Anda di halaman 1dari 34

1.

Syok
Definisi
Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jarinagn, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok
terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok
bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.
Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis
sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan
juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama
pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital
(otak, jantung, paru-paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan
patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.

Klasifikasi

Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Syok Hipovolemik
Syok yang disebabkan karena tubuh :
- Kehilangan darah/syok hemoragik
a. Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
b. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit
a. Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
b. Internal : asites, obstruksi usus

2. Syok Kardiogenik

Kegagalan kerja jantungnya sendiri. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan


karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).

3. Syok Distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)


- Syok Septik

Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.

- Syok Anafilaktif

Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang


mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran
kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.

Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa

- Syok Neurogenik

Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan


karena disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.

Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok.

4. Syok Obtruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)

Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata


menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung.

Misalnya : tamponade kordis, koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner


primer.

Patofisiologi

Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa
lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-
macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun
saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan
kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal
sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut,
curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :

1. Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran
darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun.

2. Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel.

Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga


terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke
jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi
koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).

Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan


respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia
menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi
jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus,
pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.

Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan.


Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,
terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

3. Fase Irrevesibel/Refrakter

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang
meliputi :

1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal


2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan
lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak
sadar.
4. Sistem pencernaan : mual, muntah
5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering.
7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung
yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya
diraba.

Diagnosis

a. Syok membakat (Impending shock)

1. Penurunan atau perubahan kesadaran


2. Hipotensi, pada orang dewasa tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg. Bila
terdapat keraguan (pasien hipertensi), amati tanda vital ortostatik.
3. Tanda vital ortostatik (terutama pada syok hipovolemik), yaitu perbedaan tekanan
darah dan atau frekuensi nadi pada posisi telentang dengan posisi duduk atau
berdiri sebesar 10 mmHg dan atau di atas 15 kali/menit. Fenomena ini merupakan
indikasi kuat kekurangan volume cairan intra vaskular ringan sampai sedang.
4. Hipotensi perifer. Kulit teraba dingin, lembab, dan isi nadi lemah.

b. Tingkat syok
1. Syok ringan; kehilangan volume darah dibawah 20% dari volume total.
Hipoperfusi hanya terjadi pada organ non vital seperti kulit, jaringan lemak, otot
rangka, dan tulang. Gambaran klinik perasaan dingin, hipotensi postural,
takikardi, pucat, kulit lembab, kolaps vena-vena leher, dan urin yang pekat.
Kesadaran masih normal, diuresis mungkin berkurang sedikit dan belum terjadi
asidosis metabolik.
2. Syok sedang; kehilangan 20% sampai 40% dari volume darah total. Hipoperfusi
merambat ke organ non vital seperti hati, usus dan ginjal, kecuali jantung dan
otak. Gambaran klinik haus, hipotensi telentang, takikardi, liguria atau anuria,
dan asidosis metabolik. Kesadaran relatif normal.
3. Syok berat; kehilangan lebih dari 40% dari volem darah total. Hipoperfusi terjadi
juga pada janberattung atau otak. Gambaran klinik; penurunan kesadaran (agitasi
atau delirium), hipotensi, takikardia, nafas cepat dan dalam, oliguria, asidosis
metabolik.

Terapi umum

a. Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak
maksimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh.
b. Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala
menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas buatan.
c. Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanukl yang besar (18, 16)
d. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila
tekanan darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba periksa
dengan posisi duduk atau berdiri.
e. Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium : darah
lengkap, penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit. Sampel darah
sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan.
1. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada v.safena magna atau
v.basilika dengan kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi. Dengan
memakai kateter yang panjang untuk kanulasi v.basilika dapat sekaligus
untuk mengukur tekanan vena sentral (TVS).
2. Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah satu
vena ekstrimitas atas atau vena besar leher dilakukan dengan kateter nomor
18-20.
f. Perubahan nilai PaCO2, PaO2, HCO3, dan PH oada analisis gas darah dapat
dipakai sebagai indikator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat
asidosis metabolik, dan hipoperfusi jaringan.
g. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka dan
sesuaikan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg.
h. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit untuk
mempertahankan nilai Ph tetap di atas 7,1, walaupn koreksi asidosis metabolik
yang terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan.
i. Terapi medikamentosa segera
1. Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat (tensi/nadi
hampir tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000 intra muskuler
atau 0,1-0,2 mg larutan 1 : 1000 dalam pengenceran denan 9 ml NaCl 0,9 %
intra vena. Adrenalin jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena
adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi larutan basa.
2. Infus cepat dengan Ringer’s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok
hipovolemik. Dapat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L).
3. Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5
Ug/kg/menit (larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%.
Setiap ml larutan mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara
bertahap dapat ditingkatkan hingga 10-20 Ug/kg/menit. Pemberian
vasopresor pada hipovolemia sedang sampai berat tidak bermanfaat.
j. Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok
adalah salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan
keseimbangan elektrolit, asam dan basa.
k. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin.
l. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat
kegawatan syok.
Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan
intensif

