Anda di halaman 1dari 8

3.

Sejarah Awal Koperasi di Indonesia


Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya
berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Sistem perekonomian liberal di Indonesia
mulai dilaksanakan setelah pemerintah Kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan sistem
tanam paksa. Penindasan yang terus-menerus terhadap rakyat Indonesia yang cukup lama
menjadikan kondisi rakyat umumnya parah. Namun demikian beruntung karena semangat
bergotong-royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Kemudian
timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk “koperasi”.
Selain itu, adanya politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda
yang turut memikirkan nasib penderitaan rakyat indonesia, seperti halnya koperasi di
Indonesia yaitu E. Sieburgh (kepala daerah Purwokerto) dan De Wolf van Westerrede
(pengganti Sieburgh) keduanya banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang perama di
Tanah air Indonesia, yaitu di Purwokerto.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di
Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Kegiatan R
Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen
Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank
secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti
mulailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan-pinjam yang dapat berkembang ialah
model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya
koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun
1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan
cara membuka toko-toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan sosial dan politik menimbulkan kecurigaan
Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya
tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat
perkembangan koperasi. Hal ini terbukti dengan adanya undang-undang koperasi pada tahun
1915, yang disebut “Verordening op de Cooperative Vereenigingen” yakni undang-undang
tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk segala bangsa, jadi bukan khusus untuk
Indonesia saja. Undang-undang koperasi tersebut sama dengan undang-undang koperasi di
Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah pada tahun 1925), dengan perubahan ini maka
peraturan koperasi di Indonesia juga diubah menjadi peraturan koperasi tahun 1933 LN nomor
108. Di samping itu pada tahun 1927 di Indonesia juga mengeluarkan undang-undang nomor
23 tentang peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah Belanda tidak mencabut undang-
undang tersebut, sehingga terjadi dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di
Indonesia. Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional
mengalami kesulitan untuk berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Anggaran dasar koperasi harus ditulis dalam bahasa Belanda.
2. Pengesahan harus dilakukan oleh notaris.
3. Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda
Meskipun kondisi undang-undang di Indonesia demikian, pergerakan dan upaya bangsa
Indonesia untuk melepaskan diri dari kesulitan ekonomi tidak pernah berhenti. Pada tahun
1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” oleh dokter Soetomo yang juga pendiri
Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi.
Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir.
Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi. Keputusan kongres
koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk harus
didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada
umumnya.
Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan
Koperasi dengan tugas:
a) Memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk
perdagangan;
b) Dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;
c) Memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara
perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan;
d) Penerangan tentang organisasi perusahaan;
e) Penyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia.
Setelah itu pada tahun 1942 saat masa pendudukan tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas
menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan
distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan
tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan
sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-
barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi
yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui
“Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintahn tentara Jepang
sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan
masyarakat pada umumnya.

4. Sejarah Koperasi Setelah Indonesia Merdeka


4.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Koperasi pada Kurun Waktu Mempertahankan
Kemerdekaan (1945-1949)
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam suasana sebagai
Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru
kemudian setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas
perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang
“Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di
dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu
perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan
bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas
kekeluargaan tersebut adalah koperasi.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat
sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia bertindak
aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai
jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuan tentang
koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se-Jawa yang pertama di
Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari
Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus,
pegawai dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi
dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik Indonesia
serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan terhadap gerakan
koperasi.
Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad
No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda menguasai
sebagian wilayah Indonesia yang isinya hampir sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat
di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai
dengan keadaan Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan koperasi.

4.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Koperasi pada Kurun Waktu (1950 - 1965)
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan dan
diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk
mengembangkan perkoperasian. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat
Kabinet Wilopo antara lain mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
 Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan
gerakan koperasi;
 Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
 Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar
koperasi.
Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut, koperasi makin
berkembang dari tahun ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres
koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI).
Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan
mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah
penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang
Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang
ke III di Jakarta. Keputusan Kongres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan
International Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79
Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang
ini disusun dalam suasana Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada
tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih baik dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan
peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama
tentang perkoperasian yang disusun oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam suasana
kemerdekaan.
a) Peraturan Pemerintah (PP) no. 60 tahun1959
Merupakan peraturan peralihan sebelum dicabutnya UU Koperasi tahun 1958 no 79
untuk merumuskan pola perkoperasian sehubungan dengan PP no. 60 tahun 1959,
yang menetapkan antara lain:
 Koperasi berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan ekonomi terpimpin.
 Menjadikan Manipol sebagai landasan Idiil koperasi.
b) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1960
Sehubungan dengan instruksi Presiden ini, untuk mempercepat perkembangan
koperasi, telah dibentuk BAPENGKOP (Badan Penggerak Koperasi) beranggotakan
petugas pemerintahan. Pemerintah menjadikannnya sebagai penyalur bahan-bahan
pokok dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar, akan tetapi hal ini dapat
mematikan inisiatif koperasi, juga tidak membawa perbaikan terhadap mentalitas
koperasi, dan dapat menimbulkan penyelewengan penyelewengan dalam tubuh
koperasi.
c) Instruksi presiden Nomor 3 tahun 1960
Satu-satunya yang benar-benarnya bermanfaat bagi perkembangan koperasi pada
masa itu ialah tentang peningkatan pendidikan koperasi. Kegiatan ini dapat
menciptakan insan-insan koperasi yang bermental tinggi, jujur, terampil, giat dan
bergairah kerja untuk meningkatkan usaha koperasi.
d) Musyawarah nasional koperasi ke-1 (MUNASKOP I)
Dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 21 april 1961 dengan tujuan untuk lebih
menyempurnakan dan atau mensejalankan perkoperasian nasional dengan garis-garis
ekonomi terpimpinnya Bung Karno.
e) Musyawarah Nasional Koperasi ke-2 (MUNASKOP II)
Bertempat di Jakarta pada bulan Agustus 1965. Bung Karno juga mensahkan UU
koperasi nomor 14 tahun 1965 dengan pengertian koperasi “merupakan organisasi
ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat pesemaian insan masyarakat
serta wahana menuju sosialisasi Indonesia berdasarkan Pancasila”. Hal ini sangat
membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian. Munaskop II ini
dalam sidangnya mengesahkan sebuah keputusan seperti rencana kerja 4 tahun: dalam
rencana kerja 4 tahun ini mencakup realisasi Undang-undang Nomor.14/1965, pasal
24 ayat 1 mengenai Gerakan Koperasi Indonesia dan Pembubaran KOKSI.

4.3. Perkembangan Koperasi pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan Reformasi
Pada saat kepemimipinan Presiden Soeharto, pemerintahan ini mengadakan
pembersihan keseluruh tubuh pemerintah termasuk badan-badan kemasyarakatan dan
khusus koperasi diadakan pula perubahan-perubahan untuk mengembalikan fungsi dan
hakiki dari gerakan koperasi Indonesia. Pembuatan kembali kebijaksanaan baru yang
memberikan kebebasan kembali kepada gerakan koperasi agar bekerja sesui dengan azas-
azasnya, yaitu :
1) Memupuk dan menghidupkan kembali dasar-dasar demokrasi Pancasila.
2) Memupuk dan menghidupkan kembali pengertian bahwa koperasi harus memiliki
dasar Swadaya untuk mencapai tujan yang mulia. Menyusun secara berangsur-
angsur peraturan sebijaksana mungkin untuk pengamanan azas-azas dan dasar
koperasi yang lebih bersifat dorongan dari pada mengekang.
3) Menyiapkan Undang-Undang koperasi baru sebagao pengganti UU koperasi No.14
tahun 1965 karena telah menyelewengkan azas-azas dan sendi-sendi koperasi dari
kemurniannya.
TAP MPR nomor IV tahun 1973 menegaskan tentang perlunya meningkatkan kegiatan
koperasi agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya dalam tatanan perekomonian
Indonesia. Pada masa pembangunan ini telah berbagai usaha dilakukan untuk
mengembalikan sendi-sendi koperasi pada azas sebenarnya dan telah berhasil diusahakan
menghilangkan pengaruh politik dalam kehidupan berkoperasi. Dan dalam rangka
memperbaiki kemampuan pembiayaan dan permodalan koperasi diusahakan juga berbagai
langkah kegiatan.
Sesuai dengan upaya dan kerja keras segenap aspek masyarakat dan pemerintah pada
masa ini jumlah koperasi berkembang baik dari segi kuantitas maupun kualitas dan mencapai
keberhasilan di berbagai sektor seperti KUD (koperasi unit desa) sebagai penjelmaan
Koperasi pertanian dan koperasi pedesaan yang serba guna dan efektif dalam pembangunan
masyarakat pedesaan yang harus lebih dikembangkan tingkat-tingkat usahanya.
Berikut beberapa kejadian perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman orde baru
hingga sekarang:
1) Pada tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mengesahkan Undang-Undang
Koperasi No.12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-Undang No.14 tahun 1965.
2) Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi
Indonesia (GERKOPIN).
3) Pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya
dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
4) Pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang
perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh bagi koperasi
Indonesia.
5) Pada tahun 2012, disahkan Undang-Undang No.17 tahun 2012 tentang perkoperasian
di Indonesia. Undang-Undang ini merupakan hasil revisi Undang-Undang No.25 tahun
1992 yang dianggap sudah tidak terlalu cocok dengan perkembangan di Indonesia saat
ini.
SUMBER:

Panji Anoraga, Ninik Widayanti. 1993. Dinamika Koperasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Pattipeilohy, Gilbert. 2016. Sejarah Perkembangan Koperasi


https://www.academia.edu/11954972/Sejarah_perkembangan_koperasi (Diakses 9
Februari 2019)

Redana, Puja. 2015. Sejarah dan Perkembangan Koperasi di Indonesia


https://www.academia.edu/16006347/Sejarah_dan_perkembangan_koperasi_di_Indonesi
a_fix (Diakses 9 Februari 2019)

Anda mungkin juga menyukai