Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak prasekolah adalah anak berusia 2 - 5 tahun.rentang usia


tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan
perkembangan terutama fungsi bahasa, kognitif, dan emosi. Untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tersebut, asupan nutrisi dari makanan merupakan
salah satu faktor yang berperan penting. Pada usia prasekolah, anak mengalami
perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, dan dapat berinteraksi
dengan lingkungannya, serta dapat mengekspresikan emosinya.

Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya.


Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman- pengalaman
dan respon–respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa
kanak–kanak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau
sebaliknya tidak menyenangkan,sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap
suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap makanan.

Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara


pengolahannya.dimasyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada
pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat
tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan
makan dan selera makan yang terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakat. Menyusun
hidangan untuk anak, hal ini perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi untuk
hidup sehat dan bertumbuh kembang.

Kecukupan gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan


anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak
adalah suatu hal yang amat penting jumlah makanan dan banyaknya jenis bahan
makanan dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya
berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat
tersebut untuk jangka waktu yang panjang.
2

Disamping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga


berpengaruh pula terhadap pola pemberian makan.pola pemberian makan yang
seimbang yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang
tepat akan melahirkan status gizi yang baik.

Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan


kelebihan berat badan dan penyakit yang lain disebabkan oleh kelebihan zat gizi.
Sebaliknya, asupan makanan yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkaan
tubuh menjadi kurus.

Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi.


Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya
kecukupan gizi.

Frekuensi makan pada seseorang dengan ekonomi mampu lebih


tinggi dibandingkan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang
kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah, Ketiadaan pangan
dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang (Arisman, 2009).

Para ahli tumbuh dan kembang anak mengatakan bahwa periode 5 (lima)
tahun pertama kehidupan anak sebagai masa keemasan (golden period) atau jendela
kesempatan (window opportunity), atau masa kritis (critical period). Periode lima
tahun pertama kehidupan anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang paling pesat pada otak manusia, merupakan masa yang sangat peka bagi otak
anak dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan sekitarnya.

Pada masa ini otak anak bersifat lebih plastis dibandingkan dengan otak orang
dewasa dalam arti anak balita sangat terbuka dalam menerima berbagai macam
pembelajaran dan pengkayaan baik yang bersifat positif maupun negatif.

Sisi lain yang perlu mendapat perhatian otak balita lebih peka terhadap asupan
yang kurang mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan zat gizi yang tidak
adekuat, kurang stimulasi dan kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai.
3

Anak prasekolah yaitu anak yang berusia 3-5 tahun. Pada masa ini terjadi
pertumbuhan psikologi, biologis, kognitif dan spiritual yang begitu
signifikan.Kemampuan mereka dalam mengontrol diri, berinteraksi dengan orang lain
dan penggunaan bahasa dalm berinteraksi merupakan modal awal anak dalam
mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya, yaitu tahap masa sekolah (Whaley
dan Wong, 1995).

Masa prasekolah (3-5 tahun) merupakan fase ketika anak mulai terlepas dari
orang tua, dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya (Sayogo, 2007). Tugas
perkembangan anak prasekolah adalah mencapai otonomi yang cukup, memenuhi dan
menangani diri sendiri tanpa campur tangan orang tua secara penuh. Pada tahap ini,
anak dapat dilibatkan dalam kegiatan atau pekerjaan rumah tangga untuk membantu
orang tua (Whaley dan Wong, 1999)

Pada umumnya anak prasekolah mendapat makanan secara dijatah/diambilkan


oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri makanan mana yang
disukainya (Ahmad Djaeni, 2000). Usia anak prasekolah, anak beralih dari diet yang
mengandalkan susu untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan nutrient dan 50%
kandungan energinya berasal dari lemak, menuju diet yang sesuai dengan pedoman
pola makan sehat dan mencakup semua kelompok makanan.

Makanan yang dimakan oleh keluarga harus menjadi dasar dari diet yang baru.
salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang
anak adalah pendidikan (Supariasa, 2002). Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai
kepada perubahan tingkah laku yang baik (Suhardjo, 1989).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Notoatmodjo (2002),


perilaku dipengaruhi oleh kebudayaan dan ekonomi. Unsure-unsur kebudayaan
mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang terkadang bertentangan
dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, seperti masih banyaknya terdapat pantangan,
tahayul, dalam masyarakat yang menyebabkan komsumsi makanan jadi rendah
(Suhardjo, 2003). Faktor ekonomi yaitu berupa kemampuan ibu untuk dapat memilih
dan membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik (Baliwati, 2004).
4

Menurut Almatsier (2003), faktor primer terjadinya masalah gizi karena


kurangnya kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang. Hal ini dapat terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan ibu dibidang memasak (Santoso,
1999).Menurut Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2002), perilaku berupa
menyiapkan makanan dipengaruhi oleh pengetahuan, dan pelayanan kesehatan.

Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, ibu perlu memiliki pengetahuan
mengenai bahan makanan dan zat gizi, serta pengetahuan hidangan dan cara
pengolahannya (Santoso, 1999). Dengan adanya pengetahuan tentang kadar zat gizi
dalam berbagai bahan makanan, dapat membantu memilih bahan makanan yang
harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizzinya tinggi (Moehji, 2002). Salah
satu cara menambah pengetahuan ibu tentang gizi anak adalah melalui fungsi
pelayanan kesehatannya itu dalam pemberian informasi seperti dilakukannya
penyuluhan tentang kesehatan dan gizi di posyandu (Effendi, 2006).

Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan (Sukandar, 2007).
dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan dan pengetahuan dalam
berbagai bidang gizi yang dimiliki orang tua baik, maka keadaan gizi anak juga baik
(Riyadi, 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas
wawasan berfikirnya sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut
akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi.

Pendidikan ibu yang rendah mempunyai resiko terjadinya status gizi kurang
pada anak sebasar 2.386 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan
tinggi (Nur’aeni, 2008). Hasil penelitian Utomo (2001) di wilayah kerja Puskesmas
Suruh Kabupaten Semarang menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan
status gizi anak.

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa kelompok ibu dengan pengetahuan
gizi dengan kategori cukup dengan status gizi anak kurus sebanyak 18,4%, tetapi
jumlah anak yang berstatus gizi kurus meningkat pada kelompok ibu dengan
pengetahuan gizi dengan kategori kurang.
5

Banyaknya jumlah ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori cukup
dan kurang dikarenakan lebih dari separuh ibu (56,3%) berpendidikan SMP, bahkan
masih ada (11,3%) ibu yang berpendidikan SD (Sukmawaty, 2007). Hasil penelitian
Harmani (2000).
Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa
karakteristik ibu (umur ibu,pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu berhubungan dengan
status gizi anak balita).hasil penelitian Aminah (2005) di Kecamatan Kualah Leidong,
Kabupaten labuhan Batu, yang meneliti gambaran konsumsi makanan dan status gizi
balita berdasarkan status gizi merupakan suatu keadaan dimana gizi seseorang sangat
dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang dapat memberikan informasi dan
gambaran mengenai jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh seseorang dan
merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu.

Masyarakat Kelurahan Mata Halasan merupakan salah satu Kelurahan di


Kecamatan Tanjung Balai Utara, dengan memiliki anak prasekolah yang cukup
banyak. Masyarakat Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I merupakan masyarakat
yang miskin, dimana masyarakat Mata Halasan sebagian besar mendapat bantuan dari
pemerintah pusat berupa beras raskin sedangkan masyarakat yang tidak tercatat
mendapat beras raskin, mendapat bantuan dari pemerintah daerah Tanjung Balai
berupa beras madani.

Masyarakat Mata Halasan bekerja sebagai nelayan, buruh, membawa becak


motor serta pembantu rumah tangga bagi ibu rumah tangga.orang tua yang bekerja
sebagai nelayan akan pergi mencari ikan/melaut dalam jangka waktu yang cukup
lama dengan penghasilan yang disesuaikan dengan hasil tangkapan, jika hasil
tangkapan banyak maka penghasilan yang di bawa pulang cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga tetapi jika hasil tangkapan sedikit maka hasil yang di bawa
pulang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan,sehingga ibu rumah tangga mencari
pekerja sebagai pembantu rumah tangga agar cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Ibu yang bekerja berangkat mulai dari pagi hari dan pulang menjelang sore,
sehingga ibu hanya sempat menyiapkan sarapan pagi dan siang hari untuk anak
dengan telur dan nasi putih, anak hanya di berikan uang jajan sebesar seribu sampai
dua ribu rupiah.
6

Hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk mengetahui Hubungan


Pengetahuan Gizi Ibu dengan Pola Pemberian Makan dan Status Gizi anak Usia
Prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.

B. PerumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi


permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola
pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan
Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola


pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan
lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui pola pemberian makan anak prasekolah menurut jenis, frekuensi,


dan jumlah konsumsi energi dan protein pada anak prasekolah di Kelurahan
Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.
Mengetahui Tingkat kecukupan energi dan protein anak prasekolah di
Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I Tanjung Balai tahun 2013.
7

3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi masyarakat terutama bagi ibu

Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk


menambah pengetahuan tentang gizi sehingga diharapkan dalam
menyediakan/mengelola makanan selalu memperhatikan aspek gizi yang
diberikan pada anak prasekolah.

2. Bagi petugas kesehatan


Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan para kader
sehingga mmereka dapat memberikan informasi dan arahan kepada
masyarakat khususnya ibu agar memperhatikan pola makan dan
perkembangan status gizi anak prasekolah
8

BAB II
PEMBAHASAN

ANAK PRA SEKOLAH

1. Pengertian
Yang dimaksudkan dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia diantara
3-5 tahun menurut Biechler dan Snowman (1993). Mereka biasanya mengik uti program
prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia. umumnya mereka mengikuti
program Tempat Penitipan Anak (3 bulan – 5 tahun) dan Kelompok bertnain (usia 3
tahun). sedangkan pada usia 4-6 tahun biasa hany mereka mengikuti program Taman
Kanak-Kanak.
Menurut teori Erik Erikson yang membicarakan perkembangan kepribadian
seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial tahapan 0-1 tahun, berada
pada tahapan oral sensorik dengan krisis emosi antara ‘trust versus mi.strust’, tahapan 3-6
tahun. mereka berada dalam tahapan dengan krisis autonomy versus shame & doubt (2-3
tahun), initiative versus guilt (4-5 tahun) dan tahap usia 6-11 tahun mengalami krisis
‘industry versus inferiori..
Dari teori Piaget yang membicarakan perkembangan kognitif. perkembangan dari
tahapan sensorimotor (0-2 tahun). praoperasional (2- 7 tahun), operasional konkret (7-12
tahun). dan operasional formal (12- 15 tahun). maka perkembangan kognitif anak masa
prasekolah berada pada tahap praoperasional.

2. Tumbuh dan Berkembang


Tumbuh berarti bertambah dalam ukuran. Tumbuh dapat berarti bahwa sel tubuh
bertambah banyak atau sel tumbuh dalam ukuran. Mengukur pertumbuhan biasanya
dilakukan dengan menimbang dan mcngukur tubuh anak. Relatif, melaksanakan
pengukuran ini relatif lebih mudah dibandingkan mengukur perkembangan sosial atau
perkembangan kepribadian seseorang.
9

