Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

DI RUANG BURN UNIT RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:

AMITA PRATAMA PUTRI P27820715010

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).

B. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan
objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik
dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu
lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
C. Anatomi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-
fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit
juga sebagai barier infeksi (Gambar 3) dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan (Harien, 2010).

Gambar 3. Fisiologi Kulit (Yahya, 2005).

a. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi,
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum
basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen
ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik
dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin,
maka dapat timbul keganasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama
adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian
ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans (Martini, 2006).
b. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda,
2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik
dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Beberapa obat juga
dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan
melepaskan antihistamin di tempat peradangan (Martini, 2006). Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara
saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang
melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2006).
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010). Sebum
dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kenlejar sebasea
sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum
tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit.
Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi
keratin (Tortora dkk., 2006).
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan
cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang yang
bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang
yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat
juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua
molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif
pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas
(Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem
saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar
berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat
apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar (Tortora
dkk., 2006).
 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki.
Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism
(Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat
merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan
elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat
antibiotik (Djuanda, 2007).
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007). Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora dkk., 2006).
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler
(Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam
jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan
terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan
lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga
mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010).
f. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal
lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari
traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk., 2006).
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum
memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik
masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena
adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).

Histologi Kulit
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis (Gambar 4)
(Junqueira dan Carneiro, 2007). Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia
dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak
tangan dan kaki) dan 75−150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut) (Tortora dkk., 2006). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas
lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis
(Junqueira dan Carneiro, 2007).
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang
merangsang sel Limfosit T. Sel Langerhans juga mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T (Djuanda, 2007). Dengan
demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit (Junqueira dan
Carneiro, 2007).
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus (Tortora dkk., 2006).
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam
sebagai berikut:

Gambar 4. Histologi kulit (Yahya, 2005).

1) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan
sitoplasma yang dipenuhi keratin.
2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat
gepeng.
3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul keratohialin..
4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat
dengan filamen.
5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis,
terdiri atas selapis sel kuboid (Junqueira dan Carneiro, 2007).
6) Dermis, yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Dermis terdiri atas dua lapisan
dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
a. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,
makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I) (Harien, 2010).
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa
turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebacea (Djuanda, 2007). Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan
ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang
bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus
(Junqueira dan Carneiro, 2007).

D. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi

elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan

bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar
dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan
elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir
menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ
multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan
kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi
cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan
cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan
hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi
jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan
gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti :
otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.

E. Fase Luka Bakar


a. Fase Akut
Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Fase ini mulai kejadian
hingga pasien sampai di IRD mengalami ancaman gangguan Airway (jalan nafas),
Breathing (mekanisme bernafas), Circulation (mekanisme kehilangan cairan).
b. Fase Sub Akut
Fase ini berlangsung setelah A_B_C teratasi, luka yang terjadi dapat menyebabkan
beberapa masalah :
 Proses inflamasi atau infeksi
 Problem penutupan luka
 Keadaan hipermetabolisme
c. Fase Lanjut
Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh, problem yg muncul adalah penyulit
berupa: jaringan parut (hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, dan kontraktur).

F. Komplikasi Luka Bakar


Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan
tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1) Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem
integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit
yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara
seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau
kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung
pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi
hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih
rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat
lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu
sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian
akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3) Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka
bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur
hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan
mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak
terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat
mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita
(Burninjury, 2013).

G. Klasifikasi Luka Bakar


a. Derajat Luka Bakar
 Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al.,
2005).
 Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri
karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
1. Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa
sebagai derajat II superficial setelah 12- 24 jam.
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang
dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
2. Derajat II dalam (Deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna
merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah
dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit
atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan
masih ada beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu (Brunicardi et
al., 2005)
 Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat.
Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau
kematian. Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka (Moenadjat, 2001).
 Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan,
tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis
yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih
lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).
b. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh.
Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi
tubuh yang berbeda (Atissalam, 2010).

Gambar 8. Penilaian derajat luka bakar (Atissalam, 2010).

Berat ringannya luka bakar dapat dibagi kedalam 3 bagian :


a. Parah−critical
 Derajat II>25% pada dewasa, >20% pada anak.
 Derajat III>10%.
 Derajat III pada tangan, kaki, muka.
 Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas,
listrik
b. Luka bakar sedang−moderate
 Derajat II 15−25% pada dewasa, 10−20% pada anak.
 Derajat III 5−10%.
c. Ringan−minor
 Derajat II <15% pada dewasa, <10% pada anak.
 Derajat III <2% (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

b. Menghitung kebutuhan cairan


Pasien luka bakar sudah dapat dipastikan mengalami dehridrasi. Resusitasi cairan
pada pasien luka bakar harus segera dilakukan. Jika didapatkan tanda-tanda syok pada
pasien, harus segera dilakukan resusitasi cairan. Pada kasus luka bakar, resusitasi cairan
diberikan dengan cairan RL (Ringer Lactate) melalui jalur intravena (IV). Rumus Baxter
biasa digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan cairan pasien luka bakar.
Berikut ini rumus Baxter untuk menghitung total kebutuhan cairan pasien luka
bakar:
Kebutuhan cairan = 4 cc x BB (dalam Kg) x Luas luka bakar (%) cc

Tahapan pemberian cairan untuk pasien luka bakar:

 8 jam pertama diberikan setengah dari kebutuhan cairan


 16 jam berikutnya diberikan setengah sisa kebutuhan cairan

Ada pun jika luas luka bakar lebih dari 50%, maka perhitungan kebutuhan cairan
dihitung dengan luas luka bakar 50%. Waktu pemberian cairan terhitung sejak kejadian,
bukan pada tahap hospital. Jadi perkiraan sudah dihitung sejak pasien mengalami luka
bakar dan waktu yang terbuang selama pasien menuju rumah sakit.

Anak: Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali

Kebutuhan Faali :

<1 tahun : berat badan x 100 cc

1-3 tahun : berat badan x 75 cc

3-5 tahun : berat badan x 50 cc


Cara pemberian :

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

½ diberikan 16 jam berikutnya

H. Pemeriksaan Laboratorium

Hitung darah Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran


lengkap darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht(Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan
Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
Leukosit Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
GDA (Gas Darah Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Arteri) Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
Elektrolit serum Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila
mulai diuresis.
Natrium Urin Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
Natrium Urin Peningkatan alkali fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
Alkali Fosfat Peningkatan glukosa serum menunjukkan respon stress

Glukosa Serum Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan

BUN atau Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,


Kreatinin tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
Loop Aliran Memberikan pengkajian non- invasif terhadap efek atau luasnya
volume cedera.
EKG Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
disritmia
Fotografi luka Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
bakar

I. Penatalaksanaan Luka Bakar


a. Ditempat Kejadian
1. Jika penyebabnya Api:
 Jauhkan korban dari sumber api, anjurkan untuk berguling-guling & jangan
biarkan korban lari.
 Bungkus tubuh korban dengan kain basah.
 Pindahkan korban keruangan yg cukup ventilasi jika kejadian diruang tertutup.
 Suruh korban berendam dengan air bersih (suhu air jangan terlalu dingin bisa
menyebabkan hipotermia) lakukan ini jika sudah tidak ada masalah jalan napas
pada korban.
2. Jika penyebabnya bahan kimia atau cairan panas:
Siram dengan air sebanyak-banyaknya (dekntaminasi) untuk menghilangkan zat
kimia dari tubuh korban.
3. Jika penyebabnya listrik:
Jika menolong pastikan sumber listrik atau panel sudah dimatikan, jangan sampai
penolong menjadi korban berikutnya.
Penanganan:
1. Buka pakaian dan perhiasan yang dipakai korban.
2. Perhatikan Air Way, Breathing, Circulation, Kesadaran keadaan umum dan cedera
lain yang menyertai luka bakar.
3. Segera bawa penderita kerumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
b. Di Igd
Lakukan pengkajian riwayat kesehatan dan riwayat kejadian luka bakar yang dialami
pasien:
Kaji keadaan umum pasien
Airway (jalan nafas)
Kaji adanya Cedera Inhalasi:
1. Luka bakar mengenai wajah
2. Bulu hidung dan alis terbakar, radang akut pada orofaring
3. Sputum mengandung karbon /arang
4. Riwayat terbakar diruang tertutup
5. Riwayat terpapar pada ledakan
6. Kesulitan menelan ataupun berbicara, suara parau (stridor) i adanya Oedema pada
saluran pernapasan.
Breathing (pernapasan)

Kaji apakah ada menurunnya kemampuan bernafas akibat cedera thorax yang
menyertai, adanya escar yang melingkar, pernapasan cuping hidung.

