Anda di halaman 1dari 52

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan konsep yang mendasari penelitian ini antara

lain: 1) Konsep Massage swedish, 2) Konsep Gout Arthritis, 3) Konsep Nyeri, 4)

Kerangka Teori, 5) Kerangka Konsep.

2.1 Konsep Massage Swedish

2.1.1 Pengertian Massage Swedish

Swedish adalah pijatan tradisional khas Eropa kuno yang telah umum

dipraktekkan juga di banyak Negara. Teknik pijat ini di populerkan oleh

seorang berkebangsaan Swedia, Peter Henri Ling, pada Tahun 1812. Setelah itu

teknik ini merambah masuk ke Amerika Serikat kini popular dimana-mana,

termasuk Indonesia. Pemijatan ini hamper sama dengan pijat tradisional, pijat

ini dilakukan mulai dari kaki menuju ke arah jantung dan mengurangi rasa

nyeri (Bagaskoro, 2011).

Massage Swedish adalah manipulasi dari jaringan tubuh dengan tehnik

khusus untuk mempersingkat waktu untuk pemulihan dari ketegangan otot

(kelelahan), meningkatkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan kerja jantung

dengan menggunakan suatu sistem tekanan panjang dan halus yang membuat

suatu pengalaman atau rasa yang sangat rileks atau santai (Ken gray, 2009).
2.1.2 Tehnik Massage Swedish

Tehmik massage Swedish ada 6 macam, menurut (Bagaskoro, 2011). Antara

lain :

1. Effleurage (stroking)

Gerakan mengurut menggunakan telapak tangan dan jari-jari, terutama ibu

jari. Urutan memanjang ini biasanya dilakukan mengikuti bentuk tubuh dan

mengarah ke jantung. Urutan jenis ini memberikan efek menenangkan.

2. Petrissage (kneading)

Gerakan seperti meremas adonan di area yang di pijat menggunakan telapak

tangan dan jari jemari. Remasan dalam seni pijat ini sangat membantu untuk

mengurangi ketegangan otot dan sangat merilekskan rasa nyeri.

3. Friction (rubbing)

Gerakan memutar dengan tekanan menggunakan tangan, ibu jari maupun

jari-jari lainnya. Putaran kecil yang dilakukan pada area kulit dan otot-otot

yang tegang akan meredakan kelelahan dan stress otot akibat aktivitas

sehari-hari.

4. Vibration

Merupakan gerakan menggetarkan tubuh dengan tangan.

5. Percussion (tapotement)

Gerakan mengetuk dengan cepat yang dilakukan dengan lembut dan ritmis.

Gerakan ini mampu meningkatkan vitalitas dan menambah semangat.


6. Fingertips brushing

Tekanan lembut menggunakan ujung-ujung jari tangan yang menenangkan

sistem seraf dan sekaligus menstimulasi otot setelah dipijat.

Menurut (Sri Wahyuni, 2014). Pada dasarnya tehnik massage yang digunakan

dapat di kelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Stroking manipulations

Terdiri dari tehnik effleurage dan stroking :

1. Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan berirama yang di lakukan

pada seluruh permukaan tubuh. Effleurage menggunakan seluruh

permukaan telapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah tubuh

tertentu. Efek yang ditimbulkan adalah dapat memperlancar aliran darah

balik ke vena maupun limfatik, membantu pertukaran cairan pada

jaringan, membantu pembuangan sampah hasil metabolism dan

mengurangi ketegangan otot dan nyeri.

2. Stroking (mengurut) yaitu manipulasi dengan menggunakan ujung-ujung

jari. Terutama tiga jari tengah, atau hanya ibu jari, pelaksanaannya seperti

manipulasi effleurage. Tehnik ini dapat meningkatkan sensory analgesia.

2. Pressure or petrissage manipulations

Tehnik ini terdiri dari tehnik picking up, wringing, rolling dan shaking

(kneading) :
1. Shaking atau kneading (menggoncang) dilakukan dengan seluruh

permukaan telapak tangan dan jari-jari, dua tangan bersama-sama atau

satu tangan saja pada otot yang lebar dan tebal dengan digoncangkan.

Tehnik ini dapat menstimulasi aliran darah vena dan limfatik,

meningkatkan gerakan jaringan fibrus, mengeluarkan sampah hasil

metabolisme dan membantu jaringan lunak agar siap melakukan latihan

(exercise).

2. Picking up dengan melakukan penekanan pada jaringan selanjutnya

jaringan diangkat, diperas dan kemudian dilepaskan. Tehnik ini

memberikan efek yang sama dengan tehnik shaking (kneading) dan

biasanya digunakan setelah melakukan tehnik effleurage dan kneading.

Tehnik ini juga baik digunakan untuk mobilisasi jaringan lunak.

3. Wringing, pada tehnik ini dilakukan penekanan pada jaringan dengan cara

satu tangan menekan kearah fisiotherapist dan tangan lainnya menekan

kea rah samping. Efek yang diberikan sama dengan tehnik kneading.

4. Rolling, tehnik ini dapat dilakukan menggunakan seluruh jari-jari tangan.

Terdapat 2 tipe tehnik Rolling yaitu skin rolling dan muscle rolling.

Tujuan dari tehnik ini untuk melonggarkan atau memisahkan kembali

lengketan-lengketan yang terjadi antara kulit dengan jaringan- jaringan

dibawahnya.

3. Percussive or tapotement manipulations


Tehnik ini meliputi : tehnik hacking, clapping, beating, pounding and

vibration. Tehnik ini secara spesifik lebih banyak digunakan untuk kegiatan

olahraga.

1. Hacking, manipulasi ini dilakukan dengan cara lengan diabdusikan

dengan siku yang dibengkokkan. Tehnik ini bertujuan untuk mestimulasi

aliran darah local dan menstimulasi otot.

2. Clapping, dilakukan dengan cara tangan dibuat melengkung tetapi tidak

rapat dan daerah yang diterapi hanya terkena telapak tangan dan jari-jari,

sedangkan pergelangan tangan melakukan gerakan fleksi dan ektensi.

3. Beating, merupakan salah satu bentuk dari tehnik tapotement dengan

menggunakan kepalan tangan untuk memukul area terapi secara ringan.

4. Pounding, dilakukan dengan cara tangan menggenggam ringan dan ibu

jari hanya menempel pada jari yang lain.