Pertumbuhun dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang dikonsumsi


tubuh. Hubungan antara makanan yang dikonsumsi tubuh dan peertumbuhan badan
menjadi perhatian para ahli gizi. Namun kenyataannya pertumbuhan tubuh tidak hanya
dipengaruhi okh makanan yang dikonsumsi baja tetapi Juga proses sosial.
Dengan perkataan lain. pcrtumbulian tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah dan
kualitas makanan saja tetapi juga sejauh mana makanan tersebut dapat diaslimilasi dan
dipergunakan tubuh. Baik tidaknya makanan tersebut dapat diserap tubuh tergantung pula
oleh saraf kcsehatan anak. Anak yang scdang diane. tentu badan tidak akan tumbub
menyerap makanan dengan baik. Ppertumbuhan anak juga dipengaruhi perkembangan
sosial, psikologi, dan oleh kualitas hubungan anak dengan pengasuh yang bebas dari
stres.
Perkembangan anak tidak sama dengan pertumbuhannya. Keduanya
(pertumbuhan dan perkembangan) memang benar saling berkaitan dan dalam
penggunaan kedua pengcertian tersenbut seringkah dikacaukan satu sama lain, bila
pertunbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran. sedangkan perkembangan adalah
perubahan dalam kompleksitas dan fungsinya.
Seorang anak sudah dapat melihat sejak lahir. Seorang anak sudah dapat
berkomunikasi sejak lahir dengan menangis. ekspresi muka dan gerakan-gerakan. Oleh
karcna itu, scjak lahir scbaiknya para orang tua diberi keterampitan untuk
mcngembangkan perkembangan anak, dengan membantu orang tua agar lebih tanggap
dan melakukan komunikasi dengan anak.
Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi
dan mempengaruhi lingkungan. dengan demikian hubungan anak dcngan lingkungan
bersifat timbal balik. baik yang bcrsifat pcrkemhangan psikologis maupun pertumbuhan
dan perkembangan fisik.
Perkembangan kognitif dan sosial dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan
perkembangan hubungan antar sel otak, Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih
dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembaugan anak.
Walaupun semua anak memiliki kebutuhan dasar tertentu. secara individual
rnasing-masing anak memiliki kebutuhan yang sifatnya pribadi. Juga dikatakan bahwa
semua anak berkembang, tetapi beberapa anak berkembang lebih cepat sedang yang lain
lebih Lambat.
10

BAB III

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Hari / Tanggal : Senin,5 Ags 2018

Pokok Bahasan : Terapi bermain stimulasi kognitif

Waktu : 45 menit

Sasaran : Anak usia Pra Sekolah (3-5 tahun)

Tempat : PAUD

Penyuluh : Kelompok Prasekolah Angkatan VIII Akper Rumah Sakit


Marthen Indey

A. Latar Belakang

Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam dirinya
yang tidak di sadari (Wholey and Wong, 1991).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock).
Kesimpulan: Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan
konflik dari anak yang tidak disadarinya serta dialami dengan kesenangan yang
diekspresikan melalui bio-psiko-sosio yang berhubungan dengan lingkungan tanpa
mempertimbangkan hasil akhir.
Setelah melakukan survei di PAUD sebagian besar murid-murid
di PAUD tersebut berusia 3 - 5 tahun sebanyak ± 40 anak. Sehingga, sasaran
terapi bermain yang akan dilakukan adalah anak pra sekolah (3-5 tahun) sebanyak 20
anak.
11

Klasifikasi dalam permainan ini adalah social affective play dimana


anak belajar memberi respon dan berhubungan dengan orang lain terhadap respon
yang diberikan oleh lingkungan dalam bentuk permainan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain selam 45 menit, anak dapat mengikuti
permainan stimulasi kognitif yang diberikan.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selam 45 menit anak mampu :
a. Mengenal warna
b. Mengenal huruf
c. Mengenal nama buah dan hewan
d. Menebak gambar
C. Metode dan Media

1. Metode
Bermain dengan anak menebak gambar yang telah disebutkan dan
didiskripsikan.
2. Media
 Kertas gambar
 Kertas Tempel
 Spidol

D. Kegiatan

1. Pengorganisasian

Leader : Maria Korano


Co Leader : Siska P.W.Putri
Observer : Willerick Mendrofa
Fasilitator : Stevie V.M
Fasilitator : Randy Wanggai
12