Circulation (sirkulasi)

Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar: adanya fraktur, penilaian
adanya manifestasi klinik syok, adanya gangguan kesadaran, riwayat diabet,
hipertensi, gagal ginjal, COB, listrik tegangan tinggi, dsb.

 Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.


 Pasang infus (IV line), pasang CVP sesuai indikasi, pasang dower kateter urin.
c. Di Unit Perawatan
1. Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi tiap jam.
2. Pantau produksi urine CVP tiap jam.
3. Awasi status neorologis (GCS)
4. Pasang dan rawat kateter urine
5. Pasang NGT jika perlu dan beri nutrisi yg cukup
6. Beri terapi O2 sesuai indikasi
7. Periksa lab darah: DL, SE, LFT, RFT, Gula Darah, Analisa Gas Darah, Cultur pus,
darah, jika perlu.
8. Pemberian obat-obatan sesuai advise dokter
9. Lakukan latihan /rehab sedini mungkin dan atur posisi sesuai keadaan luka
10. Berikan dukungan/suport, jika perlu konsul psikiatri
11. Lakukan perawatan luka dgn pemberian obat topical dan penutupan luka.
d. Indikasi di Rawat
1. Luka bakar pada orang dewasa lebih dari 25 %
2. Luka bakar pada anak lebih dari 20%
3. Luka bakar derajat III
4. Luka bakar pada daerah wajah, jari jari, persendian, genetalia
5. Luka bakar karena Listrik
6. Luka bakar karena kimia
7. Luka bakar dengan komplikasi lain : COB,HT,DM
e. Tujuan di Rawat
1. Mengatasi rasa nyeri
2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
3. Mempercepat proses penyembuhan
4. Mencegah infeksi, sepsis
5. Mencegah komplikasi, meminimalkan kecacatan
6. Mengkaji kemajuan penyembuhan luka
7. Meningkatkan kemandirian
f. Trauma Inhalasi
1. Pasang ETT, tracheostomy atau pasang ventilator
2. Beri O2 sesuai indikasi
3. Beri obat bronchodilator
4. Humudifikasi dan nebulaizer
5. Menghisap secret secara berkala
6. Pantau adanya penyumbatan pada anak canule dan setting ventilator
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

LUKA BAKAR

A. PENGKAJIAN

Keluhan utama :

Keluhan utama yg dirasakan akibat cedera luka bakar adlh disertai nyeri, bahkan
sesak nafas akibat trauma inhalasi, ditemukan pula keluhan stridor, takipnea, dispnea
(Kidd, 2010).

Riwayat penyakit sekarang :

Gambaran keadaan mulai terjadinya Luka bakar penyebab,lamanya


kontak,pertolongan pertama dan Mekanisme trauma perlu diketahui ini penting, apakah
pasien terjebak dlm ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi.

Ataukah akibat suhu tinggi, Kimia, Listrik, kapan kejadian.

Apakah luka bakar masuk dalam kriteria ringan, sedang, atau berat ini tergantung luas,
penyebab, lokasi, derajat.

Status kesehatan Umum :

Kaji tentang kesadaran, tanda-tanda vital (S, N, T)

1) Tentukan Luas Luka Bakarnya dgn mengunakan Rule of Nine


2) Tentukan Derajat Lukanya

Pola Aktivitas/Istirahat: pekerjaan, aktivitas, adanya keterbatasnya menggerakan


tubuh dan merubah posisi, berkurangnya tenaga

Integritas Ego: Perhatian berfocus pd keluarga, pekerjaan, keuangan, perubahan


bentuk tubuh, perasaan : cemas, menangis, ketidak berdayaan, putus asa, menolak,
marah.

Integumen : Kerusakan kulit akibat luka bakar, Gambaran luas luka, kedalaman, lokasi
luka bakar

1. B1 (Breathing)

 Kaji frekuensi, irama, kedalaman, karakter/sifat pernapasan.Perhatikan tanda distres


nafas rasa seperti tercekik
 Rasa tidak nyaman pada tenggorokan (iritasi mukosa)
 Adanya suara parau (sridor)
 Adanya sesak nafas
 Adanya wheezing atau Ronchi
 Adanya eschar yang melingkar pada dada
 Apakah ada trauma lain : pneumothorax, hematothorax, atau fraktur costae
2. B2 (Blood)
 Perubahan permeabilitas kapiler dapat terjadi terutama pada luka bakar yang luas
dan berat.
 Terjadi penimbunan cairan di jaringan intersisiel bisa menyebabkan hipovolume
bahkan syok.
 Terjadi oedema akibat hipoalbumin.
 Adanya hypotensi (shock), Tachicardi (shock, cemas, hipotensi), Aretmia (shock
elektrik), adanya oedema di jaringan, menurunya nadi perifer pada daerah yang
luka.
3. B3 (Brain)
 Area gerak terbatas,kesemutan
 Penurunan reflek tendon
 Penurunan penglihatan
 Manifestasi sistem syaraf pusat karena keracunan karbonmonoksida bisa
mengakibatkan sakit kepala, coma, kejang, bahkan kematian.
4. B4 (Blader)
 Kaji jumlah, warna, bau
 Produksi urine menurun akibat aliran darah ke ginjal menurun.
5. B5 (Bowel)
 Mual,muntah
 Stres ulcer
 Penurunan bising usus
 Resiko terjadi paralitik illius
6. B6 (Bone)
 jatuh kemungkinan mengalami trauma yang lain.
 penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan gerak.
 Gambaran area Luka bakar, luas, kedalaman.

B. DIAGNOSA
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasif
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
katabolisme, kehilangan nafsu makan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM)
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein
masuk ke ruang interstisiel
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (Wong, 2003)
Tujuan : pasien menunjukkan penyembuhan luka.
Intervensi :
a. Cukur rambut 2 inchi dari daerah luka segera setelah terjadi luka bakar.
b. Bersihkan luka dan daerah sekitar
c. Jaga pasien agar tidak menggaruk dan memegang luka
d. Berikan tehnik distraksi pada pasien
e. Pertahankan perawatan luka untuk mencegah kerusakan epitel dan granulasi
f. Berikan kalori tinggi, protein tinggi dan makanan kecil
g. Berikan vitamin tambahan dan mineral-mineral
h. Tutup daerah terbakar untuk mencegah nekrosis jaringan
i. Monitor vital sign untuk mengetahui tanda infeksi
2. Nyeri berhubungan dengan trauma luka bakar (Wong, 2003).
Tujuan : Pasien menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang diterima pasien.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri untuk pengobatan
b. Posisikan ekstensi untuk mengurangi nyeri karena gerakan
c. Laksanakan latihan aktif, pasif
d. Kurangi iritasi untuk mencegah nyeri.
e. Sentuh daerah yang tidak terjadi luka bakar untuk memberikan kontak fisik dan
kenyamanan.
f. Berikan tehnik-tehnik pengurangan nyeri non pengobatan yang sesuai
g. Antisipasi kebutuhan medikasi pengobatan nyeri dan berikan sebelum nyeri
tersebut terjadi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasif. (Effendi. C, 1999).
Tujuan : Menunjukkan tidak ada infeksi
Intervensi :
a. Laksanakan dan pertahankan kontrol infeksi sesuai kebijakan ruang
b. Pertahankan tehnik cuci tangan yang hati-hati bagi perawatan dan pengunjung
c. Pakai sarung tangan ketika merawat luka untuk meminimalkan terhadap agen
infeksi.
d. Ambil eksudat, krusta untuk mengurangi sumber infeksi
e. Cegah kontak pasien dengan orang yang mengalami ISPA / infeksi kulit
f. Berikan obat antimikrobial dan penggantian. balutan pada luka
g. Monitor vital sign untuk mencegah sepsis
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
katabolisme, kehilangan nafsu makan (Wong, 2003)
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Intervensi :
a. Berikan perawatan oral
b. Berikan tinggi kalori, tinggi protein dan makanan kecil untuk mencegah
kekurangan protein dan memenuhi kebutuhan kalori.
c. Timbang BB tiap minggu untuk melengkapi status nutrisi
d. Catat intake dan output
e. Monitor diare dan konstipasi untuk mencegah intoleransi terhadap makanan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan pergerakan (ROM) (Smith,
1998)
Tujuan : Pasien akan terbebas dari komplikasi : gangguan gerak, akan berpartisipasi
dalam latihan aktivitas yang tepat.
Intervensi :
a. Bantu pasien mendapatkan posisi yang tepat dan mobilitas bagi luka bakar :
konsultasikan dengan bagian ocupasi terapi untuk merencanakan latihan
pergerakan
b. Lihat keluarga dalam perberian tindakan keperawatan.
c. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif setiap 4 jam, berikan pujian setiap kali
pasien melakukan latihan ROM
d. Ambulasi pasien secara dini jika memungkinkan.
e. Ubah posisi tiap 2 jam sekali pada area yang tertekan.
6. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan cairan elektrolit dan protein
masuk ke ruang interstisiel (Wahidi, 1996).
Tujuan : gangguan keseimbangan cairan dapat teratasi
Intervensi :
a. Observasi inteke dan output setiap jam.
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Timbang berat badan
d. Ukur lingkar ektremitas yang terbakar tiap sesuai indikasi
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam. pemberian cairan lewat infus
f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, Elektrolit, Natrium urine random)
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penuruan curah jantung (Carpenito,
2000)
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang sakit
d. Selidiki nadi secara teratur.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan.
PERAWATAN LUKA BAKAR

