Anda di halaman 1dari 3

EKOLOGI ARSITEKTUR

NAMA : KARTIKA AYUNINGTYAS


NRP : 3211100085
DOSEN : COLLINTHIA ERWINDI, ST., MT.

EKOLOGI ? *didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dan lingkungannya (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).

Faktor-faktor :
Faktor
suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi
abiotik
ekologi
Faktor biotik makhluk hidup yang terdiri dari manusia,
hewan, tumbuhan, dan mikroba

Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi,
komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang
menunjukkan kesatuan.

EKOLOGI ARSITEKTUR adalah keselarasan antara bangunan dengan alam sekitarnya, mulai
dari Atmosfer, biosfer, Lithosfer serta komunitas. Unsur-unsur ini berjalan harmonis menghasilkan
kenyaman, kemanan, keindahan serta ketertarikan.

EKO berasal dari kata ekologi yang artinya adalah lingkungan (lingkungan yang terpelihara mulai
dari Atmosfer, Biosfer, dan Lithosper), sedangkan arsitektur adalah suatu bentuk atau masa, atau
juga tata ruang yang terencana secara fungsional yang direncanakan oleh arsitek serta disiplin ilmu
lain yang terlibat di dalamnya, maka EKO ARISITEKTUR adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tidak hanya bentuk masa bangunan, material, tata ruang ataupun nilai
kearifan lokal yang ada, namun juga kepedulian kita sendiri terhadap bangunan tersebut, bagaimana
kita mengartikan fungsi dari pada bangunan tersebut,bagaimana kita mengelolanya, dan bagaimana
kita merawatnya.

dalam pandangan EKO-ARSITEKTUR gedung dianggap sebagai makhluk atau organik,


berarti bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu dinding,
lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga manusia (kulit manusia sendiri dan
pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua). Dan harus melakukan fungsi pokok yaitu
bernapas, menguap, menyerap, melindungi, menyekat, dan mengatur (udara, kelembaban,
kepanasan, kebisingan, kecelakaan, dan sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk
mengatur sistem hubungan yang dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-
arsitektur senantiasa menuntut agar arsitek (perencana) dan penguna gedung berada dalam
satu landasan yang jelas.

Proses pendekatan desain arsitektur yang menggabungkan alam dengan teknologi, menggunakan
alam sebagai basis design, strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada
semua tingkatan dan skala untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekap, permukiman dan
kota yang revolusioner dengan menerapkan teknologi dalam perancangannya. Perwujudan dari
desain ekologi arsitektur adalah bangunan yang berwawasan lingkungan yang sering disebut
dengan green building.

The Interlace Eco-Frendly Tower The Design of Fake Hill The Design of Saudi
Residential Building di Design in Singapore Residential Building di Arabia Pavilion di Sanghai
Singapore China (World Expo 2010)

PRINSIP-PRINSIP EKOLOGI sering berpengaruh terhadap arsitektur (Batel Dinur,


Interweaving Architecture and Ecology – A theoritical Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi
tersebut antara lain:
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai tempat
membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan
hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada itu membiarkan suatu proses
dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil
dalam menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.
b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari
interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan
kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal
balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari
bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya
berkelanjutan sepanjang umur bangunan.

POLA PERENCANAAN EKO-ARSITEKTUR selalu memnfaatkan alam sebagai berikut :


1. Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus melidungi sinar panas, angin
dan hujan.
2. Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat
pembangunan harus seminal mungkin.
3. Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan bagian Utara-
Selatan menerima cahaya alam tanpa kesilauan
4. Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas. Daya serap
panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya.
Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat banyak
energi.

Anda mungkin juga menyukai