Syok Hipovolemik

Etiologi

a. Perdarahan (syok hemoragik), isalnya taruma.


b. Kehilangan plasma, misalnya luka bakar, peritonitis.
c. Kehilangan air dan elektrolit, misalnya muntah, diare.

Patogenesis dan Patofisiologi

Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa


saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahn terselubung adalah antara lain
trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan
peritonitis.

Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intra vaskular yang
berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan
peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa
takikardia, respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan.
Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok, mungkin tekanan
darah dan diuresis tidak banyak terganggu pada syok hipovolemik yang ringan.

Diagnosis

Dasar diagnosis kerja adalah gambaran klinik dan gangguan hemodinamik yang jelas.

Penatalaksanaan

a. Letakkan pasien pada posisi telentang


b. Beri oksigen sebanyak 5 – 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka
c. Lakukan kanulasi vena tepi dengan kateter no.16 atau 14 perkutaneus atau vena seksi.
Kalau perlu jumlah kanulasi vena 2 – 3 tergantung pada tingkat kegawatan syok.
Kanulasi dapat dilakukan pada :

1. Vena safena magna

2. Vena basilika. Gunakan kateter panjang untuk mancapai dan mengukur TVS

3. Vena femoralis

Kanulasi vena sentral perkutaneus pada syok hipovolemik berat harus dicegah
karena mungkin vena-vena besar kolaps dan mudah terjadi komplikasi pneumotoraks
dan atau hematotoraks. Kedua komplikasi dapat memperberat kondisi pasien bahkan
kematian.

d. Beri infus dengan cairan kritalid atau koloid. Tujuan utama terapi adalah untuk
memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin. Jenis cairan
kristaloid antara lain garam fisiologi (garam normal), NaCl hipertonik atau larutan
garam berimbang seperti ringer’s laktat, ringer’s asetat. Jenis cairan koloid antara lain
darah, plasma, dan komponen darah (plasma beku segar, albumin, plasmanat) atau
pengganti plasma (plasma substitutes) seperti dekstran 40 dan 70.

Pilihan cairan resusitasi

a. Syok ringan sampai sedang


Kedua jenis cairan dapat digunakan. Faktor yang menentukan pilihan terutama
adalah biaya.
b. Syok sedang sampai berat
Pada keadaan ini pemebrian cairan parenteral harus berhati-hati, karena sering
terdapat kebocoran endotel kapiler pada lokasi trauma maupun organ lain. Cairan
infus hendaknya dipilih berdasarkan pada prinsip Starling serta jenis cairan yang
hilang/kurang (darah atau plasma)
- Syok hemoragik
Sebagai terapi awal atau resusitasi banyak digunakan cairan garam
berimbang karena harganya murah, mudah diperoleh, cukup efektif untuk
segera memulihkan volume intra vaskular serta menimbulkan hemodilusi
sementara yang bermanfaat untuk mikrosirkulasi sebelum transfusi dilakukan.
Pada orang dewasa cairan garam berimbang dapat diberikan sebanyak 2-3 L
selama 20-30 menit untuk memulihkan tekanan darah, tekanan vena sentral,
dan diuresis.
- Syok persisten
Pada syok yang tidak membaik dengan pemberian cairan ringer laktat 2-3
L atau syok berulang, segera lakukan pemeriksaan golongan darah. Kegagalan
resusuitasi dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan karena
perdarahan massif. Karena itu harus dipikirkan untuk segera mengambil
tindakan hemostasis dengan pembedahan.
- Syok hipovolemik non hemoragik
Dehidrasi, peritonitis, ileus obstruktif umumnya hanya memerlukan cairan
garam berimbang untuk keperluan resusitasi. Pemberian garam berimbang
sebanyak 2-3 liter dalam waktu 30-60 menit umumnya cukup efektif untuk
segera memenuhi sirkulasi.

