Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Latar Belakang
Globalisasi ditandai oleh kuatnya lembaga-lembaga kemasyarakatan
internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan perpolitkan,
perekonomian, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta pesatnya
perkembangan IPTEK. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik
kepentingan, baik antara negara maju dan negara berkembang, antara negara
berkembang dan lembaga internasional, maupun antara negara berkembang.
Disamping itu isu global yang meliputi demokratisasi, HAM, dan lingkunagn
hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Untuk itu, dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk
mengisi kemerdekaan kita memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap
WNI pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada
khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta prilaku yang cinta tanah air dan
bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri mahasiswa selaku calon sarjana/ilmuan WNI.

1
BAB I
IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional


Pengertian Identitas Nasional pada hakekatnya adalah “Manifestasi nilai-
nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa
(nation) dengan cirri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa
lain dalam kehidupannya” (Wibisono Koento: 2005).
Identitas Nasional bangsa Indonesia merupakan salah satu identitas yang
telah melekat pada Negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Beberapa
bentuk Identitas Nasional Indonesia, adalah:
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan, yaitu Bahasa Indonesia
2. Bendera Negara, yaitu Sang Merah Putih
3. Lagu kebangsaaan Indonesia, yaitu Indonesia Raya
4. Lambang Negara, yaitu Garuda Pancasila
5. Semboyang Negara, Bhineka Tunggal Ika
6. Dasar Falsafah Negara, yaitu Pancasila
7. Hukum Dasar Negara, yaitu UUD 1945
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Bentuk Negara Indonesia adalah kesatuan, bentuk pemerintahan adalah
republic, dan system politik yang dianut adalah system demokrasi.
9. Konsepsi Wawasan Nusantara (sebagai cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai
strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
10. Kebudaya Daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional. (sebagai
Negara kesatuan Indonesia terddiri dari banyak suku bangsa, sehingga
Indonesia memiliki kebudayaan daerah yang sangat kompleks).

2
C. Pemahaman tentang Bangsa, Negara, Hak dan Kewajiban Warga Negara,
Demokrasi dan HAM
1. Pengertian Bangsa
Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan, adat,
bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. (kamus besar bahasa
Indonesia Edisi kedua, Dekdikbud : 89).

Bangsa dapat dilihat dari dua sisi yaitu :


a. Dalam arti antropologis yaitu pengelompokan manusia yang
keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan-kesamaan fisik, bahasa,
dan keyakinan
b. Dalam arti politis bangsa adalah pengelompkan manusia yang
keterikatannya dikarenakan adanya kesamaan-kesamaan nasib dan
tujuan.

2. Pengertian dan Pemahaman Negara


Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau atau beberapa
kelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu
dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
kesalamatan mereka.

3. Unsur-Unsur Negara
a. Bersifat Konstitutif. Ini berarti bahwa dalam negara tersebut terdapat
wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat.
b. Bersifat Deklaratif. Sifat ini ditunjukan oleh adanya tujuan negara,
undang-undang dasar, pengakuan dari negara lain baik secara “de jure”
maupun “de facto”, dan masuknya negara dalam perhimpunan bangsa-
bangsa, misalnya PBB.

4. Bentuk Negara

3
Sebuah negara dapat berbentuk negara kesatuan (unitary state)
dan negara serikat (federation). Sejumlah negara maju yang dianggap
cukup demokratis dan makmur dengan bentuk negara Federal, seperti
Amerika, Kadana, dan Jerman. Sedangkan sejumlah negara Federal lain
yang dianggap tidak demokratis dan tidak makmur secara ekonomi adalah
bekas Unisoviet dan Yogoslavia, Brasil di kawasan Amerika Latin dan di
Asia seperti Mnyamar dulunya Burma.
Untuk negara di Asia yang menganut bentuk Kesatuan, maka
Indonesia menjadi salah satu contoh. Namunpun demikian dalam dalam
sejarah kebangsaan, Indonesia pernah berbentuk negara serikat yang
bentuknya setara dengan bentuk negara Federal.
5. Sifat Hakekat Negara
a. Sifat memaksa
Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuatan fisik
secara legal. Sarana untuk itu adalah polisi, tentara dan alat penjamin
hukum lainnya.
b. Sifat monopoli
Negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama
masyarakat. Misalnya negara dapat mengatakan bahwa aliran
kepercayaan atau partai politik tertentu dilarang karena dianggap
bertentangan dengan tujuan masayarakat atau negara.
c. Sifat mencakup semua (all-embracing)
Semua peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk
semua orang tanpa kecuali.