Memandikan Pasien Luka Bakar dengan General Anastesi

1. Pengertian :
Membersihkan tubuh dan mencuci luka pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki
dengan menggunakan air bersih dan antiseptic.
2. Indikasi : Semua Pasien luka bakar
3. Tujuan :
a. Menghilangkan krustae/ jaringan mati
b. Mempercepat penyembuhan
c. Memberikan perasaan segar dan nyaman
d. Mobilisasi
e. Mengurani kemungkinan terjadinya infeksi
4. Prosedur
a. Sasaran : Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas :
Persiapan alat :
Alat- alat steril
1) Satu pinset anatomis dan satu pinset chirurgie
2) Satu gunting lurus, satu gunting nekrotomi
3) Kom kecil 1
4) Tromol berisi kaca besar dan kecil
5) Tromol berisi kapas savlon 3%
6) Hand scoon
7) Seprei kecil atau laken
Alat- alat non steril
1) Gunting verband
2) Tempat sampah medis dan non medis
3) APP (Alat Pelindung Pribadi)
4) Bak mandi dan transportasi
5) Peralatan mandi (sabun, shampo, sikat gigi dan pasta gigi)
6) Monitor lengkap (modul ECG, Tensi, RR. SpO2)
7) Oksigen dan masker oksigen
8) Standar infus
Obat- obatan
1) Obat- obatan anastesi ( disiapkan oleh petugas anastesi)
Persiapan Pasien
1) Pasien diberitahu
2) Pasien dipuasakan 6-8 jam sebalum dilakukan tindakan
3) Semua balutan digunting terlebih dahulu

Pelaksanaan

1) Penderita diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3) Petugas memakai APP (schort, tutup kepala, masker, sepatu dan sarung tangan)
4) Alat- alat dipersiapkan
5) Diberikan pain manajemen sesuai dengan program dari berbagai anastesi
6) Pasien ditidurkan diatas transportasi bed
7) Kemudian dibawa kekamar mandi
8) Pasien bersama transporter dimasukkan kedalam bak mandi
9) Mengatur suhu air jangan terlalu panas jangan terlalu dingin
10) Daerah luka diguyur dengan air yang mengandung antiseptic dan digosok pelan-
pelan
11) Bila ada krutae/ jaringan mati diangkat
12) Setelah bersih dicuci dengan savlon
13) Dibilas dengan air mengalir
14) Transporter bersama pasien lebih ditinggikan supaya air turun kebawah
15) Pasien ditutup/ diselimuti dengan laken steril
16) Perawat cuci tangan ganti hanscoen steril, untuk selanjutnya perawatan luka
17) Alat- alat dibereskan

