BAB I
PENDAHULUAN
aksi insulin, atau keduanya (WHO, 1999). Diabetes mellitus juga disebut The
Great Initiator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan
lebih dari 10 juta orang Amerika menderita diabetes (meliputi ras kulit hitam,
putih, Hispanik dan ras yang lain). Pada tahun 1997, diperkirakan 124 juta orang
seluruh dunia rata – rata diabetes dapat naik dua atau tiga kali lipat (Ship, 2003)
dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar
berusaha untuk mencari obat untuk menyembuhkannya dan ada pula yang
faktor keturunan. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup untuk menyebabkan
seseorang terkena diabetes karena risikonya hanya sebesar 5%. Ternyata diabetes
tipe II lebih sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas alias kegemukan
adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi
lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini
Diabetes mellitus merupakan akibat dari pola makan yang tidak sehat dan
berlebihan tanpa diimbangi latihan fisik. Islam mengajarkan agar kita tidak
3
berlebihan dalam makan. Allah SWT berfirman, yang artinya: “Makan dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf” (QS.Al-A’raaf: 31). Nabi
Muhammad SAW bersabda, yang artinya: “Tiada tempat yang lebih buruk, yang
(penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing
An-Nasaa’i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi. Hadits ini Hasan, dan merupakan dasar
oleh derajat neuropati serta sensasi subjektif kekeringan rongga mulut bersamaan
dengan rasa haus. Variabel–variabel ini relevan pada penderita diabetes mellitus
menggunakan scintigraphy (Lin,et al., 2001). Sekresi saliva dikontrol oleh sistem
mengakibatkan dehidrasi. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian yang mampu
DM, dan berbagai cara baru untuk mendeteksi dan kemudian mengelola
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
perbedaan jumlah penderita xerostomia dan rata – rata curah saliva baik yang
5
komplikasi neuropati dan kelompok orang sehat sebagai kontrol dengan kejadian
xerostomia.
2. Tujuan Khusus
anamnesis keluhan subyektif dan rata – rata volume curah saliva pada
anamnesis keluhan subyektif dan rata – rata volume curah saliva pada
anamnesis keluhan subyektif dan rata – rata volume curah saliva pada
D. MANFAAT PENELITIAN
2. Bagi Masyarakat
penyakit DM.
kesehatannya.
3. Bagi Peneliti
E. KEASLIAN PENELITIAN
b. Curah Saliva Pada Usia Lanjut oleh M. Anis Dianing Evirawati dari FKG
c. Curah Saliva Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dan Orang Sehat oleh
xerostomia pada pasien penderita Diabetes Mellitus Tipe II“ tentang volume
curah saliva dengan stimulasi dan tanpa stimulasi pada penderita DM dengan
neuropati, DM tanpa neuropati dan orang sehat sebagai kontrol belum pernah
dilakukan sebelumnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TELAAH PUSTAKA
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
defisiensi absolut atau relatif aktivitas dan / atau sekresi insulin. Karena itu
b. Epidemiologi
saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta
4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Suyono, 1995). Secara
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak
c. Etiologi
yaitu :
( 1 ) Faktor Genetik
virus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus
2004).
(b) Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung
dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari
d. Kriteria Diagnostik
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang
11
pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan
untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM,
hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum
lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari
yang lain, atau hasil dari tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
(Soegondo, 2005)
e. Komplikasi DM
komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes mellitus tipe II yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
osmotik dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan
glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan
(a) Makroangiopati/makrovaskuler
(b) Mikroangiopati/mikrovaskuler
yaitu :
diabetik.
Hernawan, 2009 ).
dari bentuk yang paling ringan sampai dengan yang paling berat.
Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah dan
17
2. Neuropati otonom
gejala ini semakin nyata apabila neuropati bentuk lain sudah terjadi.
terjadi pada pasien dengan kadar gula yang tidak terkontrol (naik-
18
turun), kadar lipid yang tinggi, tekanan darah tinggi, bobot badan
berlebih, dan pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Namun untuk
gingiva dan pola herediter (Taylor, et al. 1998. cit. Ship, 2003).
proliferasi khas dari jaringan yang subur tumbuh dari tepi gusi dan gusi cekat.
dan dalam beberapa kasus menjadi papulonoduler (Langlais dan Miller, 1998)
peranan penting pada tahap disease control pasien DM, mereka mungkin
b. Karies
dengan obesitas dan asupan makanan tinggi kalori dan kaya karbohidrat dapat
kariogenik. Lebih dari itu, penurunan aliran saliva telah dilaporkan pada
c. Disfungsi saliva
termasuk obat – obatan yang diresepkan, penuaan, dan ditentukan oleh derajat
saliva, karena aliran saliva diatur oleh saraf simpatis dan parasimpatis
(Akintoye, et al.,2008).
Stomatitis Apthous). Hal ini dapat berhubungan dengan sistem imun pasien
e. Gangguan Pengecapan
baik, hal ini bukan merupakan aturan umum yang berlaku. Ada juga penderita
21
dengan xerostomia parah, yang kelenjar ludahnya sama sekali tidak dapat
kandidiasis.
3. Xerostomia
a. Definisi
dan stoma = mulut). Gangguan fungsi ini dapat banyak sebabnya. Perasaan
mulut kering terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut bersama –
sama dengan penguapan air mukosa mulut, lebih besar daripada kecepatan
sekresi ludah. Normal diproduksi 500 – 600 ml ludah setiap hari. Pada sekresi
ludah kurang dari 0,06 ml/menit (= 3ml/jam) akan timbul keluhan mulut
kering. Bila produksinya kurang dari dari 20 ml/hari dan berlangsung dalam
waktu yang lama, maka keadaan ini disebut xerostomia. Menurut Sreebny
(1996) curah saliva normal tanpa stimulasi sebesar 0,3 ml / menit dan dengan
virus dan hasil pertukaran zat, membantu pencernaan makanan dan tanggapan
sahabat yang tergores kemudian luka, maka beliau membaca doa kemudian air
liurnya ditempelkan pada tangan kanannya, lalu diusapkan pada luka orang itu
2009).
Evirawati, 2005) :
- Rangsangan mekanis
- Ukuran kelenjar
- Usia
- Asupan makanan
Evirawati, 2005) :
- Tingkat hidrasi
23
- Ritme biologis
- Rangsang fisik
- Obat
b. Etiologi
mengakibatkan xerostomia :
gangguan ini dapat timbul karena berbagai sebab, seperti misalnya berkeringat
yang berlebihan yang disebabkan oleh temperatur luar yang tinggi atau oleh
demam, diare yang lama atau pengeluaran urine yang melampaui batas,
pada penderita dengan gangguan ginjal yang parah diikuti oleh gangguan pada
Gangguan emosional seperti stres, putus asa dan rasa takut, dapat
menyebabkan turunnya sekresi ludah dan radang pada selaput lendir dan sudut
24
terasa kering. Pada infeksi pernafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang
1990)
bagi kecepatan sekresi ludah. Kelainan saraf yang diikuti gejala degenerasi,
- Analgesik mixture
- Antikonvulsan
- Antiemetik, antinausea
- Antiparkinson
- Antipruritik
- Diuretik
25
- Dekongestan
- Expectoran
- Muscle relaxan
- Antikolinergik
- Hipnotik
- Sedatif
- Antidepresi
- Spasmolitik
- Antiepilepsi
- Antihipertensi
Gambaran histologis sel asinar dan sel duktus kelenjar ludah yang
tuberkulosis, aktinomikosis.
26
kelenjar ludah paling parah adalah dalam asinus serus. Ini berarti bahwa
glandula parotis adalah yang paling peka terhadap penyinaran, sedang kelenjar
dan streptokokus.
c. Penatalaksanaan
keadaan keluhan mulut kering. Pada keadaan ringan dapat dianjurkan untuk
sering berkumur atau mengunyah permen karet yang tidak mengandung gula.
mengganti obat dari kategori yang sama mungkin dapat mengurangi pengaruh
27
mulut kering (Kidd dan Bechal, 1992). Pada keadaan berat dapat digunakan
Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva
yang masih aktif. Mouth lubricant dan lemon mucilage yang mengandung
asam sitrat dan dapat merangsang sangat kuat sekresi encer yang
menyebabkan rasa segar di dalam mulut. Tetapi obat ini mempunyai pH yang
rendah sehingga dapat merusak email dan dentin. Mentol dalam kombinasi
dengan zat – zat manis dapat merangsang baik sekresi seperti air maupu
sekresi lendir, memberi rasa segar dalam mulut (Kidd dan Bechal, 1992).
pertumbuhan bakteri dan sifat pembasahan yang baik. Pengganti saliva ini
tersedia dalam bentuk cairan, spray dan tablet hisap (Kidd dan Bechal, 1992)
kalsium laktat, natrium fosfat, lycasin dan sorbitol akan meangsang produksi
saliva. Permen karet bebas gula atau mengandung xylitol dapat menginduksi
Obat – obatan sistemik yang biasa digunakan adalah pilocarpin. Obat ini
makan atau 3 kali sehari. Dari penelitian yang telah dilakukan 54% pasien
B. LANDASAN TEORI
Sorbitol dalam sel naik dan mioinositol turun. Hal ini menyebabkan stres
29
darah sehingga berkurang juga nutrisi ke dalam sel, termasuk sel saraf. Semua
jalur tersebut berpengaruh pada fisiologi kelenjar saliva yang ditandai dengan
banyaknya curah saliva. Apabila curah saliva istirahat di bawah volume normal,
maka manifestasi ini disebut xerostomia. Xerostomia yang berlanjut dan parah
ditambah dengan rendahnya sistem kekebalan tubuh penderita DM. Hal ini
Komplikasi Komplikasi
Makroangiopati Mikroangiopati
Kebutaan Gagal
Inervasi glandula saliva ginjal
Fisiologi glandula
saliva
Xerostomia
D. HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara komplikasi
neuropati pada pasien Diabetes Mellitus Tipe II terhadap xerostomia di rongga
mulut.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
sectional karena variabel bebas dan variabel terikat diambil dalam waktu
bersamaan.
1. Tempat Penelitian
2. Waktu penelitian
C. Sumber Data
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus tipe II.
dan, dan orang sehat sebagai kontrol 10 orang. Pengambilan sampel dalam
E. Kriteria Penelitian
2. Usia 40 – 60 tahun,
sekresi saliva,
4. Memakai protesa,
5. Mengkonsumsi alkohol,
kemoterapi,
F. Variabel penelitian
Variabel terkendali :
1. Usia
1. Psikologi / stres
2. Diet
3. Jenis kelamin
G. Definisi Operasional
insulin oleh sel beta pankreas, gangguan kerja insulin / resistensi insulin,
oleh degenerasi saraf perifer atau otonom sebagai akibat diabetes mellitus
dalam mulut akibat penurunan produksi saliva dari kedua kelenjar mayor
4. Curah saliva adalah volume saliva dalam mililiter yang dikeluarkan tiap
menit.
36
Tabel 2.Rata – rata curah saliva (Navazesh dan Kumar 2008; Sawair, 2009)
H. Instrumen Penelitian
1. Kaca Mulut
2. Bengkok
3. Masker&Handscoon
5. Stopwatch
7. Asam sitrat 2%
8. Pipet tetes
9. Akuades
Anamnesis keluhan subyektif neuropati dan xerostomia dan pengisian blanko data
Analisis data
J. Analisis Data
K. Etika penelitian
disiapkan sebelumnya.
39
BAB IV
A. HASIL
masing 10 orang. Kelompok I terdiri atas penderita diabetes mellitus tipe II dengan
komplikasi neuropati yang berusia rata – rata 52 tahun. Kelompok II terdiri atas
penderita diabetes mellitus tipe II tanpa disertai komplikasi neuropati yang berusia
rata – rata 53 tahun. Kelompok III terdiri atas orang normal tanpa penyakit sistemik
yang berusia rata – rata 51 tahun. Total dari penelitian ini diikuti oleh 16 orang
perempuan dan 14 orang laki – laki. Responden berasal dari lingkungan RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, baik dari anggota Persadia maupun pasien rawat inap
dan paling banyak berasal dari lingkungan sekitar peneliti. Kebanyakan responden
mengendalikan gula darahnya hanya dengan meminum obat per oral sehari – hari
yang sudah biasa dikonsumsi tanpa disertai olahraga, diet yang benar dan jarang
berkonsultasi dengan dokter tentang kontrol gula darah yang baik dan benar.
1. Apakah anda sering merasa haus dan selalu membutuhkan minum untuk
menelan makanan?
3. Apakah anda merasa ludah anda terlalu sedikit sehari-hari dan sering
xerostomia. Diagnosis ini nantinya akan diperkuat dengan pengukuran curah saliva
1. Apakah anda sering merasa kesemutan / mati rasa di tangan dan kaki?
2. Apakah anda sering berkeringat berlebih hanya di wajah, leher dan dada?
3. Apakah anda sering merasa sukar jongkok, nyeri di tungkai terutama pada
malam hari?
Jika terdapat 2 jawaban ya atau lebih dan terdapat gejala neuropati lain seperti
impotensi dan ulkus diabetik, maka subyek digolongkan dalam kelompok I yaitu
istirahat tanpa stimulasi, tabung kedua untuk pengukuran kedua yaitu mengumpulkan
ludah selama 5 menit dengan stimulasi asam sitrat 2% tiap 1 menit di dorsal lidah.
Tiap tabung kemudian diukur volume salivanya dan dibagi 5 menit untuk mengetahui
rata – rata curah saliva per menit. Berikut ini hasil pengukuran dan rata – rata curah
Tabel 3. Rata – rata curah saliva tidak stimulasi dan stimulasi tiap kelompok
penelitian, namun karena keterbatasan peneliti dan banyak subyek yang tidak
dilakukan.
42
Untuk mengetahui apakah rata – rata curah saliva baik tidak stimulasi maupun
stimulasi pada tiap kelompok signifikan atau tidak, maka dilakukan uji statistik yaitu
One Way ANOVA. Berdasarkan uji statistik ANOVA yang telah dilakukan baik curah
saliva tidak stimulasi dan stimulasi sama – sama nilai signifikansinya sebesar
p=0,000. Hipotesis didukung dengan nilai probabilitas (p<0,05) yang artinya terdapat
perbedaan yang signifikan rata – rata curah saliva baik tidak stimulasi dan stimulasi
antar kelompok. Untuk mengetahui pada kelompok manakah perbedaan bermakna itu
ada, dilakukan analisis Post Hoc dengan Tukey. Hasil analisis menunjukkan pada
curah saliva tidak distimulasi kelompok neuropati dan kelompok tidak neuropati
neuropati dan kelompok normal p=0,000; sedangkan pada analisis curah saliva
kelompok neuropati dan kelompok normal p=0,000; kelompok tidak neuropati dan
normal p=0,000.
kelompok penelitian memiliki hasil yang berbeda. Pada curah saliva stimulasi antara
signifikan (p>0,05). Hal ini bisa dikarenakan pada waktu penelitian, terutama subyek
penelitian dan instruksi dari peneliti. Beberapa subyek dari instansi rawat inap,
43
dirawat tidak hanya karena diabetesnya melainkan karena cedera kepala ringan-
sebanyak 2 orang yang berarti keluhan xerostomia lebih banyak terjadi pada penderita
neuropati. Dari hasil analisis menggunakan Chi-Square dengan melihat kolom Asymp
Sig.(2 Sided) didapat hasil yang signifikan antar tiga kelompok (p<0,05), namun
antara kelompok tidak neuropati dan kelompok normal terdapat hasil yang tidak
signifikan (p>0,05). Hal ini berarti terdapat hubungan antara neuropati dengan
xerostomia namun tidak ada hubungan antara diabetes mellitus tipe II dengan
hubungan antara neuropati, diabetes mellitus tipe II, dan orang normal terhadap
xerostomia.
B. PEMBAHASAN
neuropati, tanpa neuropati dan orang normal. Tujuannya adalah untuk mengetahui
dikarenakan adanya kerusakan saraf sistemik yang juga mengenai saraf pada kelenjar
ludah. Neuropati adalah komplikasi tersering pada diabetes mellitus, bisa berupa akut
dan reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel. Umumnya neuropati
44
diabetik ini terjadi setelah intoleransi glukosa yang cukup lama. Maka dari itu salah
satu kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien yang 10 tahun terakhir didiagnosis
saliva terutama dikontrol oleh sinyal saraf simpatis dan parasimpatis. Kondisi sel
kelenjar saliva pada penderita diabetes dibuktikan dalam sebuah studi dengan
mellitus, terbukti terjadi kerusakan sel dan penurunan berat kelenjar parotis dan
Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam komposisi
Dari hasil analisis pengukuran curah saliva tanpa stimulasi menunjukkan hasil
yang signifikan (p=0,000). Hasil rata-rata curah saliva pada kelompok neuropati yaitu
0,14±0,6992 ml/menit berada pada rentang abnormal (lihat tabel 2). Hal ini berarti
rata-rata curah saliva tidak stimulasi pada kelompok neuropati benar-benar sedikit
dan bisa dikatakan rata-rata subyek kelompok neuropati benar – benar menderita
xerostomia dilihat dari curah salivanya. Pada kelompok tidak neuropati didapat hasil
rata-rata curah saliva sebesar 0,33±0,11595 ml/menit berada pada batas kritis hampir
mendekati normal (lihat tabel 2). Hal ini berarti rata-rata curah saliva tidak stimulasi
pada kelompok tidak neuropati lebih banyak daripada kelompok neuropati dan bisa
xerostomia. Kelompok III yaitu orang normal didapat hasil rata-rata curah saliva
sebesar 0,73±0,16364 ml/menit. Jika melihat pada tabel 2, maka dapat dikatakan
kelompok III semuanya normal dan tidak ada yang menderita xerostomia dilihat dari
curah salivanya.
Pengukuran kedua yaitu curah saliva dengan stimulasi asam sitrat 2% adalah
bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan curah saliva dan untuk
mengetahui apakah kelenjar saliva masih bisa distimulasi dengan rangsangan yang
berarti inervasi pada kelenjar masih baik atau tidak. Asam sitrat 2% ini digunakan
karena pada penelitian ini mengukur curah saliva keseluruhan/total yang berarti curah
saliva yang berasal dari semua kelenjar saliva baik mayor maupun minor. Sedangkan
asam sitrat adalah rangsangan paling kuat untuk semua kelenjar dibandingkan
stimulasi menggunakan cara pengunyahan dan mentol. Jumlah ludah yang terbentuk
tiap waktu juga dipengaruhi oleh berat dan besar kelenjar (Amerongen, 1991).
pengukuran rata-rata curah saliva stimulasi menunjukkan hasil yang signifikan antar
kelompok p=0,000. Namun uji Post Hoc dengan Tukey menunjukkan tidak signifikan
antara rata-rata kelompok neuropati dan kelompok tidak neuropati yaitu p=0,053
(p>0,05). Hal ini bisa dikarenakan kedua kelompok mempunyai kriteria inklusi yang
sama yaitu didiagnosis menderita diabetes mellitus tipe II selama 10 tahun terakhir,
sehingga kemungkinan terkena komplikasi neuropati adalah sama. Hanya saja dari
menunjukkan gejala karena kelompok ini lebih terkontrol gula darahnya dengan cara
46
neuropati juga diperoleh dari kelompok Persadia yang notabene selalu melakukan
senam diabetes tiap minggu dan rutin cek gula darah dan selebihnya berasal dari
lingkungan sekitar peneliti. Dilihat dari nilai p=0,053 yang berati terdapat sedikit
sekali selisih dari nilai signifikansi p<0,05 maka ketidaksignifikansi ini bisa
statistik antar kelompok lain menunjukkan hasil signifikan (p<0,05) yang berarti
terdapat perbedaan curah saliva stimulasi antar kelompok neuropati dan tidak
neuropati (p=0,000) dan antar kelompok tidak neuropati dan normal (p=0,000).
Dilihat dari hasil rata-rata curah saliva stimulasi kelompok neuropati sebesar
kelompok neuropati mempunyai curah saliva stimulasi yang abnormal. Sehingga dari
pengukuran curah saliva tidak stimulasi dan stimulasi disimpulkan bahwa kelompok
neuropati mempunyai curah saliva yang abnormal. Kelompok tidak neuropati didapat
maka termasuk dalam batas kritis, dan kelompok normal dengan rata-rata curah saliva
rata-rata curah saliva tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa komplikasi neuropati dapat mengurangi
Hasil uji Chi-square antara tiga kelompok dengan melihat kolom Asymp.
Sig.(2 Sided) diperoleh hasil yang signifikan yaitu p=0,002 (p<0,05) yang berarti
47
mellitus tipe II. Begitu pula uji Chi-square antar kelompok neuropati dan tidak
antara kelompok tidak neuropati dan kelompok normal menunjukkan hasil yang tidak
signifikan p=0,136 (p>0,05). Hal ini dikarenakan baik pada kelompok tidak neuropati
dan kelompok normal jarang sekali yang mengeluhkan xerostomia dan menjawab
pertanyaan anamnesis dengan jawaban ya kurang dari 2 dan hasil pengukuran curah
saliva yang berada pada rentang normal/kritis. Pada kelompok tidak neuropati hanya
2 orang yang mengeluhkan xerostomia dan pada kelompok normal tidak ada sama
sekali, sehingga terpautnya sangatlah sedikit. Namun curah saliva pada kelompok
Dari hasil penelitian ini, maka mendukung beberapa penelitian lain seperti
studi yang dilakukan oleh Newrick,P.G, Bowman,C., dkk pada tahun 1991 yaitu
adanya penurunan yang signifikan pada rata-rata curah saliva pada kelenjar parotis
pada penderita diabetes mellitus tipe II dengan neuropati otonom dan gangguan pada
saraf parasimpatis dibandingkan dengan diabetes mellitus tanpa neuropati dan orang
normal. Menurut Vancza (2004) neuropati yang disebabkan oleh komplikasi diabetes
mellitus pada sistem saraf, jika mengenai saraf otonom bagian perifer maka dapat
mengganggu fungsi kelenjar saliva untuk memproduksi saliva. Di lain sisi, hasil
penelitian ini juga sekaligus bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ben-Aryeh,H. Serouya, R. dkk tahun 1996 bahwa tidak ada perbedaan curah saliva
1995) yang sering menyebabkan penderita dehidrasi dan selalu ingin minum
(polidipsi) serta hilangnya elektrolit urin (Setyawati, 2000). Namun dari penelitian ini
dapat dibuktikan bahwa berdasarkan volume curah saliva baik stimulasi maupun
sering merasa kehausan terutama sering terbangun di waktu malam, sulit untuk
menelan makanan dan ludah terasa sedikit. Beberapa bahkan mengeluhkan terdapat
rasa panas dan rasa logam di mulut. Gejala ini disebut juga burning mouth syndrome
atau sering disebut glossodynia. Memang kebanyakan gejala ini sering menyertai
penderita diabetes mellitus dengan neuropati, namun tak sedikit juga penderita
kalkulus, resesi gingiva dan Kandidiasis. Namun pemeriksaan intraoral ini tidak
dilakukan pada semua subyek penelitian, karena keterbatasan peneliti dan kurang
terutama pasien rawat inap, dan tidak bersedia diperiksa rongga mulutnya. Tetapi
pemeriksaan pada beberapa subyek yang lain cukup memberi gambaran tentang
kondisi rongga mulut penderita diabetes mellitus tipe II. Penderita diabetes mellitus
49
harus mengenal sejak dini tanda-tanda dari xerostomia karena xerostomia ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe II.
50
BAB V
A. Kesimpulan
signifikan rata-rata curah saliva tidak stimulasi dan stimulasi asam sitrat 2% baik
mellitus tipe II tanpa neuropati dan orang normal. Kelompok diabetes mellitus
disimpulkan dari rata-rata curah saliva tidak stimulasi dan stimulasi serta
B. Saran
meludah.