Anda di halaman 1dari 14

Syarat-syarat Seorang Filolog dan Cara Kerjanya

Oleh : Dr. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, MA.


Naskah keislaman banyak berserakan di berbagai
pelosok nusantara, pada umumnya naskah-naskah ini
belum ditahqiq dan belum mendapat perhatian yang
serius dari ilmuan muslim di tanah air. Naskah-naskah
ini lahir seiring dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan
Islam serta institusi-institusi pendidikan Islam
Nusantara. Dokumen-dokumen kerajaan serta buku-
buku ilmiah dan buku pelajaran banyak ditulis oleh para
pendahulu.
Naskah-naskah ini pada umumnya sudah berusia di
atas 60 tahun. Karena kertas yang digunakan dalam
penulisan naskah-naskah ini kualitasnya kurang baik,
maka diprediksikan tidak akan bisa tahan lebih lama
lagi, yang pada gilirannya nanti harus dibakar karena
sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Oleh sebab itu, sudah saatnya sekarang untuk
mencurahkan perhatian mentahqiq naskah-naskah kuno
tersebut, agar materi ilmiah yang dikandungnya tidak
hilang dengan sia-sia. Perhatian Direktorat Pendidikan
Diniyah dan Pondok Pesanteren Kementerian Agara RI
dalam melaksanakan palatihan calon muhaqqiq, patut
mendapat acungan jempol, walaupun sebenarnya sudah
sangat terlambat.
Dalam makalah ini penulis hanya membatasi
pembicaraan pada syarat-syarat seorang pilolog dan
cara kerjanya.
I. SYARAT SEORANG FILOLOG (MUHAQQIQ)
Seorang muhaqiq atau peneliti naskah harus memiliki
syarat-syarat sebagai berikut :
A. SYARAT UMUM :
Di antara syarat umum seorang muhaqiq adalah :
1. Cerdas. Seorang muhaqiq harus cerdas dalam arti
mempunyai sifat ketelitian pengamatan, kematangan
cara berpikir dan pandangan yang tajam dan jauh.
2. Mempunyai keinginan yang tulus dalam
meneliti. Artinya bahwa muhaqiq tersebut harus
sungguh sungguh. Seorang muhaqiq tidak bisa kerja
sambilan apalagi dipaksa.
3. Objektif. Seorang muhaqiq harus tidak memihak
kepada suatu pendapat tertentu, akan tetapi harus
berpihak kepada data dan fakta yang ada.
4. Jujur. Seorang muhaqiq harus jujur, dengan
arti tidak mengada-dada, dan tidak menyembunyikan
fakta, serta harus mengembalikan suatu pendapat
kepada pemiliknuya.
5. Sabar. Seorang muhaqiq harus bersifat tenang dan
sabar, tidak boleh buru-buru dalam mengambil
kesimpulan.
6. Mempunyai latar belakang pengetahuan tentang
bahasa Arab. Mulai dari level fonetik, sintaksis,
morfologi, semantik serta mengetahui dialek-dialek,
stylistik Arab, kata-kata sulit serta mengetahui khat
Arab berikut dengan sejarah perkembangannya.
7. Mempunyai pengetahuan tentang katalog manuskrip
Arab/ Indonesia serta daftar buku-buku Arab/
Indonesia, baik yang sudah dicetak maupun yang belum
atau mempunyai hubungan yang baik dengan institusi
yang bergerak dalam pengelolaan manuskrip.
8. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang metode
filologi. Mulai dari dasar-dasar, langkah-langkah serta
aturan-aturannya.
9. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
metodologi penulisan karya ilmiyah. Hal ini menjadi
penting, karena tujuan dari pilologi ini adalah untuk
menghasilkan reproduksi karya ilmiyah, sudah barang
tentu harus ditulis sesuai dengan penulisan karya
ilmiyah yang benar.
B. SYARAT KHUSUS :
Di samping syarat umum diatas seorang muhaqiq juga
harus memenuhi syarat khusus :
1. Mempunyai pengetahuan yang memadai
tentang bidang ilmu yang diteliti. Bila buku yang
ditahqiq berkenaan dengan tasauf, maka muhaqiq
harus mempunyai pengetahuan tentang tasauf, bila
buku tersebut berkenaan dengan fikih, maka
muhaqiq tersebut harus mengetahui ilmu fikih,
demikian seterusnya
2. Memiliki latar belakang pengetahuan umum
yang memadai. Suatu manuskrip, walaupun
mengenai tasauf tapi tidak jarang di dalamnya ada
muatan-muatan ilmu lain, seperti ekonomi,
kedokteran, politik, sejarah, sastera dan lain-lain.
Bila muhaqiq tidak mempunyai latar belakang
pengetahuan yang memadai tentang itu, maka
muhaqiq tersebut diminta untuk membacanya dari
buku-buku atau harus mengangkat asisten atau
konsultan yang ahli tentang disiplin ilmu itu.
II. PROSESEDUR DAN CARA KERJA MUHAQQIQ
A. PROSEDUR TAHQIQ
Seorang yang sudah memilih manuskrip untuk ditahqiq
haruslah mengikuti langkah-langkah/ prosedur tahqiq,
agar tujuan yang ingin dicapai dapat terrealisasi :
1. Yakin bahwa manuskrip tersebut belum
pernah ditahqiq orang lain. Manuskrip yang sudah
ditahqiq, tidak perlu ditahqiq lagi kecuali dalam
tahqiq sebelumnya memuat informasi yang salah
berat. Akan tetapi bila manuskrip tersebut baru
sekedar dicetak ulang, tapi belum ditahqiq, maka
tidak ada masalah untuk ditahqiq. Untuk itu seorang
muhaqiq harus merujuknya kepada institusi-
institusi yang bergerak dalam filologi, seperti
Perpustakaan Nasional.
2. Mengumpulkan teks manuskrip tersebut
sebanyak mungkin. Sebuah manuskrip tidak
mustahil mempunyai varian/ copi di beberapa
tempat, mungkin varian tersebut ditulis oleh
pengarang sendiri dengan adanya penambahan atau
perbaikan dan mungkin juga ditulis oleh muridnya
atau disalin lagi. Adanya banyak varian manuskrip
akan memudahkan proses pentahqiqan
3. Menentukan manuskrip yang asli/ acuan.
Setelah varian manuskrip terkumpul, dibaca dan
diteliti untuk menentukan mana buku yang
mendekati teks asli dari sekian varian yang
ada. Untuk mengetahui itu, perlu dilacak tahun
penulisan, jenis kertas yang digunakan, serta corak
rasam yang dipakai, disamping ketelitian penulisan
dan kesalahan-kesalahan yang terdapat di
dalamnya. Manuskrip yang jelas dan bagus tidak ada
salah, tentu lebih baik dijadikan teks asli dari yang
banyak kesalahan. Manuskrip yang hanya mempunyai
satu teks, maka tidak masalah untuk ditahqiq,
banyak manuskrip yang ditahqiq hanya mempunyai
satu naskah.
4. Melacak informasi seputar manuskrip.
Informasi seputar manuskrip sangat membantu
proses tahqiq, informasi yang dimaksud adalah
mengenai latar belakang penulis, tempat penulisan,
sumber data, nama penulis, waktu penulisan, orang-
orang yang ikut membantu penulisan dan lain-lain.
Informasi ini biasanya terdapat di halaman depan
atau halaman terakhir sebuah manuskrip. Akan
tetapi bila manuskrip tersebut mengalami
kerusakan pada dua halaman tersebut, maka
problemnya menjadi besar. Dalam hal ini muhaqiq
harus membaca teks manuskrip tersebut secara
utuh dan mencari informasi dari karya-karya
penulis yang lain, yang dapat memberi inforasi
bahwa manuskrip itu betul-betul karya beliau dan
ditulis pada rentang waktu tertentu dalam masa
hidup beliau, dengan melihat gaya bahasa, rasam
yang digunakan dan lain-lain.
5. Menentukan judul manuskrip. Sebuah
manuskrip tidak jarang ditulis beberapa kali dengan
nama yang berbeda, karena penulis tidak puas
dengan nama pertama, atau nama pertama kurang
tepat dengan substansi kandungan manuskrip dan
pertimbangan-pertimbangan lain. Informasi
mengenai judul buku ini biasanya terdapat di
halaman depan atau halaman terakhir sebuah
manuskrip. Bila manuskrip tersebut mengalami
kerusakan pada halaman pertama dan terakhir,
maka menentukan judul ini menjadi masalah besar.
Dalam hal ini muhaqiq harus membaca teks
manuskrip tersebut secara utuh dan mencari
informasi dari karya-karya penulis yang lain, yang
dapat memberi arahan bahwa manuskrip itu
berjudul itu, di samping harus merujuk ke institusi-
intitusi yang mengelola manuskrip.
B. CARA KERJA MUHAQQIQ
Di antara pekerjaan-pekerjaan (aktifitas) yang harus
dilakukan seorang filolog/ muhaqqiq adalah sebagai
berikut :
1. Membaca manuskrip yang akan ditahqiq
beberapa kali. Seorang muhaqiq tidak cukup
membaca bahan manuskrip yang akan ditahqiq sekali
saja. Yang bersangkutan harus membacanya
beberapa kali agar dapat mengetahui pola pikir
penulis, uslub bahasa yang digunakan, rasam dan
jens kertas yang digunakan, kandungan setiap
kalimat, ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi yang
terdapat dalam manuskrip itu, serta kutipan-
kutipan lain.
2. Mempersiapkan literatur. Dalam proses tahqiq
mutlak diperlukan literatur untuk mencek beberapa
data yang terdapat dalam manuskrip itu. Sebaiknya
literatur itu dimiliki oleh muhaqiq, akan tetapi kalau
terdapat kesulitan mendapatkan literatur, maka
cukup mengetahui perpustakaan yang bisa diakses
yang memuat buku-buku yang diperlukan. Akan
tetapi literatur yang paling tidak harus dimiliki
adalah Alquran, kamus dan beberapa buku yang
sesuai dengan bidang ilmu yang sedang ditahqiq.
3. Menulis ulang naskah asli. Dalam hal ini
muhaqiq diminta untuk menyediakan kertas putih
dan polos. Muhaqiq menulis ulang teks yang
terdapat dalam naskah asli dengan beberapa
ketentuan sbb :
a. Tulisan dibuat di satu muka kertas saja (tidak timbal
balik)
b. Tulisan dibuat jarang-jarang antara satu baris
dengan baris berikutnya.
c. Meninggalkan lembar kosong setelah lembaran teks,
untuk tempat catatan.
d. Membuat catatan dalam teks copi, tentang awal teks
dalam teks asli
e. Membubuhi nomor baris pada teks asli (nomor
dimulai dari awal setiap halaman) kemudian menuliskan
nomor tersebut pada teks copi (menggunakan nomor, 5
digit akan memudahkan proses tahqiq)
f. Penulisan teks dibuat berdasarkan substansi/
kandungan. Dengan arti, bahwa setiap topik baru dibuat
tersendiri terpisah dari teks sebelumnya.
g. Penulisan teks harus konsekwen mengikuti rasm lama,
kecuali dalam hal-hal yang sudah merupakan kesepakan
dan menjadi aturan penulisan umum dalam imlak
moderen.
h. Muhaqiq harus konsekwen dengan kata-kata dan
uslub yang ada dalam teks asli, tanpa merubah
sedikitpun.
4. Membandingkan antara beberapa naskah.
Ketika muhaqiq telah menentukan naskah asli
dengan memberikan kode khusus dan memberikan
kode lain untuk naskah pembantu/ varian (bila ada),
muhaqiq mulai dengan membandingkan antara
naskah-naskah yang ada. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk mendapatkan perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara naskah yang ada. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara, muhaqiq membuka naskah
asli, kemudian masing-masing asisten membuka
naskah pembantu/ varian. Muhaqiq membacakan
teks asli dengan suara kuat, sedangkan para asisten
menyimak dan menyocokkan bacaan dengan teks
yang ada di tangan masing-masing. Di antara
keterangan yang perlu dicatat dari perbedaan ini
adalah :
a. Penambahan atau pengurangan data yang terdapat
dalam teks asli,
b. Jenis kertas, polos atau berlubang-lubang,
c. Kessalahan atau perubahan.
d Penilian atau komentar muhaqiq terhadap keterangan
yang di atas.
5. Merubah kesalahan fatal. Pada dasarnya
muhaqiq tidak boleh merubah kesalahan yang
terdapat dalam teks. Namun demikian ahli filologi
memperbolehkan muhaqiq merubah langsung
kesalahan-kesalahan fatal, tanpa harus membuat
keterangan di catatan kaki, seperti
a. Kesalahan dalam ayat Alquran yang tidak mempunyai
justifikasi qiraat tertentu
b. Kesalahan Nahu yang tidak ada justifikasinya dalam
qaidah nahwiyah
c. Kesalahan dalam nama kota, negara atau nama orang.
d. Pujian yang sudah populer, seperti swt. saw, ra. dll
Di samping itu, muhaqiq diperbolehkan membuat judul
atau sub judul sesuai dengan subtansi ilmiah yang
dikandung teks (ditulis dalam kurung) tanpa harus
menyebutkannya di catatan kaki.
6. Membubuhi tanda baca. Di antara tanda baca
yang harus digunakan dalam pelayanan manuskrip
adalah :
a. Kurung bunga ﴾ ﴿ untuk ayat-ayat Alquran
b. Kurung biasa ( ) untuk hadis Nabi saw.
c. Kurung besar [ ] untuk kalimat tertentu yang ingin
diberi catatan
d..Tanda petik untuk teks yang dikutip dari buku atau
orang lain.
e. Membubuhi tanda baca, titik ( . ), koma ( , ), titik dua ( :
), titik koma ( ; ), tanda tannya ( ? ), tanda seru ( ! ) dan
lain-lain
f. Membubuhi nomor halaman teks asli dan membuat
catatannya di catatan kaki tahqiq.
g. Membubuhi harkat beberapa kata yang bisa membuat
kerancuan makna.
7. Melakukan tahrij terhadap teks tertentu.
Yang dimaksud dengan tahrij disini bukan saja
tahrij hadis seperti yang dipelajari dalam ilmu
hadis, akan tetapi lebih umum dari itu, mencakup
ayat Alquran dan kutipan lainnya. Tahrij ini dibuat
di catatan kaki.
a. Mentahrij ayat-ayat Alquran adalah dengan
menyebutkan nama surah dan nomor ayat tersebut
dalam Alquran.
b. Mentahrij hadis adalah dengan menyebutkan sanad dan
rawinya, tingkat kesahihan hadis, nama kitab yang
memuat hadis tersebut dan lain-lain.
c. Meneliti kutipan ada dengan menyebutkan nama orang
yang membuat istilah atau kalimat itu atau
menyebutkan nama buku dan pengarang yang memuat
istilah atau kalimat tertentu.
8. Memberi komentar. Muhaqiq dapat menuliskan
pendapatnya terhadap teks manuskrip di catatan
kaki. Di antara jenis komentar yang biasa dilakukan
muhaqiq adalah :
a. Penjelasan kata atau arti kata-kata sulit
b. Penjelasan terhadap makna suatu istilah ilmiah.
c. Penjelasan terhadap nama orang atau nama tempat yang
terkenal atau yang kurang terkenal
d..Penjelasan terhadap topik-topik yang mempunyai makna
rancu
e. Penjelasan terhadap ungkapan pengarang seputar waktu
peristiwa, hasil sastra, karya ilmiah dan lain-lain
f. Melengkapi kalimat yang kurang dipahami dengan
menambah kata-kata.
9. Membuat pendahuluan. Isi pendahuluan antara
lain adalah :
a. Sekilas tentang pengarang, lahir, pendidikan, guru dan
muridnya serta pengaruhnya dalam masyarakat.
b. Sekilas tentang manuskrip yang akan ditahqiq. Isinya
antara lain ; judul, kandungan, tempat diperoleh, jumlah
teks yang ada, jumlah halaman dan jumlah baris
perhalaman, perbedaan antara teks dengan teks yang
lain, serta urgensinya dalam dunia ilmiah.
c. Nama orang yang menulis manuskrip, tanggal serta
tempat ditulis.
d..Penjelasan terhadap jenis rasam yang digunakan, serta
perubahan yang dilakukan dalam mentahqiq
e. Menyebut metodologi yang diikuti dalam mentahqiq.
f. Melampirkan beberapa halaman teks asli manuskrip,
sebagai contoh
10. Membuat penutup. Penutup berisi kesimpulan
yang diperoleh muhaqiq dari pekerjaan mentahqiq
serta saran-saran yang perlu sehubungan dengan
kesimpulan yang diperoleh.
11. Membuat daftar isi, literatur dan indek
(opsional)
Demikian makalah ini disampaikan, mudah-mudahan
ada manfaatnya buat kita semua dalam upaya
menghidupkan kembali khazanah Islam yang sudah di
ambang pintu kematiannya.

Anda mungkin juga menyukai