Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang
tengkorak yang kaku serta dikelilingi oleh pembungkus yang disebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk
periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi
otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan
terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang
dikenal dengan sebutan epidural hematom (EDH) yang bersifat emergency.1
Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan
berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada arteri meninges media
yang terletak di bawah tulang temporal, hematom pada perdarahan arteri akan
cepat terjadi.1
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan EDH dan
sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian
hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.
Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah
berjalan dan sering jatuh.2
60 % penderita EDH adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada
umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada
pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.2
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus
epidural hematoma dan membandingkannya dengan landasan teori yang sesuai.
Penyusunan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan
2

Program Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintergrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang dijumpai
di lapangan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Neuroanatomi Meningea


Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepallon
dan medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang
letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Perikranium yang masih
merupakan bagian dari lapisan dalam tengkorak dan duramater bersama-sama
disebut juga pachymeningens. Sementara piamater dan arachnoidmater disebut
juga leptomeningen.3
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari
lamina meningealis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum
(periosteum), sehingga diantara lamina meningealis dan lamina endotealis
terdapat rongga ekstraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat
longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan perikranium banyak terdapat
arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum tulang pada kubah
tengkorak. Pada enchepalon lamina endotealis melekat erat pada permukaan
interior cranium, terutama pad sutura, basis krania dan tepi foramen occipital
magnum. Lamina meningealis memiliki permukaan yang licin dan dilapisi oleh
suatu lapisan sel, dn membentuk empat buah septa yaitu falx cerebri, tentorium
cerebeli, falx cerebeli dan diafragma sellae.3
Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus
sagital inferior dan superior. Pada bagian depan fakx cerebri terhubung dengan
Krista galli, dan bercabang dibelakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium
cerebella membagi rongga cranium menjadi ruang supratentorial dan
infratentorial. Falx cerebeli yang berukuran lebih kecil memisahkan kedua
belahan otak kecil. Falx cerebeli menutupi sinus occipital dan pada bagian
belakang terhubung dengan tulang oksipital.3
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus
trigeminus mempersarafi daerah atap cranial, fossa cranium anterior dan tengah.
4

Sementara nervus vagus mempersarafifosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika


ada ranfsangn langsung terhadap duramater, sementara jaringan otk sendiri tidak
sensitive terhadap rangsangan nyeri. Beberapa nervus cranial dan pembuluh darah
yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada diatasnya sehingga
disebut juga segmen extradural intracranial. Sehingga beberapa nervus dan
pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka
duramater . Dibawah lapisan duramater, terdapat arachnoidmater. Ruangan yang
terbentuk diantara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh
darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera, dapat terjadi
perdarahan subdural. Arachnoidmater yang membungkus basis cerebri berbentuk
tebal sedangkan yang membungkus facies cerebri tipis dan transparant.
Arachnoidmater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut granulation
arachnidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitalis superior.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia
cerebri. Membentuk tela choroidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastis, ditutupi oleh pembuluhpembuluh darah cerebral . Di bawah
lapisan arachnoidmater terdapat piamater. Ruangan yang terbentuk diantara
keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan cerebrospinal dan
bentangan serat trabekular (trabekula arachnoidea). Piamater menempel erat pada
permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan gyrus otak. Pembuluh
darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan piamater. Kecuali pembuluh
kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi oleh selubung pial
dan selanjutnya membran glial yang memisahkan mereka dari neuropil. Ruangan
perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini berisi cairan cerebrospinal.3
Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang menskresi cairan serebrospinal,
dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela choroidea) yang diselubungi oleh
selapis epitel ventrikel (ependyma). Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal
tipis seperti endhotelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini menutupi
semua permukaan otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal (CSF) sebuah
ultrafiltrate jelas dan tidak berwarna plasma darah, terutama diproduksi di pleksus
koroid dari ventrikel otak dan di kapiler otak. Biasanya tidak mengandung sel-sel
5

