Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN TIMBULNYA

JERAWAT PADA SISWA SMP NEGERI 4 NGAWI

NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh :

IKA
J500110022

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN TIMBULNYA JERAWAT PADA


SISWA SMP NEGERI 4 NGAWI

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta


Ika1, Moh. Fanani2, Erna Herawati3

Latar Belakang : Jerawat atau acne vulgaris, biasa disebut acne, adalah penyakit
kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada pilosebasea yang sering terjadi pada
masa remaja, terbanyak pada usia 14-15 tahun pada laki-laki. Penyebab
munculnya jerawat multifaktoral, salah satu faktor pemicu adalah stres psikologis.
Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan
timbulnya jerawat pada siswa SMP Negeri 4 Ngawi.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Untuk menguji kemaknaan hubungan antara dua
variable tersebut digunakan Uji Spearman.
Hasil Penelitian : Dari 41 siswa didapatkan 68,3% mengalami stres dan semua
siswa mengalami jerawat baik derajat ringan, sedang dan berat. Ada hubungan
tingkat stres dengan timbulnya jerawat pada siswa SMP Negeri 4 Ngawi (p <
0,001)
Kesimpulan : Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara tingkat stres
dengan timbulnya jerawat pada siswa laki-laki di SMP Negeri 4 Ngawi, dimana
semakin tinggi tingkat stres semakin tinggi timbul jerawat

Kata kunci : Stres, jerawat, faktor risiko,

1.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
3.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN STRESS LEVEL AND ACNE ONSET


AT STUDENT’S SMP NEGERI 4 NGAWI

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta


Ika1, Moh. Fanani2, Erna Herawati3

Background: Acne vulgaris, or it is usually called as acne, is an obstructive and


chronic inflammatory skin disease of pilocebacea and it is often occurring in
adolescence, mostly in male of 14-15 years old. The cause of acne onset is
multifactor, and one of them is psychological stress.
Purpose: Purpose of the research is to know correlation between stress level and
acne onset among at student’s SMP Negeri 4 Ngawi.
Method: The research uses an observational-analytic method with cross-sectional
approach. Spearman test is used to know significance of correlation between the
two variables.
Results: It was found that 68.3% of 41 students suffered from stress and the
affected students had acne with mild, moderate and serious degrees of severity.
There is correlation between stress level and acne onset of male at student’s SMP
Negeri 4 Ngawi (p < 0.001).
Conclusion: There is a very significant and positive correlation between stress
level and acne onset among male students of SMP Negeri 4 Ngawi, increasingly
high stress levels the high arise acne.

Key words: Stress, acne, risk factor

1.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
3.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
PENDAHULUAN lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada
Jerawat atau acne vulgaris, biasa rentang usia 20 tahun atau lebih
disebut acne, adalah penyakit kulit (Sudharmono, 2009).20
obstruktif dan inflamatif kronik pada
Komplikasi atau dampak dari
pilosebasea yang sering terjadi pada
jerawat antara lain akne komedonal,
masa remaja (Movita, 2013).11 Tempat akne papulo-pustuler, akne konglobata
predileksi jerawat ialah muka, bahu, dan akne berat lainnya (Murtiastutik,
dada, punggung, leher, dan lengan 2009).13 Penderita jerawat memiliki
21
(Wasitaatmadja, 2011). kadar androgen serum dan kadar sebum
Pada sebuah penelitian di lebih tinggi dibandingkan dengan orang
departemen dermatologi klinik fakultas normal, meskipun kadar androgen serum
kedokteran di Carolina Utara, Amerika penderita jerawat masih dalam batas
tahun 2007 dengan sampel siswa normal (Movita, 2013).
11