5. Pemahaman Hak dan Kewajiban Warga Negara


Pengertian tentang Rakyat, Penduduk, Warga Negara
a. Rakyat
Dalam arti politis, rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam
dalam suatu negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu.

b. Penduduk

4
Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di
dalam suatu wilayah negara (menetap). Biasanya penduduk adalah
mereka yang secara turun temurun dan besar di dalam suatu negara
tertentu.
Bukan Pendukuk adalah mereka yang berada di dalam suatu wilayah
negara hanya untuk sementara waktu.

c. Warga negara
Warga Negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau
perjanjian diakui sebagai warga negara, atau melalui proses
naturalisasi.
Bukan Warga Negara adalah mereka yang berada pada suatu negara
tetapi secara hukum tidak menjadi anggota negara yang bersangkutan,
namun tunduk pada pemerintahan dimana mereka berada.

d. Asas-Asas untuk Menentukan Kewarganegaraan


Asas Ius Soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang menurut daerah atau negara tempat di mana ia dilahirkan.
Asas Sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang menurut pertalian darah atau keturunan adari orang yang
bersangkutan.

e. Apatride dan Bipatride


Apatride adalah adanya seseorang penduduk yang sama sekali tidak
mempunyai kewarganegaraan.
Bipatride adalah adanya seseorang penduduk yang mempunyai dua
macam kewarganegaraan sekaligus.

Bagi negara Indonesia, secara konstitusional yang menyangkut warga


negara Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 26 yaitu :
- Warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.

5
- Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.

Adapun menyangkut Hak dan Kewajiban warga negara telah diamanatkan


dalam UUD 19 45 pada pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31, dan 32.

6. Pemahaman tentang Demokrasi


a. Konsep demokrasi
Menurut Abraham Lincoln, Demokrasi adalah sebuah bentuk
pemerintahan (kratein) dari, oleh dan untuk rakyat (demos).
Henry B. Mayo dalam bukunya “Introduction to Democratic
Theory” menyatakan bahwa ada beberapa nilai yang terdapat dalam
sebuah negara demokrasi yaitu :
- menyelesaikan persilisihan dengan damai dan secara melembaga
- menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah
- menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur
- membatasi pemakaian kekerasan sampai minimun
- mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
- menjamin tegaknya keadilan.

Menurut Miriam Budiardjo, di antara sekian banyak aliran


pikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran yang yang
paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan satu kelompok
aliran yang menamakan dirinya demokrasi, tetapi yang pada
hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme. Kedua kelompok
aliran demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, tetapi sesudah Perang
Dunia II nampaknya juga didukung oleh beberapa negara baru di Asia.
India, Pakistan, Filipina, dan Indonesia mencita-citakan demokrasi
konstitusional, sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk
pemerintahan maupun gaya hidup dalam negara-negara tersebut. Di
lain pihak ada negara-negara baru di Asia yang mendasarkan diri atas
asas-asas komunisme, yaitu China, Korea Utara, dan sebagainya.

6
Ilmuwan politik Indonesia lain, seperti Afan Gaffar
menjelaskan, bahwa dalam ilmu politik, dikenal dua macam
pemahaman tentang demokrasi, yaitu pemahaman secara normatif dan
pemahaman secara empirik. Menurut Gaffar, pemahaman yang kedua
itu, juga disebut dengan demokrasi prosedural (Procedural
Democracy). Sedangkan pemahaman secara normative, demokrasi
merupakan sesuatu yang idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan
oleh sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan yang
pernah sampaikan oleh Presiden Amerika, Abraham Lincon, “The
Governmet from the People, by the People, and for the People” atau
“Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat”.
Ungkapan demokrasi normatif tersebut, biasanya,
diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya
dalam Undang-Undang Dasar 1945 bagi Pemerintahan Republik
Indonesia sebelum amandemen.
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat” (Pasal 1 ayat 2).
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang-
Undang” (Pasal 28).
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaannya itu” (Pasal 29 ayat 2)

Kutipan pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang Dasar 1945


di atas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Dikatakan oleh
Gaffar, bahwa apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam
konteks kehidupan politik sehari-hari dalam suatu negara. Oleh karena
itu, adalah sangat perlu untuk melihat bagaimana makna demokrasi
secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam
kehidupan politik praktis.

c. Pemahaman Kekuasan dalam Pemerintahan

7
Menurut Robert M. Mac Iver, kekuasaan adalah kemampuan untuk
mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan
jalan memberikan perintah, maupun secara tidak langsung dengan
mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.
Kekuasan pemerintahan dalam negara dipisahkan menjadi tiga
cabang kekuasaan yaitu : Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk
membuat Unadng-Undang yang dijalankan oleh perlemen), Kekuasaan
Eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang yang
dijalankan oleh pemerintah), Kekuasaan Federatif (kekuasaan untuk
menyatakan perang dan damai, membuat perserikatan dan tindakan-
tindakan lainya yang berkaitan dengan pihak luar negeri). Kekuasan
Yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif.
(Teori Trias Politica oleh John Locke).
Kemudian Montesque menyatakan bahwa kekuasaan negara harus
dibagi dan dilaksanakan oleh tiga badan yang berbeda dan terpisah satu
sama lainnya ; yaitu badan legislatif, badan eksekutif, dan badan
yudikatif.
d. Pemikiran Bung Hatta tentang Demokrasi Indonesia
Sebagai seorang Tokoh Negara, Bung Hatta, juga dikenal
sebagai seorang intelektual yang sangat dikagumi pemikirannya baik
Indonesia maupun dunia Internasional. Sebagai seorang proklamator,
Bung Hatta, sangat memikirkan bagaimana sesungguhnya Negara ini
harus dibangun dan jalankan sesuai prinsip-prinsip demokrasi. Salah
satu tulisannya yang penemonel di kalangan akademisi, terutama
ilmuwan politik adalah tentang, Demokrasi Kita.
Menurut Hatta, Indonesia haruslah menjadi Republik
berdasarkan Kedaulatan Rakyat. Tetapi menurut Hatta kedaulatan yang
dipahamkan dan diprogandakan dalam kalangan pergerakan nasional
berlainan dengan konsepsi Rousseau yang bersifat individualisme.
Kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar dalam pergaulan
hidup sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus
pula perkembangan daripada demokrasi Indonesia yang asli. Semangat
kebangsaan yang tumbuh sebagai reaksi terhadap imperialism dan

8
kapitalisme Barat, memperkuat pula keinginan untuk mencari sendi-
sendi bagi Negara nasional yang akan dibangun ke dalam masyarakat
sendiri. Demokrasi Barat apriori ditolak.
Menurut Hatta, jika ditilik benar-benar, ada tiga sumber yang
menghidupkan cita-cita demokrasi sosial dalam kalbu pemimpin-
pemimpin Indonesia di waktu itu. Pertama, paham sosialis Barat, yang
menarik perhatian mereka karena dasar-dasar kemanusiaan yang
dibelanya dan menjadi tujuannya. Kedua, ajaran Islam, yang menurut
kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan
antara manusia sebagai makhluk Tuhan, sesuai dengan sifat Allah yang
Pengasih dan Penyayang. Ketiga, pengetahuan bahwa masyarakat
Indonesia berdasarkan kolektivisme. Panduan semua itu hanya
memperkuat keyakinan, bahwa bangun demokrasi yang akan menjadi
dasar Pemerintahan Indonesia di kemudian hari haruslah suatu
perkembangan daripada demokrasi asli, yang berlaku di dalam desa
Indonesia.

7. Pemahaman tentang HAM


a. Konsep HAM
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang secara kodrati dimiliki
oleh setiap manusia, dan bukanlah suatu pemberian seseorang atau
negara.
Latar belakang, sejarah HAM pada hakekatnya, muncul karena
keinsafan manusia terhadap harga diri, hargat dan martabat
kemanusiaannya, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari
penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, kelaliman yang
hampir melanda seluruh umat manusia.

b. HAM dalam Universal Declaration Of Human Right


Dalam mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
yang telah disetujui dan diumumukan oleh Resolusi Majelis Umum
PBB No. 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948, merupakan suatu
pengimplementasian untuk menghormati hak-hak sesama manusia,

9
yang diantaranya memberikan pemahaman kepada kita bahwa
mengabaikan dan memandang rendah pada hak-hak asasi manusia
telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan
rasa kemarahan dalam hati nurani umat manusia.

d. Macam-macam HAM.
- Hak-hak asasi pribadi (personal rights)
- Hak-hak asasi ekonomi (property rights)
- Hak-hak asasi politik (political rights)
- Hak-hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan (rights of legal equality)
- Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights)
- Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights)

e. Produk Hukum Nasional tentang HAM


Pasca Orde Baru perkembangan HAM di Indonesia semakin
nampak jelas landasan operasionalnya. Setelah keluarnya Keppres No.
50/1993 tentang “Komnas HAM”, dilanjutkan dengan lahirnya TAP
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, kemudian disusul dengan
UU No. 39/1999 tentang “Pelaksanaan HAM di Indonesia” serta Perpu
No. 1/1999 tentang Peradilan HAM.