2. Kegiatan bermain

NO Uraian Kegiatan Perawat Kegiatan Klien


1 Pembukaan 5 menit a. Salam pembukaan a. Memperhatikan

b. Memperhatikan
b. Perkenalan
c. Menjawab salam
c.Mengkomunikasikan

tujuan

2 Kegiatan Bermain 30 menit a. Menyiapkan mainan a. Mengikut

b. Menanggapi
b. Bermain menebak
c. Mengikuti
gambar

dengan melibatkan

anak

c. Meminta respon dan

tanggapan anak.

d. Meminta anak

menempelkan gambar

yang

sesuai

e. Memberikan

Reinfocement

positif jika anak bisa

mengikuti permainan

3 Evaluasi 10 menit Mengakhiri permainan a. Memperhatikan

a. Melakukan evaluasi b. Menanggapi


13

E. Evaluasi
1. Pembagian tugas dalam tim
1. Leader
2. Co Leader
3. Observer
4. Fasilitator

2. Proses
Dievaluasi apakah anak mau berkenalan dan bersalaman dengan
perawat
tanpa rasa takut apakah anak mau menempel gambar ke depan, anak mau
menyebutkan nama gambar buah, gambar hewan, dan anak mau menyebutkan
warna gambar yang disebutkan perawat
14

TERAPI BERMAIN

A. Pengertian bermain

 Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam dirinya
yang tidak disadari (Wholey and Wong, 1991).
 Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
 Bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock).
 Bermain adalah ungkapan bahasa secara
alami pada anak yang diekspresikan
melalui bio-psiko-sosio anak yang berhubungan dengan lingkungan (CindySmith).
 Kesimpulan: Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam
mengungkapkan konflik dari anak yang tidak disadarinya serta dialami
dengan kesenangan yang diekspresikan melalui bio-psiko-sosio yang
berhubungan dengan lingkungan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

B. Kategori bermain

1. Bermain aktif
Yaitu anak banyak menggunakan energi inisiatif dari anak sendiri atau
kegembiraan timbul dari apa yang dilakukan oleh anak. Contoh: bermain
sepak bola.
2. Bermain pasif/hiburan
Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakukan aktivitas (hanya
melihat), kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Contoh: memberikan
support, menonton televisi

C. Jenis permainan

1. Permainan bayi
Permainan sederhana oleh anggota keluarga dilakukan pada usia 0-1 tahun.
15

Contoh: petak umpet, dakon, kejar-kejaran.


2. Permainan perorangan
Untuk menguji kecakapan, ada peraturan sedikit, dilakukan pada todler dan
prasekolah. Contoh: menendang bola.

3. Permainan tetangga
Permainan kelompok, pada prasekolah dan sekolah. Contoh: bermain polisi
dan penjahat.

4. Permainan tim
Permainan terorganisir, punya aturan tertentu, dilakukan pada usia sekolah
dan remaja. Contoh: sepakbola, kasti, lari.

5. Permainan dalam ruang


Permainan pada anak sakit atau lelah, dilakukan pada cuaca buruk atau hujan.
Contoh: main kartu, tebak-tebakan, teka-teki.

D. Ciri – Ciri bermain

1. Selalu bermain dengan sesuatu atau benda


2. Selalu ada timbal balik, sifat interaksi
3. Selalu dinamis, berkembang
4. Ada aturan tertentu
5. Menuntut ruangan tertentu.

E. Klasifikasi bermain

a. Menurut Isi

Social affective play


Anak belajar memberi respon dan berhubungan dengan orang lain
terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan dalam bentuk permainan,
16

misalnya orang tua berbicara memanjakan anak tertawa senang, dengan


bermain anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
b. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari satu obyek yang ada disekitarnya,
dengan bermain dapat merangsang perabaan alat, misalnya bermain air
atau pasir, mengenal rasa, bau.
c. Skill play

Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh keterampilan


tertentu dan anak melakukan secara berulang-ulang, misalnya
mengendarai sepeda roda tiga.
d. Dramatika play (Role play)

Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau ibu.