sekolah menengah yang berumur 14-15 Stres merupakan usaha penyesuaian


tahun di Singapura, disebutkan pada diri (Maramis, 2009).10 Bila ia sanggup
keadaan stres tinggi terjadi serangan
mengatasinya artinya tidak ada
jerawat yang cukup signifikan yaitu
gangguan pada fungsi organ tubuh maka
95% pada siswa laki-laki dan 92% pada
dikatakan yang bersangkutan tidak
siswa wanita (Yosipovitch, et al.,
mengalami stres dan sebaliknya bila
23
2007). mengalami gangguan pada satu atau
Menurut Departemen Ilmu lebih organ tubuh sehingga yang
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK bersangkutan tidak dapat menjalankan
Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto fungsi pekerjaannya dengan baik maka
Mangunkusumo-Jakarta pada waktu ia disebut mengalami distres (Maramis,
remaja jerawat adalah salah satu
2009).10 Stres psikologis dapat
problem. Di Indonesia sekitar 95-100%
memperburuk jerawat, tidak diketahui
laki-laki maupun 83-85% perempuan
apakah hubungan yang dirasakan antara
usia 16-17 tahun menderita jerawat.
stres dan eksaserbasi jerawat adalah
Prevalensi jerawat pada perempuan
karena peningkatan produksi sebum
dewasa sekitar 12% dan pada laki-laki
(Yosipovitch, et al., 2007).23 Tingkat
dewasa 3%. Dalam suatu penelitian lain
stres dapat memperburuk jerawat.
didapatkan bahwa jerawat merupakan
Dalam survei baru-baru ini di antara 215
masalah kulit sampai melewati masa
mahasiswa kedokteran, 67% dari siswa
remaja dengan prevalensi perempuan
mengidentifikasi stres sebagai penyebab Berdasarkan latar belakang yang
jerawat mereka. Selain itu, beberapa telah diuraikan di atas penulis tertarik
studi telah menunjukkan bahwa stres untuk meneliti sejauh mana ‘’Hubungan
psikologis dapat mengubah fungsi tingkat stres dengan timbulnya jerawat
kekebalan dari fungsi barier kulit pada siswa SMP Negeri 4 Ngawi’’.
(Yosipovitch, et al., 2007).23 Tujuan penelitian ini untuk
Stres psikologis akan merangsang mengetahui hubungan tingkat stres
hipotalamus untuk memproduksi dengan timbulnya jerawat pada SMP
Corticotropin Releasing Faktor (CRF), Negeri 4 Ngawi.
yang akan menstimulasi hipofisis
anterior, sehingga terjadi peningkatan METODE PENELITIAN
kadar Adenocorticotropin Hormon Jenis penelitian ini menggunakan
(ACTH). Terjadinya peningkatan ACTH metode observasional analitik dengan
dalam darah yang menyebabkan pendekatan studi cross sectional yaitu
aktivitas korteks adrenal meningkat. untuk menentukan hubungan antara
Salah satu hormon yang dihasilkan oleh faktor risiko dan penyakit (Sastro
16
korteks adrenal adalah hormon Asmoro dan Ismael, 2011). Penelitian
androgen. Aktivitas korteks yang ini dilakukan pada siswa SMP Negeri 4
meningkat akan mengakibatkan Ngawi pada bulan Oktober 2014.
peningkatan kadar hormon androgen Tempat ini ditunjuk berdasarkan
yang berperan penting dalam timbulnya kesesuaian penelitian yang dilakukan
jerawat (Guyton, 2008).3 oleh penulis. Subjek penelitian adalah

Masa remaja merupakan masa siswa SMP Negeri 4 Ngawi. Teknik

transisi dalam rentang kehidupan penetapan sampel yang digunakan

manusia yang menghubungkan masa penelitian ini adalah total sampling.

kanak-kanak dan masa dewasa (Kaplan Dimana seluruh sampel mendapatkan

& Sadock, 2010).8 Menurut WHO kesempatan untuk menjadi responden

batasan usia remaja adalah 10 sampai 19 diobservasi yang memenuhi kriteria.


Penelitian cross sectional ini
tahun (Soetjiningsih, 2007).18 Masa
membutuhkan paling sedikit 35 sampel,
remaja merupakan salah satu tahapan
namun penelitian menetapkan jumlah
yang paling stres dalam kehidupan
responden sebanyak 40 orang (Arief,
seseorang (Kuru & Yilmaz, 2012).9
2003).1
Dengan memperhatikan kriteria insklusi HASIL DAN PEMBAHASAN
dan eksklusi. Dimana kriteria insklusi Hasil Penelitian
yaitu: siswa SMP Negeri 4 Ngawi, dan Berdasarkan penelitian yang telah
berjerawat. Sedangkan kriteria eksklusi dilakukan pada 12 Januari 2015 pada
adalah sedang masa pengobatan siswa SMP Negeri 4 Ngawi. Data yang
kortikosteroid (inflamasi sistemik, didapatkan yaitu data primer yang
infeksi, reaksi alergika dan penyakit diambil dari kuesioner. Subjek
kulit ) baik oral maupun topikal dan obat penelitiannya adalah siswa kelas VII,
hormonal VIII dan IX SMP Negeri 4 Ngawi,
Intrumen dalam penelitian ini sebanyak 41 siswa yang memenuhi
adalah seperangkat skala subyektif yang kriteria inklusi pada penelitian ini.
dibentuk untuk mengukur status Tabel 1. Karakteristik Subjek
emosional negatif dari stres. Tingkatan Penelitian
stres dalam penelitian ini diukur dengan No Karakteristik Frekuensi Persentase
(%)
kuesioner Depression Anxiety Stres
1 Tempat
Scale dengan 14 item skala stres (DASS Tinggal 38 92,7
Stress). Penilaian tingkat stres diperoleh Rumah 3 7,3
Kost
dengan menjumlahkan seluruh skor dari Jumlah 41 100
setiap item. Jika didapatkan total skor 2 Tingkat
Stres 13 31,7
0-14 (normal), total skor 15-18 (stres Normal 2 4,8
ringan), total skor 19-25 (stres sedang), Stres ringan 7 17,2
Stres sedang 8 19,5
total skor 26-33 (stres berat), dan total Stres berat 11 26,8
skor > 34 (stres sangat berat). Stres sangat
berat
Data pada penelitian ini akan Jumlah 41 100
dilakukan uji analisis dengan 3 Jerawat
Ringan 5 12,2
menggunakan Spearman karena masing- Sedang 17 41,4
masing variabel bebas termasuk ordinal Berat 19 46,4
Jumlah 41 100
dan variabel terikatnya ordinal dengan
menggunakan computer dengan Dari tabel 1 terlihat, bahwa dari
program SPSS 16 for Windows. segi tempat tinggal persentase tertinggi
pada siswa yang tinggal bersama orang
tua yakni sebesar 92,7%, dari segi
tingkat stres siswa yakni 68,3%
mengalami stres, dan segi jerawat semua
siswa mengalami jerawat baik derajat sangat bermakna antara tingkat stres
ringan, sedang dan berat. dengan timbulnya jerawat pada siswa
Tabel 2. Uji Normalitas SMP Negeri 4 Ngawi.
Shapiro wilk (p)
Berdasarkan data yang diperoleh
DASS 0,044
Jerawat 0,021 mengenai hubungan tingkat stres dengan
Keterangan : p < 0,05 timbulnya jerawat pada siswa SMP
Oleh karena nilai p < 0,05 maka Negeri 4 Ngawi, didapatkan siswa
dapat diambil kesimpulan kedua dengan stres sebanyak 28 orang (68,3%)
kelompok data mempunyai sebaran data stres dan 13 orang (31,7%) tidak stres.
tidak normal. Maka dilanjutkan dengan Dan didapatkan semua siswa timbul
dengan Uji Korelasi Spearman. jerawat.
Tabel 3. Uji Korelasi Spearman Dari data hasil penelitian
Jerawat didapatkan jumlah siswa pada SMP
Stres r 0,681
p < 0,001 Negeri 4 Ngawi dengan adanya stres
n 41 sebagian besar diikuti dengan timbulnya
Keterangan : p < 0,001
jerawat. Hal ini sesuai dengan hasil
Setelah dianalisis dengan Uji penelitian dari Yosipovitch et.al pada
Korelasi Spearman diperoleh nilai p< siswa di Singapura disebutkan bahwa
0,001 ini berarti korelasi antara dua stres dapat menimbulkan eksaserbasi
variabel terdapat korelasi positif yang akne vulgaris dan juga peningkatan
bermakna dengan kekuatan korelasi asam lemak bebas dalam wajah
kuat. (Yosipovitch, at.al, 2007).23 Dalam
Pembahasan penelitian lain yang dilakukan oleh
Penelitian ini merupakan penelitian Nitya pada mahasiswa Kedokteran di
tentang hubungan tingkat stres dengan Sumatera Utara disebutkan bahwa
timbulnya jerawat pada siswa SMP terdapat hubungan stres dengan angka
Negeri 4 Ngawi yang menggunakan kejadian akne vulgaris (Nitya, 2010).14
desain penelitian observasional analitik Dengan demikian penelitian ini
dengan pendekatan cross sectional. adalah salah satu penelitian yang
Berdasarkan hasil penelitian yang memperkuat dan membuktikan bahwa
dilakukan di SMP Negeri 4 Ngawi, telah stres merupakan salah satu penyebab
diperoleh data yang dicantumkan dalam timbulnya jerawat. Eksaserbasi jerawat
bentuk tabel yang terdapat pada hasil dapat terjadi karena banyaknya keringat
penelitian, terdapat hubungan yang pada keadaan yang sangat lembab dan
panas (Widjaja, 2000).22 Walaupun sehingga menimbulkan bias dalam
dalam penelitian ini sudah dimasukkan penelitian ini. Selain itu masih terdapat
beberapa variabel lain yaitu faktor juga variabel luar yang belum dapat
herediter, hormon, kosmetika, bahan- dikendalikan seperti status orang tua,
bahan kimia dan radang upaya untuk tipe kepribadian siswa, tempat tinggal,
mengendalikan semua faktor masalah interpersonal, masalah orang
mempengaruhi munculnya jerawat tua, dan lain sebagainya yang dapat
masih sangat sulit untuk dilakukan mempengaruhi tingkat stres seseorang
mengingat penyebab jerawat yang itu.
multifaktoral.
Peningkatan stres dapat KESIMPULAN
Penelitian di SMP Negeri 4 Ngawi
berpengaruh tidak langsung terhadap
didapatkan hubungan positif yang sangat
peningkatan sekresi kelenjar sebasea
signifikan antara tingkat stres dengan
melalui peningkatan hormone androgen
timbulnya jerawat pada siswa laki-laki
seperti yang telah dijelaskan dalam
di SMP Negeri 4 Ngawi.
tinjauan pustaka peningkatan stres akan
merangsang hipotalamus Aksis Limbic-
SARAN
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal
1. Penulis merekomendasikan kepada
(LHPA) yang menyebabkan peningkat-
peneliti selanjutnya untuk meneliti
an aktivitas kelenjar sebasea dan
faktor lain yang menyebabkan
keratinosit untuk menghasilkan sebum
jerawat pada seseorang karena
adalah testosteron yang akan dirubah
terjadinya jerawat disebabkan
menjadi bentuk aktif yaitu 5- banyak faktor, sehingga tidak hanya
Dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim diukur dari faktor stres saja.
type 1-5 reductase (Hodgson, et.al, Penelitian yang dapat dilakukan
6
2006). adalah dengan metode penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah cohort untuk mendapatkan hasil
penelitian jenis cross sectional. Selain yang lebih akurat.
itu variabel-variabel yang 2. Penulis menyarankan agar pihak
mempengaruhi tingkat stres dengan sekolah melaksanakan manajemen
timbulnya jerawat yang dilaporkan stres secara efektif pada siswa-siswi
adalah berdasarkan hasil kuesioner saja, melalui motivasi dan konseling
sehingga terdapat responden yang
mengisi tidak sesuai dengan kenyataan
demi kepentingan pencegahan stres Jilid II, Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu
dan jerawat.
Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA 13. Murtiastutik, D. 2009. HIV & AIDS
1. Arief, Moh. 2003. Pengantar dengan Kelainan Kulit. Surabaya:
Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Airlangga Universitas, pp. 148-149.
Kesehatan. Cetakan Ketiga. Klaten: 14. Nitya, P. 2010. Perbedaan Stres dan
CSGF, pp. 53. Kebersihan pada Kejadian Acgne
2. Brown, R.G. dan Tony, B. 2005. Vulgaris di Kalangan Mahasiswa
Lecture Notes on Dermatologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Jakarta: Erlangga, pp. 55-65. Sumatera.
3. Guyton, A.C. dan Hall. 2008. Buku http://repository.usu.ac.id/handle/12
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi XI. 3456789/21494. (Diakses 3 Januari
Jakarta: EGC, pp. 1211-1225. 2015).
4. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit 15. Pindha, I.S. 2007. Acne Vulgaris,
Kulit. Edisi I. Jakarta: Hipokrates, dalam Tumbuh Kembang Remaja
pp. 35-45. dan Permasalahannya
5. Hartono. 2007. Stres & Stroke. (Soetjiningsih-ed). Edisi I. Jakarta:
Cetakan Kelima. Yogyakarta: CV. Agung Seto, pp. 107-118.
Kanisius. 16. Sastroasmoro, S dan Ismael, S.
6. Hodgson TK, Braunstein GD. 2006. 2011. Dasar-dasar Metodologi
Physiological Effects of Androgen in Penelitian Klinis. Edisi III. Jakarta:
Women. New Jersey: Human Press, CV. Sagung Solo, pp. 112-125.
pp: 49-62 17. Siregar, R.I. 2013. Atlas Berwarna
7. Ichsan, B dan Muhlisin, A. 2008. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta:
Aspek Psikiatri Akne Vulgaris. EGC.
Berita Ilmu Keperawatan ISNN 18. Soetjiningsih. 2007. Tumbuh
1979-2697, Vol. 1 No. 3, : 143-146. Kembang Remaja dan
8. Kaplan dan Saddock. 2010. Sinopsis Permasalahannya. Cetakan Kedua.
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Jakarta: CV. Sagung Seto, pp. 1.
Psikiatri. Jilid II. Jakarta: Bina Rupa 19. Stoppler, M.C. 2001. Stress.
Aksara. Available online at :
9. Kuru & Yilmaz. 2012. Assessment http://www.medicinenet.com/Stres/a
of Stres in Adolescent Idiopathic rticle.htm. (Diakses tanggal 28 Juli
Scoliosis Patients while Wearing a 2014).
Brace. Bio Med Central. Vol. 1. 20. Sudharmono A. 2008. Laser Skin
Available online at : Resurfacing. Seminar Perspective of
http://w.scoliosisjournal.com/conten Laser Dermatology. Surabaya.
t/pdf/1798-7161-7-51-04.pdf. 21. Wasiatamadja, S.M. 2011. Akne,
Diakses 15 Juni 2014. erupsi Akneiformis, Rosasea,
10. Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Rinofima. Dalam Ilmu Penyakit
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Kulit dan Kelamin (Adi Djuanda,
Airlangga Universitas, pp. 82. dkk. Ed). Edisi VI. Jakarta: FKUI,
11. Movita, T. 2013. Acne Vulgaris. Hal. 254-259.
CDK-203/vol.40,:269-272 22. Widjaja, E.S. 2000. Rosasea dan
12. Mudjaddid, E. & Shatri, H. 2006. Akne Vulgaris. Dalam : Marwali
Gangguan Psikosomatik; Gambaran Harahap. (ed). Ilmu Penyakit Kulit.
Umum dan Patofisiologinya dalam Jakarta: Hipokrates, pp: 31-45.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
23. Yosipovitch. 2007. Study of 24. Yulianti, D. 2003. Manajemen Stres.
Psychological Stress, Sebum Jakarta: EGC.
Production and Acne Vulgaris in
Adolescents.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/ 17340019). Diakses 18 Agustus
2014.

Anda mungkin juga menyukai