darah merah dan paling banyak 4 sel darah putih / ml. Fungsinya adalah baik fisik
(kompensasi untuk perubahan volume, buffering dan pemerataan tekanan
intrakrania) dan metabolic (transportasi nutrisi dan hormon ke otak, dan produk-
produk limbah dari itu). Total volume CSF pada orang dewasa adalah 150ml,
yang 30 ml di ruang subarachnoid tulang belakang. Sekitar 500ml cairan
serebrospinal diproduksi per hari, dengan aliran 20 ml / jam. Denyut normal CSF
mencerminkan denyut otak akibat perubahan vena serebral dan volume arteri,
respirasi, dan head movements. Manuver Valsava meningkatkan tekanan CSF.
CSF dibentuk dalam pleksus koroid mengalir melalui sistem ventrikel dan melalui
foramen Magendie dan Luschka ke sisterna basalis. Kemudian beredar lanjut ke
dalam ruang subarachnoid tulang belakang, atas permukaan otak kecil dan otak,
akhirnya mencapai situs penyerapan CSF. Hal ini terutama diserapmelalui vili
arachnoid (granulasi arakhnoid, sel-sel pacchionian), yang paling melimpah di
sepanjang sinus sagital superior tetapi juga ditemukan pada tingkat tulang
belakang. CSF melewati vili arachnoid dalam satu arah, dari ruang subarachnoid
ke kompartemen vena, dengan mekanisme katup. Pada saat yang sama, CSF
berdifusi ke dalam jaringan otak yang berdekatan dengan ruang CSF dan diserap
oleh kapiler. Blood brain barrier adalah istilah kolektif untuk semua hambatan
yang terletak di antara plasma dan neuropil, salah satunya adalah blood CSF
barrier (BCB). Proses penyakit sering mengubah permeabilitas BBB, tapi sangat
jarang yang dari BCB tersebut. Morfologis, BCB yang dibentuk oleh epitel
koroid, sedangkan BBB dibentuk oleh persimpangan ketat (zonula occludens) dari
kapiler sel endotel. Fisiologis, sistem hambatan memungkinkan pengaturan
osmolaritas jaringan otak dan CSF dan, dengan demikian, tekanan intrakranial dan
volume controlled. Biokimia, BCB adalah permeabel akan zat larut air (e. G.,
Protein plasma) tetapi tidak untuk liposoluble zat seperti anestesi, obat-obatan
psikoaktif, dan analgesik. BBB umumnya permeabel terhadap zat liposoluble
(berat molekul kurang dari 500 dalton) tetapi tidak untuk zat yang larut dalam air.3
6

2.2 KLASIFIKASI HEAD INJURY


Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Berdasarkan
ATLS dapat di bagi ke dalam derajat keparahan dan morfologi dari cedera
kepala.4
a. Keparahan Cedera
Skala Koma Glasgow (SKG) digunakan sebagai alat ukur objektif untuk
menilai keparahan dari cedera kepala. Skor SKG dibawah nilai 8 telah
diterima secara umum sebagai cedera kepala berat. Pasien dengan SKG 9-
12 dikategorikan sebagai cedera kepala moderat, dan jika SKG dengan
nilai 13-15 dinyatakan dengan cedera kepala ringan.
Skala nilai Skor
Eye Opening
 Spontaneous 4
 To Sound 3
 To Pain 2

 None 1

 Not Testable NT

Verbal Response
 Oriented 5
 Confused Conversation 4
 Inappropriate words 3

 Sounds Incomprehensible 2

 None 1

 Non-Testable NT

Best Motor Response


 Obeys Command 6
 Localizing Pain 5
 Flexion withdrawal to pain 4

 Decorticate posturing 3

 Decereberate posturing 2
7

 None (flaccid) 1
 Non-Testable NT

b. Morfologi
Trauma kepala dapat meliputi fraktur os kalvaria dan lesi intrakranial,
seperti kontusio, hematoma, cedera difus, dan adanya edema atau
hiperemia
1. Fraktur Kranium
Dapat terjadi pada atap kranium maupun basis kranii. Dapat
berberntuk linear ataupun depressed dengan fraktur terbuka maupun
tertutup. Fraktur basis kranii biasanya membutuhkan CT Scan dengan
pengaturan bone-window untuk identifikasi. Tanda-tanda klinis dari
fraktur basis kranii meliputi periorbital ecchymosis, retroauricular
ecchymosis, rhinorrrhea atau otorrhea, dan gangguan N.VII dan
N.VIII. munculnya tanda-tanda ini meningkatkan indeks kecurigaan
terhadap fraktur basis kranii. Beberapa fraktur dapat melewati kanalis
carotis dan merusak a. Carotis (diseksi, pseudoaneurysm, dan
thrombosis). Pada kasus ini, harus dilakukan CTA.
Open atau Compound Fracture memberikan gambaran laserasi
SCALP dan permukaan serebri ketika terjadi kerusakan dura
2. Lesi Intrakranial
2.1. Diffuse Brain Injury
Cedera kepala difus dapat terjadi dalam bentuk concussion,
dimana dapat terjadi normal nya CT scan hingga terjadi cedera
kepala sekunder yang parah. Pada concussion, pasien memiliki
gejala neurologis nonfokal yang terganggu dimana meliputi
penurunan kesadaran. Gangguan difus yang parah, sering terjadi
melalui hipoksia, iskemia oleh karena shock berkepanjangan atau
apnea. Pola difus yang lain yang biasanya terjadi pada cedera
dengan kecepatan tinggi atau deselerasi, dapat memproduksi
perdarahan multipel pada hemisfer serebri. Cedera ini biasanya
8

terjadi pada perbatasan antara white matter dan grey matter dan
disebut sebagai Diffuse Axonal Injury.
2.2. Focal Brain Injury
Lesi fokal meliputi EDH, SDH, kontusio dan ICH.
a. EDH
EDH relatif jarang terjadi dan terjadi pada 0.5% pasien
dengan cedera kepala dan 9 % pasien TBI yang koma.
Hematom ini terjadi dalam bentuk bikonveks atau berbentuk
lentikuler karena perdarahan mendorong dura menjauhi tabula
intena dari Kranium. Biasa terletak pada temporal atau regio
temporoparietal dan terjadi pada ruptur a. Meningea media oleh
karena fraktur. Clot pada perdarahan ini biasanya berasal dari
Arteri, tetapi dapat terjadi pada kerusakan sinus venosus atau
perdarahan melalui fraktur kranium. Presentasi klinik klasik
pada EDH biasanya adalah adanya lucid interval dan
deteriorasi neurologis.
b. SDH
SDH sering terjadi daripada EDH terjadi pada 30% pasien
dengan cedera kepala berat. Biasanya terjadi pada rupturnya
bridging vein pada korteks cerebri. Pada SDH biasanya
berbentuk bikonkaf pada CT scan. Kerusakan pada SDH secara
tipikal lebih berat daripada EDH oleh karena keterlibatan
gangguan parenkimal.
c. ICH dan kontusio
Kontusio serebral sering terjadi pada 20-30 % kasus cedera
kepala berat. Kontudio biasanya terjadi pada lobus frontalis dan
temporalis, walaupun dapat terjadi pada area otak yang lain.
Dalam beberapa jam maupun hari, kontudio dapat berkembang
menjadi ICH.
9

Severity  Mild  GCS 13-15


 Moderate  GCS 9-12
 Severe  GCS 3-8
Morfologi Skull  Vault  Linear vs Stellate
Fracture  Depressed vs non depressed

 Basilar  With or without CSF leakage


 With or without Facialis palsy
Lesi Fokal  EDH
Intrakranial  SDH
 ICH
Difus  Concussion
 Multiple Contussion
 Hypoxic/iscemic injury
 Axonal Injury

2.3 Prinsip ATLS pada Traumatic Brain Injury (TBI) 5


 Primary Survey
Pemeriksaan Evaluasi Perhatikan, catat, dan
perbaiki
A. Airway Patensi saluran napas ? Obstruksi ?
Suara tambahan ?
Apakah oksigenasi Rate dan depth, Gerakan
B. Breathing Efektif…. ? dada, Air entry, Sianosis
Apakah perfusi HR dan volume, Warna
C. Circulation Adekuat …..? kulit, Capilarry return,
Perdarahan, TD
Apakah ada kecacatan Tingkat kesadaran
D. Disability neurologis …? menggunakan sistem
10

( status neurologis ) GCS atau AVPU. Pupil


(besar, bentuk, reflek
cahaya, bandingkan
kanan - kiri)
Jejas, deformitas, dan
E. Exposure Cedera organ lain… ? gerakan ekstremitas.
(buka seluruh pakaian) Evaluasi respon terhadap
perintah atau rangsang
nyeri

 Secondary Survey
Pemeriksaan Status Generalis
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta
pemeriksaan khusus untuk menentukan kelainan patologis, dengan metode:
– Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki atau,
– Per organ B1 – B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)
2.4 Definisi dan Etiologi
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.2.3
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
11

berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.


Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.2.3
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.2.3
2.5 Patofisiologi EDH
Pada dasarnya, EDH muncul karena adanya fraktur pada bagian temporal
maupun parietal dan laserasi pada a. Meningea Media ataupun vena. Lebih jarang,
EDH dapat terjadi karena adanya robekan sinus venosus duramater. Pada cedera
yang melibatkan fraktur tulang kranium, tidak langsung membuat koma secara
inisial, atau merupakan bagian dari cedera kranioserebral yang parah. Contoh
yang tipikal adalah pada anak-anank yang terjatuh dari sepeda atau ayunan atau
yang mengalami benturan keras pada kepala dan tidak sadar dalam beberapa
waktu. Dalam beberapa jam, terjadi nyeri kepala yang memberat dengan dijumpai
muntah, mengantuk, kebingungan, afasia, kejang, hemiparesis dan peningkatan
refleks tendon dan Babinski sign positif. Saat terjadi koma, hemiparesis dapat
menjadi spastik. Terjadi bradikardia oleh karena efek Cushing yang disertai oleh
hipertensi. Terjadi dilatasi pupil pada ipsilateral hematoma hingga akhirnya terjadi
herniation syndrome oleh karena penekanan dari otak.
Fraktur tulang kepala terjadi pada 85-95% kasus, tetapi lebih sering
menyebabkan EDH dibandingkan dengan anak-anak dikarenakan plastisitas dari
kalvaria yang masih imatur. Pada EDH yang tidak ekspansif dapat disebabkan
adanya robekan pada sinus venosus dura dengan atau tanpa adanya fraktur.
Robekan pada bridging vein pada spasi epidura atau vena diploeica dapat juga
menyebabkan EDH. EDH juga dapat diasosiasikan dengan orbitofasial fraktur,
seperti atap orbita atau fraktur sinus frontalis.
12

EDH juga dapat terjadi pada durante operasi sebagai hasil dari dekompresi
lesi kontralateral, dan dapat dipertimbangkan jika terjadi pembengkakakn
intraoperatif atau ketika TIK postoperasi tidak dapat terkontrol.6.7.8
2.6 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik EDH
 Gejala Klinis
Gejala yang sangat menonjol pada epidural hematom adalah kesadaran
menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar disekitar mata dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang
keluar pada saluran hidung dan telingah. Setiap orang memiliki kumpulan gejala
yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul
akibat dari cedera kepala. Gejala yang sering tampak :9.10.11
1. Penurunan kesadaran , bisa sampai koma
2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Keluar cairan dari hidung dan telingah
7. Mual
8. Pusing
9. Berkeringat
 Pemeriksaan Fisik5
1. Pemeriksaan kepala
Mencari tanda :
a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka
terbuka, luka tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan
otorhoe serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis
auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur
rima orbita danfraktur mandibula
13

d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva,


perdarahan bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis.
2. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang.
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang
belakang dan cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas,
deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik.
3. Pemeriksaan Status Neurologi
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).
Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC
diklasifikasikan cedera otak ringan GCS 13 – 15
b. Saraf kranial, terutama:
Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya.
Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina,
retinal detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
mencari tanda lateralisasi.
- Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek,
reflek tendon, reflek patologis dan tonus spingter ani.
2.7 DIAGNOSIS
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali. Foto Polos Kepala Pada foto polos kepala, kita tidak dapat
mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior
(A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.12
Computed Tomography (CT-Scan) Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan
lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural
biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi
14

(bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas


darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi
kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas
yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.13.14
Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI akan menggambarkan massa
hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang
tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang
terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.13.14
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Nonoperatif
Pada pasien dewasa, terapi nonoperatif dapat dilakukan jika EDH dengan
ketebalan < 10-15 mm atau dengan volume < 30 cc atau dengan pergeseran
midline shift < 5 mm dengan gejala klinis minimal, termasuk penatalaksanaan
konservatif dan follow up radiologi secara frekuen. Penyembuhan EDH secara
tipikal terjadi beberapa minggu (3-15 minggu) tetapi sangat jarang sembuh secara
spontan, oleh karena edema serebri. Faktor yang berhubungan dengan perburukan
membutuhkan pembedahan setelah terapi inisial dilakukan.8
Pasien dengan peningkatan TIK dapat diobati dengan pemberian osmotik
diuretik dan hiperventilasi dengan HoB 30o. Pasien yang diintubasi dapat
diberikan terapi hiperventilasi dengan kecepatan 16-20 x/i dan tidal volume 10-12
mL/kgBB. Hipokarbia dengan 28-32 mmHg direkomendasikan.8
Pasien dengan koagulopaati atau perdarahan persisten dapat membutuhkan
pemberian vit K, FFP, transfusi platelet.7
b. Operatif
EDH diindikasikan untuk dilakukan operasi pada keadaan7 :
 GCS < 8 dan anisokoria
 Volume Hematoma > 30 cc
 Volume Hematoma 30 cc, dengan :
1. Ketebalan >15 mm
15

2. Midline Shift >5 mm


3. GCS < 8
4. Defisit motorik fokal
 Sisterna yang menghilang pada CT scan
 Perburukan status neurologis
2.9. Komplikasi dan Prognosis
 Komplikasi10
- Edema serebri
Merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan ini
mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak
(brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
- Kompresi batang otak
 Prognosis11
Prognosis Epidural tergantung pada :
- Lokasinya (infratentorial lebih jelek)
- Besarnya
- Kesadaran saat masuk kamar operasi
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya
baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis
sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.
16

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Irwansyah Simamora
Usia : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Barus Sibolga

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah :
- Hal ini dialami sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat pasien mengendarai sepeda motor
kemudian pasien bertabrakan dengan pengendara lain dari arah berlawanan
atau depan.
- Riwayat pingsan saat kejadian dijumpai. Riwayat sadar diantara dua masa tidak
sadar tidak dijumpai.
- Nyeri kepala tidak dijumpai. Sesak nafas tidak dijumpai.
- Mual tidak dijumpai, muntah dijumpai.
- BAK dijumpai dalam batas normal, BAB dijumpai dalam batas normal.
- Riwayat kejang dan demam tidak dijumpai.
- Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal oleh keluarga pasien.
- Pasien merupakan pasien rawatan RS Sibolga, dirawat 3 hari lalu dirujuk untuk
penanganan lebih lanjut.
RPO : Tidak ada
RPT : Tidak ada

3.3 STATUS PRESENS


Sensorium : GCS 12 E3M5V4
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pernapasan : 24 x/i
Nadi : 98 x/i
Suhu : 37,1̊ C

3.4 STATUS GENERALISATA


Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor,  3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
17

Hidung : Dalam batas normal


Mulut : Dalam batas normal
Leher : Trakea medial, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris Fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara paru: vesikuler
Suara tambahan: (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

3.5 STATUS NEUROLOGIS


Sensorium : Compos Mentis
Pupil : Isokor,  3mm/3mm

3.6 TANDA PENINGKATAN INTRAKRANIAL


Nyeri kepala : Tidak dijumpai
Muntah proyektil : Tidak dijumpai
Papil Edema : Tidak dijumpai

3.7 TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL


Kaku kuduk : Tidak dijumpai
Brudzinski I : Tidak dijumpai
Brudzinski II : Tidak dijumpai
Brudzinski III : Tidak dijumpai
Brudzinski IV : Tidak dijumpai
Kernig sign : Tidak dijumpai

