Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa.


Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan
8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di
rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena
diare atau gastroenteritis. Masih di USA, keluhan diare menempati peringkat
ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di
beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi
menduduki peringkat pertama sampai dengan ke empat pada pasien dewasa yang
datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996). Frekuensi kejadian diare
pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali
dibandingkan negara maju. (Sudoyo,2009)

Pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare
di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian
sebanyak 209 orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut
utamanya disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk
dan perilaku hidup tidak bersih. (Profil Kesehatan Indonesia, 2008).

Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman


pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan
angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab
utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan
cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang
tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara-
negara berkembang karena menurut World Health Organisation (WHO), penyakit
diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena akses pada sanitasi
masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang
besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia
pada skala nasional. (Azwar, 2009).
Pada tahun 2013, tingkat penderita penyakit diare di Kota Makassar
terbilang tinggi dan mengalahkan 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan.
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

A. Gambaran Umum Puskesmas Batua


1. Keadaan Umum
Geografis
Luas Wilayah kerja Puskesmas Batua adalah 1017,01 km dengan batas-batas
administrasi sebagai berikut.
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Panaikang
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Antang
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tamalate
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pandang dan Kelurahan
Karapuang
Wilayah kerja Puskesmas Batua terdiri atas 3 kelurahan, yaitu:
a. Kelurahan Batua terdapat 11 RW dan 53 RT
b. Kelurahan Borong terdapat 12 RW dan 58 RT
c. Keluarahan Tello baru terdapat 11 RW dan 48 RT
Luas tanah Puskesmas Batua adalah 4500 m2, terdiri dari 2 gedung dengan
luas bangunan 147 m2 dan 422 m2. Terdapat 3 rumah dinas dan 1 mobil ambulans.
Puskesmas Batua memiliki 30 Posyandu Balita, 9 Posyandu Lansia, 1 Poskesdes
dan 2 Posbindu yang tersebardi 3 kelurahan.
Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Batua berpenduduk 54.056 jiwa yang terdiri dari
laki-laki 28.109 jiwa dan 25.947 jiwa perempuan, serta jumlah kepala keluarga
sebanyak 9.941 KK berikut distribusi jumlah penduduk berdasarkan kelurahan.
Tabel 2.1. Distribusi Jumlah Penduduk.
No. Kelurahan Jumlah Penduduk Laki – Laki Perempuan
1 Batua 23.392 11.650 11.742
2 Borong 18.451 8.552 9.899
3 Tello Baru 12.213 6.921 5.292
Jumlah 54. 056 27.123 26.933
(Sumber Data : Data Penduduk Kelurahan)
B. Visi Dan Misi Puskesmas Batua
1. Visi Puskesmas Batua
Menjadi Puskesmas terbaik yang sehat, nyaman, dan mandiri untuk
semua
2. Misi Puskesmas Batua
a. Profesionalisme Sumber Daya Manusia
b. Penyediaan sarana prasarana sesuai standar Puskesmas
c. Penggunaan sistem informasi manajemen berbasis teknologi
d. Penajaman program pelayanan kesehatan dasar, melalui upaya
promotif preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif
e. Pengembangan program inovasi unggulan
f. Peningkatan upaya kemandirian masyarakat
g. Pererat kemitraan lintas sektor

C. Upaya Kesehatan Puskesmas Batua


Dalam upaya pelaksanaan program kesehatan Puskesmas, ada dua upaya
kesehatan Puskesmas, yaitu :
1. Upaya Kesehatan Wajib
a. Promosi Kesehatan
b. Kesehatan Ibu dan Anak
c. Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Pemberantasan Penyakit
e. Penyehatan Lingkungan
f. Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
a. Upaya Kesehatan Lansia
b. Upaya Kesehatan Jiwa
c. UKS, UKGM
d. Program penyakit tidak menular
e. Kesehatan Olahraga
D. Data Status Kesehatan Di Wilayah Kerja Pkm Batua
Data status kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Batua meliputi data
distribusi 10 penyakit terbanyak pada tahun 2015, 2016, dan 2017.
Tabel 2.2. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Tahun 2015
No Nama Penyakit Jumlah
1 GEA 165
2 Demam Tifoid 146
3 Vomitus 38
4 Dispepsia 31
5 ISPA 31
6 DBD 30
7 Febris 27
8 Suspek Demam Tifoid 23
9 Hipertensi 20
10 Hiperemesis Gravidarum 17

Tabel 2.3. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap tahun 2016

No Nama Penyakit Jumlah


1 Diare dan GEA 98
2 Demam Tifoid 77
3 Dispepsia 38
4 Vomitus 20
5 Hipertensi 19
6 Febris 14
7 Vertigo 13
8 Suspek Demam Tifoid 12
9 DBD 11
10 ISPA 11
Tabel 2.4. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Triwulan I 2017
No Nama Penyakit Jumlah
1 Dispepsia 14
2 Diare dan GEA 13
3 Demam Tifoid 8
4 Hipertensi 3
5 Hiperemesis Gravidarum 3
6 Kejang Demam 3
7 Morbili 2
8 Vomitus 2
9 Febris 2
10 ISPA 1

Tabel 2.5. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Triwulan II 2017


No Nama Penyakit Jumlah
1 GEA 22
2 Dispepsia 8
3 Vomitus 6
4 Kejang Demam 5
5 Demam Tifoid 4
6 Diare 3
7 Hyperemesis 3
8 Vertigo 2
9 Enteritis 2
10 Febris 2
Tabel 2.6. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Kunjungan Rawat JalanPoli
Umum Puskesmas Batua Triwulan IV 2017
No Nama Penyakit Jumlah
1 Infeksi Saluran Pernafasan Atas 1477
2 Hipertensi 656
3 Infeksi Saluran Nafas Atas Akut Lainnya 540
4 Dermatitis dan Eksim 531
5 Reumatoid Arthritis 344
6 Batuk 325
7 Diabetes Mellitus 321
8 Gastritis 271
9 Demam 232
10 Sakit Kepala 165
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga
kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair)
dengan atau tanpa darah.
Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan
tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang
melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
B. Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh infeksi,
malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor
psikologis.
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare. Jenis-
jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:
1. Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio
Cholera(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya
berlebihan
dan patogenik seperti pseudomonas.
2. Infeksi basil (disentri),
3. Infeksi virus rotavirus,
4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
5. Infeksi jamur (Candida albicans),
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan
radangtenggorokan, dan
7. Keracunan makanan.
b. Faktor malabsorpsi
Faktor ini paling sering menyebabkan diare pada bayi.Faktor
malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi, kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di
daerahperut.Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan
terdapat lemak yang disebut triglyserida.Triglyserida, dengan bantuan
kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus.Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare
dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar,
basi, beracun, terlalu banyak lemak, dan sayuran mentah.Makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak
balita.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis.Tetapi jarang terjadi pada anak
balita,umumnya terjadi pada anak yang lebih besardan pada orang
dewasa.

C. Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu:
a. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(umumnya kurang dari 7 hari).Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare,
baik anak-anak maupun orang dewasa.
b. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya.Akibat
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus.Akibat diare persisten adalah penurunan berat
badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain
Anak maupun orang dewasa yang menderita diare (diare akut dan
diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti
demam, gangguan gizi, gangguan imunitas atau penyakit lainnya.

D. Tanda dan Gejala Diare


Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi
empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan
lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam
kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang
disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan
diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut,
serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang
menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
Pada tingkat yang lebih lanjut, diare dapat menimbulkan
dehidrasi.Dehidrasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan,
dehidrasi sedang dan dehidarsi berat.Disebut dehidrasi ringan jika cairan
tubuh yanghilang 5%.Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut
dehidrasi berat.Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi
dan jantungbertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah,
penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak


daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian
pada diare. Untuk menilai tingkat keparahan dari dehidrasi ini dapat kita
nilai melalui gejala-gelaja yang ada, untuk dapat menilainya sistematis
maka bisa di gunakan nilai skor Maurice King atau Kehilangan berat
badan.
1. Kehilangan berat badan:
a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2 1/2 %.
b. Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2 1/2 - 5 %.
c. Dehidrasi sedang, bila terjadi peuurunan berat badan 5 - 10%.
d. Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10%.

2. Skor Maurice King


Tabel 5. Skor Maurice-King
Bagian Tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan

Yang diperiksa 0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, ko

apatis, ngantuk ma atau syok

Kekenyalan Normal Sedikit kurang Sangat kurang


kulit/turgor

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering & siarrosis

Denyut nadi/menit kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

Catatan :
a. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut 'dijepit' antara ibu
jari dan telunjuk selama 30 - 60 detik, kemudian di lepas. Jika kulit
kembali normal dalam waktu
- 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 1- 2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
- 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
b. Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat
ditentukan derajat dehidrasinya :
- Jika mendapat nilai 0 - 2 : dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3 - 6 : dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7 - 12: dehidrasi berat
(Nilai/gejala tersebut adalah gejala/nilai yang terlihat pada
dehidrasi isotonik dan hipotonik dan keadaan dehidrasi yang paling
banyak terdapat, masing-masing 77,8 % dan 9,5 %).

E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare


1. Faktor Sosiodemografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan
perubahan-perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-
komponen perubahan tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi
sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin tertentu.
Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan
berbagai karakteristik individu maupun kelompok yang meliputi
karakteristik sosial dan demografi, karakteristik pendidikan dan
karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial dan demografi meliputi:
jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama. Karakteristik
pendidikan meliputi: tingkat pendidikan. Karakteristik ekonomi
meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan.Faktor
sosiodemografi meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan umur.
a. Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting
dalam kesehatan masyarakat.Pendidikan masyarakat yang
rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai
pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular, diantaranya
diare.Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan,
menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan
penyakit menular.Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan
lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif,
mengetahui lebih banyak tentangmasalah kesehatan dan
memiliki status kesehatan yang lebih baik.
b. Jenis pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan
pendapatan, status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi,
risiko cedera atau masalah kesehatan dalam suatu kelompok
populasi.Pekerjaan juga merupakan suatu determinan risiko dan
determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan
tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi
tempat suatu populasi bekerja.
c. Umur
Umur mempunyai lebih banyak efek pengganggu daripada
yang dimiliki karakter tunggal lain. Umur merupakan salah satu
variabel terkuat yang dipakai untuk memprediksi perbedaan
dalam hal penyakit, kondisi, dan peristiwa kesehatan, dan karena
saling diperbandingkan maka kekuatan variable umur menjadi
mudah dilihat.Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di
dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi.Angka-angka
kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur.
2. Faktor lingkungan
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya
penyakit diare pada dewasa, bayi dan balita di Indonesia.Salah satu
faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yang meliputi
sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air
limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Data
terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk
menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk
dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam
air bersih yang dikonsumsi masyarakat.Bakteri E.coli mengindikasikan
adanya pencemaran tinja manusia.
a. Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia.Di dalam tubuh
manusia sebagian besar terdiri dari air.Tubuh orang dewasa
sekitar 55- 60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak
sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan
air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi,
mencuci dan sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per
hari.Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat
penting adalah kebutuhan untuk minum.Oleh karena itu, untuk
keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi
manusia.Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana
sanitasi
yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian
diare.Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral.Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum.Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang
perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih
dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran
oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak
antara sumber air minum dengan sumber pengotoran
seperti septictank, tempat pembuangan sampah dan air
limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air
yang bersih dan cukup.
b. Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut
aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang
penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai
tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor
penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada
anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan
keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya
yang memenuhi syarat sanitasi.
c. Jenis lantai rumah
Menurut Notoatmodjo (2003) syarat rumah yang sehat jenis
lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah
pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau
semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai
yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering
dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
dibersihkan, paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau
dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan.
3. Faktor perilaku
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare
adalah sebagai berikut:
a. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah
mencuci tangan.Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak
dalam kejadian diare.
b. Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja harus dilakukan secara bersih dan
benar.Banyak orang beranggapan bahwa tinja tidaklah
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Tinja yang dibuang secara tidak
benar inilah yang nantinya akan menyebabkan terjadinya
penyebaran penyakit, termasuk diare.
c. Menggunakan air minum yang tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada
saat disimpan di rumah.Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau
tempat peyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.Untuk mengurangi risiko terhadap diare yaitu
dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air
tersebut dari kontaminasi. Salah satu caranya yaitu dengan
merebus air hingga mencapai suhu 1000 C sebelum dikonsumsi.
d.Menggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penularan risiko terhadap penyakit diare.Keluarga yang tidak
mempunyai jamban sebaiknya membuat jamban dan keluarga
harus buang air besar di jamban. Jamban yang baik hendaknya
jauh dari rumah, jalan setapak tempat anak-anak bermain dan
harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air, serta
hindari buang air besar tanpa alas kaki.
Gambar 2.1 Peta konsep etiologi diare dari segi IKM

F. Penatalaksanaan Diare
Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak
dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena
yang membahayakan jiwa.Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g
Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket
yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya.Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan
urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin. (Khalid, 2004)
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara :

 BJ plasma, dengan memakai rumus :


Kebutuhan cairan = BJ Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml

0,001

 Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :


- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel


1)
Skor Daldiyono

- rasa haus/muntah (1)

- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)

- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg (2)

- Frekwensi Nadi> 120 x/menit (1)

- kesadaran apatis (1)

- Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)

- Frekwensi nafas > 30 x/menit (1)

- Facies cholerica (2)


-Voxcholerica (2)

- Turgor kulit menurun (1)

- Washer’s woman’s hand (1)

- Ekstremitas dingin (1)

-Sianosis (2)

- Umur 50-60 tahun (-1)

- Umur> 60 tahun (-2)

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter

15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3
disertai syok diberikan cairan per intravena. (Sudoyo,2009)
Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan
gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,
persisten, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Obat pilihan
yaitu kuinolon (missal siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini
baik terhadap bakteri pathogen invasif termasuk Campylobacter, Shigella,
Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu
kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang
dicurigai giardiasis. (Sudoyo,2009)
Obat Antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin
dan tinktur opium.
b. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 sachet
diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari
(Sudoyo,2009)
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.
Pasien dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus
dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena
dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.(Sudoyo,2009)

G. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Diare


Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan
terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak,
mandi, mencuci dan sebagainya. Di Negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara
kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia
(Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak
kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius
penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan
dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan
tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam
panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Abdullah (1987)
menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah yang tidak menggunakan air
bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit diare. Hal ini sejalan
dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih
dapat menurunkan risiko diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga
yang memanfaatkan air bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan
angka kejadian diarenya lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga yang
memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan (Kusnindar,
1994).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-
anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber
pengotoran seperti septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah
harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya
penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit
diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat
bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara
lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah
sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-
daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah antara lain sebagai berikut:
(Notoatmodjo, 2003).
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di
luar rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat
pembuangan akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar
(Inceneration), dijadikan pupuk (Composting)
Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau
dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah
sehat sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari
luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang
masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun
malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2
untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni
maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu
penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah penularan
kepada anggota keluarga lain.
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang
cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah,
fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak

Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan.
Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit
terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya mikroorganisme
patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak
serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan
tanah dan lingkungan hidup lainnya, dan mengurangi produktivitas manusia,
karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan
kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak
mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak
mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga, tikus dan tidak
menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor, tidak terbuka kena
udara luar sehingga baunya tidak mengganggu (Notoatmodjo, 2003).

H. Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya
dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia. (Khalid,2004)
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air. (Khalid,2004)
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia
atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-
buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak.
BAB IV
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. AMFF

Kelamin : Laki-laki

Usia : 3 tahun

Alamat :Jl. Batua Raya 7 Lr.1 No.7

Agama : Islam

Tanggal pemeriksaan : 14Januari 2019

II. Anamnesis
 Keluhan Utama:

BAB encer
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak masuk ke IGD Puskesmas dengan keluhan BAB
encer sejak tadi pagi sebelum ke puskesmas (14/01/2019).BAB encer ± 4
kali dalam 1 hari, dengan konsistensi cair, ampas (-), warna kekuningan,
lendir (-), darah (-).Keluhan demam (+) tanpa disertai menggigil. Perut
terasa mules, mual (+), muntah (+). Pasien mengeluhkan badan terasa
lemas. Nafsu makan pasien menurun sejak menderita BAB encer. BAK
dalam batas normal.
 Riwayat Sosial dan Lingkungan:
 Pasien tinggal dengan kedua orang tua, kakek, dan neneknya.
 Rumah tinggal pasien terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu
sekaligus sebagai ruang keluarga, 1 dapur, 2 WC. Luas rumah pasien
± 6x7meter, rumah pasien tidak memiliki pekarangan, rumah pasien
mepet dengan rumah tetangga. Sinar matahari dapat masuk dengan
baik ke dalam dapur dan ruang keluarga, namun tidak sampai ke
kamar pasien. Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada ruang
keluarga sehingga sinar matahari yang masuk cukup. Lantai rumah
terbuat dari keramik, dinding rumah berupa tembok, atap rumah
terbuat dari seng.
 Sumberair minum berasal dari air PDAM, air minum selalu direbus.
Kamar mandi terdiri atas bak sebagai penampung air, jamban, dan
ember di dalamnya. Lantai kamar mandi terbuat dari keramik,
dinding bak terbuat dari semen. Tembok kamar mandi terbuat dari
semen plester.
 Pendapatan keluarga berasal dari ayah dengan penghasilan yang
diterima tidak menentu, rata-rata sebulan sekitar 750.000 –
1.000.000.

IKHTISAR KELUARGA

 Riwayat penyakit dahulu:


Menurut pengakuan ibu pasien, pasien pernah mengalami BAB
encer sebelumnya. Sekitar 1 tahun yang lalu, pasien mengalami BAB
encer selama 2 hari. Pasien mengalami muntah, BAB encer dengan
frekuensi sekitar 5 kali. BAB pasien saat itu tidak bercampur lendir dan
darah.

 Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:


Anggota keluarga yang tinggal serumah, yaitu kakek pasien juga
menderita keluhan serupa. BAB encer sejak 1 hari sebelumnya, dan
mengkonsumsi obat yang diperoleh dari puskesmas. Keluhan segera
dirasakan membaik.

 Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat
pelayanan kesehatan lainnya dan untuk keluhannya, pasien langsung
dibawa ke Puskesmas untuk di berikan penanganan lebih lanjut.
 Riwayat alergi
- Makanan : tidak ada
- Obat : tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Keadaan umum : cengeng/gelisah
Kesadaran/ GCS : compos mentis/ E4V5M6

2. Tanda vital
Nadi : 110 x/menit, regular, isi tegangan cukup
Respirasi : 30 x/ menit
Suhu : 40,30C

3. Pemeriksaanfisikumum
a. Kepala-leher
Kepala : simetris, deformitas (-)
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, mata cowong -/-
Wajah : sianosis (-), flushing (-)
Telinga : deformitas (-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : sianosis bibir (-), stomatitis (-), mukosa bibir basah
Leher : pembesaran KGB (-), Tekanan vena jugularis : meninggi (-)

b. Toraks-kardiovaskuler
Inspeksi : kelainan bentuk (-), Tarikan sela iga (retraksi subcostal) (-),
simetris
Auskultasi : Jantung: S1 S2 tunggal, teratur, Murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, ronki-/-, Wheezing : -/-

c. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, turgor normal, nyeri tekan (+) pada epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba.

d. Uro-genital
Tidak dievaluasi

e. Anal-perianal
Tidak dievaluasi

f. Ekstermitas atas-aksilla
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+), pembesaran KGB aksila (-)/(-)

g. Ekstremitas bawah
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+)

Tabel 5. Skor Maurice-King


Bagian Tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan

Yang diperiksa 0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, ko

apatis, ngantuk ma atau syok

Kekenyalan Normal Sedikit kurang Sangat kurang


kulit/turgor

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

Mulut Normal Kering Kering & siarrosis

Denyut nadi/menit kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan skor dehidrasi yaitu 1


(satu), jadi penderita masuk dalam kategori dehidrasi ringan
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 13/01/2019
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
1. Lekosit 10.5 10x3/ul 3.8 - 10.6
2. Eritrosit 4.25 10x6/uL 4.4 - 5.9
3. Hemoglobin 10.7 g/dL 13.2 - 17.3
4. Trombosit 489 10x3/ul 150 – 440

Tanggal 14/01/2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Widal (serum/plasma)
S. Typhi O 1/80 Negatif
S. Typhi H 1/80 Negatif

V. Diagnosis:
Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan

VI. Rencana Tindak Lanjut


 Pendekatan terapeutik untuk masalah yang dihadapi pasien
- IVFD Asering 14 tpm
- Paracetamol Syr 3 x 1 cth
- Domperidone Syr 3 x 1 cth
- Cotrimoxazole Syr 3 x ½ cth
- Zinc 1x 10 mg
 Tujuan terapi
 Meringankan Gejala
 Edukasi : Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan
makan dan minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan
membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
menjaga kebersihan kuku.
 Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien
diberikan penjelasan mengenai rute transmisi, gejala-gejala, dan cuci
tangan yang efektif, terutama setelah BAB dan BAK, dan sebelum
menyiapkan makanan atau makan.
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN

BIOLOGIS

Pasien umur 3 tahun masuk dalam


PERILAKU kriteria pediatri dimana usia anak LINGKUNGAN
masih rentan terhadap penyakit.
BAB IV
Pasien terkadang
lupa mencuci
tangan sebelum Pasien tinggal di
daerah padat
makan
penduduk
DIARE

Makanan di dalam Musim Penghujan :


rumah kadang
lupa untuk ditutup  Lalat tumbuh
sehingga mudah dan
dihinggapi lalat menghinggapi
PELAYANAN
makanan
KESEHATAN

Kurangnya penyuluhan mengenai


alur penularan diare serta
pentingnya PHBS
BAB V

PEMBAHASAN

Aspek Klinis

Pada kasus ini, pasien adalah seorang anak laki-laki umur 3 tahun dengan
keluhan utamanya adalah BAB encer. BAB encer dengan frekuensi 4 kali, dengan
konsistensi cair tanpa disertai adanya lendir dan darah yang berlangsung sejak tadi
pagi sebelum ke puskesmas. Berdasarkan keadaan tersebut, pasien di diagnosis
awal dengan diare akut. Diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi lebih
dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten
tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah. Dikatakan diare akut karena
munculnya mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 15 hari.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya
tanda-tanda dehidrasi ringan pada pasien ini, keadaan umum pasien
cengeng/gelisah, mata cekung tidak ada, mukosa mulut terlihat basah, denyut nadi
110 x/menit, kuat angkat, isi cukup, pernapasan 30 x/menit, suhu tubuh normal
yaitu 40,3ºC, pemeriksaan turgor kulit kembali normal. Dari pemeriksaan
abdomen juga didapatkan peristaltik usus meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis diare
akut dengan dehidrasi ringan. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan feses
lengkap (FL) pada kasus ini tidak perlu dilakukan karena dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare ini bersifat akut dan berdasarkan
literatur menunjukkan diare akut infektif. Hal ini didukung oleh adanya keluhan
yang khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang cair.
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting
untuk mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di Indonesia
telah dibuat ORS yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g,
trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam
sachet, dimana setiap sachet untuk 200 ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif
transport Na dan air melalui dinding usus sehingga resorbsi air dalam usus halus
meningkat 25 kali. Penggunaan ORS dengan formula WHO yang dilaksanankan
dengan benar, dapat mengatasi dehidrasi akibat semua jenis diare pada semua
kelompok umur.
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya
fungsi usus yang normal termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi
berbagai nutrien.
Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah
faktor perilaku dan lingkungan. Pasien tidak membiasakan diri mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air.
Musim terjadinya penyakit diare ini umumnya terjadi di saat musim
penghujan, dimana lalat mulai banyak tumbuh dan menghinggapi kotoran
bergantian dengan menghinggapi makanan membawa kontaminan dari orang yang
sebelumnya terinfeksi bakteri atau virus. Hal ini memudahkan penularan penyakit
dari satu orang ke orang lainnya.
Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana
diare dengan dehidrasi ringan, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai
cara penularan diare melalui perilaku mereka yang salah selama ini serta cara
mencegahnya muncul lagi dikemudian hari.
Dari pengamatan yang dilakukan selama tiga tahun terakhir, tampak angka
kejadian diare secara keseluruhan berkurang. Hal ini mungkin disebabkan karena
kesadaran orang mengenai cara penularan serta cara mencegah penularan diare
semakin baik. Namun, angka kejadian diare ini menunjukkan peningkatan di
bulan tertentu dalam suatu tahun.
Bulan-bulan ini adalah saat musim penghujan tiba, dimana lalat sebagai
vektor kuman mulai banyak tumbuh dan mengkontaminasi makanan dan
minuman di sekeliling kita, oleh karenanya, sangat penting bagi kita untuk
waspada dengan jalan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat untuk
meminimalisir resiko tertular diare.
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-


faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor
lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis,
cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan dalam terjadinya diare
adalah faktor prilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan. Diare menjadi
masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Lingkungan
 Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang menengah ke
bawah. Walaupun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasien terkadang
tidak memikirkan kualitas makanan yang dipilih. Dari segi pengetahuan
cukup baik sebab masing-masing orang butuh perhatian dan usaha yang
lebih untuk memperhatikan bagaimana pencegahan diare tersebut.
 Lalat
Lalat adalah salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyebaran
penyakit. Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh
dan kaki-kaki lalat yang kotor merupakan tempat menempelnya
mikrorganisme penyakit yang kemudian hinggap pada makanan sehingga
makanan tersebut menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian lalat dengan cermat. Pengelolaan sampah buruk karena tidak
dibuang pada tempatnya. Kemudian musim hujan bisa mendatangkan lalat
yang tidak diperhatikan oleh keluarga pasien.
2. Perilaku
 Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan,
sesudah BAK dan BAB pada pasien masih kurang, pasien tetap melakukan
rutinitas cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini dapat
memudahkan penyebaran penyakit. Budaya cuci tangan yang benar adalah
kegiatan terpenting. Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji
makanan, atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak.
Setiap tangan kontak dengan feses, urin atau dubur harus dicuci dengan
sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk memutuskan rute
transmisi penyakit
 Pengolahan makanan dan minuman yang tidak higienis
Pengolahan makanan dan minuman yang tidak higienis berperan dalam
penularan diare misalnya makanan yang tercemar dengan debu, sampah,
dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak. Sumber air minum pasien
ini adalah PDAM dimana air untuk diminum dan memasak selalu dimasak.
3. Pelayanan Kesehatan
 Kurangnya data surveillance diare yang menunjukkan orang yang terserang/
kelompok populasi yang terkena diare serta informasi tempat dan waktu
kejadian diare di masyarakat sehingga para pengambil keputusan di bidang
kesehatan dapat menetapkan cara penanganan yang tepat dan dapat
menelaah efikasi cara yang telah dan akan diterapkan.
Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja
atau muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat
terjadi karena:
1. Makanan / minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah
misalnya sayur
2. Makanan / alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit
penyakitnya (vektor)
3. Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Tempat memasak pada pasien ini tidak higienis karena dapur berhadapan
langsung dengan kamar mandi.Penyimpanan makanan kurang baik, karena sisa
makanan jarang ditutup dengan penutup makanan sehingga dihinggapi lalat.
Ibu pasien mengaku bahwa pasien selalu mencuci tangan pada saat
sebelum makan, namun jarang menggunakan sabun.
Pada kasus ini, keluarga pasien memakai jamban jongkok. Lantai cukup
bersih, namun dinding jamban tampak kotor.
Rumah tinggal pasien terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus
sebagai ruang keluarga, 1 dapur, 2 WC. Luas rumah pasien ± 6x7meter, rumah
pasien tidak memiliki pekarangan, rumah pasien mepet dengan rumah tetangga.
Sinar matahari dapat masuk dengan baik ke dalam dapur dan ruang keluarga,
namun tidak sampai ke kamar pasien. Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada
ruang keluarga sehingga sinar matahari yang masuk cukup. Lantai rumah terbuat
dari keramik, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari seng.Luas
lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.
Rumah pasien yang berukuran 6x7 m2 dihuni oleh 5 orang anggota keluarga.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Diare merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah.Pada tahun


2013, tingkat penderita penyakit diare di Kota Makassar terbilang tinggi dan
mengalahkan 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan
sehat yang berupa mencuci tangan, sarana air bersih dan matang, serta
pengelolaan sampah yang kurangsehingga masih perlu dibina.

Saran

1. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar


lebih ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan
yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)
2. Mendorong keluarga untuk mengoptimalkan fasilitas jamban keluarga.
3. Mencuci tangan serta makanan dengan air mengalir dan dengan sabun secara
benar agar kotoran yang menempel ikut terbuang bersama air.
4. Memakan makanan yang bergizi, tidak berlebihan dan buah-buahan yang
bersih agar terhindar dari diare.
5. Menganjurkan agar tidak terlalu banyak makan makanan yang terlalu pedas
karena iritatif terhadap lambung
6. Mendorong keluarga untuk mengupayakan selalu tersedianya air masak di
dalam keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta :


Ditjen PPM dan PL.
2. Depkes, R.I., 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
3. Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
4. Hendarwanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
5. Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Sumatera Utara
6. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
8. Soewondo ES. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini
Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya :
Airlangga University Press.
9. Sosroamidjojo, 1981, Diare dan Profil Lingkungan, Jakarta : Dian Rakyat.
10. Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta : x Interna Publishing
11. Tim Penyusun, 2012, Laporan Tahunan Puskesmas Kediri Tahun 2012. Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.
12. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai