Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Faktor kesuksesan seorang anak di masa depan ditentukan oleh bagaimana
perkembangan seluruh aspek dirinya, yaitu perkembangan fisik, kognitif/intelektual,
emosi, dan spiritual yang berkembang secara optimal. Walaupun secara garis beras garis
hidup manusia ditentukan oleh kedua faktor, yaitu faktor hereditas dan lingkungan tetapi
akan lebih mudah untuk berkonsentrasi kepada faktor lingkungan karena secara langsung
memiliki konseksuensi parktis pada pola pengasuhan dan pendidikan anak. Sementara,
faktor hereditas cukup untuk kajian awal tentang potensi dasar seseorang dan untuk
menelusuri berbagai faktor hereditas yang negatif. Pengaruh Faktor hereditas pada manusia
berhenti sesaat setelah peristiwa konsepsi terjadi. Setelah itu, faktor lingkunganlah yang
secara dominan dan aktual mempengaruhi seluruh aspek kemanusiaa. Faktor hereditas
hanya memberi modal dasar saja.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa perkembangan manusia sudah dimulai pada
masa prenatal tidak hanya aspek fisik tetapi aspek-aspek lainnya seperti kognitif, emosi,
dan bahkan spiritual. Hal ini tentunya dalam batasan-batasan tertentu sesuai dengan
kondisi janin atau dapat dikatakan sebagai pembentukan karakter dasar. Seperti emosi
janin dan setelah besar nanti ternyata dipengaruhi oleh kondisi emosi sang ibu.
Perkembangan ini akan terus berlanjut sampai lahir dan besar nanti yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan berupa pola pengasuhan dan pendidikan.
Sementara perkembangan kognitif dianggap sebagai penentu kecerdasan intelektual
anak, kemampuan kognitif terus berkembang seiring dengan proses pendidikan serta juga
dipengaruhi oleh faktor perkembangan fisik terutama otak secara biologis. Perkembangan
selanjutnya berkaitan dengan kognitif adalah bagaimana mengelola atau mengatur
kemampuan kognitif tersebut dalam merespon situasi atau permasalahan. Tentunya, aspek-
aspek kognitif tidak dapat berjalan sendiri secara terpisah tetapi perlu dikendalikan atau
diatur sehingga jika seseorang akan menggunakan kemampuan kognitifnya maka perlu
kemampuan untuk menentukan dan pengatur aktivitas kognitif apa yang akan digunakan.
Oleh karena itu, sesorang harus memiliki kesadaran tentang kemampuan berpikirnya
sendiri serta mampu untuk mengaturnya. Para ahli mengatakan kemampuan ini disebut
dengan metakognitif.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Kemampuan Metakognitif?


2. Bagaimana Perkembangan Metakognitif Anak?
3. Bagaimana Peran Metakognitif Dalam Pembelajaran
4. Bagaimana Peran Penting Guru Biologi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kemampuan Metakognitif


Metakognisi berarti apa yang kita ketahui tentang apa yang diketahui menurut
Halpern dalam Setyono (2008). Metakognisi merupakan refleksi terhadap pikiran, berfikir
terhadap pikirannya sendiri menurut Janssens & de Klein dalam Setyono (2008). Menurut
Flavell dalam Setyono (2008), disebut metakognisi karena makna intinya adalah “cognition
about cognition” atau berfikir terhadap proses berfikirnya sendiri. Metakognisi mencakup
pengetahuan dan aktivitas kognitif yang menjadikan aktivitas kognitif itu sebagai
objeknya. Metakognisi berarti pengetahuan seseorang tentang proses kognitif dirinya
sendiri dan hal-hal yang berhubungan dengannya, seperti pengetahuan tentang informasi
dan data yang relevan. Flavell mengemukakan konsep tentang kemampuan metakognitif
sebagai pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman
metakognitif (metacognitive experience).
Menurut Suherman et.al. (2001 : 95), metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan
dengan apa yang diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana
dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan
dan kelebihan yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi
dalam memecahkan masalah, sebab dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa
muncul pertanyaan : “Apa yang saya kerjakan ?”; “Mengapa saya mengerjakan ini?”; “Hal
apa yang membantu saya untuk menyelesaikan masalah ini?”.
Flavel dalam Dindin […] memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran sesuatu
masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan
menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan, dan kemampuan menilai
kemajuan belajar sendiri. Sementara menurut Margaret W. Matlin dalam Dindin […],
metakognitif adalah “knowledge and awareness about cognitive processes – or our thought
about thinking”.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan
masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”.
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan dan keyakinan yang terhimpun
melalui pengalaman kognitif seseorang dan tersimpan dalam memori jangka panjangnya.
Pengetahuan metakognitif dapat bersifat deklaratif, yaitu seseorang mengetahui bahwa
(knowing that) atau bersifat prosedural, yaitu seseorang mengetahui bagaimana (knowing
how), atau kedua-duanya. Pengetahuan metakognitif seseorang dapat dibagi menjadi
pengetahuannya tentang pribadi, tugas-tugas dan strategi. Kategori pribadi meliputi
pengetahuan dan keyakinan yang berkaitan dengan seperti apa seseorang itu.
Pengalaman metakognitif merupakan pengalaman kognitif dan afektif yang
berkenaan dengan usaha kognitif. Sebagai contoh, siswa yang kemudian menyadari bahwa
ia tidak memahami soal cerita yang telah dibacanya dapat memacu beberapa tindakan
adaptif seperti membaca kembali, berfikir ulang tentang apa yang berhasil dipahaminya,
atau meminta penjelasan pada orang lain. Pengalaman metakognitif turut memberikan
kontribusi informasi tentang pribadi, tugas-tugas dan strategi pada pengetahuan
metakognitif seseorang. Terlihat bahwa pengetahuan metakognitif, pengalaman
metakognitif dan perilaku kognitif secara konstan saling menginformasikan dan saling
memunculkan selama pengerjaan suatu tugas kognitif.
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari keterampilan metakognitif yang
dikemukakan oleh para ahli Corebima dalam Anathime (2009):
1. Eggen dan Kauchak (1996) menyatakan bahwa pengembangan kecakapan metakognitif
pada para siswa adalah suatu tujuan pendidikan yang berharga, karena kecakapan itu dapat
membantu mereka menjadi self-regulated learners. Self-regulated learners bertanggung
jawab terhadap kemajuan belajarnya sendiri dan mengadaptasi strategi belajarnya
mencapai tuntutan tugas.
2. Menurut Marzano (1988), manfaat metakognisi (strategi) bagi guru dan siswa adalah
menekankan monitoring diri dan tanggung jawab siswa (monitoring diri merupakan
kecakapan berpikir tinggi).
3. Susantini, dkk. (2001) menyatakan melalui metakognisi siswa mampu menjadi pebelajar
mandiri, menumbuhkan sikap jujur dan berani melakukan kesalahan dan akan
meningkatkan hasil belajar secara nyata.
4. Howard (2004) menyatakan bahwa keterampilan metakognitif diyakini memegang
peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi,
perhatian (attention), ingatan (memory), dan pemecahan masalah; sejumlah peneliti yakin
bahwa penggunaan strategi yang tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan
belajar.
5. Peters (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognitif memungkinkan para siswa
berkembang sebagai pebelajar mandiri, karena mendorong mereka menjadi manajer atas
dirinya sendiri serta menjadi penilai atas pemikiran dan pembelajarannya sendiri.
Berdasarkan manfaat yang telah dikemukakan, maka pemberdayaan keterampilan
metakognitif sangatlah penting dalam pembelajaran. Dengan memiliki keterampilan
metakognitif, siswa akan mampu untuk menyelesaikan tugas belajarnya dengan baik
karena mereka mampu untuk merencanakan pembelajaran, mengatur diri, dan
mengevaluasi pembelajarannya.
Livingston dalam Anathime (2009) membagi pengetahuan metakognitif menjadi 3
kategori, yaitu pengetahuan tentang variabel-variabel personal, variabel-variabel tugas, dan
variabel-variabel strategi. Pengetahuan tentang variabel-variabel personal berkaitan dengan
pengetahuan tentang bagaimana siswa belajar dan memproses informasi serta pengetahuan
tentang proses-proses belajar yang dimilikinya. Sebagai contoh, seorang siswa sadar bahwa
proses belajar lebih produktif jika dilakukan di perpustakaan dari pada di rumah.
