Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
4
menghilangkannya.Gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah
kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor risiko dari berbagai macam
penyakit ( Bustan, 2007 dalam Devita Rosalin Maseda 2013)
2. Perilaku Merokok
Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang
dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat
nyata. Menurut Morgan (1986) tidak seperti pikiran atau perasaan,
perilaku merupakan sesuatu yang konkrit yang dapat diobservasi,
direkam maupun dipelajari (Indri Kemala Nasution, 2007)
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat
merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya. Dilihat
dari sisi individu yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung
pernyataan tersebut. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan
kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan
tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf
simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak
jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen, 1998), menstimulasi
penyakit kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan
pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis
kronis (Kaplan dkk, 1993 dalam Dian Komasari, Avin Fadilla Helmi
2000)
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan
semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya dan sering
mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Devita dkk,
2013).
Menurut Levy (dalam Nasution, 2007 dalam Samrotul dkk 2012)
perilaku merokok adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan individu
berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang
dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan
5
kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya
(Indri Kemala Nasution 2007).
3. Tahap perilaku merokok
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari &
Helmi, 2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi
perokok, yaitu :
a. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat
atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk
merokok.
b. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
c. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai
kecenderungan menjadi perokok.
d. Tahap Maintenance of Smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi
salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
4. Faktor penyebab perilaku merokok
Ada 3 faktor penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu
kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku
merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya. (Dian Komasari & Avin
Fadilla Helmi, 2000)
Menurut Lewin (Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku
merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga
disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (dalam Smet, 1994)
mengatakan bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan teman-
teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan
orang tua (14%). Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan
6
oleh Komasari dan Helmi (2000) yang mengatakan bahwa ada tiga
faktor penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan
psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok
remaja, dan pengaruh teman sebaya. (Indri Kemala Nasution, 2007)
2. Sumber Pengetahuan
Menurut Suhartono 2008, ada lima sumber pengetahuan, yakni :
7
a. kepercayaan
berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai
warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma
dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang
kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan
empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti
dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang
bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi
subjektif
b. pengetahuan
berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih
diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang
yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar
atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti
dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang
telah mempercayai mereka sebagai orang- orang yang cukup
berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi
sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya
terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari
itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil
pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika
kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan
kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri
c. pengalaman indriawi.
Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital
penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga,
hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan
bisa pula melakukan kegiatan hidup
8
d. akal pikiran.
Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih
rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang
menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis.
Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis
menurut sisi tertentu, yang satu persatu, dan yang berubah-ubah, maka
akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual,
abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tetapi tidak
berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap
meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu
dan menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan
pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat
tetap, tidak berubah-ubah
e. intuisi.
Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat
bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan
kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi
merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa
melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan
serta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat
dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan
yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya
tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun
akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara
personal belaka .
3. Aspek – Aspek Pengetahuan
Aspek pengethauan bermula dari tahu tentang materi yang sudah
dipelajari yang kemudian dapat dijelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui lalau kemampuan atau pengetahuan itu di gunakan untuk
menyusun pengetahuan-pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah
9
ada, kemudian penegtahuan-pengetahuan ini di evaluasi atau dinilai
terhadap suatu objek (Fauziyah Indahyani, 2015)
Aspek-aspek tentang pengetahuan menurut Notoatmodjo, 2010 sebagai
berikut :
a. Mengetahui (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (re-call) terhadap rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkatan yang paling
rendah.
b. Memahami (comperhension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan
meramalkan terhadap objek yang akan dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
misalnya yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya).
d. Analisis (analysis)
Meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau meneliti dan
mencoba memahami struktur informasi.
e. Sintesis (shyntesis)
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungi bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan
kata lain sintesis itu adalah suatu kemampuan untuk menyususn
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi objek. Pengetahuan dapat dilakuak dengan
10
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
di ukur dari suatu objek penelitian atau responden.
11
d. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV,
radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang (Hendra, 2008)
12
utama dalam proses bimbingan yang merupakan teknik standar serta
tugas pokok seorang konselor dipusat pendidikan (Nurihsan, 2005) .
penyuluhan adalah suatu proses penyampaian informasi kepada
seseorang atau sekelompok orang untuk menambahan pengetahuan
melalui penyebaran pesan (Fanny Ashfany Imran, 2017)
2. Tujuan Penyuluhan
Menurut Effendy, 2008 dalam Suprianto Zainuddin, 2017 Tujuan
penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu,
keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup
sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, terbentuknya perilaku sehat
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan
konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian, menurut WHO tujuan
penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
3. Metode Penyuluhan
Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan
secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :
a. Metode penyuluhan perorangan (individual)
Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina
perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan
individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru
tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain:
1) Bimbingan dan penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih
intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi
dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan
13
sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan
menerima perilaku tersebut
2) Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien
untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima
perubahan, ia tertarik atau belum menerima perubahan, untuk
mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila
belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
b. Metode penyuluhan kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada
sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan
kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada
besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup :
1) Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan
seminar.
2) Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15
orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi
kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan,
permainan simulasi.
c. Metode penyuluhan massa
Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran
bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya,
maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada
umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya
14
menggunakan media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah
ceramah umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara
pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran,
bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan
sebagainya.
4. Faktor – faktor keberhasilan penyuluhan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam
keberhasilan penyuluhan kesehatan Dalam suprianto zainuddin (2017)
factor factor penyuluhan adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang
menerima informasi didapatnya.
b. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah
pula dalam manerima informasi baru.
c. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita
masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh
diabaikan.
d. Kepercayaan
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh
orang orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul
kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi.
e. Ketersediaan Waktu
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat
aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat
dalam penyuluhan
15
5. Alat Bantu dan Media Penyuluhan
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh
penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut
alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu
dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2007). Alat peraga ini disusun
berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu
diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera
yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan
semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata
lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak
mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi.
Menurut Notoatmodjo (2003), pada garis besar hanya ada 3 macam
alat bantu pendidikan (Alat peraga) yatiu :
a. Alat bantu lihat
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera mata
pada waktu ternyadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu alat
yang diproyeksikan misalnya slide, film dan alat yang tidak
diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar peta,
bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain.
b. Alat bantu dengar
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera pendengar,
pada waktu proses penyampaian bahan penyuluhan misalnya piringan
hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
c. Alat bantu lihat-dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan
pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video
cassette dan lain-lain.
16
Menurut Notoatmodjo (2005), media penyuluhan dapat
dikelompokkan menjadi :
17
D. Tinjauan Umum Tentang Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja adalah masa di mana individu mengalami perkembangan
semua aspek dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Peralihan dari
masa kanak-kanak menjadi dewasa ini biasa dikenal atau disebut dengan
masa pubertas (inggris: puberty) yang berarti sebagai tahap di mana
remaja mengalami kematangan seksual dan mulai berfungsinya organ-
organ reproduksi. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 2
tahun dan biasanya dihitung dari mulainya haid yang pertama pada
wanita atau sejak seorang laki-laki mengalami mimpi basah yang
pertama (Sarwono, 2011).
Kartini Kartono (1995: 148) “masa remaja disebut pula sebagai
penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa”. Pada
periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai
kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi
seksual. Disisi lain Sri Rumini dan Siti Sundari (2004: 53) “menjelaskan
masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa
yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki
masa dewasa”
Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai
saat ia mencapai kematangan seksual (Sarwono, 2011). Masa remaja
disebut juga sebagai masa perubahan, meliputi perubahan dalam sikap,
dan perubahan fisik (Pratiwi, 2012). Remaja pada tahap tersebut
mengalami perubahan banyak perubahan baik secara emosi, tubuh,
minat, pola perilaku dan juga penuh dengan masalah-masalah pada masa
remaja (Hurlock, 2011).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja dalam
(Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 7) adalah suatu masa ketika:
18
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
19
yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul
kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja
menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian
terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini
remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.
c. Remaja Akhir (18-21 Tahun) Pada masa ini remaja sudah mantap dan
stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola
hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai
memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja
sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas
yang baru ditemukannya
3. Tahapan Remaja
Menurut Sarwono (2011) dan Hurlock (2011) ada tiga tahap
perkembangan remaja, yaitu :
a. Remaja awal (early adolescence) usia 11-13 tahun Seorang remaja
pada tahap ini masih heran akan perubahanperubahan yang terjadi
pada tubuhnya. Remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Pada
tahap ini remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti oleh orang
dewasa. Remaja ingin bebas dan mulai berfikir abstrak.
b. Remaja Madya (middle adolescence) 14-16 tahun Pada tahap ini
remaja sangat membutuhkan teman-teman. Remaja merasa senang
jika banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan “narcistic”,
yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang
mempunyai sifat yang sama pada dirinya. Remaja cendrung berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana. Pada fase remaja madya ini mulai timbul keinginan untuk
berkencan dengan lawan jenis dan berkhayal tentang aktivitas seksual
sehingga remaja mulai mencoba aktivitas-aktivitas seksual yang
mereka inginkan.
20
c. Remaja akhir (late adolesence) 17-20 tahun Tahap ini adalah masa
konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencapaian
5 hal, yaitu :
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang dan
dalam pengalaman-pengalaman yang baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri.
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)
dan publik.
21
pernyataan Hurlock di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan fisik yang terjadi pada masa remaja berlangsung cepat
dan penting, pertumbuhan fisik akan disertai dengan
perkembanganmental pula, terutama pada awal masa remaja. Semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan
membentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai masa peralihan
Apabila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,
anak-anak harus “meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-
kanakan”. Selain itu juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap
baru, halini perlu karena untuk menggantikan perilaku dan sikap yang
sudah ditinggalkan. Namun perlu disadari bahwa apa yang telah
terjadi akan meninggalkan bekasnya dan mempengaruhi pola perilaku
dan sikap baru. Seperti dijelaskan Hurlock (1980:207) yang
diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo, “Perubahan fisik
yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat
perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali
penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser.” Sehingga dengan
demikian para remaja dituntut untuk senantiasa melakukan
penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa
remaja sejalan dengan tingkat perubahan fisik. Hal ini menuntut
para remaja untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi, terutama pada awal masa remaja ketika
perubahan fisik terjadi secara pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka
perubahansikap dan perilaku menurun juga. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada masa remaja diantaranya adalah meliputi:
22
1) Perubahan fisik yang sangat cepat, meliputi perubahan fisik
eksternal (tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks, ciri-ciri seks
sekunder) dan perubahan fisik internal ( sistem pencernaan,
sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin,
jaringan tubuh),
2) Perubahan emosi
3) Perubahan mental
4) Perubahan sosial, yang didalamnya terdapat perubahan perilaku
pribadi dan sosial. (Hurlock, 1980: 211)
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun
masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik
olehanak lelaki maupun anak 18 perempuan. Terdapat dua alasan bagi
kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-
anak sebagian besar diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru,
sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi
masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga
mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang
tua dan guru-guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi
sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja
akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai
dengan harapan mereka. Sehingga kekecewaan dan rasa frustasiselalu
membayangi para remaja akibt masalah yang dihadapinya itu. Seperti
dijelaskan Anna Freud, yang dikutip Hurlock ( 1980: 208) yang
diterjemahkan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo bahwa, “Banyak
kegagalan, yang sering kali disertai akibat yang tragis, bukan karena
ketidakmampuan individu tetapi karena kenyataan bahwa tuntutan
yang diajukan kepadanya justru pada saat semua tenaganya telah
dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok yang disebabkan
oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal.
23
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diridengan
kelompok masih tetap penting bagi anak lelaki dan perempuan.
Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas
lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,
seperti sebelumnya. Hurlock (1980:208) mengemukakan bahwa:
“Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan
siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang
anak atau seorang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi seorang
suami atau ayah?.... Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar
belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang
merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau
akan gagal”.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Seperti ditunjukan oleh (1980: 208) “Banyak anggapan populer
tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya,
banyak diantaranya yang bersifat negatif’. Anggapan streotip budaya
bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, tidak dapat
dipercaya dan cenderung merusak,menyebabkan orang dewasa harus
membimbing dan mengawasi kehidupan mereka dan remaja ini takut
untuk bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap
perilaku remaja yang normal Stereotip popular juga mempengaruhi
konsep diri dansikap remaja terhadap dirinya sendiri. Dalam
membahas masalah stereotip budaya remaja, Hurlock (1980: 208)
menjelaskan : “Stereotip juga Berfungsi sebagai cermin yang
ditegakan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan citra diri
remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli
dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini”.
Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa
mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, sehingga
mengakibatkan para remaja mengalami kesulitan dalam masa
24
peralihan menuju masa dewasanya. Hal ini menimbulkan banyak
pertentangan dengan orang tua dan antara orang tua dan anak terjadi
jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk
mengatasi berbagai masalahnya.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Cita –cita yang tidak realistik ini, tidak
hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-
temannya, hal ini dapat menyebabkan meningginya emosi dan ini
merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak reaalistik cita-
citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa
apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil
mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian
dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh
karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang ada
hubungannya dengan status kedewasaan, yaitu merokok, minum
minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam
perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citrayang mereka inginkan.
E. Landasan Teori
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan
semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai
dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering
mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan
Cleary dalam Mc Gee, 2005 dalam Indri Kemala Nasution, 2007).
25
Unsur – unsur berbahaya
dalam rokok :
1. Tar
2. nikotin
3. benzovrin
4. metal-kloride
5. aseton
6. ammonia
7. karbon monoksida
(Bustan, 2007).
1. Mengetahui (know)
2. Memahami (comperhension)
3. Aplikasi (Application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (Evaluation)
(Notoatmodjo, 2010)
Gambar 2.1
26
F. Kerangka Pikir
Banyak hal negative yang dapat terjadi akibat dari merokok, baik
kandungan dalam rokoknya maupun dari asapnya, sehingga diperlukan
pengetahuan yang memadai terhadap bahaya merokok pada remaja agar
dapat terhimdar dar masalah akibat rokok. Peyuluhan merupakan salah
satu cara yang tepat dalam meningkatkan pengetahuan ersebut. Adapaun
kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
G. Hipotesis
Ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan tentang bahaya merokok
pada remaja di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Palu
27