Dermatofita merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan
untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung (1) keratin, seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku. Dermatofitosis terjadi karena terjadi inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan maserasi atau terdapat trauma sebelumnya. Ciri khas pada infeksi jamur adanya central healing yaitu bagian tengah tampak tenang, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif. (2) Dermatofitosis superfisialis merupakan jenis infeksi yang paling sering terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Kejadian dermatofitosis di Indonesia cukup banyak. Hal ini disebabkan Indonesia beriklim tropis dan mempunyai kelembaban yang tinggi. Di indonesia, tinea corporis merupakan dermatofitosis terbanyak. Insidensi dermatofitosis di berbagai rumah sakit pendidikan dokter di Indonesia menunjukkan angka persentase terhadap kasus dermatofitosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) yang terendah sampai 27,6% (Padang) yang tertinggi. (2) Tinea corporis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita yang terdapat pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin). Penyakit ini disebabkan oleh jamur dermatofita yang umumnya berupa Microsporum, Trycophyton atau Epidermophyton. Penyebab infeksi dermatofita yang paling dominan adalah Tricophyton diikuti Epidermophyton dan Microsporu. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan obat steroid, hygiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini. Penegakan diagnosis tinea corporis berdasarkan gambaran klinis, status lokalis dan pemeriksaan penunjang. (3) Tinea corporis dapat ditularkan secara langsung dari manusia atau hewan yang terinfeksi, melalui fomates atau mungkin terjadi melalui autoinoculation
1 2
(kontak langsung).(4) Pada pemeriksaan mikroskopis kerokan lesi dengan larutan
(5) kalium hidroksida (KOH) 10% didapatkan hifa panjang bersepta. Untuk penatalaksanaan tinea corporis dapat diberikan antijamur. Untuk lesi yang sedikit atau yang terisolasi pada kulit dapat diberikan obat topical yaitu, allylamines topikal, imidazol, tolnaftate, butenafine, atau ciclopirox. Sebagian besar diterapkan dua kali sehari selama 2-4 minggu. Antijamur oral dapat diberikan untuk lesi yang meluas atau lebih banyak pilihan obat untuk dewasa dapat diberikan terbinafine 250 mg setiap hari selama 2–4 minggu, itraconazole 200 mg setiap hari selama 1 minggu, atau flukonazol 150–300 mg per minggu selama 4-6 minggu.(5) Pentingnya untuk memberikan terapi yang adekuat agar tidak terjadi penyulit berupa kekambuhan, reaksi alergi, hiperpigmentasi, maupun infeksi sekunder yang membuat penderita menjadi tidak kunjung sembuh.