Pengetahuan tentang variabel-variabel tugas melibatkan pengetahuan tentang sifat tugas
dan jenis pemrosesan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas itu. Sebagai contoh,
siswa sadar bahwa membaca dan memahami teks ilmu pengetahuan memerlukan lebih
banyak waktu dari pada membaca dan memahami sebuah novel. Pengetahuan tentang
variabel-variabel strategi melibatkan pengetahuan tentang strategi-strategi kognitif dan
metakognitif serta pengetahuan kondisional tentang kapan dan di mana strategi-strategi
tersebut digunakan.
Keterampilan kognitif dan metakognitif, sekalipun berhubungan tetapi berbeda;
keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan keterampilan
metakognitif diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan (Rivers, 2001
dan Schraw, 1998 dalam Anathime 2009).
Indikator-indikator keterampilan metakognitif yang akan dikembangkan yaitu: (1)
mengidentifikasi tugas yang sedang dikerjakan, (2) mengawasi kemajuan pekerjaannya, (3)
mengevaluasi kemajuan, dan (4) memprediksi hasil yang akan diperoleh. Selanjutnya
proses-proses yang diarahkan pada pengaturan proses berpikir juga akan membantu (1)
mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang dimiliki untuk mengerjakan tugas, (2)
menentukan langkah-langkah penyelesaian tugas, dan (3) menentukan intensitas, atau (4)
kecepatan dalam menyelesaikan tugas. Indikator-indikator keterampilan metakognitif
tersebut dituangkan dalam inventori keterampilan metakognitif (Anathime, 2009).
Menurut Blakey dan Spence (2000) dalam Anathime (2009), strategi untuk
mengembangkan keterampilan metakognitif adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan “apa yang tidak kamu ketahui”
2. Membahas tentang berpikir
3. Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri
4. Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi
B. Perkembangan Metakognitif Anak
Menurut Desmita dalam Dindin […], pada umumnya teori-teori tentang
kemampuan metakogntif mendapat inspirasi dari penelitian J.H Plavel mengenai
pengetahuan metakognitif dan penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau
pengontrolan pengeturan diri (self-regulation) selama pemecahan masalah.
Desmita dalam Dindin […] dinyatakan bahwa penelitian Flavel tentang
metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Flavel menunjukkan bahwa anak-anak
yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan dengan dunia fisik,
terpisah dari dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara
akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menginterpretasi tentang realitas dan emosi yang
dialami. Anak-anak usia 3 tahun telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa
mental internal yang menyenangkan, yang referensial (merujuk pada peristiwa-peristiwa
nyata atau khayalan), dan yang unik bagi manusia. Mereka juga dapat membedakan pikiran
dengan pengetahuan.
Dari beberapa penelitian lain terungkap bahwa anak-anak yang masih kecil usia 2 –
2,5 tahun telah mengerti bahwa untuk menyembunyikan sebuah objek dari orang lain
mereka harus menggunakan taktik penipuan, seperti berbohong atau menghilangkan jejak
mereka sendiri (Hala et.al., dalam Dindin ). Sementara Wellman dan Gelman dalam Dindin
[…] menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia tumbuh secara
ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian pada usia 3 tahun anak
menunjukkan suatu pemahaman bahwa kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan
internal dari seseorang berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut. Secara lebih
rinci Wellman menunjukkan kemajuan pikiran anak usia 3 tahun dalam empat tipe
pemahaman yang menjadi dasar bagi pikiran teoritis mereka, yaitu : (1) memahami bahwa
pikiran terpisah dari objek-objek lain; (2) memahami bahwa pikiran menghasilkan
keinginan dan kepercayaan; (3) memahami tentang bagaimana tipe-tpe keadaan mental
yang berbeda-beda berhubungan; dan (4) memahami bahwa pikiran digunakan untuk
menggambarkan realitas eksternal.
Berdasarkan hal ini, berarti kemampuan metakognitif telah berkembang sejak masa
anak-anak awal dan terus berlanjut sampai usia sekolah dasar dan seterusnya mencapai
bentuknya yang lebih mapan. Pada usia sekolah dasar seiring dengan tuntutan kemampuan
kognitif yang harus dikuasai oleh anak/siswa, mereka dituntut pula untuk dapat
menggunakan dan mengatur kognitif mereka. Metakognitif banyak digunakan dalam
situasi pembelajaran, seperti dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika,
membaca buku, serta dalam melakukan kegiatan drama atau bermain peran.
Kemampuan metakognitf anak tidak muncul dengan sendirinya, tetapi memerlukan
latihan sehingga menjadi kebiasaan. Suherman (2001:96) menyatakan bahwa
perkembangan metakognitif dapat diupayakan melalui cara dimana anak dituntut untuk
mengobservasi tentang apa yang mereka ketahui dan kerjakan, dan untuk merefleksi
tentang apa yang dia obeservasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru atau pendidik
(termasuk orang tua) untuk mengembangkan kemampuan metakognitif baik melalui
pembelajaran ataupuan mengembangkan kebiasaan di rumah.
C. Peran Metakognitif Dalam Pembelajaran
Pembelajaran Strategi Metakognitif
Strategi Metakognitif berkaitan dengan cara untuk meningkatkan kesadaran tentang
proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung. Apabila kesadaran itu ada, seseorang
dapat mengontrol pikirannya.
Siswa dapat menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran meliputi tiga
tahap berikuti, yaitu : merancang apa yang hendak dipelajari; memantau perkembangan
diri dalam belajar; dan menilai apa yang dipelajari. Strategi metakognitif dapat digunakan
untuk setiap pembelajaran bidang studi apapun. Hal ini penting untuk mengarahkan siswa
agar bisa secara sadar mengontrol proses berpikir dan pembelajaran yang dilakukan siswa.
Dengan menggunakan strategi metakognitif, siswa akan mampu mengontrol
kelemahan diri dalam belajar dan kemudian memperbaiki kelemahan tersebut ; siswa dapat
menentukan cara belajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya sendiri ; siswa dapat
menyelesaikan masalah-masalah dalam belajar baik yang berkaitan dengan soal-soal yang
diberikan oleh guru atau masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan proses
pembelajaran; dan siswa dapat memahami sejauhmana keberhasilan yang telah ia capai
dalam belajar.
Strategi metakognitif dapat juga diajarkan kepada siswa untuk digunakan dalam
memecahkan masalah dalam bentuk soal-soal matematika. Strategi metakognitif dapat
digunakan siswa dalam proses pemecahan masalah, yaitu : memahami masalah,
merencanakan strategi pemecahan, menggunakan/ menarapkan strategi yang telah
direncanakan dan menilai hasil pekerjaan. Pembelajaran strategi metakognitif dapat
dilakukan secara infusi dalam proses pembelajaran sehingga strategi metakognitif tidak
menjadi materi khusus yang diajarkan. Guru dapat meingkatkan kemampuan strategi
metakognitif dalam pembelajaran. Beberapa kemampuan strategi metakognitif siswa yang
dapat dibiasakan berdasarkan modul yang dibuat oleh Pusat Perkembangan Kurikulum
Malaysia (Dindin), yaitu :
1. merancang/mempersiapkan kegiatan belajar sendiri;
2. bertanya pada diri sendiri misalnya sebelum, ketika dan setelah membaca buku;
3. berfikir terlebih dahulu secara sadar sebelum melakukan sesuatu;
4. menilai dua jenis kegiatan untuk menentukan mana yang terbaik;
5. mengetahui tingkah laku yang terbaik karena melalui pujian guru atau temannya;
6. menghindari mengatakan “saya tidak bisa”;
7. menggunakan strategi metakognitif dalam belajar dengan bantuan guru melalui
pengarahan dalam bentuk pertanyaan seperti “apa yang ingin Anda katakan adalah ...” ;
8. siswa semangat dalam belajar dan dalam melakukan suatu kegiatan melalui pujian guru;
9. berbicara dengan baik dan benar dimana guru menjelaskan tentang pernyataan mana
yang benar atau yang salah serta bagaimana implikasinya;
10. bermain peran dalam belajar untuk melatih siswa berfikir dan berindak sesuai dengan
perannya;
11. mencatat jurnal tentang kegatan sendiri; dan
12. berprilaku yang baik dan bertindak benar melalui teladan dari guru.
Ketika menjadi guru dan memberi les seorang siswa SMP yang sangat cerdas,
penulis mendengar dua kalimat yang diucapkan siswa tersebut pada waktu les, yaitu:
1. ”Wah ini bagian yang sering membuat saya keliru.” Kalimat ini ia ucapkan ketika ia
sampai pada proses hitung menghitung.
2. ”Wah langkah ini sepertinya tidak akan menghasilkan jawaban soal ini.
3. Pekerjaan ini sepertinya akan mengarah ke jalan buntu. Saya harus mencari jalan lain.”
Seorang siswa dapat memiliki pengetahuan tentang sudut, teorema Phytagoras, dan
ia dapat juga memiliki pengetahuan tentang kemampuan berpikirnya sendiri. Pengetahuan
tentang sudut dan teorema Phytagoras bukanlah metakognitif. Namun pengetahuan tentang
kemampuan berpikir diri siswa itu sendiri itulah yang merupakan hasil dari proses
metakognitif.
Pada contoh di atas, ada dua hal berbeda yang sangat erat kaitannya yang sesuai
dengan pendapat Garofalo dan Lester berkait dalam Shadiq […] dengan pengertian
metakognitif, yaitu:
1. Pengetahuan dan keyakinan mengenai fenomena kognitif diri mereka sendiri, seperti
pada contoh 1 di atas.
2. Pengaturan dan kontrol terhadap tindakan kognitif diri mereka sendiri, seperti pada
contoh 2 di atas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan beberapa contoh metakognitif
lainnya berikut ini:
1. “Saya terlalu lambat belajar, baru setengah bagian yang saya kuasai.”
2. “Kemungkinan besar saya telah keliru menggunakan cara ini. Hasilnya tidak menjadi
semakin sedehana. Saya harus mencoba cara lain.”
3. “Untuk memecahkan soal seperti ini, saya harus membuat gambar corat-coret untuk
membantu kemampuan mengingat yang sangat terbatas pada otak saya ini.”
4. “Sudah tiga kali saya tergesa-gesa menarik kesimpulan yang telah menyebabkan hasilnya
salah. Saya harus mencoba menggunakan bilangan negatif untuk meyakinkan diri saya
sendiri bahwa kesimpulan ini benar adanya.”
5. “Bahan ini nampaknya sangat sulit. Sudah 45 menit saya belajar namun belum ada satu
bagianpun yang saya kuasai. Saya harus lebih berkonsentrasi.”
6. “Untuk menguasai topik ini dengan baik, dibutuhkan waktu kurang lebih satu setengah
jam karena banyak hal yang harus diperhatikan.”
7. “Saya harus lebih berhati-hati di saat mengalikan dua bilangan seperti 234 × 453 ini
karena saya sudah pernah salah dua kali. Kalau tidak hati-hati, saya akan mendapat nilai
jelek pada saat ulangan sekarang ini.”

E. Peran Penting Guru Biologi


Sekali lagi, setiap siswa, siapapun dia akan memiliki kekurangan dan kelebihan
sendiri-sendiri. Sudah diceritakan di bagian depan tentang siswa yang berhasil menemukan
atau mendapatkan pengetahuan tentang kelemahan dirinya. Dengan pengetahuan tersebut
ia dapat mengontrol dirinya sendiri agar lebih berhati-hati. Namun di kelas yang kita didik,
tidak semua siswa berlaku seperti itu. Ada siswa yang tidak atau belum mengetahui
keterbatasan otaknya sehingga ia tidak perlu mengontrol dirinya sendiri agar lebih berhasil
mempelajari matematika.
Pada intinya, siswa yang memiliki pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan
dirinya sendiri akan dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya sendiri untuk
melakukan sesuatu yang menguntungkan ataupun tidak melakukan sesuatu yang
merugikan dirinya. Kesimpulannya, siswa yang memiliki pengetahuan metakognitif akan
jauh lebih berhasil dalam mempelajari matematika daripada siswa yang tidak memilikinya.
