior
korpus.
1) Permukaan eksternus
Permukaan eksternus kasar dan cembung. Pada bagian ini terdapat suatu linea
oblikum yang meluas dari ujung bawah pinggir anterior ramus menuju ke bawah dan ke
muka serta berakhir pada tuberkumum mentale di dekat garis tengah. Dan terdapat juga
foramen montale yang terletak di atas linea oblikum dan simpisis menti yang merupakan
rigi di garis tengah yang tidak nyata di bagian atas pada tengah pada tempat persatuan dari
kedua belahan foetalis dari korpus mandibula.
2) Permukaan internus
Permukaan internus agak cekung. Pada permukaan ini terletak sebuah linea
milohyodea, yang meluas oblik dari di bawah gigi molar ke tiga menuju ke bawah dan ke
muka mencapai garis tengah, linea milohyodea ini menjadi origo dari muskulus
milohyodeus. Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari fossa submandibularis.
Merupakan lekuk dari gigi geligi tetap. Terdapat delapan lekuk dari masing –
masing belahan mandibula ( dua untuk gigi seri, satu untuk gigi taring, dua untuk gigi
premolar dan tiga untuk gigi molar). Pada orang tua setelah gigi – gigi tanggal lekuk –
lekuk ini tidak tampak karena atropi tulang yang mengakibatkan berkurangnya lebar corpus
mandibula.
Pinggir ini tebal dan melengkung yang melanjutkan diri ke posterior dengan pinggir
bawah ramus. Sambungan kedua pinggir bawah ini terletak pada batas gigi molar ke tiga,
di tempat ini basis disilang oleh arteri fasialis. Fossa digastrika yang merupakan lekukan
oval terletak pada masing – masing sisi dari garis tengah. Merupakan origo dari venter
anterior muskulus digastrikus. Sepanjang seluruh basis dilekatkan lapis dari fasia kolli dan
tepat di atasnya (superfasialis) dilekatkan platisma.
B. Ramus
Permukaan ini kasar dan datar. Bagian posterior atas licin yang berhubungan
dengan glandula parotis. Sisa dari permukaan merupakan insersio dari muskulus masseter.
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang merupakan awal dari
kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus dentalis dan pembuluh – pembuluh darahnya.
1.Pinggir superior, merupakan insisura – insisura tajam dan cekung mandibularis di antara
prosesus – prosesus koronoideus dan prosesus kondiloideus.
3.Pinggir posterior, tebal dan alur – alur merupakan permukaan medialis dari glandula
parotis.
4.Pinggir inferior, melanjutkan diri dengan pinggir inferior korpus dan bersama – sama
membentuk basis mandibular
2.2 Osteomyelitis pada rahang
2.2.1 Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan struktur-
struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik.
2.2.2 Epidemiologi
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada
bayi, infant, dan juga rentang usia lainnya. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan
(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna,
dan fibula.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan
osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan.
Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester
yang dibungkus involukrum.
Untuk klasifikasi dari osteomyelitis pada rahang dibagi menjadi 2 tipe. Tipe yang pertama
yaitu osteomyelitis supuratif dimana pathogen infeksius dapat diidentifikasi pada pus, abses, dan
sequestration. Beberapa peneliti beranggapan bahwa tipe ini merupakan inflamasi pada sumsum
tulang dan korteks dengan pathogenesis berkaitan secara langsung dengan mikroorganism
pathogen. Tipe osteomyelitis pada rahang yang lain adalah non supuratif dimana onsetnya timbul
secara tidak jelas biasanya muncul dengan pathogen yang tidak dapat diidentifikasi.
Manifestasi klinis yang dapat timbul yaitu adanya nyeri lokal yang terjadi secara intense,
nyeri tekan, demam, nyeri saat menelan, timbulnya purulent, fistula intraoral, trismus, hipoestesia,
dan dapat pula terjadi fraktur patologis. Hal ini dapat terjadi terutama pada osteomyelitis tipe
supuratif. Pada osteomyelitis tipe non supuratif dikarakteristik sebagai nyeri rekuren, bengkak,
sulit membuka mulit, tidak adanya supurasi, periostitis, dan terkadang dapat terlihat regional
limfadenopati
2.2.5 Diagnosis
Osteomyelitis pada rahang merupakan keadaan yang sulit untuk didiagnosis dan
ditatalaksana. Terdapat beberapa cara untuk diagnosis pada manifestasi yang berbeda pada
osteomyelitis rahang, beberapa dari subklasifikasi dan lainnya dengan kondisi yang sama tetapi
berbeda stadium. Cara untuk mendiagnosis biasanya melihat dari gambaran radiologi, fokus
infeksi, rentang usia pasien, dan keberadaan pus. Banyak cara untuk mendiagnosis pasien
osteomyelitis namun yang saat ini terdapat pada guideline yaitu dengan cara anamnesis riwayat
pasien serta melihat maniffestasi klinis yang ditimbulkan, teknik pencitraan, kultur, dan analisa
histologis.
2.2.6 Pemeriksaan pencitraan
PET scan dengan fludeoxy glucose F18 untuk diagnosis pasien dengan osteomyelitis
rahang menunjukkan hasil yang cukup baik terlebih lagi apabila dikombinasikan dengan
penggunaan CT scan. Kedua modalitas ini apabila digabungnkan dapat melihat struktur anatomi
dan status metabolic secara jelas. Namun apabila PET scan hanya digunakan sebagai alat modalitas
tunggal memberikan hasil negatif palsu dan positif palsu yang cukup tinggi.
MRI scan dengan agen kontras gadolium menunjukkan perubahan pada osteomyelitis
stadium awal dan berguna untuk mendeteksi osteomyelitis pada fase akut. MRI tidak memberikan
hasil spesifik yang tinggi untuk menentukan diagnosis namun dapat melihat lesi ekstensi dan
berguna untuk memantau perjalanan penyakit. Namun kekurangan dari MRI adalah terbatas untuk
dapat membedakan antara edema dan infeksi dengan keberadaan implant metal yang dapat
mempengaruhi hasil.
Nuclear scan dengan agen technetium 99m memberikan hasil yang cukup baik. Agen lain
seperti indium 111 dan gallium 67 juga dapat digunakan. Bone scintigraphy dengan Single Photon
Emission Computed Tomograpny (SPECT) dilaporkan merupakan pemeriksaan dengan tingkat
sensitifitas yang cukup tinggi yaitu 84%. Pada pemeriksaan ini dapat dilihat aktifitas osteoblast
pada saat akan melakukan bone remodeling.
Selain pemeriksaan pencitraan, dapat pula dilakukan pemeriksaan imunologis. Pada
osteomyelitis akut, lekuosit dapat meningkat secara signifikat diatas 15.000 pada sepertiga pasien.
Dapat juga dilihat adanya peningkatan ESR dan CRP. Untuk osteomyelitis kronis, pemeriksaan
IgA dan IgM memberikan hasil yang kurang baik sedangkan IgG memberikan hasil yang cukup
baik dengan sensitifitas dan spesifisitas 46% dan 75%.
Berikut merupakan teknik pencitraan dan karakteristik dapat dilihat pada tabel 1.
2.2.7 Tatalaksana
Secara garis besar tatalaksana dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksaga pembedahan dan non-
pembedahan.
Pembedahan
Non-pembedahan
NSAIDs berguna sebagai terapi kuratif untuk osteomyelitis kronis. Menurut penelitian,
NSAID berguna untuk meningkatkan jumlah sel stem dan progenitor di peredaran darah sebanyak
4 sampai dengan 6 kali. Steroid sistemik dapat digunakan untuk meredakan gejala meskipun belum
ada data yang menunjang.