1. Menurut Karakteristik Sosial

a. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa
orang lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita todler.
b. Paralel play
Permainan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak
ada interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak todler dan pre
school. Contoh : bermain balok.
c. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktifitas yang
sama tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas,
anak bermain sesukanya, satu sama lain kadang saling meminjamkan.
d. Kooperatif play
Anak bermain bersama dengan sejenisnya, permainan terorganisasi dan
terencana dan ada aturan tertentu. Saling diskusi dan memiliki tujuan
tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah dan adolescent.
F. Fungsi bermain

1. Perkembangan Sensorik Motorik


17

Melalui permainan anak akan mampu mengungkapkan kemampuan fisiknya.bayi


dengan penglihatan, taktil, dan rangsangan. Todler dan pra sekolah melalui gerakan
tubuh, dimana kematangan dan maturitas akan membedakan
masing-masing usia.
2. Perkembangan Kognitif/intelektual
Membantu mengenal benda sekitar(warna, bentuk, kegunaan). Perkembangan
ini diperoleh melalui eksplorasi dan manipulasi benda disekitarnya baik dalam
hal warna, ukuran, dan pentingnya benda tersebut. Contoh: bermain mengisi
teka-teki silang.
3. Kreatifitas
Anak mengembangkan kreatifitas, mencoba ide baru, bermain dengan semua
media, puas dengan kreatifitas baru, dan minat terhadap lingkungan tinggi.
Misalnya menyusun balok.
4. Perkembangan Sosial
Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari
peran dalam kelompok, belajar memberi dan menerima, belajar benar salah,
dan mampu mengenal tanggungjawab.
5. Kesadaran Diri (Self awarness)
Anak belajar memahami kemampuan dirinya, kelemahan dan tingkah laku
terhadap orang lain.
6. Perkembangan Moral
Diperoleh melalui interaksi dengan orang lain, bertingkah laku sesuai harapan
teman,
menyesuaikan dengan aturan kelompok. Contoh: dapat menerapkan kejujuran.
7. Terapi
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan
yang tidak enak, misalnya: marah, takut, benci.
8. Perkembangan Komunikasi
Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi anak yang belum dapat
mengatakan secara verbal, misalnya: melukis, menggambar, bermain peran.
G. Faktor – Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain

1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi/keterbatasan.


18

2. Status kesehatan, pada anak sakit maka perkembangan psikomotor dan kognitif
terganggu.
3. Jenis kelamin, dimana anak laki-laki lebih tertarik dengan mekanikal sementara
anak wanita mother role.
4. Lingkungan yang meliputi: lokasi, negara, kultur.
5. Alat permainan.
6. Intelegensia.
7. Status sosial ekonomi.
H. Tahap perkembangan bermain

1. Tahap Eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain.
2. Tahap Permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap perminan.
3. Tahap Bermain Sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
4.Tahap Melamun

Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

I. Karakteristik bermain sesuai tahap perkembangan

1. Bayi (1 bulan)

a. Visual: permainan dapat dilihat dengan jarak dekat (20-25 Cm), gantungkan
benda yang terang dan menyolok.
b. Auditori: bicara dengan bayi, menyanyi, musik, radio, detik jam.
c. Taktil: memeluk, menggendong, memberi kehangatan.
d. Kinetik: mengayun, naik kereta dorong.
19

2. Bayi (2-3 bulan)

a. Visual : buat ruangan menjadi terang, gambar, cermin ditembok, bawa bayi
ke ruangan lain, letakkan bayi agar dapat memandang disekitar.
b. Auditori : bicara dengan bayi, beri mainan bunyi, ikut sertakan dalam
pertemuan keluarga.
c. Taktil : memandikan, mengganti popok, menyisir rambut dengan lembut,
gosok dengan lotion/bedak.
d. Kinetik : jalan dengan kereta, gerakan berenang, bermain air.

3. Bayi (4-6 bulan)

a. Visual : bermain cermin, anak nonton TV, beri mainan dengan warna
terang.
b. Auditori : anak bicara, ulangi suara yang dibuat, panggil nama, remas kertas
didekat telinga, pegang mainan berbunyi didekat telinga.
c. Taktil : beri mainan lembut/kasar, mandi cemplung/cebur.
d. Kinetik : bantu tengkurap, sokong waktu duduk.