Jenis cairan

a. Larutan kristaloid
Dari semua jenis kristaloid, ringer’s laktat paling banyak digunakan. Laktat
dirubah menjadi bikarbonat yang dapat membantu memperbaiki asidosis metabolik
yang sering menyertai syok.
b. Larutan koloid
- Darah
Transfusi sebaiknya menggunakan darah yang sesuai meskipun harus
diperoleh dalam waktu yang cukup lama (45 menit atau lebih). Pada keadaan
yang mendesak, transfusi dapat menggunakan darah golongan O (donor
universal) walaupun secara teoritis dapat menyebabkan kesulitan penentuan
karena terjadi isoimunisasi.
- Plasma atau larutan albumin
Kedua jenis larutan efektif sebagai volume ekspander tetapi pada syok
berat atau berlanjut (prolonged shock), mungkin kedua cairan dapat
memperberat udema interstitial karena keluar dari ruang intra vaskular akibat
kebocoran endotel kapiler. Karena itu, banyak yang menganjurkan untuk
menunda pemberian plasma atau albumin sampai 24 jam setelah syok dapat
diatasi. Perlu juga dipertimbangkan kemungkinan kontaminasi virus hepatitis
pada pemberian plasma.
- Penggantian plasma
Pengganti plasma pernah digunakan pada awal syok hipovolemik,
walaupun banyak yang tidak menganjurkan. Dekstran 40 dan 70 mungkin
menyebabkan gangguan fungsi retikuloendotelial. Dekstran 70 dapat
menyulitkan penentuan golongan darah karena bersifat menyelubungi eritrosit
(coated). Dekstran 40 dapat menyebabkan diatesis hemoragik karena bersifat
menyelubungi trombosit, hal ini juga terjadi dengan Hetastarch (Hespan).
- Monitor Resusitasi

Penentuan resusitasi

Pemberian cairan parenteral pada resusitasi syok hipovolemik sebaiknya dituntun


oleh parameter fisiologik penting dan bukan oleh suatu formula. Petunjuk bahwa
resusitasi berhasil antara lain TVS mendekati nilai normal (3-8 cm H2O), diuresis di atas
0,5 ml/kgBB/jam, kesadaran membaik, perfusi perifer membaik dan curah jantung
meningkat (curah jantung normal = 3,5 L/menit, tensi mendekati normal, nadi teraba
baik).

a. TVS dan tekanan baji kapiler paru (TBKP)


Pengukuran TVS pada syok hipovolemik mutlak dilakukan untuk
menuntun dan mengetahui keberhasilan resusitasi. Pada individu sehat, TVS
dapat dipakai sebagai ukuran tekanan atrium kiri tidak langsung, kecuali
terdapat penyakit kardiorespirasi seperti gagal jantung kongestif atau penyakit
paru obstruktif menahun. Dalam hal ini pengukuran tekanan atrium kiri atau
TKBP lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, hanya amat disayangkan
pengukuran TKBP tidak praktis untuk keadaan gawat darurat. Pada syok
ringan sampai sedang, nilai TVS sampai 15 cm H2O umumnya dapat
ditoleransi oleh pasien. Tetapi pada syok berat yang telah disertai dengan
kebocoran endotel kapiler, TVS harus dipertahankanpada batas 3-8 cm H2O
karena kelebihan cairan intra vaskular dapat memperberat udem intertitial
terutama pada jaringan paru.
b. Diuresis
Merupakan indeks aliran darah viseral yang baik terutama aliran darah
ginjal. Diuresis harus dipertahankan minimal 0,5 ml.kg/jam.
c. Lain-lain
Keberhasilan resusitasi juga dapat ditunjukkan dengan perbaikan tingkat
kesadaran dan perfusi perifer. Untuk itu umumnya digunakan indikator klinis
termasuk AGD, pengukuran curah jantung, dan konsumsi oksigen yang hanya
dapat dilakukan di rumah sakit besar.

Tanda-tanda kegagalan resusitasi

a. TVS dan diuresis yang meningkat di atas normal. Hal ini menunjukkan kelebihan
cairan intra vaskular dan harus segera dikurangi.

b. TVS dan diuresis masih di bawah normal. Hal ini menunjukkan kekurangan cairan
intra vaskular dan perlu ditambah.

c. TVS meningkat, diuresis menurun. Perlu mengukur TBKP dan curah jantung untuk
penentuan terapi lebih lanjut.