2.1.3 Manfaat Massage Swedish

Manfaat utama untuk pijat yaitu untuk merelaksasikan otot-otot yang kaku,

pergerakan sendi dan postur tubuh, memperlancarkan sirkulasi darah dan getah

bening,serta menyeimbangkan sistem syaraf. Pijat ini bermanfaat tidak hanya

untuk secara fisik, tetapi juga bermanfaat untuk secara psikologis. Pijat ini juga

dapat membantu untuk mengembalikan tubuh ini menjadi bugar dan segar

(Aslani, 2003).
Menurut (Best, 2008). Manfaat massage Swedish yang dapat dilakukan pada

tubuh yaitu berupa : peningkatan aliran darah, aliran limfatik, stimulasi sistem

saraf, meningkatkan aliran laik vena, dan dapat menghilangkan rasa sakit nyeri

yaitu dengan cara meningkatkan ambang rasa sakit, oleh untuk merangsang

peningkatan produksi hormone endorphin. Ada juga proses fisiologis dari

massage Swedish yang lain yaitu :

1. Membantu untuk mengurangi pembengkakan pada fase yang kronis lewat

mekanisme peningkatan aliran darah yang melalui limfe.

2. Mengurangi rasa nyeri melalui mekanisme penghambat rangsangan nyeri

(gate control) serta meningkatkan hormone mophin endogen.

3. Meningkatkan relaksasi otot sehingga dapat mengurangi ketegangan atau

yang mengalami kram pada otot.

4. Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan berjalan dalam

meningkatkan supply oksigen yang dapat meningkatkan eliminasi sisa

metabolisme tubuh yang dapat terjadi karena peningkatan aliran darah.

2.1.4 Prinsip Massage Swedish

Prinsip untuk massage Swedish ini dilakukan pemijatan pada jaringan

lunak yang dapat untuk memperlancarkan aliran darah, dapat mengurangi rasa

nyeri, dapat memulihkan tubuh yang kelelahan dan daapat merelaksasikan otot-

otot yang tegangan sehingga tubuh menjadi bugar dan merasakan rileks pada

tubuh (Rahmi Primadiati, 2002).


2.2 Konsep Gout Arthritis

2.2.1 Pengertian Gout Arthritis

Gout Arthritis adalah asam urat yang terbentuknya dari pemecahan zat

kimia purin yang diturunkan dari bahan genetika sel. Secara normal asam urat

dikeluarkan melalui urine. Kalau ada kelebihan asam urat yang diproduksi,

dapat menumpuk dan membentuk Kristal-kristal kecil di sendi dan tempat lain.

Kalau Kristal ini masuk ke dalam ruang sendi, maka akan terjadilah radang,

bengkak, dan nyeri yang parah pada bagian sendinya (Charlish, 2010).

Asam urat adalah penyakit yang menyerang persendian pada tubuh.

Asam urat umumnya menyerang sendi seperti jari tangan, tumit, jari kaki, siku,

lutut, dan pergelangan tangan. Asam urat ini sungguh sangat menyakitkan, dan

juga asam urat bisa membuat bagian-bagian tubuh yang terserang akan

mengalami pembengkakan dan peradangan sendi. Sehingga rasa sakit dan nyeri

yang di alami oleh penderita semakin bertambah (Mumpuni, 2016).

Asam urat ini biasanya dialami oleh seorang pria berusia 40 tahun ke

atas, dan pada seorang wanita rentang mengalami asam urat pada wanita

menopause karena hormon estrogennya menurun. Namun, dalam kondisi yang

tidak normal yang tidak bisa menjaga pola hidup dan pola makan yang sehat,

asam urat bisa menyerang siapapun itu tanpa memperdulikan usia muda

ataupun tua (Mumpuni, 2016).


2.2.2 Peran Gout Arthritis

Dalam kadar yang normal, asam urat berperan sebagai antioksidan

penting dalam plasma. Sekitar 60% radikal bebas yang ada dalam serum

manusia ‘dibersihkan’ oleh asam urat. Asam urat bersifat larut dalam darah

sehingga mampu menangkap radikal bebas superoksida, gugus hidroksil,

oksigen tunggal, dan melakukan chelasi terhadap logam transisi yang bersifat

merusak keutuhan sel.

Peran penting asam urat lenyap saat kadar asam urat berada di atas

ambang batas normal. Jika kadarnya tinggi, asam urat justru berubah menjadi

radikal bebas yang akan merusak keutuhan sel. Kerusakan sel justru dapat

terjadi akibat hiperusemia. Sebuah studi klinis pada wanita menentukan bahwa

kadar asam urat diatas 5,5 mg/dL akan mengawali terjadinya disfungsi endotel.

Kerusakan endotel dan sel lain akan semakin parah dan berlangsung cepat

sejalan dengan peningkatan kadar asam urat (Lingga, 2012).

2.2.3 Penyebab Gout Arthritis

Ada 3 faktor penyebab asam urat, menurut (Misnadiarly, 2007).

1. Produksi asam urat di dalam tubuh meningkat

Ini terjadi karena tubuh memproduksi asam urat secara berlebihan. Sebagai

penyebabnya adalah :
1. Produksi asam urat di dalam tubuh atau endogen sangat berlebihan karena

adanya gangguan metabolism purin bawaan dan dimana perempuan

tertentu pembawa gen ini biasanya tanpa gejala (asimptomatik).

2. Produksi asam urat berlebihan karena ada kelainan herediter/bawaan yang

sifat atau gen/keturunan, lainnya yaitu karena sering aktivitas yang

berlebihan enzim fosforbosil pirofosfat sintetase (PRPP-sintetase)

meningkat, dan juga asimptomatik seperti diatas.

3. Kadar asam urat tinggi karena kelebihan mengkonsumsi makanan yang

berkadar purin tinggi seperti daging, jeroan, kepiting, kerang, keju,

kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol. Jika tidak bisa menjaga pola

makan atau tidak bisa menghindari pola makan seperti di atas akan

mengakibatkan metabolisme makanan-makanan tersebut menjadi

meningkat dan akan mengalami asam urat.

4. Penyakit seperti leukemia (kanker, sel darah putih), penyakit seperti sel

mudah pecahnya sel darah merah (hemolysis), serta pengobatan kanker

(kemoterapi, radioterapi).

2. Pembuangan asam urat sangat berkurang

Hal ini terjadi jika ketidakmampuan ginjal untuk mengeluarkan asam urat

yang berlebihan dari dalam tubuh. Sementara pengeluarannya melalui usus

mungkin juga akan berkurang. Keadaan ini juga dapat timbul sebagai akibat

dari :
1. Minum obat tertentu seeprti pirazinamid (obat anti TBC), obat

diuretic/HCT, dan salisilat.

2. Sedang dalam keadaan yang kelaparan seperti (puasa, diet yang terlalu

ketat dan ketosis). Pada kondisi seperti itu akan mengalami kekurangan

kalori tubuh yang dipenuhi akan membakar lemak dalam tubuh. Zat keton

yang terbentuk dari pembakaran lemak akan mengalami penghambatan

keluarnya asam urat yang melalui ginjal.