4. Bayi (6-9 bulan)

a. Visual : mainan berwarna, bermain depan cermin,”ciluk ….ba”, beri kertas


untuk dirobek-robek.
b. Auditori : panggil nama “Mama …Papa, dapat menyebutkan bagian
tubuh,beritahu yang anda lakukan, ajarkan tepuk tangan dan beri perintah
sederhana.
c. Taktil : meraba bahan bermacam-macam tekstur, ukuran, main air mengalir,
berenang.
d. Kinetik : letakkan mainan agak jauh lalu suruh anak untuk mengambilnya.
20

6. Bayi (9-12 bulan)

a. Visual : perlihatkan gambar dalam buku, ajak pergi ke berbagai


tempat,bermain bola, tunjukkan bangunan agak jauh.
b. Auditori : tunjukkan bagian tubuh dan sebutkan, kenalkan dengan suara
binatang.
c. Taktil : beri makanan yang dapat dipegang, kenalkan dingin, panas dan
hangat.
d. Kinetik : beri mainan yang dapat ditarik dan didorong.

Mainan yang dianjurkan untuk bayi 6-12 bulan:

a. Blockies warna-warni jumlah, ukuran.


b. Buku dengan gambar menarik.
c. Balon, cangkir dan sendok.
d. Boneka bayi.
e. Mainan yang dapat didorong dan ditarik.
7. Todler (2-3 tahun)

a. Mulai berjalan, memanjat, berlari.


b. Dapat memainkan sesuatu dengan tangannya.
c. Senang melempar, mendorong, mengambil sesuatu.
d. Perhatiannya singkat.
e. Mulai mengerti memiliki “ Ini milikku ….”
f. Karakteristik bermain “Paralel Play”
g. Toddler selalu bertengkar saling memperebutkan mainan/sesuatu.
h. Senang musik/irama

Mainan untuk toddler :

a. Mainan yang dapat ditarik dan didorong.


b. Alat masak.
c. Malam, lilin.
d. Boneka, blockies, telepon, gambar dalam buku, bola, dram yang dapat
dipukul,krayon, kertas.
21

8. Pra Sekolah (4-5 tahun)

a. Dapat melompat, berlari, bermain dan bersepeda.


b. Sangat energik dan imaginatif.
c. Mulai terbentuk perkembangan moral.
d. Mulai bermain dengan jenis kelamin dan bermain dengan kelompok.
e. Karakteristik bermain: assosiative play, dramatic play, skill play.
f. Laki-laki aktif bermain di luar, perempuan didalam rumah.
Mainan untuk pra sekolah:

a. Peralatan rumah tangga.


b. Sepeda roda tiga.
c. Papan tulis/kapur.
d. Lilin, boneka, kertas.
e. Drum, buku dengan kata sederhana, kapal terbang, mobil, truk.
9. Usia Sekolah (6-12 tahun)
a. Bermain dengan kelompok yang berjenis kelamin sama.
b. Dapat belajar dengan aturan kelompok.
c. Belajar independent, cooperative, bersaing, menerima orang lain.
d. Karakteristik “Cooperative Play”.
e. Laki-laki: Mechanical, perempuan : Mother Role.
Mainan untuk anak usia sekolah:

a. 6-8 tahun
Kartu, boneka, robot, buku, alat olah raga, alat untuk melukis,
mencatat,sepeda.
b. 8-12 tahun
Buku, mengumpulkan perangko, uang logam, pekerjaan tangan, kartu,olah
raga bersama,sepeda, sepatu roda.
10. Remaja ( 13-18 tahun)

a. Bermain dalam kelompok seperti sepak bola, basket, bulutangkis.


b. Senang mendengarkan musik, melihat TV, mendengarkan radio.
c. Membaca majalah, buku
22

J. Alat permainan Edukatif (APE)

1. Pengertian

APE adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak


disesusikan dengan usia dan tingkat perkembangannya.
2. Kegunaan
a. Pengembangan aspek fisik: merangsang pertumbuhan fisik anak.
b. Pengembangan bahasa: melatih bicara dan menggunakan kalimat yan benar.
c. Pengembangan aspek kognitif: pengenalan suara, bentuk,ukuran,dan warna.
d. Pengembangan aspek sosial: hubungan atau interaksi ibu-anak, keluarga,
masyarakat.

