Anda di halaman 1dari 2

WUJUD BUDAYA YANG TUMBUH

Social budaya di pendulangan intan cempaka :

1. Banyaknya orang-orang yang datang ke kawasan pendulangan, baik itu untuk peliputan,
penelitian, maupun berwisata membuat pembawaan masyarakat di sekitar kawasan
pendulangan menjadi terbuka dan ramah untuk orang-orang luar
2. Mayoritas masyarakat disana menggantungkan hidupnya dari pendulangan intan dan
penambangan pasir
3. Kualitas ekonomi masyarakat disana bisa dikatakan beragam
4. Bagi masyarakat yang bekerja sebagai pendulang, pendapatan tidak menentu. Karena, setiap
hasil dari pendulangan tidak selalu didapatkan setiap hari, sekarang intan yang didapat sudah
mulai berkurang. Terlebih hasil yang mereka dapat harus dibagi-bagi, pertama untuk pemilik
lahan, pemilik alat, barulah dibagi hasil dengan seluruh pekerja.
5. Sebenarnya ada beberapa adab ataupun budaya di kawasan pendulangan yang harus dipatuhi
menurut orang-orang zaman dahulu, akan tetapi sekarang sudah mulai luntur dan hanya orang-
orang tua yang masih memegang teguh adab ini. Berikut adab-adab yang kami peroleh dari
pertanyaan di lapangan dan artikel yang bersumber dari internet :
a. DILARANG, bakacak pinggang (bertolak pinggang), mahambin tangan (jari-jari tangan
direkatkan lalu diletakkan di leher seperti bantal), bersiul, dan perbuatan tak senonoh
lainnya. Hal ini akan dianggap bentuk kesombongan dan tinggi hati terhadap intan yang
akan dijemput.
b. DILARANG, mengucapkan kata-kata kotor dan ada istilah-istilah tertentu yang harus
diganti, misalnya saat menemukan ular di dalam lubang pendulangan maka
penyebutannya diganti ‘akar’, kalau bertemu babi hutan maka diganti ‘du-ur’. Saat
memasuki lubang pendulangan tidak boleh menyebut kata ‘turun’ meskipun
kenyataannya gerakan tersebut turun tetapi harus disebut ‘naik/menaiki’. Ini
berhubungan dengan kepercayaan bahwa intan memiliki kekuatan untuk menghindari
buruan, istilah ‘naik’ dipakai agar intan mau naik ke permukaan bila intan mendengar
kata ‘turun’ maka intan akan kembali masuk Bumi. Kemudian tidak boleh juga
menyebutkan kata ‘jauhkan’ tapi diganti dengan kata parakakan yang berarti tolong
dekatkan. Untuk kata ‘makan’ diganti dengan ‘batirak’ atau ‘bamuat’ sebab kata ‘makan’
mengandung pengertian yang sadis seperti binatang memakan binatang lainnya. Hal ini
semua dilakukan sebab intan akan menjauhi orang yang berkata tidak sopan.
c. SAMA SEKALI TIDAK BOLEH menyebut intan dengan sebutan ‘intan’ tetapi HARUS
diganti ‘GALUH’ (panggilan kesayangan untuk anak perempuan Banjar). Ini berdasarkan
kepercayaan bahwa intan adalah benda yang memiliki kekuatan dan bernyawa sehingga
harus mendapat panggilan yang terhormat dan mesra setara dengan sebutan anak
kesayangan atau puteri raja. Seringkali ada pendulang yang tidak sengaja menyebut
‘intan’ saat mendapatkan tiba-tiba intan tersebut menghilang atau berganti menjadi
batu lain.
d. TIDAK BOLEH wanita yang sedang haid mendekat di lokasi pendulangan sebab si Galuh
sangat membenci orang yang dianggap ‘kotor’ dan selama masih ada wanita yang haid
Galuh tidak mau datang.

Anda mungkin juga menyukai