TAP MPR No. XVII/MPR/1998 memuat tentang Piagam HAM,


yang antara lain berisi tentang : hak hidup, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, hak
kesejahteraan, kewajiban, perlindungan dan pemajuan.

10
BAB V
WAWASAN NUSANTARA

A. Wawasan Nasioal suatu Bangsa


Kehidupan suatu bangsa dan negara senantiasa dipengaruhi oleh
perkembangan lingkungan strategis. Karena itu, wawasan nusantara itu harus
mampu memberikan inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan yang ditimbulakan oleh lingkungan strategis dan dalam
mengejar kejayaannya.
Dalam mengwujudkan aspirasi dan perjuangan, suatu bangsa perlu
memperhatikan tiga faktor utama :
1. Bumi atau ruang di mana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat rakyatnya
3. Lingkungan sekitarnya

Dengan demikian, wawasan nasional adalah cara pandang suatu bangsa


yang telah menegara tentang diri dan lingkungan dalam eksistensinya yang serba
terhubung (melalui interaksi dan interrelasi) dan dalam pembangunannya di
lingkunagan nasional (termasuk lokal dan propinsional), regional, serta global.
Bagi bangsa Indonesia wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia tentang dirinya (yang majemuk) dan lingkungannya yang
berwujud kepulauan, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bertujuan untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional dan

11
turut serta menciptakan ketertiban dan perdamian dunia dalam rangka
pencapaian tujuan nasional.

B. Teori Kekuasaan, Geopolitik dan Ajaran Wawasan Nasional Indonesia


1. Paham-paham Kekuasaan
a. Paham Machiavelli (abad XVII)
Dalam bukunya, The Prince, Machiavelli memberikan pesan
tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar, agar sebuah
negara dapat berdiri dengan kokoh, yaitu segala cara dihalalkan dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan, ; kedua, untuk menjaga
kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et impera) adalah sah ;
dan ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan
binatang buas), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Paham Jenderal Clausewitz (abad XVIII)
Menurut Clausewitz, perang adalah kelanjutan politik dengan cara
lain. Baginya perang adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan
nasional suatu bangsa.
c. Paham Lenin (abad XIX)
Menurut Lenin, perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara
kekerasan. Bagi Lenisme/komunisme, perang atau pertumpahan darah
atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka
mengkomuniskan seluruh bangsa didunia.
d. Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila
menganut paham tentang perang dan damai. Wawasan nasional bangsa
Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu
kekuatan, karena hal itu tersebut mengandung benih-benih
persengketaan dan ekspansionisme.

2. Teori-teori Geopolitik

a. Pandangan Sir Halford Mackinder

12
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep
kekuatan” dan mencetuskan wawasan benua, konsep kekuatan di darat.
Ajarannya menyatakan : barang siapa dapat menguasai “daerah
jantung”, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), ia akan dapat menguasai
“pulau dunia”, yasitu Eropa, Asia, dan Afrika. Selanjutnya, barang
siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat menguasai dunia.

b. Pandangan Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan


Kedua ahli ini mempunyai gagasan “wawasan Bahari”, yaitu
kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa
menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai
perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia”, sehingga pada
akhirnya menguasai dunia.

c. Pandangan W. Mitchel, A. Saversky, Giulio Douhet, dan John Frederik


Charles Fuller.
Keempat ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara
justru paling menentukan. Mereka melahirkan teori “wawasan
dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara.
d. Pandangan Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas
(rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan
kekuatan darat, laut, dan udara.
e. Geopolitik Indonesia
Pemahaman tentang kekuatan dan kekuasaan yang
dikembangkan Indonesia didasarkan pada pemahaman tentang paham
perang dan damai, serta disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi
geografi Indonesia.

C. Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara


1. Pemikiran dari Aspek Kewilayahan
Pandangan geopolitik Bangsa Indonesia merupakan pertimbangan
dalam menentukan segala kebijaksanaan dasar nasionalnya, untuk

13
menjamin kepentingan hakiki bangsa dan negara, baik ke dalam maupun
ke luar. Di dalam ruang negara yang serba nusantara itulah bangsa
Indonesia mengejar cita-cita, tujuan dan kepentingan nasionalnya.
Suatu kenyataan saat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus
1945, Sesuai dengan “Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie”
tahun 1939, lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air
rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Penetapan ini tidak
cukup untuk menjamin kepentingan rakyat dan NKRI.
Pertimbangan hal tersebut diatas, maka dimaklumkan “Deklarasi
Juanda” pada tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini menyatakan bahwa
bentuk geografi Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri. Dimana
lebar laut wilayah Indonesia diukur 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang
saling dihubungkan sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh
dan bulat. Untuk mengukuhkan asas negara kepulauan ini ditetapkan UU
No. 4/PRp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Merupakan rangkaian perjuangan yang cukup panjang untuk
memperoleh pengukuan bagi azas negara kepulauan di forum
internasional. Dimulai sejak konferensi PBB tentang Hukum Laut pada
tahun 1958, kemudian yang kedua tahun 1960 dan akhirnya pada
konferensi yang ketiga Pokok-pokok Azas Negara Kepulauan diakui dan
dicantumkan dalam UNCLOS’82 (United Nation Convention On the Law
Of the See). Indonesia meratifikasi tersebut melalui UU No. 17 tahun 1985
pada tanggal 13 Desember 1996. Sejak tanggal 16 November 1994
UNCLOS telah menjadi Hukum Positif.

14
15
16
17
Perjuangan selanjutnya adalah menegakan kedaulatan dirgantara
wilayah Indonesia secara vertikal. Terutama dalam rangka memanfaatkan
wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) yang dapat dijadikan wilayah
kepentingan ekonomi maupun HANKAM.
a. Beberapa Landasan untuk Memahami Wilayah NKRI
- UU No. 1 tahun 1973 tentang “ Landas Kontenen”.
- UU No. 20 tahun 1982 tentang “Ketentuan Pokok-Pokok Hankam
Negara”.
- Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982
- UU No. 6 tahun 1996 tentang “Perairan Indonesia”
b. Batas Wilayah NKRI
- Batas Wilayah Daratan
Indonesia mempunyai perbatasan wilayah daratan di bagian utara
hanya dengan negara Malaysia di Pulau Kalimantan. Di wilayah
paling Timur, Indonesia hanya berbatasan dengan Papua New
Guinea di Jayapura.

- Batas Wilayah Lautan


Beberapa perjanjian yang telah di tandatangani oleh Indonesia
dengan beberapa negara tetangga dalam menentukan batas batas
laut teritorial.

18
- Perjanjian RI – Malaysia tentang penetapan Garis Landas
Kontinen ( di selat Malaka dan Laut Cina Selatan)
ditandatangani pada 27 Oktober 1969 dan mulai berlaku 7
November 1969.
- Persetujuan RI – Australia tentang penetapan batas dasar laut
tertentu (di laut Arafuru, di depan pantai selatan dan utara
pulau Irian) tanggal 18 Mei 1971 dan mulai berlaku 16 Juli
1973. dll.
Selain landas kontinen yang telah ditetapkan, Indonesia dengan
negara lain juga mengadakan perjanjian garis batas wilayah laut
lainnya seperti Perjanjian antara RI – Malaysia tentang penetapan
garis batas laut di Selat Malaka, Perjanjian RI – India di Laut
Andaman, dan Perjanjian RI – Australia tentang garis-garis batas
tertentu dengan Papua New Guinea.

- Batas Wilayah Udara


Belum ada kesepakatan tentang batas wilayah udara di forum
internasional. Pasal 1 Konvensi Paris 1919, yang kemudian diganti
dengan pasal 1 Konvensi Chicago 1944, menyatakan bahwa setiap
negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklutif di ruang
udara di atas wilayahnya. Atas dasar itulah, Indonesia menyatakan
wilayah kedaulatan dirgantaranya terdiri atas ruang udara dan
antariksa termasuk Orbit Geo Stationer (GSO) yang jaraknya +
36.000 km. Pernyataan ini tercantum di dalam pasal 30 ayat (c) UU
No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Hankam
Negara.

19
20
2. Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Berdasarkan ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi
geografi negara Indonesia, tampak secara jelas betapa heterogen serta
uniknya masyarakat Indonesia, yang terdiri dari ratusan suku bangsa yang
masing-masing memiliki adat istiadat, bahasa daerah, agama dan
kepercayaannya sendiri.
Untuk itu berdasarkan Sosial budaya bangsa Indonesia, maka perlu
dipahami bahwa dalam upaya menjaga persatuan nasional sangat
membutuhkan persamaan presepsi diantara segenap masyarakat tentang
eksistensi budaya yang sangat beragam namun memiliki semangat untuk
membina kehidupan bersama secara harmonis.

3. Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejarahan


Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-citanya pada umumnya
tumbuh dan berkembang dari latar belakang sejarahnya. Bagi bangsa
Indonesia, pada masa kerajaan konsepsi cara pandang belum ada atau
masih berupa slogan-slogan seperti yang ditulis oleh Mpu Tantular :
Bhineka Tunggal Ika Tanhana Dharma Mangrva, yang belum menjadi
kesepakatan bersama dalam suatu kesatuan negara yang utuh.

21
Nuansa kebangsaan mulai muncul pada tahun 1900-an yang ditandai
dengan lahirnya konsep baru dan modern yaitu Proklamasi kemerdekaan.
Kehadiran penjajah telah merapuhkan budaya nasiona dan mengakibatkan
penderitaan dan kepahitan yang sangat panjang, namun disisi lain
menibulakan semanagat, rasa senasib dan sepenanggunagan untuk
bertekad memerdekan diri.
Ini merupakan awal semangat kebangsaan yang diwadahi dalam
orgfanisasi Budi Utomo, yang menjadi modal dari cara pandang wawasan
kebangsaan Indonesia yang dicetuskan dalam sumpah pemuda.

D. Unsur-Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara


1. Wadah (Cntour)
Wadah kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi seluruh
wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan seluruh penduduk
dengan segenap buadaya.

2. Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita
serta tujuan nasional yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945

3. Tata Laku (Conduct)


Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang terdiri dari
tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa,
semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia, sedangkan tata
laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari
bangsa Indonesia.

E. Hakikat Wawasan Nusantara


Hakikat wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian:
cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi
kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap warga negara dan
aparatur negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh
demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

22
I Arah Pandang
1. Arah Pandang ke Dalam
Arah pandang ke dalam mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus
peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor-
faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan
terbina persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan.

2. Arah Pandang ke Luar


Arah pandang ke Luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan
internasional, bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan
nasionalnya dalan semua aspek kehidupan demi tercapainya tujuan
nasional sesuai dengan yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945.

H. Fungsi, Tujuan dan Peranan Wawasan Nusantara


1. Fungsi
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta
rambu-rambu dalam dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan,
tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara ditingkat pusat dan
daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Tujuan
Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di
segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan
kepentingan nasional dari pada kentingan individu, kelompok, golongan,
suku bangsa atau daerah.

3. Peranan
a. Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan (serasi dan selaras).
b. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab atas pemanfaatan
lingkungan.

23
c. Untuk menegakan kekuasaan guna melindungi kepentingan nasional
d. Untung merentang hubungan internasional dalam upaya ikut
menegakan ketertiban dunia.

BAB VI
KETAHANAN NASIONAL

A. Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia


Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi.

B. Hakikat Tannas dan Konsepsi Tannas Indonesia


1. Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan
bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara untuk
mencapai tujuan nasional.
2. Hakikat konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah pengaturan dan
penyelenggaraan kesehjateraan dan keamanan secara seimbang, serasi dan
selaras dalam seluruh aspek kehidupan nasional.

C. Asas-Asas Tannas Indonesia


1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada pada
sistem kehidupan nasional. Kedua aspek tersebut harus selalu ada,
berdampingan pada kondisi apapun untuk menjadi tolak ukur Ketahanan
Nasional.

24
2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu.
Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan
bangsa secara utuh, menyeluruh, dan terpadu.
3. Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi
kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian
yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian
bangsa yang ulet dan tangguh.
b. Mawas ke Luar
Mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan
serta mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri dan menerima
kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan dunia
internasional.

4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, gotong
royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

D. Sifat Ketahanan Nasional Indonesia


1. Mandiri
Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta
pada keuletan dan ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah, dengan tumpuhan pada identitas, integritas, dan kepribadian
bangsa.
2. Dinamis
Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun,
tergantung pada setuasi dan kondisi bangsa dan negara serta lingkungan
strategisnya.
3. Wibawa

25
Keberhasila pembinaan Ketahanan Nasioanal Indonesia secara berlanjut
dan berkesenambungan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan
bangsa dan menjadikan kewibawaan bagi bangsa dan negara.
4. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi katahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap
knfrontatif dan antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan
bangsa, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama, serta
saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian
bangsa.

E. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional terhadap Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara
1. Pengaruh Aspek Ideologi
a. Ideologi Liberalisme
Liberalisme bertitik tolak tolak dari hak asasi yang melekat pada
manusia sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun
termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan.
Paham Liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar kebebasan dan
menuntut kepentingan pribadi yang mutlak, yaitu kebebasan mengejar
kebahagian hidup di tengah-tengah kekayaan materil yang melimpah
dan dicapai dengan bebas. (Aliran Liberalisme diajarkan oleh Thomas
Hobbes, John Locke, J. J. Rouseau, Habert Spencer, Harold J. Laski).

b. Ideologi Komunisme
Aliran Komunisme diajarkan oleh Karl Mars, Engel, dan Lenin. Aliran
pikiran ini beranggapan bahwa negara adalah susunan golongan (kelas)
untuk menindas kelas lain. Aliran pikiran ini erat hubungannya dengan
aliran materialistik, dan sangat menonjolkan penggolongan,
pertentangan antara golongan, konflik, kekerasan atau revolusi, dan
perebutan kekuasaan negara.
c. Paham Agama

26
Ideologi bersumber dari falsafah agama yang termuat dalam kitab suci
agama. Negara membina kehidupan keagamaan umat. Negara bersifat
spritual religius. Dalam bentuk lain negara, negara melaksanakan
hukum agama dalam kehidupannya. Negara berdasarkan agama.
d. Ideologi Pancasila
Pancasila merupakan tantanan nilai yang digali dari nilai-nilai dasar
budaya bangsa Indonesian yang sudah sejak ratusan tahun telah
tumbuh berkemang di Indonesia (Ir. Soekarno 1 Juni 1945)
Kelima sila dalam Pancasila merupakan kesatuan yang bulat untuk
sehingga pemahaman dan dan pengamalannya harus mencakup semua
nilai yang mengandung di dalamnya.

2. Ketahanan pada Aspek Idiologi


Ketahanan Ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan
ideologi bangsa Indonesia yang mengandung keuletan dan ketangguhan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi TAHG dari luar
maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka
menjamin kelangsungan kehidupan Ideologi bangsa dan negara RI
Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara, sumber hukum,
dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pencapaian ketahanan Ideologi
memerlukan penghayatan dan pengamalan Pancasila secara murni dan
konsekuen, baik objektif maupun subjektif. Pelaksanaan objektif adalah
pelaksanaan nilai-nilai yang secara tersurat terkandung dalam ideologi atau
paling tidak secara tersirat dalam UUD 1945 serta segala peraturan
perundang-undangan dibawahnya dan selala penyelenggaraan negara.
Pelaksanaan subjektif adalah pelaksanaan nilai nilai tersebut oleh masing-
masing individu dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pribadi, anggota
masyarakat, dan warga negara.

3. Ketahanan pada Aspek Politik


Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamik
kehidupan politik bangsa yang berisikan keuletan dan ketangguhan dalam
mengahadapi dan mengatasi TAHG yang datang dari luar maupun dari

27
dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin
kelangsungan hidup politik bangsa dan negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

4. Ketahanan pada Aspek Ekonomi


Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan
perekonomian bangsa yang berisikan keuletan dan ketangguhan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ATHG yang datang dari
luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk
menjamin kelangsungan perekonomian bangsa dan negara RI berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
5. Ketahanan pada Aspek Sosial Budaya
Ketahanan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamis budaya
bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan dan kemampuan
untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala TAHG dari luar maupun dari dalam secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan kehidupan sosial
budaya bangsa dan negara Indonesia.

6. Ketahanan pada Aspek Pertahanan dan Keamanan


Pertahanan dan Keamanan harus dapat mewujudkan kesiapan serta
upaya bela negara, yang berisi ketangguhan, kemampuan dan kekuatan,
melalui penyelenggaraan Siskamnas untuk menjamin kesinambungan
Pembangunan Nasional dan kelangsungan hidup bangsa dan negara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ketahanan Pertahanan dan Keamanan yang diinginkan adalah kondisi
daya tangkal bangsa yang dilandasi oleh kesadaran bela negara seluruh
rakyat dan mengandung kemampuan memelihara stabilitas Pertahanan dan
Keamanan Negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-
hasilnya, serta mempertahankan kedaulatan negara dan menangkal segala
bentuk ancaman.