3. Melakukan olahraga yang berat ataupun melalukan aktivitas yang terlalu

berat.

4. Kadar kalsium dalam darah meningkat akibat penyakit hiperparatiroid,

mungkin juga hipertiroid, dan sarkoidisis.

5. Hipertensi

6. Gagal ginjal

7. Keracunan timah

3. Produksi asam urat berlebihan, pembuangannya terganggu

Terjadinya produksi asam urat berlebihan ini di sebabkan oleh :

1. Gabungan produksi purin endogen akan mengalami peningkatan.

2. Asupan ata makanan purin yang tinggi dan disertai asam urat melalui

ginjal yang berkurang.


2.2.4 Gejala Gout Arthritis

Nyeri yang hebat dirasakan oleh penderita pada satau atau beberapa

sendi. Sering sekali pada malam hari, nyeri semakin memburuk dan tidak bisa

menahan nyerinya. Sendi mengalami bangkak dan kulit diatasnya tampak

merah atau keunguan, kencang, licin, serta teraba hangat. Menyentuh kulit

diatas sendi yang mengalami asam urat akan menimbulkan nyeri yang sangat

luar biasa. Penyakit ini yang sering mengenai sendi di pangkal ibu jari kaki

yang akan menyebabkan suatu keadaan tersebut podagra. Namun, penyakit ini

juga sering sekali menyerang pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan dan

siku. Gejala lainnya dari asam urat akut yaitu demam sampai menggigil,

perasaan tidak enak badan, dan denyut jantung yang sangat cepat (Smart,

2010).

Gejala penyakit asam urat dibedakan menjadi 3 tingkatan, menurut

(Mumpuni, 2016).

1. Gejala awal

Pada saat gejala awal sering tidak disadari sebagai gejala asam urat.

kibatnya, banyak penderita yang tahu-tahu sudah mengalami asam urat akut

atau kronis. Pada gelaja asam urat awal ini memang penderita mengalami

serangan sendi hanya selama beberapi hari saja. Tetapi mereka menyadari

jika adanya rasa nyeri yang menyerang tapi mereka hanya mengabaikannya.

Peradangan sendi tersebut akan menghilang dengan sendirinya, sehingga


penderita menganggap hanya dirinya kecapaian. Penderita akan mengalami

serangan pada sendi seperti yang di alami pertama kali sekitar 2-10 tahun.

2. Gejala menengah

Setelah mengalami serangan sendi yang terjadi pada gejala awal,

penderita akan mengalami peradangan lagi yang khas. Jarak antara serangan

pertama dan serangan berikutnya akan mengalami sering dan jangka waktu

yang tidak panjang. Pada penderita yang mengalami penyakit asam urat

penanganannya penderita harus bisa menjaga pola hidup dan pola makan

yang sehat biar penderita tidak mengalami asam urat yang sangat parah.

3. Gejala akut

Setelah mengalami gangguan dan gangguan menengah selama kurang

lebih 10 tahun, penderita akan mendapatkan benjolan-benjolan di sekitar

sendi yang sering meradang. Benjolan ini di sebut dengan tofus, yaitu serbuk

seperti bubuk kapur yang merupakan kumpulan dari Kristal monosodium

urat. Tofus akan bisa menyebabkan kerusakan pada sendi dan tulang yang

ada di sekitarnya. Apabila akan mengalami pada bagian kaki dan ukurannya

besar, biasanya penderita tidak akan bisa memakai sepatu lagi.

Tanda dan gejala, menurut (Charlish, 2010). Sendi yang terserang mulai

sakit secara cepat menjadi bengkak, memerah, sangat panas, dan sangat nyeri.

Serangan ini biasanya bertahan selama beberapa hari, kemudian berhenti, dan

sendi secara perlahan-lahan kembali ke bentuk normal.

Asam urat ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut :


1. Adanya peningkatan asam urat darah

2. Terdapat kristal urat yang khas dalam cairan sendi

3. Terdapat tofus yang telah dibuktikan dengan pemeriksaan kimia

4. Terjadi lebih dari satu kali serangan nyeri sendi di persendian.

5. Adanya serangan di satu sendi, terutama sendi di ibu jari kaki.

6. Sendi tampak kemerahan.

7. Adanya pembengkakan tidak simetris di satu sendi.

2.2.5 Jenis Gout Arthritis

Ada 3 jenis asam urat, menurut (Lingga, 2012).

1. Hiperusemia Primer

Hiperusemia primer tidak disebabkan penyakit lain, tetapi peningkatan

asam urat serum itu secara murni. Hiperusemia primer ini ada 2 faktor

penyebabnya, yaitu kelinan enzim dan kelainan molekuler yang tidak jelas.

Hiperusemia ini akan di alami oleh penderita 99% meskipun penyebab

pastinya tidak jelas. Namun, secara umum 80-90% ini disebabkan oleh

gangguan ekskresi asam urat dan 10-20% disebabkan oleh peningkatan asam

urat.

2. Hiperusemia Sekunder

Hiperusemia sekunder ini masih dengan penyakit yang lain.

Peningkatan kadar asam serum terjadi karena produksi asam urat yang

berlebihan karena gangguan metabolism purin. Jika terjadi gangguan


metabolismepurin ini disebabkan oleh defisiensi glucose phosphatase atau

fructoce aldolase. Hiperesumia sekunder dapat juga disebabkan oleh infark

miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronik, polisetemia,

psoriasis, keganasan mieloproliferatif, dan limfoproriferatif yang akan

meningkatkan pemecahan ATP dan asam mukleat pada inti sel.

Sementara itu, peningkatan kadar asam urat serum yang kedua terjadi

karena penurunan ekskresi asam urat. Turunnya sekresi asam urat

disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya dehidrasi, penyakit ginjal kronis,

diabetes insipidus, myodema, hiperparatiroid, kebiasaan mengonsumsi

alcohol, ketoasidosis, keracunan bilirubin, konsumsi obat dengan efek

diuretic, salisilat dosis rendah, obat tuberculosis (pirazinamid atau

etambutol), dan siklosporin.

3. Hiperusemia Idiopatik

Hiperusemia idiopatik ini juga termasuk dalam kategori hiperusemia

primer. Sekitar 90% hiperusemia primer merupakan juga hiperusemia

idiopatik. Namun, hiperusemia idiopatik memiliki sedikit perbedaan

dibandingkan dengan kedua jenis hiperusemia lainnya. Sebagian

hiperusemia primer merupakan hiperusemia idiopatik, tetapi tidak semua

hiperusemia idiopatik merupakan hiperusemia primer. Pembagian ini juga di

sepakati oleh para urolog dan rematolog.

Hiperusemia idiopatik dapat terjadi karena oleh penyebab primer yang

tidak jelas, kelainan genetic, atau factor fisiologi dan anatomi yang jelas.
Karena itu, hiperusemia ini dinamakan idiopatik yang berarti tidak ada

kejelasan untuk mengetahui penyebabnya. Kelainan fisiologis dan anatomi

merupakan factor resiko hiperusemia, tetapi tidak terdiagnosis. Karena tidak

menunjukkan gejala yang jelas, hiperusemia yang seperti demikian ini layak

dikategorikan sebagai dengan hiperusemia idiopatik. Karena itu, diperlukan

pemeriksaan yang lebih akurat, misalnya dengan pemindaian menggunakan

x-ray untuk memastikan organ mana yang akan terindikasi sebagai dengan

penyebab rusaknya keseimbangan asam urat yang di dalam tubuh.

2.2.6 Tahap Perkembangan Gout Arthritis

Ada 3 macam stadium pada asam urat, menurut (Kertia, 2009).

1. Stadium Gout Asimptomatik

Kondisi ini menjadi saat kadar asam urat darah sudah melebihi kadar

yang normal, tetapi belum menimbulkan gejala penyakit yang sama sekali.

2. Stadium Gout Akut

Arthritis akut ditandai dengan radang sendi yang sangat akut dan

timbul dengan gejala yang secara cepat dalam waktu yang singkat. Biasanya,

serangan yang terjadi pada saat penderita yang sedang tidur. Karena itu,

ketika penderita bangun biasanya tidak bisa langsung berjalan. Karena

keluhan umum yang dirasakan oleh penderita adalah nyeri, bengkak,

kemerahan, demam, menggigil, dan badan terasa akan lelah. Selain itu, akan

mengalami peningkatan laju endap darah pada tubuh penderita. Jika


dilakukan pemeriksaan radiologi, akan tampak pembengkakan di

periartikuler.

Meskipun tampak parah, arthritis gout akut sering kali sembuh dengan

sendiri tanpa diberikan terapi apapun. Pasalnya, arthritis kelompok pertama

ini merupakan serangan gout yang paling ringan. Bahkan dengan istirahat

yang cukup, nyeri yang dirasakan oleh penderita akan tampak sembuh

dengan sendir. Nyeri sendi dapat pula diredakan dengan cara

menghangatkan bagian sendi yang nyeri dengan menggunakan obat gosok

yang besifat analgesic atau untuk meredakannya di dalam air dingin (es

batu).

3. Stadium Gout Interkritikal

Stadium interkritikal ini merupakan tahap lanjutan dari arthritis gout

akut. Stadium ini kadang sulit ditemukan karena tidak muncul tanda-tanda

radang akut meskipun ditemukan Kristal urat pada saat dilakukan aspirasi.

Kristal urat tersebut merupakan tanda lelah terjadi kerusakan sendi kea rah

yang progresif. Stadium ini dapat terjadi selama beberapa tahun hingga 10

tahun tanpa ada serangan akut.

4. Stadium Gout Kronik

Pada stadium ini ditemukan tofi pada poliartikuler, cupling telinga,

MTP-1, olecranon, tendon Achilles, dan jari tangan. Penderita gout kronis

sering kali tidak mengalami nyeri, tetapi mudah mengalami inflamasi.

Inflamasi tersebut menyebabkan deformitas atau kerusakan progresif pada


sendi. Selain perubahan bentuk sendi, muncul perasaan yang tidak nyaman

persisten disertai dengan serangan akut. Pada stadium ini juga dapat

dipastikan untuk terdapat endapan MSU pada tofi (Lingga, 2012).

2.2.7 Faktor Pemicu Gout Arthritis

Menurut (Smart, 2010). Factor pemicu yang akan menyebabkan asam urat

yaitu, seperti :

1. Meminum-minuman yang beralkohol adalah salah satu factor pemicu yang

akan terjadi peradangan pada sendi asam urat atau gout arthritis. Jika terlalu

banyak untuk minum-minuman yang beralkohol akan mengakibatkan

hiperusemia. Karena alcohol akan mempengaruhi proses pembuangan asam

urat dari tubuh. Terutama alcohol yang banyak mengandung guanosin yang

akan dipecah menjadi asam urat meningkat.

2. Stres dan kelelahan fisik juga menjadi pemicu dalam serangan asam urat.

Kelelahan fisik dapat disebabkan oleh olahraga yang berlebihan. oleh karena

itu, tubuh banyak mengeluarkan cairan dalam tubuh yang berbentuk

keringat. Hal itu akan mengakibatkan terjadinya dehidrasi dalam tubuh

(tubuh akan mengalami kekurangan cairan) yang akan menyebabkan banyak

kerusakan jaringan dapat menyebabkan terjadinyan peningkatan produksi

asam urat.
3. Diet yang secara berlebihan, misalnya menurunkan berat badan secara

ekstrem dalam waktu yang singkat juga mampu memicu seseorang terkena

serangan gout. Pada saat seseorang menahan lapar, lemak dan sel-sel lain

dibakar menjadi sumber energy. Lemak dipecah menjadi asam organic yang

mengurangi pengeluaran (ekskresi) asam urat dari tubuh sehingga kadar

asam urat dalam darah akan mengalami peningkatan.

Menurut (Mumpuni, 2016). Ada factor pemicu yang lain pada terjadinya asam

urat yaitu, seperti :

Selain karena kondisi metabolisme yang didalam tubuh tidak normal akan

menyebabkan asam urat naik. Penyakit ini juga dapat dipicu oleh berbagai

factor, sebagai berikut :

1. Makanan yang mengandung purin tinggi, seperti daging, durian, seafood,

jeroan, dan lain sebagainya.

2. Obat-obatan kanker

3. Penyakit batu ginjal dan gagal ginjal

4. Penyakit liver

5. Penyakit diabetes mellitus atau kencing manis

6. Kegemukan

7. Kelainan genetic

8. Keracunan
9. Penyakit kulit

10. Kadar trigliserida yang tinggi

Jadi, kalau penderita memiliki masalah-masalah tersebut ada baiknya

mulai menjaga dirinya dengan mengikuti pola makan yang sehat dan pola hidup

sehat. Karena dengan bisa menjaga pola makan dan pola hidupnya jika

mengalami masalah kesehatan akan bisa mengatasi sendiri dengan baik dan

hidup sehat.

2.2.8 Faktor Resiko Gout Arthritis

Ada 2 faktor resiko terjadinya asam urat yaitu, Menurut (Mumpuni, 2016).

1. Asam urat yang tinggi dalam darah akan mempercepat rusaknya organ-organ

yang didalam tubuh, terutama pada organ ginjal. Adanya asam urat yang

tinggi akan menyebabkan saringan yang ada pada ginjal tersumbat. Inilah

yang menyebabkan terjadinya penyakit batu ginjal sampai pada masalah

gagal ginjal. Pada saat awal sebelum mengalami terjadinya permasalahan,

sebenarnya mengonsumsi makanan dengan purin yang tinggi dapat

dikurangi bahayanya dengan mengonsumsi pula dengan air putih dalam

jumlah yang banyak, sehingga membantu kerja ginjal untuk mengeluarkan

purin yang ada didalam tubuh.

2. Asam urat juga merupakan factor resiko untuk penyakit jantung koroner. Hal

ini disebabkan oleh asam urat yang merusak endotel (bagian dalam
pembuluh darah). Oleh karena itu, mereka yang akan mengalami asam urat

tinggi harus berusaha keras untuk menurunkannya agar semua organ dalam

tubuh bekerja dengan baik dan menghindari resiko penyakit lain yang lebih

berat pada dampak kematian yang secara mendadak. Jadi, meskipun

kelihatan sepeleh, penyakit asam urat ini bisa berubah menjadi penyakit

yang membawa kematian. Penyebab dasarnya adalah dengan tidak bisa

menjaga pola makan yang sehat. Karena makanan yang harus dihindari oleh

seorang penderita asam urat ini cenderung makanan yang enak dan banyak

hal yang disukai oleh semua orang. Jadi seseorang yang menderita asam urat

akan makan enak yang tidak terkontrol dan menjadikan penyakit ini

membawa kematian.

2.2.9 Kadar Gout Arthritis Normal

Rata-rata kadar asam urat dalam darah dan serum tergantung dengan usia

dan jenis kelamin. Asam urat tergolong nilai yang normal bila : pria dibawah 7

mg/dl dan pada wanita dibawah 6 mg/dl. Sebelum pubertas sekitar 3,5 mg/dl.

Jika setelah pubertas, pada pria kadarnta meningkat secara bertahap dan dapat

mencapai dengan 5,2 mg/dl. Pada perempuan kadar asam urat biasanya tetap

dengan nilai rendah (Misnadiarly, 2007).

Kadar asam urat dapat diukur dengan dua cara, Enzimatik dan Teknik

biasa. Kadar asam urat normal menurut tes Enzimatik maksimum 7 mg/dl.

Sementara pada Teknik biasa, nilai normalnya maksimum 8 mg/dl. Kadar asam
urat diatas normal disebut hiperusemia. Kadar asam urat normal pada pria dan

perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria berkisar 3,5-7 mg/dl dan

pada perempuan 2,6-6 mg/dl (Smart, 2010).

2.2.10 Komplikasi +Gout Arthritis

Menurut (Smart, 2010). Komplikasi yang terjadi akibat diderita penyakit asam

urat muncul berbagai permasalahan yaitu :

1. Nefropati Asam Urat

Peningkatan asam urat di dalam urin menyebabkan nefropati asam

urat. Komplikasi asam urat ini terbagi ke dalam dua bentuk, yaitu batu

asam urat dan nefropati asam urat akut. Batu asam urat biasanya terjadi

pada penderita yang memiliki asam urat lebih tinggi dari 13 mg/dl. Pada

kondisi ini pembuangan asam urat lebih dari 1.100 mg/dl. Factor yang

memacu timbulnya asam urat keasaman dan konsentrasi urin.

Nefropati asam urat akut terjadi pada individu yang mengalami gagal

ginjal akut. Ini dapat disebabkan oleh adanya timbunan Kristal asam urat di

bagian tubulus ginjal dan saluran ureter. Kelainan ini dapat disebabkan

oleh leukemia, kanker di kelenjar limfa atau limfomayang dikenai

kemoterapi. Ini juga dapat disebabkan oleh kurangnya ensim HGPRT.

Penyakit tersebut biasanya terjadi pada penderita yang memiliki kadar

asam urat di atas 20 mg/dl. Selain itu, penderita juga memiliki jumlah air
seni sedikit dan memiliki kelianan lain seperti tidak adanya air seni yang

dapat dikeluarkan (anuria).

2. Nefropati Urat

Pada komplikasi ini, di temukan Kristal urat di dalam jaringan

interstitial dalam ginjal. Biasanya penderita komplikasi ini juga menderita

tekanan darah tinggi. Selain itu, juga menderita kelianan seperti proteinuria

disertai penurunan fungsi ginjal. Kadar asam urat penderita biasanya lebih

dari 13 mg/dl pada laki-laki atau lebih dari 10 mg/dl pada wanita.

3. Kondisi Rawan Asam Urat

Yang perlu diketahui adalah tidak semua orang dengan peningkatan

asam urat akan menderita asam urat. Selama ini penyakit rematik juga

diidentikkan dengan asam urat. Namun, dalam kenyataannya tidak semua

penyakit rematik berkaitan dengan penyakit rematik berkaitan dengan

peningkatan asam urat. Hanya saja pada kondisi tertentu memang dapat

memicu terjadinya penyakit asam urat.

2.2.11 Pencegahan Gout Arthritis

Agar terhindar dari penyakit gout, salah satu cara untuk menjaga kadar

asam urat dalah darah di posisi normal (Kartikawati, 2012).

1. Pembatasan purin
Apabila terjadi pembangkakan sendi maka penderita gangguan asam urat

harus melakukan diet bebas purin. Namun karena hampir semua bahan

makanan sumber protein mengandung nucleoprotein maka hal ini hamper

tidak mungkin dilakukan. Maka yang harus dilakukan adalah membatasi

asupan purin menjadi 100-150 mg purin per hari (diet normal biasanyan

mengandung 600-1.000 mg purin per hari).

2. Kalori sesuai kebutuhan

Jumlah asupan kalori harus benar sesuai dengan kebutuhan tubuh

bedasarkan pada tinggi dan berat badan, berat badannya harus diturunkan

dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang

terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya keton

bodies yang mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine.

3. Tinggi karbohidrat

Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti, dan ubi sangant baik

dikonsumsi oleh penderita gangguan asam uurat karena akan meningkatkan

pengeluaran asam urat melalui urine. Konsumsi karbohidrat kompleks ini

sebaiknya tidak kurang dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis

fruktosa seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirup sebaiknya

dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

4. Rendah protein

Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam

urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani


dalam jumlah yang tinggi, misalnya, hati, ginjal, otak, paru dan limpa.

Asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah

sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber

protein yang disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju

dan telur.

5. Rendah lemak

Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urine. Makanan yang

digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya di hindari.

Konsumsi lemak sebaiknyya sebanyak 15% dari total kalori.

6. Tinggi cairan

Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam urat

melalui urine. Karena itu, disarankan untuk menghabiskan minum

maksimal 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air minum ini bisa berupa air putih

masak, teh atau kopi. Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh dari

melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan

yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis,

dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga

boleh dikonsumsi karena buah-buahan ssangat sedikit mengandung purin.

Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena

keduanya mempunyai lemak yang tinggi.

2.2.12 Penatalaksanaan Gout Arthritis


Penatalaksanaan gout arthritis menurut, (Kartikawati, 2012).

1. Meredakan radang sendi (dengan obat-obatan dan istirahat sendi yang

tertekan).

2. Pengaturan asam urat tubuh (dengan pengaturan diet dan obat-obatan).

Tujuan utama pengobatan gout arthritis adalah :

1. Mengobati serangan akut secara baik dan benar.

2. Mencegah serangan ulang gout arthritis akut.

3. Mencegah kelainan sendi yang berat akibat penimbunan kristal urat.

4. Mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat peningkatan asam urat

pada jantung, ginjal, dan pembuluh darah.

5. Mencegah pembentukan batu pada saluran kemih.

2.3 Konsep Nyeri

2.3.1 Pengertian Nyeri

The International Association For The Study Of Pain (1979),

mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-

kejadian dimana terjadi kerusakan (Prasetyo, 2010).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal

yang diseabkan oleh stimulus tertentu.Nyeri bersifat subjektif dan sangat ersifat
individual.stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau

mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringa actual atau pada fungsi

ego seorang individu (Mahon 1994, dikutip oleh potter & perry,2009).

Nyeri adalah fenomena yang sulit dipahami,kompleks, dan bersifat

misteri yang memengaruhi seseorang serta eksistensinya diketahui bila

seseorang mengalaminya. (McCaffery,1979, dikutip oleh ana zakiyah 2015).

Internasional Association forbthe study of pain (IASP),1979 Nyeri

merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial atau digambarkan

dalam ragam yang menyangkut kerusakan atau sesuatu yang digambarkan

dengan terjadinya keruskan (Dikutip oleh ana zakiyah, 2015).

Nyeri sendi adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia

yang menyerang persendian seseorang (Stanley,2007). Nyeri sendi adalah suatu

peradangan sendi yang ditandai dengan pembengkakan sendi, warna

kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak. Pada keadaan ini

lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang (Handono,

2013).

2.3.2 Etiologi

Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti.

Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan


faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi

seperti bakteri, mikroplasma dan virus.

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi yaitu:

1. Obesitas

Berat badan yang berlebih berkaitan meningkatkan resiko timbulnya nyeri

sendi baik pada wanita maupun pada laki-laki.pada orang yang obesitas

garis gravitasi akan bergeser akibat tumpukan lemak disekitar pinggang,

oleh karena itu seringkali menyerang punggung bawah, pengapuran lawan

sendi pada lutut, gangguan pola jalan,nyeri pada sebagian otot.

2. Trauma

Penyebab paling sering adalah trauma yang terjadi dimasa lalu, beban yang

muncul pada gerakan sendi yang dilakukan berulang kali, sikap pada tubuh

yang salah atau terlalu lama sendi tidak melakukan gerakan. Hal ini biasanya

akan memaksa semua orang tidak mau menggerakkan tubuhnya, malah

menghindari melakukan gerakan karena ditakutkan rasa sakit akan muncul.

3. Aktivitas Sehari-hari

Pekerjaan atau aktifitas yang banyak melibatkan gerakan yang banyak pada

sendi merupakan salah satu penyebab nyeri sendi.

4. Mekanisme Imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di

kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama

globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar

1:100, Biasanaya di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.

5. Faktor metabolik

Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun.

6. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan

Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga

dengan masalah lingkungan, persoalan perumahan dan penataan yang buruk

dan lembab juga memicu pennyebab nyeri sendi.

7. Faktor usia

Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap

penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik (Brunner & Sudarth, 2002).

2.3.3 Klasifikasi nyeri

Secara Kualitatif nyeri dibagi menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan

patologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini adalah nyeri fisiologis

sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh. Sementara nyeri patologis

merupakan sensor abnormal yang dirasakan oleh seseorang yang dipengaruhi

oleh beberapa factor diantaranya adalah trauma dan infeksi bakteri ataupun
virus. Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul sebagai konsekuensi dari

adanya kerusakan jaringan atau akibat adanya kerusakan syaraf.

1. Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri

akut dan nyeri kronis :

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat

mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang

disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary,

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter &

Perry, 2005).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.

Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan,

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan

yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan

dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik

mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan

pertumbuhan tumor, depresi, dan ketidakmampuan.

Perbandingan karakteristik nyeri akut dan nyeri kronis


Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Tujuan / Memperingatkan adanya Tidak Ada
Keuntungan cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus Menerus atau
Intermiten

Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat

Durasi Durasi singkat (Dari Durasi lama (6 bulan


beberapa detik sampai 6 atau lebih)
bulan )
Respon  Konsistensi dengan Tidak terdapat respon
Otonom respon stress simpatis otonom
 Frekuensi jantung
meningkat
 Volume sekuncup
meningkat
 Tekanan darah
meningkat
 Dilatasi pupil
meningkat
 Motilitas
gastrointestinal
menurun
 Aliran saliva menurun
(Mulut Kering)
Komponen Ansietas  Depresi
psikologis  Mudah marah
 Menarik diri dan
minat dunia luar
 Menarik diri dari
persahabatan
Respon jenis  Tidur terganggu
lain  Libido menurun
 Nafsu makan
menurun
Contoh Nyeri bedah, Trauma Nyeri kanker , atritis,
neuralgia trigeminal

2. Klasifikasi Nyeri berdasarkan Asal


Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan

neuropatik (Potter & Perry, 2005).

1. Nyeri nosiseptif

Nyeri Nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivasi atau

sensitisasi nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang

mengantarkan stimulus noxius. Nyeri nosiseptif perifer dapat terjadi

karena adanya stimulus yang mengenai kulit,tulang,sendi,otot,jaringan

ikat dan lain-lain. Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature”

dan dalam hal ini ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang

stimulus yang mampu merusak jaringan. Nyeri nosiseptif bersiifat tajam,

dan berdenyut (Potter & Perry, 2005).

2. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri

neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap

sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara

lain nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan

jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya

adalah nyeri menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian

tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri,

biasanya dari cidera organ visceral. Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri

yang berasal dari bermacam-macam organ viscera dalam abdomen dan

dada (Guyton & Hall, 2008).


3. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut (Potter & perry, 2006)

dibedakan menjadi :

1. Superficial atau Kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.

karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri

biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam.

2. Viseral dalam

Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ

internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke

beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih

lama dari nyeri superficial. Pada nyeri ini juga menimbulkan rasa tidak

menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan gejala-gejala otonom.

3. Nyeri Alih (Referred Pain)

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visceral karena

banyak organ yangntidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron

sensori dari organ yang terkena kedalam segmen medulla spinalis sebagai

neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah yang

tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa dibagian tubuh yang

terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik.

2.3.4 Patofisiologi Nyeri


Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian

diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi

penyakit nyeri sendi. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi

sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak

mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.

Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler membungkus ujung tulang

pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan.

Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan

cairan kedalam ruang antara-tulang.

Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber)

dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam

arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi

dan degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi.

Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai dari kelainan yang terbatas

pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua penyakit

reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa

terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian yang mengalami

pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan

proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul

akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi

merupakan akibat dari respon imun.


Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses

inflamasi yang sekunder.pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta

menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk

terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan

pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang

mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat

(Smeltzer & Bare,2011).

Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi,

dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh

distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik,

thermal, radiasi dan lain-lain.

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana implus nyeri kemudian

ditransmisikan serat afferent

2.3.5 Fisiologi Nyeri

Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga

pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat

rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi,

transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus

noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor)

terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga
komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke

medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang

menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus.

Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga

adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi

nyeri. Suatu senyawa tertentu telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara

selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini

diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto,

2003).

Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan

hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas.

Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas.

Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman

subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya

(Dewanto, 2003). Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf

perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian

menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah

yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai

impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah

pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian

dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas,


dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan

ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan

nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Di bagian

dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mcngurangi nyeri di

dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat

gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa

ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara

lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah

transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang,

misalnya motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat

mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2005).

Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon

tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom

(simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan,

meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis,

sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat , berakibat tekanan

darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat.
Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan

ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk

beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan.

Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau

korteks cerebral melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan

mekanisme medula adrenal hipofise untuk menekan fungsi yang tidak penting

bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan

mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan

dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat

penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor (nyeri)

dapat menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada

peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat

terjadi syok ataupun perilaku yang meladaptif (Potter & Perry, 2005).

2.3.6 Mekanisme Nyeri

Suatu rangkaian proses elektrofidiologis terjadi antara kerusakan jaringan

sebagai sumber rangsang nyeri sampai dirasakan sebagai nyeri yang secara

kolektif disebut nosiseptif. Terdapat empat proses yang terjadi pada suatu

nosiseptif yaitu sebagai berikut :

1. Proses Transduksi
Proses transduksi (transduction) merupakan proses dimana suatu stimuli

nyeri (noxious stimuli) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan

diterima ujung-ujung syaraf (nerve ending).stimuli ini dapat berupa stimuli

fisik(tekanan) suhu (panas) atau kimia (subtansi nyeri).

2. Proses Transmisi

Transmisi (Transmission) merupakan fase dimana stimulus dipindahkan

dari saraf perifer melalui medulla spinalis (spinal cord) menuju ke otak.

3. Proses Modulasi

Proses modulasi (modulation) adalah proses dari mekanisme nyeri

dimana terjadi interaksi antata sistem analgesic endogen yang dihasilkan

oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk kedalam kornu posterior

medulla spinalis. jadi, proses ini merupakan proses desenden yang dikontrol

oleh otak. Sistem analgesic endogen ini meliputi enkefalin, endorphin,

serotonin, dan nonadrenalin. memiliki efek dapat menekan impuls nyeri pada

kornu posterior medulla spinalis. kornu posterior dapat diibaratkan sebagai

pintu yang dapat tertutup atau terbuka yang dipengaruhi oleh sistem

analgesic endogen tersebut. proses medulasi ini juga mempengaruhi

subjectivitas dan derajat nyeri yang dirasakan seseorang.

4. Persepsi
Hasil dari sebuah proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai

dari proses transduksi dan transmisi pada gilirannya menghasilkan suatu

perasaan subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Pada saat pasien

menjadi sadar akan nyeri maka akan terjadi reaksi kompleks. Faktor-faktor

psikologis dan kognitif akan bereaksi dengan factor-faktor neurofiiologis

dalam mempersepsikan nyeri. Meihart dan MacCaffery (1983) menjelaskan

tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori deskriminatif, motivasi

afektif dan kognitif evaluasi. Persepsi menyadarkan pasien dan mengartikan

nyeri sehingga pasien dapat bereaksi atau berespon (Tymbi,

2009;Carol&Taylor, 2011).

2.3.7 Faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang

spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk

oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya,

status emosional, pengalaman nyeri masa Lalu, sumber nyeri dan dasar

pengetahuan pasien. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun

dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan

tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis,

kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:


1. Pengalaman Nyeri Masa Lalu

Semakin sering individu mengalami nyeri , makin takut pula individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri

tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri;

akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi

lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter &

Perry, 2005).

2. Kecemasan

Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan

nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik,

kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri

pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan

sensasi nyeri (Le Mone & Burke, 2008).

3. Umur

Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah

dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas

kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda

dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua

mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan

persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses
penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit

gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu

transmisi impuls saraf normal (Le Mone & Burke, 2008).

Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi

orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai metabolisme

yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar

dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil

mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada

lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan

dengan beberapa penyakitnya (misalnya diabetes), akan tetapi pada individu

lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke,

2008).

Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu

masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung

mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan

kesehatan karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian

dari penuaan normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan

kesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang

serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan

pada laporan nyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia (Potter

& Perry, 2005).


4. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat

keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai

penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan

berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin

tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang

secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke ,

2008).

Di beberapa kebudayaan menyebutkan bahwa anak laki-laki harus

berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh

menangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh factor-

faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa

memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak menemukan

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan nyerinya,

pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan lebih suka

mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesic

opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Potter & Perry, 2005).

5. Sosial Budaya

Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan

memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan

lainnya dapat membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien

berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang


mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih

besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan

reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri

pasien (Potter & Perry, 2005).

6. Nilai Agama

Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan

sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu

menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan

kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan

lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry,

2005).

7. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat

mempengaruhi nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri

seringkali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk

memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa,

tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa

kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali

membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang

mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter & Perry, 2005).

2.2.9 Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat sabjektif dan nyeri

dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda

(Andarmoyo, 2013).

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun

pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Andarmoyo, 2013).