Di setiap kelas, akan ada siswa yang cerdas dan tidak sedikit pula yang biasa-biasa
saja. Tentunya, akan ada siswa yang belum menyadari kekurangan dirinya. Karena itu,
salah satu tugas seorang guru adalah membantu setiap siswanya, agar mereka mengetahui
dan mensyukuri kelebihan dirinya. Tidak hanya itu, tugas lainnya adalah membantu
siswanya untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan dirinya, sehingga ia dapat
mengendalikan dirinya sendiri, dalam arti ia dapat meminimalkan kekurangannya tersebut.
Untuk membantu menyadarkan siswanya, para guru dapat menggunakan
pertanyaan, seperti:
1. “Selama proses pembelajaran di kelas, kamu dapat menyelesaikan soal dengan baik,
tetapi waktu ulangan mendapat nilai 4. Coba pikir baik-baik, mengapa hal ini bisa terjadi?
Apakah kamu tidak belajar di rumah?”
2. “Mengapa pekerjaanmu untuk soal nomor 3 ini salah?”
3. “Di bagian mana dari topik ini yang belum kamu kuasai dengan baik?”
4. “Dapatkah kamu mengerjakan soal ini tanpa melihat catatan?”
5. “Kamu menyatakan bahwa kamu kurang teliti. Bapak setuju. Apa yang harus kamu
lakukan ketika ulangan atau ketika mengerjakan soal agar hal itu tidak mempengaruhi nilai
kamu?”

Sebagai rangkuman, apa yang dipaparkan di atas menunjukkan pentingnya para


siswa mengetahui atau menyadari kekurangan maupun kelebihan diri mereka sendiri, agar
para siswa yang memiliki pengetahuan tersebut akan dapat mengontrol dirinya sendiri
untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Dengan cara seperti itu, diharapkan
para siswa akan lebih berhasil mempelajari matematika. Peran penting metakognitif telah
dinyatakan secara gamblang oleh Garofalo dan Lester (JRME) dengan menyatakan: “There
is also growing support for the view that purely cognitive analyses of mathematical
performance are inadequate because they overlook metacognitive actions.” Hal ini
menunjukkan bahwa unjuk kerja (performance) seorang siswa dengan hanya melihat pada
aspek kognitifnya saja, dan dengan mengacuhkan aspek metakognitifnya adalah belum
cukup. Diperlukan kepaduan analisis, baik kognitif maupun metakognitif yang berkait
dengan unjuk kerja seseorang. Pada akhirnya, merupakan tugas mulia seorang guru
matematika untuk membantu siswanya sehingga mereka memiliki pengetahuan
metakognitif yang lebih lengkap sejalan dengan bertambahnya usia dan pengalamannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau
bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Secara pragmatis, teori belajar
dapat di fahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa
belajar.
Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah.
Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses memberi
kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman untuk
memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses ini meliputi keterampilan
mengamati, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan selalu
mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, membuat
hipotesis, menggolongkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan
secara lisan atau tulisan, menggali dan memilah informasi faktual dan relevan untuk menguji
gagasan-gagasan atau memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anathime. 2009. Keterampilan Metakognitif . [online].


Tersedia:http://biologyeducationresearch.blogspot.com/2009/12/keterampilan-
metakognitif.html [24 April 2011]
Dindin.[…]. Perkembangan Metakognitif Dan Pengaruhnya Pada Kemampuan Belajar Anak.
[online].
Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/KD...MUIZ.../Perkembangan_Metakognitif.pdf.
[22 April 2011].
Suherman dkk .(2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jurusan Pendidikan
Matematika UPI. Bandung.
Setyono. (2008). Metakognitif dalam Pemecahan Masalah. [online].
Tersedia:http://setyono.blogspot.com/2008/12/metakognitif-dalam-pemecahan-
masalah.html. [22 April 2011].
Shadiq.[…]. Bagaimana Cara Guru Matematika Meningkatkan Kecakapan Mengenal Diri
Sendiri Para Siswa?. [online]. Tersedia : http://fadjarp3g.files.wordpress.com/.../ok-
kecakapandirisendiri_limas_.pdf. [ 22 April 2011]
Jonassen. (2000). Toward a Design Theory of Problem Solving To Appear in Educational
Technologi : Research and Depelopement. [online] Tersedia:
http://www.coe.missouri.edu/~jonassen/PSPaper%20 final.pdf. [22 April 2011]

Anda mungkin juga menyukai