3. . Syarat
a. Aman, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan anak.
b. Ukuran dan berat sesuai usia.
c. Desainnya harus jelas. Memiliki ukuran, susunan, warna tertentu serta jelas
maksud dan tujuannya.
d. Berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak
(motorik, bahasa, kognitif, sosialisasi).
e. Dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah.
f. Harus tetap menarik.
g. Mudah diterima oleh semua kebudayaan.
h. Tidak mudah rusak. Jika ada bagian yang rusak mudah diperbaiki dan
diganti, pemeliharaan mudah, terbuat dari bahan yang mudah didapat,harga
terjangkau.

4. Alat Permainan Balita dan Perkembangan yang Distimulus

a. Motorik kasar: sepeda roda tiga/dua, mainan yang ditarik dan didorong.
b. Motorik halus: gunting, bola, balok, lilin.
c. Kognitif: buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna.
d. Bahasa: buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, televisi.
e. Menolong diri sendiri: gelas/piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos
kaki.
23

f. Tingkah laku sosial: alat permainan yang dapat dipakai bersama seperti
bola, tali, dakon.
5. Kesalahan dalam Pemilihan Alat

a. Memberikan sekaligus banyak mainan.


b. Alat permainan dianggap bagus atau perlu oleh orang tua tapi kontradiksi
bagi anak.
c. Alat terlalu mahal.
d. Terlalu lengkap dan sempurna.
e. Tidak sesuai dengan umur anak.
f. Terlalu banyak mainan dengan tipe yang sama.
g. Tidak teliti keamanannya.
24

K. Settingan Tempat (denah/ruangan)

LEADER CO LEADER
R
OBSERVER

FASILITATOR ANAK

ANAK ANAK

FASILITATOR

ANAK ANAK
25

Keterangan

1.
Leader

2. Co leader

3.
Observer

4.
Fasilitator

5.
Anak
26

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

a) Masa prasekolah (3-5 tahun) merupakan fase ketika anak mulai terlepas dari
orang tua, dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya (Sayogo, 2007).
Tugas perkembangan anak prasekolah adalah mencapai otonomi yang cukup,
memenuhi dan menangani diri sendiri tanpa campur tangan orang tua secara
penuh. Pada tahap ini,anak dapat dilibatkan dalam kegiatan atau pekerjaan
rumah tangga untuk membantu orang tua (Whaley dan Wong, 1999)

b) Kesimpulan: Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam


mengungkapkan konflik dari anak yang tidak disadarinya serta dialami
dengan kesenangan yang diekspresikan melalui bio-psiko-sosio yang
berhubungan dengan lingkungan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

B. Saran

Penulis harapkan Makalah Prasekolah dan Terapi Bermain dan SAP


dapat berguna bagi kami Mahasiswa yang menuntut ilmu,penulis sadari dalam
pembuatan Makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu kami mohon
kritik dan saran.
27

DAFTAR PUSTAKA

Masa Prasekolah(Sayogo, 2007). Tugas Perkembangan (Whaley dan Wong, 1999),


Pengertian Prasekolah Biechler dan Snowman (1993), Pengertian bermain
(Wholey and Wong, 1991), Bemain(Foster,1989),Bermain(Hurlock),Bermain
menurut(CindySmith),
Foster and Humsberger. 1998. Family Centered Nursing Care of Children. WB
sauders Company. Philadelpia. USA
Hurlock, E. B. 1991. Perkembangan anak. jilid I. Erlangga. Jakarta
Markum, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. IDI. Jakarta
Merenstein, et al. 2002. Buku Pegangan Pediatri. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Whaley and Wong.1991. Nursing Care infants and children. Fourth Edition. Mosby
Year Book. Toronto. Canada

Anda mungkin juga menyukai