Beberapa skala intensitas nyeri :

1. Skala Deskriftif

(Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri, Jogjakarta:

Ar-Ruzz)

Skala Deskriptif adalah alat pengukuran keparahan nyeri yang lebih

objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS)

merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objekti.

Pendeskripsian VDS diranking dari ” tidak nyeri” sampai ”nyeri yang tidak

tertahankan”(Andarmoyo, 2013). Perawat menunjukkan klien skala

tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah ketegori untuk

mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).

2. Skala Numerik

Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

terapeutik. (Andarmoyo, 2013).

Keterangan :

0 : Tidak Nyeri

1-3 (Nyeri Ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak menganggu aktivitas

sehari-hari.

4- 6 (Nyeri Sedang) : Nyeri yang menyebar kepantat,tungkai, kaki,

menganggu aktivitas sehari-hari,membutuhkan obat untuk mengurangi

nyerinya.
7-9(Nyeri Berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat,muntah,diare,

sangat menganggu aktivitas sehari-hari.

10 Nyeri Tidak Tertahankan) : Menangis, merintih, gelisah, menghindari

percakapan dan kontak sosial, sesak nafas , imobilisasi , penurunan

rentan kesadaran.

3. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

Skala analog visual ( Visual Analog Scale) merupakan suatu garis

lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat

pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya.pasien diminta untuk

menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi

disepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada”

atau “tidak nyeri” sedangkan pada ujung kanan biasanya menandakan

“berat” atau “nyeri yang paing buruk”. Utuk menilai hasil sebuah penggaris

diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari

“tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter. (Andarmoyo, 2013).

2.2.9 Penatalaksanaan Nyeri

1. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik

atau obat penghilang rasa sakit (Blacks & Hawks, 2009).

Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk

mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan kedalam:

1. Analgesik opioid (narkotik)

Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan

kodein. Opioid meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar

dengan mengikat reseptor opiat dan mengaktivasi endogen (muncul dari

penyebab di dalam tubuh) penekan nyeri dalam susunan saraf pusat.

Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan sejahtera membuat

individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et al.,

2010).

Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja

dengan cara meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam

menurunkan nyeri yang dialami seseorang (Closs, 1994 dalam Brigss,

2002).

2. Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid

antiinflamation drugs/NSAID)

Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non

steroid (NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi,

analgesik, dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya memiliki efek

analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan


bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan menurunkan tingkat

mediator inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di tempat

cedera (Kozier, et al., 2010).

Non opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam

manajemen nyeri, khususnya pada kondisi-kondisi gangguan

muskuloskletetal. Obat-obatan yang biasanya digunakan diantaranya

adalah ibuprofen, naproxen dan diclofenac (Closs, 1994 dalam Brigss,

2002).

3. Analgesik penyerta

Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk

penggunaan analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang

kala nyeri akut, selain kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau

penenang dapat membantu mengurangi ansietas, stres dan ketegangan

sehingga pasien dapat tidur dengan baik di malam hari. Antidepresan

digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam

perasaan yang mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri

yang lain. Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang,

dapat berguna dalam mengendalikan neuropati yang menyakitkan

(Kozier, et al., 2010).

2. Non farmakologi

Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non

farmakologi dapat dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi


kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan akupresur)

serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam,

relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi,

biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan

magnet).

Ada 10 macam penatalaksanaan nyeri non farmakologi, menurut

(Andarmoyo, 2013).

1. Bimbingan antisipasi

Bimbingan antisipasi merupakan metode memodifikasi secara

langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri yang menghilangkan

nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat jika klien

mengantisipasi pengalaman nyeri.

2. Terapi Kompres Panas Dan Dingin

Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan setempat saja pada

bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian kompres panas, pembuluh

darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah yang di dalam

jaringan tersebut. Dengan cara ini aktifitas sel yang meningkat akan

mengurangi rasa sakit atau rasa nyeri.

Terapi es juga dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat

sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan

menghambat proses inflamasi. Agar afektif es dapat diletakkan pada

tempat yang cedera dengan segera setelah kejadian cedera. Sementara


terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu

area kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat

penyembuhan.

3. TENS

Terapi ini dilakukan dengan cara stimulasi pada kulit dengan

menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

Terapi ini dilakukan berdasarkan dengan resep dokter.

4. Distraksi

Distraksi merupakan metode penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi

dengan cara mengalihkanperhatian klien ke hal yang lain dengan

demikian busa merununkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

5. Relaksasi

Relaksasi otot-otot skeletal dipercaya dapat untuk menurunkan nyeri

dengan meraksasikan otot yang menunjang nyeri. Tehnik relaksasi yang

sederhana ini terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi yang lambat

dan berirama. Periode relaksasi dapat membantu melawan keletihan dan

ketegangan otot yang terjadi pada nyeri kronis dan yang akan

meningkatkan nyeri.

6. Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang sudah dirancang secara khusus untuk mencapai efek

positif tertentu. Tindakan ini membuktikan konsentrasi yang cukup

dengan mengupayakan kondisi lingkungan klien yang mendukung dalam

tindakan ini.

7. Hypnosis

Hypnosis dapat membantu untuk mengubah persepsi nyeri melalui

pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistic, hypnosis

menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan

damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai

ide fikiran dan kemudian dengan kondisi-kondisi yang menghasilkan

respon tertentu bagi mereka.

8. Akupuntur

Akupuntur merupakan kemungkinan alur energi yang terkongesti

untuk meningkatkan kondisi yang lebih sehat. Perawat ahli terapi

mempelajari alur energi atau meridian tubuh dan memberi tekanan pada

titik-titik tertentu di sepanjang alur sesuai dengan teori obat asia yang

sedang menyatakan bahwa suatu kekuatan kehidupan dalam bentuk

energi bersirkulasi di seluruh tubuh dalam siklus yang didefinisikan.

9. Umpan Balik Biologis

Uman balik biologis merupakan terapi perilaku yang dilakukan

dengan memberikan individu informasi tentang respon fisiologis (missal,


tekanan darah atau ketegangan) dan cara untuk melatih otot volunteer

terhadap respon tersebut. Tetapi terapi ini digunakan untuk mengahsilkan

relaksasi dalam dan sangat efektif untuk mengatasi ketengan otot dan

nyeri kepala migren.

10. Masase

Pendekatan ini menyatakan bahwa pada individu yang sehat, tetapi

terdapat ekuilibrum antara aliran enegri di dalam dan di luar tubuh dan

dengan massase juga dapat menurunkan nyeri yang sedang dialami oleh

klien. Sentuhan terapeutik ini menggunakan tangan dengan secara sadar

yang melakukan pertukaran energi dan proses ini berlangsung selama 25

menit.

Anda mungkin juga menyukai