28
BAB VII
POLITIK DAN STATEGI NASIONAL

A. Pengertian Politik, Strategi dan Polstranas


Pengertian Politik
Politik adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara, dan alat yang
digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu.
Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan (policy) dan distribusi atau alokasi sumber
daya.
1. Negara
Negara merupakan suatu organasasi dalam satu wilayah yang memiliki
kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku atau kelompok lain sesuai dengan
keinginannya.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik, yang menyangkut
siapa pengambil keputusan dan kepad siapa keputusan itu dibuat.
4. Kebijakan Umum

29
Kebijakan (policy) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil
oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara
mencapai tujuan itu.
5. Distribusi
Distribusi ialah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam
masyarakat.

Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “ the
art of the general “ atau seni seorang panglima yang biasa digunakan
dalam peperangan. Karl Von Clausewith (1780-1831) berpendapat bahwa
strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan peperangan. Strategi pada dasarnya merupakan seni dan
ilmu menggunakan dan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.

Politik dan Strategi Nasional


Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan
kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Strategi
nasional disusun untuk pelaksanaan politik nasional.

B. Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 (perubahan menjadi UU No.32
Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan salah satu wujud
politik dan strategi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk
otonomi kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah propinsi dan
otonomi luas bagi daerah kabupaten/kota. Secara legal formal UU No. 22 tahun
1999, menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan
Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Perbedaan antara UU No. 5 tahun 1974 dengan UU No. 22 tahun 1999
ialah :

30
1. UU No. 5/1974 titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat (central
government looking).
2. UU No. 22/1999 titik pandang kewenangannya dimualai dari daerah (local
government looking), sesuai dengan tuntutan formasi yang mengharapkan
adanya pemerataan pembangunan dan hasilnya.

G. Kewenangan Daerah
1. Berdasarkan UU No. 22/1999 kewenangan daerah mencakup seluruh
kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain sebagai dimaksud pada poin 1, meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan
lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM,
pendayagunaan SDA, teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan
standarisasi nasional.
3. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah :
a. DPRD sebagai badan legislatif daerah dan Pemerintah Daerah sebagai
eksekutif daerah dibentuk di daerah. Pemerintah daerah terdiri atas
kepala derah berserta perangkat daerah yang lainnya.
b. DPRD sebagai sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah
merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan
Pancasila. DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
1). Membentuk peraturan daerah bersama Gubernur, Bupati atau
Walikota.
2). Menetapkan APBD bersama Gubernur, Bupati dan Walikota.
3). Mengawasi pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan keputusan
Gubernur, Bupati dan Walikota, Pelaksanaan APBD, Kebijakan
daerah, dan pelaksanaan kerja sama internasional di daerah.
Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah atas
rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan

31
daerah. Menampung serta menindak lanjuti aspirasi daerah dan
masyarakat.

H. Implementasi Politik dan Strategi Nasional yang Mencakup Bidang-Bidang


Nasional

Visi dan Misi GBHN 1999-2004.


Visi GBHN 1999-2004
Visi politik dan strategi nasional yag tertuang dalam GBHN 1999-2004
adalah terwujudnya masyarakat indonesia yang damai, demokratis,
berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah NKRI.

Misi GBHN 1999-2004


a. Pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
b. Penekanan kedaulatan rakyat dalam segala spek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Peningkatan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari
untuk mengwujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada TYME
dalam kehidupan dan mentapnya persaudaraan umat beragama yang
berakhlak mulia, toleran, rukun, dan damai.
d. Penjaminan kondisi aman, damai, tertib dan ketentraman masyarakat.
e. Perwujudan sistem hukum nasional, yang menjamin tegaknya
supermasi hukum dan HAM berlandaskan keadilan kebenaran dst.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. S. Sumarsono, dkk., 2002. Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit : Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.
2. Lemhanas, 1997. Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Pembangunan
Nasional, Disiplin Nasional, Penerbit : Balai Pustaka Lemhanas Jakarta.
3. Budiyanto, 2000. Dasar Dasar Ilmu Tata Negara untuk SMU, Penerbit ;
Erlangga Jakarta.
4. M. Aziz Toyibin dan A. Kosasih Djahiri, 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta,
Departemen Pendidikan & Kebidayaan bekerja sama dengan Rineka Cipta.
5. Kailan, 2004. Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi.
6. Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Acuan Proses pembelajaran Matakuliah
Pengembangan Kepribadian: Pendidikan Agama; Pendidikan Pancasila;
Pendidikan Kewarganegaraan. Modul.
7. Carlton Clymer Rodee, dkk., 2008. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta, Raja
Grafindo.
8. As’ad Said Ali, 2009. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan berbangsa. Jakarta,
LP3ES Indonesia.

33
9. Muhammad Hatta, 1960. Demokrasi Kita, Pandji Masyarakat, Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai