Anda di halaman 1dari 3

6 Alasan Film Indonesia Belum Mampu Menyaingi Film Luar

1. Kualitas Audiovisual

Film Indonesia memiliki kekurangan yang cukup fatal dibandingkan film luar terutama dalam
segi audiovisual. kualitas gambar dan kualitas suara masih “berbeda kelas” antara film
Indonesia dan film barat. Audio film Indonesia masih kurang bagus , seperti banyaknya
benturan antara suara yg satu dengan yg lain. Dari segi visual juga masih belum bisa
dikatakan setara dengan film barat. Meskipun harus diakui sudah ada perbaikan kualitas
gambar dari film-film Indonesia yg keluar secara bertahap, film barat pun semakin maju
dalam hal penataan grafis dan efek-efek audiovisualnya. Oleh karena itu, para sines dan
actor/aktris Indonesia harus mengakui bahwa filmnya masih jauh dari dikatakan setara
dengan film luar.

2. Kreatifitas Pembuat Film (Genre Film)

Masih minimnya genre film Indonesia dibandingkan film luar. Genre film Indonesia biasanya
hanya seputar mystic-horror-porn, romantic, comedy, drama religious, drama cultural (misal
Laskar Pelangi, Sang Pemimpi), sedangkan film barat meliputi action, thriller, horror,
mystery, animation, drama, (include romance) comedy, historic bahkan sering
mengabungkan genre yang satu dengan genre yg lain. Yang perlu diperhatikan adalah
adanya pembagian antara thriller-horror-mystery di film luar yang tidak ditemukan di genre
horror Indonesia. Film Indonesia tidak menawarkan something out-of-the-box, yg belum
pernah ada sebelumnya.

3. Isi Film

Isi film dalam hal ini adalah menarik tidaknya film tersebut, dimana untuk menonton sebuah
film tentu film tersebut harus memiliki daya tarik. Misalnya banyak orang menonton
Transformers karena memiliki daya tarik yaitu efek visual yang menarik, atau banyak orang
tua mengajak anak-anaknya menonton Kungfu Panda karena selain animasi dan jalan cerita
yang menarik, juga memiliki pesan moral yang cukup berkesan. Jadi, sebuah film Indonesia
harus memiliki 2 daya tarik yang utama, yaitu Menghibur dan Bermutu. Meghibur artinya
film tersebut dapat dinikmati oleh penonton / tidak membosankan untuk dilihat, biasanya
dinilai dari segi teknis sebuah film, yaitu tema, jalan cerita, tokoh, dll. Sedangkan bermutu
artinya mengandung suatu nilai yang dapat meninggalkan kesan yang baik bagi penonton,
sebuah nilai yang menjadi pembelajaran bagi penonton. Sejauh ini, saya menilai film
Indonesia sangat jarang sekali dapat memenuhi 2 kriteria tersebut. Film2 karya sutradara2
Indonesia yang terkenal menurut saya BERMUTU, tapi masih belum bisa dikatakan
MENGHIBUR. Pesan2 moral yang menjadikannya BERMUTU pun menurut saya sulit
ditangkap, sebagai contoh saya lebih ngerti pesan moral film Kungfu Panda dibandingkan
film “?”. Alangkah baiknya bila mereka belajar memenuhi kriteria MENGHIBUR dari film2
luar untuk melengkapi dan mendukung kriteria “BERMUTU” dengan mendukung
kembalinya film luar ke Indonesia.

4. Atitude Sineas Indonesia

Seorang seniman film yang baik memiliki niat untuk menyediakan tontonan / film yang
MENGHIBUR dan BERMUTU kepada para penonton. Dan itulah yang dilakukan para
sutradara2 dan aktor/aktris hollywood dalam membuat film mereka yang seharusnya menjadi
contoh bagi para seniman2 film Indonesia. Menurut saya, masih sedikit film Indonesia
MENGHIBUR dan BERMUTU yang layak ditonton (worth spending your money) . Hal
tersebut tak terlepas dari sikap sineas2 Indonesia yang ingin membuat film secara instant.
Jadilah bioskop2 kita seperti kuburan karena tidak ada film luar lengkap dengan poster film2
horror-porno yang diciptakan sineas2 kita. Adapun sikap arogan juga ditunjukkan sineas2
yang mampu memenuhi kriteria MENGHIBUR dan BERMUTU ataupun salah satunya.
Mereka sangat percaya diri filmnya bisa sukses TANPA BANTUAN FILM LUAR. Dan
sineas2 munafik macam ini sering kita baca komentarnya di surat2 kabar dan blog2 media
massa. Padahal secara tidak langsung eksistensi film luarlah yang mengundang penonton ke
gedung bioskop bukan film Indonesia. Dan setelah menyadari hal itu dan merugi karena
filmnya tidak laku mereka menjilat ludah mereka sendiri dan sok objektif menyanjung2 film
luar. Ingin saya garisbawahi meskipun pengetahuan saya dalam perfilman tidak seluas
mereka, sikap mereka tersebut dapat menghancurkan perfilman di Indonesia, baik film lokal
maupun film luar. Efeknya pun sudah kita rasakan sekarang ini dimana bioskop2 sudah mulai
mati perlahan-lahan.

5. Kurangnya Kemandirian Seniman Film Indonesia

Saya dapat berasumsi poin 4 ini karena saya melihat sikap lembeng dari para seniman film
Indonesia yang merengek ke presiden karena pajak untuk produksi film mereka terlalu besar.
Padahal dengan pajak yang tinggi memiliki sisi positif bagi film Indonesia, yaitu
menstimulasi para pembuat film untuk membuat film yang MENGHIBUR dan BERMUTU.
Akhirnya dapat kita lihat sekarang setelah pajak film Indonesia diringankan semakin banyak
tontonan yang tidak MENGHIBUR dan BERMUTU menghiasi bioskop2 Indonesia. Sama
sekali tidak terjadi perubahan yang mereka harapkan, yaitu kemajuan film nasional. Selain
BERGANTUNG PADA PEMERINTAH, mereka juga merengek tentang pajak tersebut
dengan membawa-bawa pajak film luar. Saya tidak tahu apakah itu supaya film mereka bisa
lebih laku dengan harapan pemerintah membatasi masuknya film luar, yang ujung2nya tidak
beredar film luar keluaran studio2 besar hollywood (film summer). Tapi dari komentar-
komentar beberapa artis dan sutradara Indonesia, saya menangkap bahwa selain bergantung
pada pemerintah dalam membuat film bermutu, mereka juga TIDAK BERANI BERSAING
DENGAN FILM LUAR. Benar2 sikap yang memalukan bagi seorang seniman film yang
menunjukkan sikap pengecut dan backstabbing (karena mereka menghujat film luar tapi suka
nonton film luar -_-‘)

6. Kurangnya Dukungan Pemerintah


Dukungan pemerintah yang saya maksud bukan dalam membuat film tersebut, tapi
mendukung dalam bentuk MENYELESAIKAN KRISIS FILM LUAR INI SECEPAT
MUNGKIN SECARA BIJAKSANA. Saya menuntut hal tersebut karena merupakan win-win
solution bagi pemerintah - film luar - film lokal -penonton. PEMERINTAH merasa
mendapatkan haknya secara layak, yaitu pembayaran atas utang importir dimana pemungutan
utang dilakukan secara kekeluargaan, yaitu importir FILM LUAR memenuhi kewajibannya
membayar pajak dan utang pajaknya sementara ia boleh MENGIMPOR FILM LUAR, yang
menjadi pembelajaran bagi sineas Indonesia dalam meningkatkan kualitas FILM
INDONESIA dan tentunya menjadi hiburan yang memuaskan bagi PENONTON.

Anda mungkin juga menyukai