3.8 SISTEM MOTORIK


Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normo tonus
Kekuatan Motorik : 5555555555
5555555555
3.9 SISTEM SENSORIK
Ekstremitas Atas : Normal
Ekstremitas Bawah : Normal
18

3.11 REFLEKS FISIOLOGIS


Bisep/Trisep : +/+
APR/KPR : +/+
3.12 REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : Tidak dijumpai
Hoffman-Tromner : Tidak dijumpai

3.13 PEMERIKSAAAN NERVUS KRANIALIS


CN I : Normosmia
CN II : Pupil isokor,  3mm/3mm, RC (+/+)
VOD : 4/6 ; VOS : 5/6
Funduskopi OS : papil edema bilateral +1D
CN III,IV,VI : Gerakan bola mata normal
CN V : Buka mulut (+)
CN VII : Normal
CN VIII : Normal
CN IX,X : Normal
CN XI : Normal
CN XII : Lidah istirahat medial

3.14 PEMERIKSAAN PENUNJANG


3.14.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap:
Hemoglobin (HGB) 12.1 12-16
Eritrosit (RBC) 4.18 4.10 – 5.10
Leukosit (WBC) 6,290 4,000 – 11,000
Hematokrit 36 36 – 47
Trombosit (PLT) 165,000 150,000 – 450,000
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 100 < 200
GINJAL
Blood Urea Nitrogen (BUN) 19 7 – 19
Ureum 41 15 – 40
Kreatinin 0.49 0.6 – 1.1
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 133 135 – 155
19

Kalium (K) 3,5 3.6 – 5.5


Klorida (Cl) 95 96 – 106

3.14.2 Foto Thoraks

Hasil :
Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

3.14.3 CT-Scan
20

3.15 DIAGNOSIS KERJA


EDH (L) Frontal + Open depressed fracture frontal

3.16 TATALAKSANA
- Head up 30 derajat
- IVFD RSol 20 gtt/i
- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Injeksi Gentamicin 80 mg/8 jam

- Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam


- Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

3.17 RENCANA
Craniotomy Evakuasi EDH + Debridement Koreksi Fraktur
21

BAB 4
FOLLOW UP
Follow up tanggal 26 Juni 2018
S Penurunan Kesadaran (+)
O GCS: 12 E3M5V4
Pupil isokor d= 3mm/3mm, RC +/+
A Head injury GCS 12 E3M5V4
P Head CT Scan ( axial, sagital, coronal)

Follow up tanggal 27Juni 2018


S Penurunan Kesadaran (+)
O GCS: 12 E3M5V4
Pupil isokor d= 3mm/3mm, RC +/+
Head CT Scan :
A Suspek EDH minimal (L) temporal
P -Head up 30o
-O2 2-4 l/I nasal canule k/p
-IVFD Rsol 20gtt/i
-Drip manitol 125cc/12am
-Inj ceftriaxone 1gr/12jam
-Inj ranitidine 50mg/12jam
-Inj ketorolac 30mg/8jam
-Inj fenitoin 100mg/8jam

Follow up tanggal 28Juni 2018 – 30 Juni 2018


S Nyeri kepala (+)
O GCS: 15
Pupil isokor d= 3mm/3mm, RC +/+
A Suspek EDH minimal (L) temporal
P -Head up 30o
22

-O2 2-4 l/I nasal canule k/p


-IVFD Rsol 20gtt/i
-Drip manitol 125cc/12jam
-Inj ceftriaxone 1gr/12jam
-Inj ranitidine 50mg/12jam
-Inj ketorolac 30mg/8jam
-Inj fenitoin 100mg/8jam
23

BAB 5
DISKUSI KASUS

NO TEORI KASUS
1 GEJALA KLINIS
Gejala yang sering tampak : - Penurunan
1. Penurunan kesadaran , bisa sampai koma Kesadaran
2. Bingung - Riwayat pingsan
3. Penglihatan kabur saat kejadian
4. Susah bicara dijumpai.
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Keluar cairan dari hidung dan telingah
7. Mual
8. Pusing
9. Berkeringat

2  Pemeriksaan Fisik - Dijumpai luka robek


Pemeriksaan kepala diregio frontal ukran 3
a. Jejas di kepala meliputi; hematoma cm x 1 cm, dasar
sub kutan, sub galeal, luka terbuka, subkutis
luka tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak,
meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular
(battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane
timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi;
fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita danfraktur mandibula
24

d. Tanda trauma pada mata meliputi;


perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil
dan jejas lain di mata.
e. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema
pupil, perdarahan pre retina, retinal
detachment.
f. Motoris & sensoris, bandingkan
kanan dan kiri, atas dan bawah
mencari tanda lateralisasi.
3 - Computed Tomography (CT-Scan) - Head CT Scan :
Pada epidural biasanya pada satu bagian
saja (single) tetapi 9 dapat pula terjadi pada
kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
paling sering di daerah temporoparietal.
Densitas darah yang homogen
(hiperdens), berbatas tegas, midline
terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat
pula garis fraktur pada area epidural
hematoma.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa
hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi duramater, berada diantara tulang
tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
25

4 PENATALAKSANAAN - Head up 30 derajat


-Terapi Nonoperatif
- IVFD RSol 20 gtt/i
Terapi nonoperatif dapat dilakukan jika EDH
dengan ketebalan < 10-15 mm atau dengan - Injeksi Ceftriaxone 1
volume < 30 cc atau dengan pergeseran midline gr/12 jam
shift < 5 mm dengan gejala klinis minimal,
- Injeksi Gentamicin
termasuk penatalaksanaan konservatif dan follow
80 mg/8 jam
up radiologi secara frekuen.
Terapi Operatif - Injeksi
EDH diindikasikan untuk dilakukan operasi Metronidazole 500
pada keadaan5 : mg/8 jam
 GCS < 8 dan anisokoria
- Injeksi Ranitidin 50
 Volume Hematoma > 30 cc
mg/12 jam
 Volume Hematoma 30 cc, dengan :
1. Ketebalan >15 mm - Injeksi Ketorolac 30

2. Midline Shift >5 mm mg/8 jam

3. GCS < 8 R/ Craniotomy


4. Defisit motorik fokal Evakuasi EDH +
 Sisterna yang menghilang pada CT scan Debridement Koreksi
 Perburukan status neurologis Fraktur
.
26

BAB 6
KESIMPULAN

Seorang laki-laki berinisial IS yang berusia 17 tahun, didiagnosis dengan


EDH (L) Frontal + Open depressed fracture frontal. Diberikan terapi dan rencana,
berupa:

- Head up 30 derajat

- IVFD RSol 20 gtt/i

- Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Injeksi Gentamicin 80 mg/8 jam

- Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam

- Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam

- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

Rencana : Craniotomy Evakuasi EDH + Debridement Koreksi Fraktur


27

DAFTAR PUSTAKA
1. Waxman, Stephen; Clinical Neuroanatomy ed 27; Lange; 2016; 149-160
2. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
3. Wilson M. L, Price S. A,2002 Patofisiologi, vol.2, Edisi 6.
4. ATLS,Student Course Manual ed 10 2018
5. Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Saraf Universitas Airlangga.
Modul Trauma. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo. 2016.
6. Adam and Victors, Principles of Neurology ed 10, McGraw Hill, 2013
7.Medscape, Epidural Hematom. [www.medscape.com/epiduralhematom]
8.Jallo J, Loftus CM, Neurotrauma and Critical Care of the Brain. Thieme. 2013
9. Sidharta P, Mardjono M,2005, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
10.Wilson M. L, Price S. A,2002 Patofisiologi, vol.2, Edisi 6.
11.Sitorus ,S. M, 2004, Sistem Ventrikel dan liquor Cerebrospinal, USU.
12. Medscape, Epidural Hematom. [www.medscape.com/epiduralhematom]
13.Wilkins, Williams L, 2008, ContralateralbAcute Epidural Hematoma After
Decompressive Surgery of Acute Subdural Hematoma, Vol. 65.
14.Leon J, Maria J, 2010, The Infrascanner, a handheld device for screening in
situ for the presence of brain Haematoms.

Anda mungkin juga menyukai