Evaluasi terapi

Evaluasi yang penting adalah kontinuitas pengamatan parameter fisiologik


sebagaimana yang telah dianjurkan terdahulu.

Tambahan evaluasi antara lain :

a. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, dan pernapasan tiap 15-30 menit.

b. Pengukuran keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan. Ingat bahwa syok


berat atau berlanjut sering disertai nekrosis tubular akut dan kegagalan ginjal.

c. Pengukuran hematokrit periodik jika perdarahan diduga masih berlangsung. Perlu


diketahui bahwa penurunan hematokrit pada syok hemoragik tanpa terapi tidak terjadi
segera malainkan bertahap selama 24-48 jam. Hal ini disebabkan karena terdapat
hemodilusi.

d. AGD perlu dilakukan berulang-ulang karena pemeriksaan ini dapat menunjukkan


adanya perbaikan atau perburukan fungsi kardiorespirasi dalam keadaan gawat
darurat.

Syok Kardiogenik

Defenisi

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah


jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan.

Etiologi

a. Disfungsi miokardium (gagal pompa), terutama karena komplikasi infark


miokardium akut. Kekerapan syo kardiogenik karena infark miokard
diperkirakan 5%.

b. Pengisian diastolik ventrikel yang tidak adekuat, antara lain takiaritmia,


tamponade jantung, tension pneumotoraks, embolus paru, dan infark ventrikel
kanan.

c. Curah jantung yang tidak adekuat, antara lain bradiaritmia, regurgitasi mitral atau
ruptur septum interventrikel.

Patofisiologi

Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas


miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan darah
rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah
jantung.
Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut
adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan
masif jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari kehilangan masif jaringan otot
ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah nekrosis fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis
fokal disuga merupakan akibat dari ketidak seimbangan yang terus-menerus antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak
mampu meningkatkan alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan
beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti
perangsangan simpatik.

Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya
menjadi sangat terganggu. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu
menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan.
Maka dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut
dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan
menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya terjadinya
asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut mengganggu
fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.

Diagnosis

Kriteria diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarctiion


research Units of the National Heart, Lung, and blood institude.

1. Tekanan arteria sistolik 90 mmHg atau sampai 30 sampai 60 mmHg dibawah batas
sebelumnya.

2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama:

a. Keluhan kemih <20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium dalam
kemih.
b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab.

c. Terganggunya fungsi mental.

3. Indeks jantung <2,1 L/(menit/m2)

4. Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru-paru (PCWP) 18
sampai 21 mmHg.

Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan


kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan takikardia. Tahanan vaskular sistemik
umumnya juga meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada infark
miokard inferior, dapat terjadi bradikardia.

Diagnosis gagal pompa (pump failure) :

Gambaran klinik gagal pompa miokardium adalah sesuai dengan penyakit jantung
seperti nfark miokard. Sering dijumpai tanda disfungsi ventrikel kiri yang hebat, yaitu
distensi vena leher, refleks hepatojugular (+), dan tanda-tanda udem paru (dispnu, batuk,
dan ronki).

Terapi

Secepat mungkin pasien dikirim ke unit terapi intensif karena pasien membutuhkan
berbagai penatalaksanaan yang invasif, antara lain kateterisasi arteri pulmonalis, arteri
perifer, dan pemasangan pompa balon intra aorta. Tindakan pertolongan di unit gawat
darurat:

a. Letakkan pasien pada posisi telentang, kecuali bila terdapat udem paru berat.

b. Beri oksigen sebanyak 5 – 10 L/menit dengan kanula nasal atau sungkup muka dan
ambil darah arteri untuk AGD. Intubasi trakea perlu dipertimbangkan bila terdapat
asidosis pernafasan dan hipoksia berat.
c. Lakukan kanulasi tepi vena dengan kateter No.20 dan berikan infus dekstrosa 5%
perlahan-lahan.

d. Keluarkan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin,
dan enzim-enzim jantung seperti CPK

e. Buat rekam EKG dan monitor irama jantung.

f. Beri natrium bikarbonat 1-2 ampul (44 mEq/ampul) I.V perlahan-lahan untuk
mengoreksi asidosis metabolik (lebih 5 menit) dan mempertahankan Ph darah di atas
7,2. Periksa kembali AGD.

g. Bila klinis maupun radiologis tidak menunjukkan udem paru, beri cairan garam
fisiologik 100 ml perlahan-lahan untuk mengoreksi hipovolemia (lebih 5 menit). Bila
terdapat tanda-tanda perbaikan fungsi miokardium, teruskan infus hingga syok dapat
diatasi. Untuk mencegah kelebihan cairan dan udem paru perlu dilakukan monitoring
TVS atau TBKP.

h. Bila terapi cairan tidak memberi respon yang sesuai, beri dopamin dengan dosis
seperti yang telah diuraikan terdahulu.

i. Bila terjadi udem paru, beri furosemid dengan dosis 20 mg I.V dan bila tidak
menunjukkan perbaikan sesudah 30 menit, tingkatkan dosis menjadi 40 mg.
Pertimbangkan juga untuk segera memberi salep nitrogliserin 0,5 – 1% sebagai
venodilator sentral yang bermanfaat untuk menurunkan beban awal jantung (preload).

Prognosis

Secara keseluruhan prognosis syok kardiogenik buruk.

Syok Septik

Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang
berada dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juag dapat menjadi
penyebab septisemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal
ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan di sirkulasi mikro, pembentukan pintasan
arteriovenus dan penurunan tahapan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler menyeluruh,
depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma,
diabetes, leukimia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid
jangka panjang, imunosupresan atau radiasi.

Syok septik sering terjadi pada:

- bayi baru lahir,


- usia di atas 50 tahun, dan
- penderita gangguan sistem kekebalan.

Etiologi

Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat
sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun
yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan
peredaran darah.

Gejala

Pertanda awal dari syok septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan
kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun.
Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung
memang meningkat, tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah turun.
Pernafasan menjadi cepat, sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang
berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun.

Gejala awal berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit hangat dan
kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik.
Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat.

Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Bila syok
memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan:

- ginjal : produksi air kemih berkurang


- paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
- jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.

Diagnosis

Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang tidak
diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia.

a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia, lekositosis.

b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi spesifik yang
sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran empedu, pelvis,
retroperitonium, dan perirektal.

c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia

Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit,
dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil
buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas
darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan
EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah
yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri
penyebab infeksi.

Pengobatan

a. Tindakan medis
- Terapi cairan :
Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke ruang
perawatan intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan parenteral yang sering
digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan garam berimbang.
Penggunaan cairan koloid pada syok septik yang telah disertai kebocoran
endotel kapiler dapat memperberat udem interstitial. Jumlah awal cairan
kristaloid pada resusitasi syok septik untuk memperbaiki curah jantung orang
dewasa dapat mencapai 1-2 L yang diberikan selama 30-60 menit. Selanjutnya
terapi cairan yang bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik (tensi,
nadi, TVS, diuresis) dan keadaan umum.
- Obat-obat inotropik :
Dopamin harus segera diberi apabila resusitasi cairan tidak memperoleh
perbaikan, untuk menciutkan pembuluh darah sehingga tekanan darah naik
dan aliran darah ke otak dan jantung meningkat.
- Terapi antibiotik :
Sebaiknya terapi antibiotik di sesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi.
Ha ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena
pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan
terapi antibiotik empiris dapat dilihat tabel.

Keadaan klinis Rutin Alergi penisilin

Infeksi organisme Penisilin G (1) + Klindamisin (3) +


amoniglikosisd (2) aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi stafilokokus Nafsilin (4) + aminoglikosid Klindamisin (3) +


(2) + penisilin G (pilihan) aminoglikosid (2)

Dugaan infeksi anaerob Penisilin G (1) + klindamisin Klindamisin (3) +


(3) + aminoglikosid (2) aminoglikosid (2)

Bersamaan terapi Karbenisilin (5) + Klindamisin (3) +


kortikosteroid/imunosupresa amniglikosid (2) aminoglikosid (2)
atau luka bakar derajat 3
yang luas

Meningitis atau dugaan tifoid Kloramfenikol, 1 gram tiap 6


jam intra vena
(1) : 20 juta unit/ hari (3-4 juta unit tiap 4 jam iv)

(2) : gentamisin atau tobramisin, 2 mg/kkBB tiap 8 jam IV. Bila ada infeksi nosokomial
dapat ditambahkan kanamisin 8 mg/kgBB tiap 12 jam IV. Aminoglikosida juga dapat
ditambah dengan sefalosporin generasi ketiga seperti moksalaktam 2 gram tiap 8 jam IV.

(3) : 600 mg tiap 6 jam IV. Bila klindamisin (-) atau pasien alergi, dapat diganti dengan
eritromisin, 1 gram tiap 6 jam IV.

(4) 1-2 gram tiap 4 jam IV, dapat ditambah metisilin atau oksasilin, 1-2 gram tiap 4 jam IV

(5) 4-5 gram tiap 4 jam IV. Dapat diambahkan tikarsilin, 3 gram tiap 4 jam IV. Dosis obat-
obat hanya berlaku untuk pasien dewasa.

b. Tindakan bedah
Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang drainase.
Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi belum
disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen, sumbatan empedu
dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut.

c. Tindakan lain

- Terapi kortikosteroid:

Manfaat kortikosteroid pada syok septik masih kontoversi dan nampaknya


terapi kortikosteroid hanya merupakan ajuvan terhadap terapi suportif dan
antibiotik. Ada pendapat yang menyatakan bahwa sebaiknya terapi
kortikosteroid pada syok septik ditinggalkan.

- Terapi heparin:

Pada syok septik dengan komplikasi koagulasi intravaskular tersebar


(DIC) dan perdarahan yang bermakna, terapi heparin harus segera dimulai.
Dosis awal heparin adalah 100 unit/kg dan dilanjutkan IV tiap jam 1000-3000
unit. Respon terapi berupa pemanjangan waktu perdarahan dan kenaikan kadar
faktor pembekuan V, VIII dan fibrinogen dalam waktu 12 jam. Kenaikan
jumlah trombosit mungkin terjadi lebih lambat. Terapi heparin dapat
dihentikan apabila penyebab koagulasi intravaskular telah terkoreksi dan
faktor-faktor koagulasi telah normal kembali.

- Terapi nalokson:

Baik pada percobaan binatang maupun uji klinik menunjukkan bahwa


antagonis narkotik (nalokson/narcan ) dapat memulihkan hipotensi pada syok
septik, belum ada yang melaporkan efek samping akibat terapi nalokson.

Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin diperlukan ventilator mekanik.

Syok Neurogenik

Definisi

Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif.
Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan
resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti:
trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).

Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah
splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien
merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya
keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepala yang terisolasi
tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya
tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi perifer.
Etiologi

1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).


2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat
tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau
paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah
nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut.

1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot
respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur
lien) :
- Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
- Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
- Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
- Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus
diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan
vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.

Syok Anafilaktik

Definisi

Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis


berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek
pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal
yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-
antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai
anafilaksis.

Patofisiologi

Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1
atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :

Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai


diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang
masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan
mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi
sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk
antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang
sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan
istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang
akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu
setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas
mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin
memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet
activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil
dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian
juga dengan Leukotrien.

Alergen

Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi


anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang
tidak bisa di golongkan.

Alergen penyebab Anafilaksis Makanan

 Krustasea: Lobster, udang dan kepiting


 Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu
 Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
 Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
 Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran
 Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin,
Amphotericin B, Nitrofurantoin.
 Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent
anestesi: Lidocain, Procain,
 Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein ,
Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning,
Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

Gejala klinis

1. Reaksi lokal: biasanya hanya urtikaria dan edema stempat, tidak fatal.
2. Reaksi sistemik: biasanya mengenai saluran napas bagian atas, sistem kardiovaskular,
gastrointestinal, dan kulit. Teaksi tersebut timbul segera atau 30 menit setelah
terpapar antigen.
a. Ringan: mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal dikulit dan mukosa,
bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.
b. Sedang : gejalanya lebih berat selain gejala di atas didapatkan bronkospasme,
edema laring, mual, muntah, biasanya erjadi dalam 2 jam setelah terpapar
antigen.
c. Berat: terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut diatas hanya lebih berat yaitu bronkospasme, edema laring, stridor,
napas sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeri perut, diare, muntah-
muntah, kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma. Kematian
disebabkan oleh edema laring dan aritmia jantung.

Diagnosis

Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat


hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit,
suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar
sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai
Koma, tensi : hipotensi, Nadi: takikardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu,
conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest
Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU
meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan
Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/
normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,
EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum
triptaase meningkat

Penatalaksanaan

1. Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis


2. Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan
hewan. longgarkan torniquet 1-2 menit tiap 10 menit.
3. Posisi, tidurkan dengan posisi kaki dinaikkan 30-40o. Bila pasien tidak sadar lakukan
manuver tripel.
4. Pemasangan jalur IV
5. Henti nafas/jantung lakukan RJP
6. Pemasangan pipa endotrakea/trakeostomi/krikotiotomi
7. Persiapan defibrilator
8. Adrenalin (epinefrin) atau noradrenalin (norepinefrin) dosis:
a. Intravena : adrenalin 3-5ml larutan 1:10.000 (0,3-0,5 mg) IV. Noradrenalin 0,1
ml/kgBB larutab 1:10.000 IV.
b. Intramuskular/subkutan : adrenalin 0,3-0,5 ml larutan 1:10.000 (0,3-0,5 mg) im/sk.
Noradrenalin 0,01 ml/kgBB larutan 1:1000 im/sk.Dosis ulangan sesuai keperluan,
setiap 5-10 menit.
9. Aminofilin

Untuk bronkospasme yang tidak dapat diatasi oleh adrenalin. Dosis awal 5
mg/kgBB diberikan selama 15-20 menit (diencerkan dalam 20 ml dekstrosa 5%).
Dosis pemerilaharaan 0,6 mg/kgBB/jam.
10. Adrenalin intrakardial, bila jelas bendungan vena
11. Pertimbangkan kompresi jantung terbuka sebagai upaya terakhir.

Terapi suportif

1. Terapi cairan untuk meninggikan tekanan arterial dan curah jantung


2. Koreksi elektrolit
3. Teruskan pemberian O2, terutama bila pasien sianotik.
4. Kortikosteroid: 100-200mg hidrokortisin IV.
5. Antihistamin: prometazin 0,2 mg/kgBB IV.
6. Hindari pemberian sedativa, narkoika, tranquilizer dan obat hipotensif lainnya.
7. Observasi pasien minimal 4 jam sesudah anafilaksis.
8. Selama 24 jam berikutnya, hindari vasodilator seperti alkohol, mandi air hangat, dsb.

Prevensi

- Mencegah reaksi ulang


- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama
pemberian
- Catat obat pasien pada status yang menyebabkan alergi
- Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
- Desensitisasi alergen spesifik
- Edukasi pasien supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan
alergi
- Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila
penanganan cepat, klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong

2. Jenis transfusi, indikasi dan kontraindikasi

a. Whole Blood
Volume 350 ml WB mengandung :
 350 ml darah donor
 63 ml larutan pengawet antikoagulan
 Hb ±12g/dL; Ht 35-45%
 Tidak terdapat faktor koagulasi labil (f. V dan VIII)

Indikasi :

 Perdarahan akut dengan hypovolemia


 Transfusi tukar (exchange transfusion)
 Pengganti darah merah endap (packed red cell) saat memerlukan transfusi sel
darah merah

Kontraindikasi :

 Risiko overload cairan (anemia kronik dan gagal jantung)

Resiko Infeksi :

 Tidak steril
 Dapat menularkan infeksi pada eritrosit atau plasma yang tidak terdeteksi
pemeriksaan rutin (HIV-1 dan HIV-2, hepatitis B dan C, virus hepatitis lain,
syphilis, malaria, TORCH dan Chagas disease)

Penyimpanan :

 Suhu +2o hingga +6o C, dapat terjadi perubahan komposisi akibat metabolisme
sel darah merah
 Maksimal penyimpanan WB di Bank Darah 3 minggu
 Harus segera ditransfusikan 30 menit setelah keluar dari tempat penyimpanan

Perhatian :

 Golongan darah harus sesuai (ABO dan RhD compatible)


 Dilarang memasukkan obat-obatan ke dalam kantong darah
 Waktu transfusi maksimal 4 jam
b. Packed Red Cells
 Volume 150-250 ml eritrosit dengan jumlah plasma yang minimal
 Hb ±20g/100dL
 Ht 55-75%

Indikasi :

 Pengganti sel darah merah pada anemia


 Anemia karena perdarahan akut (setelah resusitasi kristaloid atau koloid)

Perhatian :

