PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebutuhan energi di dunia saat ini masih dipenuhi dengan bahan bakar
fosil, salah satunya adalah minyak bumi. Berdasarkan data dari Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan bahwa konsumsi bahan
bakar minyak (BBM) di Indonesia sepanjang tahun 2018 sebesar 75 juta kilo liter
(KL) sedangkan pada tahun 2017 sebesar 55.4 KL. Dengan demikian, konsumsi
minyak bumi di Indonesia sepanjang tahun 2017 - 2018 semakin tinggi. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak,
peningkatan industri dan pembangkit listrik berbahan bakar minyak. Peningkatan
konsumsi berbanding terbalik dengan kapasitas produksi sehingga mengakibatkan
kelangkaan minyak bumi. Kelangkaan tersebut mendorong para ahli untuk
menciptakan suatu cara baru untuk meningkatkan produksi minyak bumi yakni
dengan metode Improving Oil Recovery (IOR) khususnya pada heavy oil
reservoir .
Metode IOR dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yakni miscible,
thermal dan polymer flooding method. Pada heavy oil reservoir, metode IOR yang
paling cocok adalah polymer flooding karena dapat diaplikasikan pada minyak
yang memiliki viskositas tinggi diantara 10 – 150 cp dengan kedalaman reservoir
4500 – 9000 ft. Salah satu Polimer yang digunakan adalah poliakrilamida yang
dihidrolisis parsial dengan basa kuat seperti NaOH dan KOH untuk memperbaiki
sifat sensitifitasnya terhadap kerusakan mekanis dan degradasi saat injeksi
polimer dilakukan.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya ketersediaan polimer Partially
Hydrolyzed Polyacrylamides/HPAM untuk meningkatkan produksi minyak bumi
diperlukan kegiatan penelitian pembuatan HPAM yang diharapkan dapat
membantu pemerintah maupun stakeholders terkait dalam upaya menjaga
ketersediaan energi bagi masyarakat.
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Membuat polimer HPAM dari poliakrilamida dengan proses hidrolisis
parsial dalam suasana basa menggunakan KOH dengan variabel
konsentrasi KOH, suhu reaksi, dan waktu reaksi.
2. Mempelajari kinetika reaksi pembuatan HPAM
C. TINJAUAN PUSTAKA
Tahapan atau metode produksi sumur minyak dibagi menjadi dua, yaitu
tahapan semburan alam (natural flowing) dan tahapan semburan buatan (artificial
lift). Tahapan semburan alam biasa disebut juga primary recovery, sedangkan
tahapan semburan buatan disebut secondary recovery (Budiaman, 1994). Primary
recovery terjadi apabila tekanan di dalam reservoir cukup besar. Sehingga mampu
mendorong fluida dari reservoir sampai ke permukaan. Keadaan seperti ini pada
umumnya dapat ditemui pada awal masa produksi suatu sumur, tetapi keadaan ini
tidak dapat terus dipertahankan disebabkan tekanan reservior yang akan terus
menerus berkurang dari waktu ke waktu. Secondary recovery dilakukan dengan
maksud untuk mempertahankan tingkat produksi agar tetap tinggi atau sumur
yang diproduksi sejak awal tekananya sangat kecil sehingga dilakukan secondary
recovery ini, diantaranya dengan menggunakan pompa, gas lift,dan water flooding
serta metode Improving Oil Recovery ( IOR ).
Masing-masing metode IOR hanya cocok pada reservoir minyak tertentu saja.
Miscible method hanya cocok untuk reservoir minyak ringan dengan viskositas
minyak harus lebih rendah daripada 10 cp dan densitasnya lebih dari 20 °API.
Nilai rata-rata densitas minyak pada proyek di lapangan umumnya lebih besar dari
35 °API sehingga kurang layak untuk digunakan. Sedangkan pada thermal method
hanya dapat dilakukan pada batas kedalaman reservoir dibawah 4500 ft ( 1370
meter ). Hal ini dapat mengakibatkan kerugian biaya proses jika kedalaman
reservoir naik. Maka dari itu, dengan mempertimbangkan prasyarat dari beberapa
metode IOR tersebut polymer method adalah metode IOR yang paling baik karena
memliki API yang berkisar antara 15 – 40 o dengan jangkauan sumur lebih dari
4500 ft (1370 meter). ( Vorgelegt, 2004 )
HPAM pertama kali diperkenalkan oleh Pye, dkk. (1960) sebagai penurun
mobility ratio yang secara signifikan dapat menaikkan viskositas cairan pada saat
penginjeksian garam (Sorbie, 1991). Selain digunakan dalam metode IOR, HPAM
juga digunakan sebagai flokulan dalam pengolahan air, pengental bahan, dan
industri kertas (Conelly, 1979). HPAM dihasilkan dari reaksi hidrolisis polimer
akrilamid dengan menggunakan hydrolysis agent. Menurut Conelly (1979)
hydrolysis agent yang baik digunakan adalah alkali metal hidroksida, yang lebih
sepisifik antara lain adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida
(KOH). Besarnya persen hidrolisis dipengaruhi oleh jenis hydrolisis agent yang
dipakai, konsentrasi hydrolysis agent, suhu reaksi, waktu reaksi, dan berat
molekul polimer yang digunakan. (Handayani, 2003)
Tahapan yang terjadi pada polimerisasi adisi radikal bebas sebagai berikut :
1. Tahap inisiasi
Tahap inisiasi merupakan pembentukan radikal bebas dari suatu molekul
yang diperlukan untuk tahap propagasi. Radikal dapat dihasilkan dari
inisiator radikal. Kecepatan inisiasi relatif lambat tetapi berlanjut. Pada
monomer vinil satu pasang elektron terikat antara dua atom karbon melalui
ikatan sigma (σ) dan sepasang lagi membentuk ikatan pi (π). Radikal
A. HIPOTESIS
1. Semakin tinggi suhu pembuatan polimer HPAM maka semakin
tinggi pula viskositas kinematiknya.
2. Dalam percobaan ini akan diperoleh hasil polimer HPAM dengan
viskositas lebih tinggi daripada syarat minimum yang diperbolehkan
untuk pendesakan minyak.
3. Semakin tinggi suhu pengujian maka semakin rendah viskositas
kinematik polimer HPAM.
4. Semakin tinggi kadar KOH semakin tinggi berat molekul polimer.