METODOLOGI PENELITIAN “Permasalahan-Permasalah tentang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan”
Oleh:
HERLIN SETYAWAN 16063066
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2018 Summary Permasalahan-Permasalahan Tentang Pendidikan Teknilogi dan Kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki
pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun secara profesional dan ikut bergerak di dunia usaha atau perusahaan. Misi utama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah untuk mempersiapkan peserta didik sebagai calon tenaga kerja yang memiliki kesiapan untuk memasuki dunia kerja. Keberadaan SMK dalam mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah yang terampil masih perlu ditingkatkan. Karena kesiapan lulusan SMK untuk menghadapi dunia kerja belum tercapai dengan baik, ada 2 faktor yang mempengaruhi kesiapan lulusan SMK untuk memasuki dinia kerja yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kematangan baik fisik dan mental, tekanan, dorongan, kreativitas, minat, bakat, intelegensi, kemandirian, penguasaan, ilmu pengetahuan dan motivasi. Faktor eksternal meliputi peran masyarakat keluarga, sarana prasarana, sekolah, informasi dunia kerja dan pengalaman Praktik Kerja Industri. Faktor yang mempengaruhi Kesiapan Kerja peserta didik didapat dari diri peserta didik sendiri, sekolah dan masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Herminanto (1986: 6) “faktor yang mempengaruhi kesiapan mental kerja adalah prestasi belajar, keadaan ekonomi orang tua, bimbingan sosial, bimbingan karier, dan pengalaman kerja siswa”. Faktor yang paling mempengaruhi adalah Motivasi Memasuki Dunia Kerja dan Pengalaman Praktik Kerja Industri. Simanjuntak (1993: 20) mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal belum merupakan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa lowongan kerja yang tidak terisi umumnya disebabkan oleh rendahnya Kesiapan Kerja atau keterampilan yang dimiliki lulusan kurang cocok dengan kebutuhan dunia kerja. Pengetahuan yang diperoleh dari suatu mata pelajaran kejuruan belum cukup digunakan sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja, sehingga diperlukan dorongan kepada peserta didik berupa Motivasi Memasuki Dunia Kerja dan pengalaman yang nyata dari dunia usaha melalui Praktik Kerja Industri. Pendidikan menengah kejuruan di SMK terindikasi terdapat gejala yang konsisten bahwa program pendidikan di SMK, tidak dapat memenuhi kebutuhan riil dunia usaha dan industri. Program pendidikan bersifat “supply driven” karena jenis program studi, materi pendidikan, cara mengajar, media belajar, evaluasi dan sertifikasi lebih ditentukan oleh provider utama, yaitu Pemerintah bukan dari pihak perusahaan dan industri selaku pengguna dari lulusan SMK. Program pendidikan kejuruan di sekolah bersifat monoton dan tidak peka terhadap perubahan kebutuhan lapangan kerja. Program pendidikan belum berorientasi terhadap kebutuhan pasar kerja yang berubah. Menurut statistik pengangguran, SMK merupakan satuan pendidikan yang melahirkan angka pengangguran tertinggi (Sakernas,2005 s/d 2009). Pendidikan kejuruan di sekolah telah menimbulkan permasalahan struktural yang menjadikan kurangnya relevansi dengan lapangan kerja. Perkembangan program studi bersifat konstan (constant) karena perangkat pendidikan dibentuk secara legal- formal, yang dapat membatasi ruang kreativitas para pengelola program dan terkesan “menghindari” perubahan. Sebaliknya dunia usaha terus berubah (variable), bahkan teknologi baru-pun lebih dahulu masuk ke dunia usaha karena mengikuti tuntutan pasar sedangkan pendidikan kejuruan di sekolah terhambat oleh pengadaan teknologi baru dikarenakan sulitnya pengadaan alat untuk menunjang kompetensi siswa untuk tetap mengikuti perubahan teknologi terbaru. Tujuan SMK dan relevansinya terhadap perkembangan kebutuhan dunia kerja sudah jauh dari tujuan awal SMK. Pendidikan kejuruan di sekolah atau SMK di bentuk oleh Pemerintah berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah pasal 3 ayat 2 yang mengatakan tujuan pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Menurut Sudira. P (2012; 2) mengatakan “dalam sebuah program pendidikan defenisi nama atau istilah harus sesuiai dengan isi, visi dan misi program pendidikan itu sendiri”. Dalam hal ini tujuan SMK yaitu menyiapkan siswa untuk dapat bekerja tetapi pada kenyataannya lapangan pekerjaan dari tahun ke tahun semakin tidak seimbang dengan jumlah pencari kerja, dalam hal ini Pendidikan kejuruan harus di reformulasi kembali termasuk diredesain kembali karena sudah tidak sesuai atau tujuan SMK tidak dapat diterapkan karena jumlah pencari kerja sudah tidak sesuai dengan jumlah lapangan pekerjaan yang ada.