 Resiko infeksi dan cara penyimpanan sama dengan WB


 Pemberian sama dengan WB
 Penambahan infus cairan NS 50-100 ml dengan infus set-Y memperbaiki aliran
transfusi
 Waktu transfusi maksimal 4 jam kecuali pasien dengan Congestive Heart
Failure, AKI (Acute Kidney Injury dan Chronic Kidney Disease)

c. Washed Erythrocyte
 Volume 260 ml
 Hct 0.57 L/L
 Leukosit <1x108
 Plasma <0,2mL

Indikasi :

 Transfusi massif pada neonatus sampai usia <1 tahun


 Transfusi intrauterine
 Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan riwayat alergi transfusi
berat
 Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik dengan pemberian
premedikasi
Kontraindikasi :

 Defisiensi IgA yang belum pernah mendapat transfusi komponen darah


(eritrosit, plasma, trombosit)
 Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi terhadap komponen
darah sebelumnya
 Belum diketahui mempunyai antibodi anti-IgA
 Tidak pernah mengalami reaksi transfusi berat terhadap eritrosit
d. Thrombocyte Concentrates
Setiap 50-60 ml plasma yang dipisahkan dari WB mengandung :
 Trombosit minimal 55x109
 Eritrosit <1,2x109
 Leukosit <0,12x109

Indikasi :

 Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit


 Pencegahan perdarahan karena trombositopenia (gangguan sumsum tulang)
kurang dari 10.000/µL
 Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit kurang atau sama
dengan 50.000/µL, kecuali operasi trepanasi dan cardiovaskuler kurang atau
sama dengan 100.000 µL

Kontraindikasi :

 ITP tanpa perdarahan


 TTP tanpa perdarahan
 DIC yang tidak diterapi
 Trombositopenia terkait sepsis, hingga terapi definitif dimulai atau pada
hipersplenisme

Dosis : 1 unit TC/10 kgBB


 Pada dewasa 60-70 kg, 1 unit platelet (dari 4-6 donor) mengandung 240x109
trombosit -> meningkatkan trombosit 20-40x109/L
 Peningkatan trombosit kurang efektif bila terdapat kondisi-kondisi seperti
splenomegali, DIC dan sepsis

Komplikasi :

 FNHTR (febrile non haemolytic) dan reaksi alergi urtikaria jarang terjadi

e. Fresh Frozen Plasma


 Plasma dipisahkan dari satu kantong WB (maksimal 6 jam) dibekukan pada
250C atau lebih
 Terdiri dari faktor pembekuan stabil, albumin dan imunoglobulin, F VIII
minimal 70% dari kadar plasma segar normal
 Volume 60-180 ml

Indikasi :

 Defisiensi faktor koagulasi (penyakit hati, overdosis antikoagulan-walfarin,


kehilangan faktor koagulasi pada penerima transfusi dalam jumlah besar)
 DIC
 TTP

Dosis : awal 10-15 ml/kgBB

Perhatian :

 Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan pemberian cepat


 Jarang terjadi reaksi anafilatik berat
 Hipovolemia bukan suatu indikasi
 ABO kompatibel untuk menghindari resiko hemolisis
 Diberikan segera setelah thawing dengan alat transfusi darah standar
 Faktor koagulasi labil, cepat terdegradasi, berikan maksimal 30 menit setelah
thawing
Penyimpanan :

 Pada -25oC atau lebih bertahan hingga 1 tahun


 Sebelum digunakan harus di thawing dalam air 30-37oC di bank darah, suhu
yang lebih tinggi akan merusak faktor pembekuan dan protein
 Sekali thawing harus disimpan pada suhu +2oC hingga +6oC
f. Cryoprecipitate
 Presipitasi dari FFP saat thawing pada 4°C, dicampur 10-20 ml plasma
 Berisi setengah F VIII dan fibrinogen darah utuh (F VIII 80-100iu/kantong;
fibrinogen 150-300mg/kantong)

Indikasi :

 Alternatif terapi F VIII konsentrat pada defisiensi :


 Faktor von Willebrand (von Willebrand’s disease)
 Faktor VIII (hemofilia A)
 Faktor XIII
 Sumber fibrinogen pada gangguan koagulopati dapatan misalnya DIC

Perhatian :

 Berikan segera setelah thawing, dengan set transfusi darah standar, maksimal 30
menit setelah thawing (pencairan)

Anda mungkin juga menyukai