Hal- hal yang perlu diperhatikan selama memandikan

1) Sebelum cuci luka lakukan kultur


2) Suhu air yang digunakan tidak terlalu dingin/ panas
3) Cuci rambut setiap kali memandikan
4) Cukur rambut pada wajah dan pada daerah sekitar luka
5) Perhatikan keadaan umum/ keamanan pasien
6) Jangan terlalu lama + 20 menit
7) Observasi tanda- tanda neurogenik shock
8) Apakah ada pendarahan
9) Tanda- tanda hipotermia
Perawatan Luka Bakar

1. Pengertian
a. Suatu ttindakan menilai luka, memberi obat atau bahan tertentu dan mengganti/
melakukan pembalutan pada luka bakar
b. Semua luka bakar dirawat secara tertutup, kecuali luka bakar di daerah- daerah
tertentu inguinal
2. Tujuan
a. Untuk mencegah infeksi/ kontaminasi
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengurangi penguapan air elektrolit/ protein
d. Mengevaluasi luas luka bakar
e. Menentukan tindakan selanjutnya
3. Prosedur
a. Sasaran
Dilakukan pada semua pasien luka bakar
b. Rincian Tugas
Persiapan Steril
1) Pinset anatomi 1
2) Pinset chirurgie
3) Gunting 2
4) Tong spateel 1
5) Kom kecil 1
6) Verband
7) Tromol berisi kaca besar kecil
8) Tromol berisi kapas savlon 3%
9) Handscoon
10) Korentang
11) Seprei kecil

Obat- obatan

1) SSD 1% (Silver sulvadiazine)


2) Tulle
3) PZ (NaCl 0,9%)
4) Betadine sol 10 %

On steril

1) Gunting verband
2) Kom berisi larutan desinfektan
3) Hypafix
4) Tempat sampah medis dan non medis
5) APP

Pelaksanaan

1) Pasien diberitahu
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat luka
3) Siapkan alat- alat
4) Atur posisi klien
5) Perawat pakai handscoon steril
6) Cuci luka dengan antiseptik (savlon 1:30)
7) Dibilas dengan cairan steril (NaCl 0,9%)
8) Luka dikeringkan dengan kassa steril
9) Dilakukan evaluasi luka dibedakan atas luka derajat IIA, IIB, III, terbentuk
jaringan granulasi, luka donor, atau luka skin graft
10) Dilakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka yang ditemukan saat itu
11) Luka dapat diberikan SSD 1% (silver sulvadiazine 1%) atau lain misalnya high
absorbent dressing ( sesuai program)
12) Luka dapat dirawat tertutup atau terbuka, disesuaikan dengan kondisi
13) Alat- alat dibereskan
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka bakar
1) Catat kondisi luka saat ini
2) Respon nyeri pasien saat perawatan luka
3) Menghindari perlengketan jari- jari tangan/ kaki sela sela
4) Perhatikan adanya pendarahan dan hipotermi
5) Pada waktu membalut jangan ditarik untuk menghindari penekanan/ stuwing
6) Luka pada leher berikan posisi hiperekstensi dengan meletakkan bantal
dibawah punggung bagian atas
DAFTAR PUSTAKA

Atissalam, L. 2010. Luka Bakar. Yogyakarta. PMI Kota Surakarta.

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddart 8th ed.
Jakarta: EGC

Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas
Muhammadiyah Malang.

Moenadjat, Y. 2000. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.

Moenadjat Y. 2001. Luka Bakar. Pengetahuan klinis Praktis, Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa Monica Ester.
Editor Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Yahya, H. 2005. Rahasia Kekebalan Tubuh. www.harunyahya.com/indo/buku/tubuh003.htm.

Anda mungkin juga menyukai