LP Burn Unit
LP Burn Unit
LUKA BAKAR
Disusun Oleh:
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR
A. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).
B. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik
dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu
lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
C. Anatomi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-
fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit
juga sebagai barier infeksi (Gambar 3) dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan (Harien, 2010).
a. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi,
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum
basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen
ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik
dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin,
maka dapat timbul keganasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama
adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian
ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans (Martini, 2006).
b. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda,
2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik
dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Beberapa obat juga
dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan
melepaskan antihistamin di tempat peradangan (Martini, 2006). Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara
saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang
melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2006).
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010). Sebum
dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kenlejar sebasea
sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum
tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit.
Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi
keratin (Tortora dkk., 2006).
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan
cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang yang
bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang
yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat
juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif
pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas
(Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem
saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar
berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat
apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar (Tortora
dkk., 2006).
Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.
Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism
(Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat
merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan
elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat
antibiotik (Djuanda, 2007).
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora dkk., 2006).
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler
(Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam
jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan
terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan
lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga
mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010).
f. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal
lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari
traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk., 2006).
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum
memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik
masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena
adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).
Histologi Kulit
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis (Gambar 4)
(Junqueira dan Carneiro, 2007). Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia
dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak
tangan dan kaki) dan 75−150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut) (Tortora dkk., 2006). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis
(Junqueira dan Carneiro, 2007).
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang
merangsang sel Limfosit T. Sel Langerhans juga mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T (Djuanda, 2007). Dengan
demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit (Junqueira dan
Carneiro, 2007).
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus (Tortora dkk., 2006).
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam
sebagai berikut:
1) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat
gepeng.
3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin..
4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat
dengan filamen.
5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis,
terdiri atas selapis sel kuboid (Junqueira dan Carneiro, 2007).
6) Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas dua lapisan
dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
a. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,
makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I) (Harien, 2010).
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa
turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebacea (Djuanda, 2007). Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan
ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang
bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus
(Junqueira dan Carneiro, 2007).
D. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar
dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan
elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir
menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ
multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan
kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi
cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan
cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan
hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi
jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan
gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti :
otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
Ada pun jika luas luka bakar lebih dari 50%, maka perhitungan kebutuhan cairan
dihitung dengan luas luka bakar 50%. Waktu pemberian cairan terhitung sejak kejadian,
bukan pada tahap hospital. Jadi perkiraan sudah dihitung sejak pasien mengalami luka
bakar dan waktu yang terbuang selama pasien menuju rumah sakit.
Kebutuhan Faali :
H. Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa Serum Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan
Kaji apakah ada menurunnya kemampuan bernafas akibat cedera thorax yang
menyertai, adanya escar yang melingkar, pernapasan cuping hidung.
Circulation (sirkulasi)
Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar: adanya fraktur, penilaian
adanya manifestasi klinik syok, adanya gangguan kesadaran, riwayat diabet,
hipertensi, gagal ginjal, COB, listrik tegangan tinggi, dsb.
LUKA BAKAR
A. PENGKAJIAN
Keluhan utama :
Keluhan utama yg dirasakan akibat cedera luka bakar adlh disertai nyeri, bahkan
sesak nafas akibat trauma inhalasi, ditemukan pula keluhan stridor, takipnea, dispnea
(Kidd, 2010).
Apakah luka bakar masuk dalam kriteria ringan, sedang, atau berat ini tergantung luas,
penyebab, lokasi, derajat.
Integumen : Kerusakan kulit akibat luka bakar, Gambaran luas luka, kedalaman, lokasi
luka bakar
1. B1 (Breathing)
B. DIAGNOSA
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasif
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
katabolisme, kehilangan nafsu makan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM)
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein
masuk ke ruang interstisiel
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.
b. Bersihkan luka dan daerah sekitar
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
d. Berikan tehnik distraksi pada pasien
e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan
i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi
2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).
Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
c. Laksanakan latihan aktif, pasif
d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan kontak fisik dan
kenyamanan.
f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang sesuai
g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan sebelum nyeri
tersebut terjadi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang
b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan terhadap agen
infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka
g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
katabolisme, kehilangan nafsu makan (Wong, 2003)
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Intervensi :
a. Berikan perawatan oral
b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk mencegah
kekurangan protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi
d. Catat intake dan output
e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap makanan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM) (Smith,
1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan berpartisipasi
dalam latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi luka bakar :
konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk merencanakan latihan
pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian setiap kali
pasien melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein
masuk ke ruang interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi
Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Timbang berat badan
d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine random)
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung (Carpenito,
2000)
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit
d. Selidiki nadi secara teratur.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan.
PERAWATAN LUKA BAKAR
1. Pengertian :
Membersihkan tubuh dan mencuci luka pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan menggunakan air bersih dan antiseptic.
2. Indikasi : Semua Pasien luka bakar
3. Tujuan :
a. Menghilangkan krustae/ jaringan mati
b. Mempercepat penyembuhan
c. Memberikan perasaan segar dan nyaman
d. Mobilisasi
e. Mengurani kemungkinan terjadinya infeksi
4. Prosedur
a. Sasaran : Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas :
Persiapan alat :
Alat- alat steril
1) Satu pinset anatomis dan satu pinset chirurgie
2) Satu gunting lurus, satu gunting nekrotomi
3) Kom kecil 1
4) Tromol berisi kaca besar dan kecil
5) Tromol berisi kapas savlon 3%
6) Hand scoon
7) Seprei kecil atau laken
Alat- alat non steril
1) Gunting verband
2) Tempat sampah medis dan non medis
3) APP (Alat Pelindung Pribadi)
4) Bak mandi dan transportasi
5) Peralatan mandi (sabun, shampo, sikat gigi dan pasta gigi)
6) Monitor lengkap (modul ECG, Tensi, RR. SpO2)
7) Oksigen dan masker oksigen
8) Standar infus
Obat- obatan
1) Obat- obatan anastesi ( disiapkan oleh petugas anastesi)
Persiapan Pasien
1) Pasien diberitahu
2) Pasien dipuasakan 6-8 jam sebalum dilakukan tindakan
3) Semua balutan digunting terlebih dahulu
Pelaksanaan
1) Penderita diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Petugas memakai APP (schort, tutup kepala, masker, sepatu dan sarung tangan)
4) Alat- alat dipersiapkan
5) Diberikan pain manajemen sesuai dengan program dari berbagai anastesi
6) Pasien ditidurkan diatas transportasi bed
7) Kemudian dibawa kekamar mandi
8) Pasien bersama transporter dimasukkan kedalam bak mandi
9) Mengatur suhu air jangan terlalu panas jangan terlalu dingin
10) Daerah luka diguyur dengan air yang mengandung antiseptic dan digosok pelan-
pelan
11) Bila ada krutae/ jaringan mati diangkat
12) Setelah bersih dicuci dengan savlon
13) Dibilas dengan air mengalir
14) Transporter bersama pasien lebih ditinggikan supaya air turun kebawah
15) Pasien ditutup/ diselimuti dengan laken steril
16) Perawat cuci tangan ganti hanscoen steril, untuk selanjutnya perawatan luka
17) Alat- alat dibereskan
1. Pengertian
a. Suatu ttindakan menilai luka, memberi obat atau bahan tertentu dan mengganti/
melakukan pembalutan pada luka bakar
b. Semua luka bakar dirawat secara tertutup, kecuali luka bakar di daerah- daerah
tertentu inguinal
2. Tujuan
a. Untuk mencegah infeksi/ kontaminasi
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengurangi penguapan air elektrolit/ protein
d. Mengevaluasi luas luka bakar
e. Menentukan tindakan selanjutnya
3. Prosedur
a. Sasaran
Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas
Persiapan Steril
1) Pinset anatomi 1
2) Pinset chirurgie
3) Gunting 2
4) Tong spateel 1
5) Kom kecil 1
6) Verband
7) Tromol berisi kaca besar kecil
8) Tromol berisi kapas savlon 3%
9) Handscoon
10) Korentang
11) Seprei kecil
Obat- obatan
On steril
1) Gunting verband
2) Kom berisi larutan desinfektan
3) Hypafix
4) Tempat sampah medis dan non medis
5) APP
Pelaksanaan
1) Pasien diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka
3) Siapkan alat- alat
4) Atur posisi klien
5) Perawat pakai handscoon steril
6) Cuci luka dengan antiseptik (savlon 1:30)
7) Dibilas dengan cairan steril (NaCl 0,9%)
8) Luka dikeringkan dengan kassa steril
9) Dilakukan evaluasi luka dibedakan atas luka derajat IIA, IIB, III, terbentuk
jaringan granulasi, luka donor, atau luka skin graft
10) Dilakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka yang ditemukan saat itu
11) Luka dapat diberikan SSD 1% (silver sulvadiazine 1%) atau lain misalnya high
absorbent dressing ( sesuai program)
12) Luka dapat dirawat tertutup atau terbuka, disesuaikan dengan kondisi
13) Alat- alat dibereskan
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka bakar
1) Catat kondisi luka saat ini
2) Respon nyeri pasien saat perawatan luka
3) Menghindari perlengketan jari- jari tangan/ kaki sela sela
4) Perhatikan adanya pendarahan dan hipotermi
5) Pada waktu membalut jangan ditarik untuk menghindari penekanan/ stuwing
6) Luka pada leher berikan posisi hiperekstensi dengan meletakkan bantal
dibawah punggung bagian atas
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddart 8th ed.
Jakarta: EGC
Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Moenadjat Y. 2001. Luka Bakar. Pengetahuan klinis Praktis, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa Monica Ester.
Editor Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC.