Pengertian peraturan perundang-undangan adalah sebuah peraturan dalam bentuk tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum serta di bentuk ataupun ditetapkan oleh lembaga
yang berwenang melalui prosedur yang telah sebelumnya.
Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, maka
mesti dibuat peraturan yang memuat mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dengan
cara dan metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat seluruh aspek dalam lembaga yang
berwenang untuk membentuk peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang undangan memiliki beragam landasan hukum yakni antara lain, Pasal 22A UUD
1945 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang yang
diatur dengan undang-undang. Selanjutnya, dijabarkan dalam UU RI No. 12 Tahun 2011 mengenai
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan perundang-undangan harus dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang atau lembaga
legislatif. Dengan demikian, terdapat struktur atau tata perundang-undangan dalam suatu negara. Pada
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga yang lebih rendah mesti mengacu atau
tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh lembaga yang lebih
tinggi.
a. Landasan filosofis
Landasan filosofis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ialah peraturan perundang-
undangan bisa dikatakan memiliki landasan filosofis (filisofische grondslag) apabila rumusannya ataupun
normanya mendapatkan pembenaran setelah dikaji secara filosofis. Jadi, alasan sesuai dengan cita-cita
pandangan hidup manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan juga sesuai cita-cita kebenaran,
keadilan, jalan kehidupan, filsafat hidup bangsa, dan juga kesusilaan.
b. Landasan sosiologis
Landasan sosiologis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ialah suatu peraturan
perundang-undangan bisa dikatakan memiliki landasan sosiologis bila sesuai dengan keyakinan umum,
kesadaran hukum masyarakat, tata nilai, dan juga hukum yang hidup dimasyarakat supaya peraturan
yang dibuat dapat dijalankan.
c. Landasan yuridis
Landasan yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ialah peraturan perundang-
undangan bisa dikatakan memiliki landasan yudiris bila terdapat dasar hukum, legalitas atau landasan
yang terdapat dalam ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Materi undang-undang
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-hak asasi manusia, hak
dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan
kependudukan, serta keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
.
3 Landasan Berlakunya Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.
Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerinta
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan
Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Bahasa dalam Peraturan Perundang-undangan
Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa
Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan,
maupun pengejaannya. Namun bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak
tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian,
dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum.
Penyerapan kata atau frasa bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya
dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan, jika kata atau frasa tersebut memiliki konotasi
yang cocok, lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa Indonesia,
mempunyai corak internasional, lebih mempermudah tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah
dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
Undang-undang (UU) adalah produk hukum yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Presiden, serta, untuk UU tertentu, melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terbagi menjadi 5 (lima) tahap, yakni
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan (lihat skema di bawah).
Perencanaan
Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden (serta DPD terkait RUU tertentu)
menyusun daftar RUU yang akan disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah
penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil pembahasan tersebut kemudian
dituangkan dalam Keputusan DPR.
Ada dua jenis Prolegnas, yakni yang disusun untuk jangka waktu 5 tahun (Prolegnas Jangka
Menengah/ProlegJM) dan tahunan (Prolegnas Prioritas Tahunan/ProlegPT). Sebelum sebuah
RUU dapat masuk dalam Prolegnas tahunan, DPR dan/Pemerintah sudah harus menyusun
terlebih dahulu Naskah Akademik dan RUU tersebut.
Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden (juga dengan DPD, khusus untuk topik-topik
tertentu) melalui 2 tingkat pembicaraan. Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat
gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran atau rapat panitia khusus. Tingkat
2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna. Pengaturan sebelum adanya putusan MK 92/2012
hanya “mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1, namun setelah putusan
MK 92/2012, DPD ikut dalam pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada
ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan bersama terhadap suatu RUU
tetap menjadi kewenangan Presiden dan DPR.
Apa yang terjadi pada tahap pembahasan adalah “saling kritik” terhadap suatu RUU. Jika RUU
tersebut berasal dari Presiden, maka DPR dan DPD akan memberikan pendapat dan masukannya.
Jika RUU tersebut berasal dari DPR, maka Presiden dan DPD akan memberikan pendapat dan
masukannya. Jika RUU tersebut berasal dari DPD, maka Presiden dan DPR akan memberikan
masukan dan pendapatnya.
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D ayat (1), dan Pasal 22 D ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
5. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/DPR RI/TAHUN 2009 tentang
Tata Tertib;
6. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Penyusunan Program Legislasi Nasional;
7. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Jenis Perundang-udangan
Penyebutan jenis peraturan perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hirarki atau tata
urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu
berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling
tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
TAP MPR Nomor III/MPR/2000 diatas melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan mengalami perubahan lagi. Menurut UU No. 10
tahun 2004 jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
Selain jenis perundang-undangan tersebut di atas , sesuai penjelasan pasal 7 ayat (4) yakni
peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh :
1. Dalam pembetukannya harus mendapat persetujuan DPR (pasal 20 ayat (2) amandemen
UUD 1945 apabila Rancangan datang dari Pemerintah ( pasal 5 ayat (1) amandemen
UUD 1945 namun DPR juga berhak membentuk UU ( pasal 20 ayat (1) amandemen
UUD 1945 dengan mendapat persetujuan Presiden.
2. Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah terdiri dari :Peraturan Daerah dan Peraturan
Kepala Daerah
1. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama
DPRD
2. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/ kota
dan tugas pembantuan
3. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerah.
4. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/ atau peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi
5. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah
6. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia