Anda di halaman 1dari 15

Lampiran : Keputusan Direktur RSU Dadi Keluarga

Nomor : /KEP/DIR/RSDK/I/2019

Tanggal : 9 Januari 2019

PANDUAN KESELAMATAN PASIEN BEDAH

BAB I

DEFINISI

A. Pengertian Keselamatan Pembedahan Pasien

Pembedahan didefinisikan sebagai suatu prosedur yang menginvestigasi


dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara
menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan
diagnostik/terapuetik.Ketepatan lokasi, ketepatan prosedur dan ketepatan pasien
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit untu
menjamin pasien yang akan menjalani suatu tindakan operasi mendapatkan tindakan
operasi yang sesuai dengan lokasi keadaan yang perlu ditindak, prosedur yang tepat
untuk melakukan tindakan dan di berikan pada pasien yang benar membutuhkan
tindakan operasi. Keselamatan Pembedahan Pasien di definisikan sebagai suatu
sistem yang dikembangkan untuk menjalankan prosedur pembedahan/tindakan
invasif yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Dadi
Keluarga. Sistem keselamatan pembedahan ini terdiri dari 4 komponen utama yakni:
Sign In, Time Out, Sign Out, marking Site. 1. Sign In Suatu periode waktu sebelum
pasien dilakukan induksi anestesi. Dalam periode ini akan dilakukan konfirmasi
untuk identifikasi pasien, tindakan pembedahan/ invasif yang akan dilakukan serta
persiapan tim operasi yang akan bertugas. 2. Time Out Suatu periode waktu ketika
pasien sudah berada di ruang operasi dan sebelum dilakukannya insisi/tindakan
invasif oleh dokter/operator penanggung jawab. operasi 3. Sign Out Suatu periode
waktu setelah selesainya proses operasi ( penutupan luka operasi), sebelum dokter
atau operator bedah yang bertugas meninggalkan ruang operasi. 4. Marking Site
Suatu proses penandaan yang di lakukan oleh dokter/operator bedah untuk melakukan
proses penandaan. Penandaan di lakukan dengan symbol atau tehnik khusus, sesuai
dengan yang berlaku di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga. Hal ini delakukan agar
menjadi ciri/tanda khusus bagi setiap tenaga medis, khususnya mereka yang terlibat
dalam prosedur pembedahan/tindakan invasif.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
Panduan ini di terapkan kepada semua pasien rawat inap, rawat jalan, dan pasien
instalasi gawat darurat yang akan menjalani suatu operasi. Pelaksana panduan ini
adalah petugas tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan
lainnya yang bekerja di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga

B. Batasan Pelaksanaan Keselamatan Pembedahan Pasien


Panduan keselamatan pembedahan pasien meliputi komponen keselamatan
pembedahan pasien, checklist keselamatan pembedahan, cara pemberian marking
site, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan bila terjadi insiden. Pelaksanaan
keselamatan pembedahan pasien Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga dilakukan
sejak pasien mendapat program untuk dilakukannya suatu prosedur pembedahan/
tindakan invasive. Hal ini bisa dibedakan menjadi 2 kategori, pasien elektif
maupun pasien emergensi. Namun pada prinsipnya, tidak ada perbedaan prosedur
pelaksanaan dari kedua kategori tersebut di atas.

C. Unit Terkait Pelaksanaan keselamatan pembedahan Pasien di Rumah Sakit Umum


dadi keluarga terbatas pada beberapa unit, yakni di antaranya:

1. Poliklinik Bedah
2. Ruang rawat Inap
3. IGD
4. Kamar Operasi
5. Poliklinik Gigi

D. Instrumen Pengaturan Pelaksanaan Keselamatan Pembedahan


Pada implementasinya pelaksanaan time Out akan diatur di dalam check list
keselamatan pembedahan pasien, SPO pengisian check list keselamatan
pembedahan pasien dan SPO Marking Site
BAB III
TATALAKSANA KESELAMATAN PEMBEDAHAN PASIEN

Berangkat dari tingginya kasus kematian bedah di dalam rumah sakit hampir di
seluruh dunia, maka WHO merekomendasikan untuk meningkatkan keselamatan
pembedahan di rumah sakit. Senada dengan misi tersebut, maka Rumah Sakit
Santa Elisabeth menyusun prosedur-prosedur terkait dengan peningkatan
keselamatan pasien pembedahan dan menurunkan angka kematian pasien terkait
prosedur pembedahan.

A. Tujuan
1. Menurunkan angka kematian pasien akibat proses pembedahan /tindakan
invasif.
2. Melakukan konfirmasi ulang untuk identifikasi pasien dan seluruh tim
operasi yang bertugas sebelum operasi dilaksanakan.
3. Mencegah kejadian salah lokasi, salah prosedur, dan salah pasien operasi.
4. Mengatur proses persiapan untuk pembedahan/tindakan invasif yang
aman, mulai dari pasien masuk ke ruang operasi hingga pasien keluar dari
ruang operasi.
5. Menerapkan standar komunikasi yang efektif dalam kasus pembedahan.
6. Menerapkan tindakan antisipasi terhadap segala kemungkinan yang
dapat/mungkin terjadi, khususnya dalam kasus pembedahan yang sifatnya
kompleks , rumit atau dengan penyulit.
7. Melakukan pengecekan akhir terhadap semua alat-alat yang akan di
gunakan dalam proses operasi, baik jenis, jumlah dan fungsinya.
B. Dasar Hukum
1. Undang- undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang- undang RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Keputusan Menteri Kesehatan No 129/ MENKES/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1173/ MENKES.PER/X/2004 tentang
standar Akreditasi RS
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1691/MENKES/per/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
C. Pemberian Marking Site
1. Proses pemberian marking site dilakukan pada pasien yang akan menjalani
operasi pembedahan.
a. Proses pemberian marking site dilakukan di tempat sebelum pasien
dipindah ke ruangan tempat prosedur pembedahan dilakukan.
b. Pemberian marking site dilakukan dengan metoda penandaan khusus
menggunakan marker warna hitam. Diberi simbol tanda bulat (O).
c. Pemberian marking site dilakukan oleh operator bedah.
d. Proses pemberian marking site dilakukan dengan konfirmasi melibatkan
pasien, tentang lokasi operasi dan prosedur operasi yang akan dilakukan;
agar pasien mengerti keadaannya dan tindakan pembedahan/intervensi
yang akan dilakukan . Perkecualian pada pasien tidak sadar atau tidak
mampu berkomunikasi marking site dilakukan di depan keluarga inti
dengan disaksikan perawat atau dokter yang ada di ruangan tersebut.
Pada kondisi khusus ini pemberian marking site dilakukan dengan
pendampingan keluarga / penanggung jawab.
2. Kriteria Marking Site:
a. Marking site dilakukan pada operasi yang melibatkan:
1) Sisi kanan/kiri tubuh
2) Struktur tubuh berlevel/multi level (antara lain: jari tangan/kaki,
tulang belakang)
3) Struktur di garis tengah (antara lain: thyroid)
4) Organ tubuh tunggal ( antara lain: limpa, hati )
b. Marking Site tidak dilakukan pada
1) Semua jenis operasi Endoscopy yang tidak direncanakan. Prosedur
invasif yang tidak memungkinkan dilakukan penandaaan luka
operasi.
2) Prosedur yang bmenggunakan metode insisi garis tengah untuk
penanganan khusus pada satu organ spesifik, misalnya operasi caesar
(caesarean section), Hysterectomy atau Thyroidectomy
diperbolehkan untuk tidak dilakukan penandaan luka.
3) Untuk kasus operasi gigi atau pada selaput lendir terutama pada
rencana ektraksi gigi yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan penijauan terhadap catatan radiografi gigi dan
penomoran anatomi,penandaan dapat dilakukandengan
mencantumkan keterangan pada catatan medis pasien mengenai
lpkasi pembedahan yang akan dilakukan.
4) Jika ada lesi atau luka pada area yang akan ditandai maka penandaan
luka tidak perlu dilakukan.
5) Daerah atau wilayah lain pada tubuh pasien yang secara anatomis
dan secar teknis sulit untuk dilakukan penandaan luka misalnya pada
bayi prematur atau neonatus
6) Untuk pasien yang tidak di tandai, harus dilakukan verifkasi pasien
mengenai rencana tindakan/operasi disaat aplikasi ceklist
kesempatan pasien operasi pada bagian time out.Ini dilakukan
dengan melihat dokumen lain yang relevab, termasuk rekam medik
pasien,hasil pemeriksaan diagnostik dan radiologi, dan dilakukan
double check atau diperiksa oleh dua orang yang berbeda.
7) Pada kasus bedah mata atau THT, penendaan luka dilakukan dengan
inform concent
D. Pelaksanaan Keselamatan Pembedahan Pasien di Rumah Sakit Umum Dadi
Keluarga

Pasien yang akan dilakukan pembedahan baik dari instalasi Gawat Darurat,
unit rawat jalan dan ruang rawat inap wajib dilakukan verifikasi dengan
menggunakan check list keselamatan pembedahan. Tujuan utama dari WHO
Surgical Safety Chekklist dan manualnya untuk membantu mendukung bahwa
tim secara konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan
meminimalkan hal yang umum dan resiko yang membahayakan dan dapat
dihindari dari pasien bedah. Cheklist ini juga memandu interaksi verbal antar
tim sebagai arti konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan
untuk setiap pasien.Cheklist membedakan operasi menjadi 3 fase dimana
hubungan dengan waktu tertentu seperti prosedur normal periode sebelum
insisi pembedahan dan periode selama atau setelah penutupan luka tapi
sebelum pasien masuk ke Recovery Room. Cheklist pelaksanaan keselamatan
pembedahan pasien di Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga meliputi 3 fase
sebagai berikut:

1. Sign In ( Sebelum Induksi Anestesi)


Sign In dilakukan oleh asisten bedah

a. Konfirmasi status dan identitas pasien

1) Nama pasien
2) Tangggal lahir pasien
3) Jenis operasi
4) Lokasi operasi

b. Verifikasi marking site.

c. Verifikasi kelengkapan instrument bedah dan anestesi, beserta dengan


keberadaan peralatan khusus yang dibutuhkan.

d. Verifikasi riwayat alergi, Infeksi, HIV, Hepatitis, TB

e. Identifikasi resiko/ penyulit dalam operasi.

1) Perdarahan /cedera organ


2) Kesulitan menjaga jalan nafas

f. Memastikan kelengkapan dokumen.

1) Rekammedispasien.
2) Inform consent pembedahan dan anestesi terisi lengkap dan sudah
diberikan persetujuan.
2. Time Out ( Sebelum Mengiris Kulit )

Sebelum operator akan melakukan insisi kulit, perawat sirkuler akan


memimpin time out, meliputi;

a. Pengenalan dan konfirmasi peranan tim operasi.

b. Rekonfirmasi ulang terhadap status dan identifikasi pasien (verifikasi


akhir identitas pasien ).

c. Langkah antisipasi didalam kondisi kritis.

1) Tim Bedah: langkah apa saja yang akan diterapkan pada keadaan
kritis dan tidak diharapkan, durasi operasi, dan kemungkinan jumlah
pendarahan.
2) Tim anestesi: identifikasi hal kritis penting terkait kondisi pasien
dalam proses pembedahan.
3) Tim Keperawatan: identifikasi kelengkapan alat bedah yang akan
dibutuhkan dan status sterilisasinya.
4) Kelengkapan foto (imaging) serta pemeriksaan penunjang yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang di tempat
yang terlihat oleh tim bedah.

3. Sign Out ( Sebelum Pasien Meninggalkan Ruang Operasi)


Setelah operator selesai melakukan prosedur pembedahan dan sebelum
pasien keluar dari kamar operasi, perawat sirkuler akan memimpin
prosedur sign out meliputi :
a. Konfirmasi akhir terhadap status pasien paska operasi.
b. Penghitungan kelengkapan alat.
c. Penanganan spesimen/jaringan operasi.
d. Konfirmasi adakah pemasangan implant
e. Evaluasi alat/instrumen operasi.
f. Program perawatan selanjutnya.
E. Prosedur Pengaplikasian Cheklist Keselamatan Pasien Pra Operasi
1. Sebelum Induksi

Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi


dalam rangka untuk keselamatan. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran
dari setidaknya anestesist dan perawat. Detail dari setiap langkah adalah
sebagai berikut:
a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi,
prosedur dan persetujuan?
Koordinator ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe
prosedur yang akan dilaksanakan, tempat pembedahan, dan
persetujuan pembedahan yang sudah dibberikan. Walau hal ini terlihat
berulangkali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak
mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan
prosedur yang salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin
dilakukan seperti pada kasus anak atau pasien yang cacat, pengasuh
atau keluarga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau
keluarga tidak ada dapat dilewati, seperti halnya dalam gawat darurat,
tim harus memahami alasan dan persetujuan yang perlu diproses.
b. Apakah tempat operasi sudah ditandai?
Koordinator ceklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah yang
melakukan operasi sudah menandai tempat yang akan dibedah (dengan
marker yang permanen) pada kasus yang melibatkan bagian tubuh
samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau bertingkat
(contoh: bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang). Penandaan
tempat operasi untuk struktur menengah (contoh:tiroid), atau struktur
tunggal (contoh:spleen) harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan.
Pemberian tanda tempat yang dioperasi pada semua kasus,
bagaimanapun juga, dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan
prosedur yang tepat
c. Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap?
Koordinator ceklist melengkapi langkap ini dengan menanyakan
kepada anestesist untuk memverifikasi kelengkapan dari ceklist
keselamatan anestesi, memahami inspeksi formal dari peralatan
anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi, dan resiko anestesi pasien
sebelum pembedahan. Untuk membantu mengingat, sebagai tambahan
apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut, tim anestesi harus
melengkapi ABCDE’s-pemeriksaan dari perlengkapan Airway,
Breathing sistem (meliputi oksigen dan agen inhalasinya), suCtion,
Drugs and Devices (obat dan alat) dan Emergency medication
(medikasi emergensi), peralatan dan bantuan untuk mengkonfirmasi
ketersediaan dan berfungsi dengan baik.
d. Apakah pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan
berfungsi?
Koordinator ceklist mengkonfirmasi bahwa pulse oximeter sudah
dipasang pada pasien dan berfungsi dengan baik sebelum induksi
anestesi. Idealnya indikator pulse oximeter dapat terlihat oleh semua
tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan
tanda pada tim tentang denyut nadi dan saturasi oksigen. Pulse
oxymeter sudah direkomandasikan sebagai komponen yang
dibutuhkan untuk anestesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oxymeter
tidak berfungsi, maka ahli bedah dan anestesist harus mengevaluasi
ketajaman pada kondisi pasien dan mempertimbangkan penundaan
operasi hingga langkah yang lengkap dipenuhi untuk keselamatan.
Dalam keadaan yang urgen untuk menyelamatkan nyawa maka hal ini
dapat dilewati, namun pada kondisi ini tim harus melakukan dengan
persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.
e. Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua
pertanyaan selanjutnya kepada anestesist. Pertama, koordinator harus
bertanya apakah pasien memiliki alergi yang diketahui dan jika ada,
alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi di pasien yang
tidak diperhatikan oleh anestesist, maka koordintaor harus
mengkomunikasikan kepada anestesist.
f. Apakah pasien memiliki risiko kesulitan jalan nafas/risiko
aspirasi?
Koordinator ceklist harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim
anestesi ssudah secara objektif mengkaji apakah paien memiliki
kesulitan jalan nafas. Ada beberapa jalan untuk menilai airway (seperti
Mallampati skor, jarak thyromental, atau Bellhous-Dore skor).
Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang valid
lebih penting daripada pilihan metode itu sendiri. Kematian dari jalan
nafas selama anestesi adalah bencana yang global namun dapat
dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi jalan nafas
menunjukkan resiko tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor
Mallampati 3 atau 4), tim anestesi harus mempersiapkan melawan
kebuntuan jalan nafas. Dalaam hal ini termasuk penggunaan
pendekatan anetesi yang minimum (contoh menggunakan RA jika
mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang cukup. Asisten
yang kapabel-apakah dengan asisten dua, ahli bedah atau anggota tim
perawat-harus hadir secara fisik untuk membantu induksi
anestesi.Resiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai bagian dari
pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut
yang penuh, maka anestesist harus mempersiapkan kemungkinan
aspirasi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana
anestesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta bantuan
asisten untuk menekan cricoid selama induksi. Untuk pasien yang
dikenali memiliki kesulitan jalan nafas atau dalam resiko untuk
aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat anestesist sudah
mengkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan
adanya asisten di sampingnya.
g. Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500 ml (7
ml/kg pada anak)?
Pada langkah keselamatan ini, koordinator ceklist menanyakan pada
tim anestesi apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah lebih dari
setengah liter darah selama operasi untuk meyakinkan dan mengenali
serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Kehilangan volume darah
yang besar adalah bahaya yang paling umum dan berbahaya untuk
pasien bedah dengan risiko syok hipovolemik yang mungkin terjadi
saat darah hilang melebihi 500 ml (7 ml/kg pada anak). Persiapan yang
adekuat dan resusiatasi mungkin untuk pertimbangan persiapan.Ahli
bedah mungkin tidak secara konsisten mengkomunikasikan risiko dari
kehilangan darah kepada anestesist dan staff perawat. Oleh karena itu,
jika anestesist tidak mengetahui bagaimana risiko utama dari
kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia harus berdiskusi
dengan ahli bedah tentang risiko kehilangan darah sebelum operasi
dimulai. Jika terdapat resiko yang yang signifikan untuk kehilangan
darah lebih dari 500 ml direkomendasikan dua jalur intravena atau dua
jalur CVC. Sebagai tambahan, tim harus mengkonfirmasi ketersediaan
dari cairan atau darah untuk resusitasi. (catatan tentang kehilangan
darah yang akan terjadi akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum
insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keselamatan untuk
anestesi dan staff perawat).Jika poin ini sudah dilengkapi maka fase ini
sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi anstesi
2. SEBELUM INSISI KULIT
Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan
bahwa cek keselamataan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan
oleh semua anggota tim.Pastikan semua anggota tim memperkenalkan diri
dengan nama dan perannya Tim operasi mungkin sering berubah, Efektif
manajemen dari situasi yang berisiko tinggi membutuhkan pengertian siapa
anggota tim operasi dan peran serta kemampuan mereka. Sebuah perkenalan
yang simpel seperti menyuruh semua orang di ruang untuk memperkenalkan diri
dengan nama dan perannya. Tim yang sudah familiar dengan satu sama lain
dapat mengkonfirmasi bahwa sudah diperkenalkan semua namun anggota baru
atau staff baru harus memperkenalkan diri termasuk siswa atau personel lain.
Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana insisi akan dilakukan
Koordinator ceklist atau anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang di
kamar operasi untuk berhenti dan secara verbal mengkonfirmasi nama pasien,
operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien
untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh,
perawat sirkuler mengumumkan,”sebelum kita memulai insisi” dan lalu
dilanjutkan “apakah semua sepakat bahwa ini adalah pasien X dengan
tindakan repair inguinal hernia kanan?”. Anestesis, ahli bedah dan perawat
sirkuler harus secara eksplist dan individual menyepakati. Jika pasien
tidak disedasi, dia dapat menolong untuk dikonfirmasi dengan hal yang
sama.
a. Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan kurang lebih 60
menit yang lalu?
Berdasarkan bukti yang kuat dan konsensus di seluruh dunia bahwa
antibiotik profilaksis melawan infeksi luka yang paling efektif adalah
untuk tingkat serum dan atau tingkat jaringan dari antibiotik dapat
dicapai, namun tim bedah tidak konsisten tentang pemberian antibiotik
antara 1 jam sebelum insisi. Untuk mengurangi resiko infeksi
pembedahan, koordinator akan bertanya dengan keras apakah
antibiotik sudah diberikan kurang lebih 60 menit sebelumnya. Anggota
tim bertanggungjawab untuk memberikan antibiotik-biasanya
anestesist-harus memberikan konfirmasi secara verbal. Jika antibiotik
profilaksis belum diberikan, harus segera diberikan, sebelum insisi.
Jika antibiotik diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim
harus memberikan dosis ulang untuk pasien. Jika antibiotik profilaksis
dirasakan tidak perlu diberikan (contoh kasus tanpa insisi kulit, kasus
kontaminasi dimana antibiotik sudah diberikan untuk treatmen) maka
boks “tidak aplikabel” dicentang dan tim memverbalkan hal ini.
b. Antisipasi kejadian kritis
Komunikasi tim yang efektif adalah komponen penting dari operasi
yang aman, teamwork yang efektif dan pencegahan dari komplikasi
berat. Untuk memastikan komunikasi dari kejadian kritis pasien,
koordinator ceklist memimpin diskusi cepat antara ahli bedah,
anestesist dan perawat saat bahaya kritis dan rencana operasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan simpel bertanya pada setiap anggota tim
pertanyaan yang spesifik dengan nyaring. Hal yang penting dari
diskusi ini adalah setiap disiplin klinik harus menyediakan informasi
dan berkomunikasi dengan baik. Selama prosedur rutin atau dengan
tim yang sudah familiar, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah,”ini
adalah kasus rutin dari durasi X” dan menanyakan kepada anestesist
dan perawat tentang tindakan yang diperlukan.Kepada ahli bedah:
Apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak rutin? Berapa
lama kasus akan terjadi? Bagaimana mengantisipasi kehilangan
darah?Sebuah disskusi dari “kejadian yang tidak diharapkan”
bertujuan untuk menginformasikan kepada semua anggota tim setiap
langkah yang perlu dilakukan untuk pasien dengan perdarahan yang
cepat, cidera atau morbiditas umum lainnya. Hal ini juga menjadi
kesempatan untuk mereview langkah yang mungkin memerlukan alat
khusus, implants, atau persiapan.Kepada Anestesist: Apakah pasien
memerlukan perhatian khusus?Pasien yang berisiko untuk mengalami
perdarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau morbiditas
umum yang berhubungan dengan prosedur, tim anestesi harus
meriview dengan nyaring rencana yang spesifik dan perhatian untuk
resusitasi-secara terpisah, perhatian untuk menggunakan darah dan
setiap karakteristik pasien dengan komplikasi atau co-morbiditas
(seperti jantung atau penyakit paru, aritmia, gangguaan darah,dll) Hal
ini perlu dipahami bahwa banyak operasi tidak boleh meluapakan atau
memperhatikan risiko kritis atau perhatian yang harus dibagi dengan
tim. Dalam sebuah contoh kasus, anestesist dapat berkata,”saya rasa
tidak perlu perhatian khsus pada kasus pasien ini”
Kepada tim perawat: Apakah sterilitas (termasuk hasil indikator)
sudah dikonfirmasi? Apakah ada alat yang perlu atau perhatian
khusus?
Perawat instrumen atau tehnisi yang melakukan setting ada peralatan
untuk setiap kasus harus mengatakan bahwa steriliasi sudah dilakukan
dan untuk yang sterilisasi dengan alat, indikator steril sudah
diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang
diharapkan dan kenyataan indikator steril harus dilaporkan kepada
semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini juga
adalah kesempatan untuk mendiskusikan setiap masalah yang
berhubungan dengan peralatan dan persiapan lain untuk pembedahan
atau perhatian khusus untuk keamanan dari perawat sirkuler atau
instrument, secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anestesi.
Jika tidak diperlukan perhatian khusus, perawat scrub atau tehnisi
dapat mengatakan,”Sterilitas sudah diverifikasi. Saya rasa tidak perlu
perhatian khusus”.
c. Apakah gambaran yang penting sudah ditunjukkan?
Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan
operasi termasuk ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai
reseksi tumor. Sebelum insisi kulit, koordinator harus menanyakan
ahli bedah jika gambaran diperlukan untuk kasus tersebut. Jika
demikian, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal bahwa
gambaran penting ada di kamar operasi dan ditunjukkan untuk
digunakan selama operasi. Jika gambaran yang dibutuhkan tidak
tersedia, harus dicari. Ahli bedah akan memutuskan apakah akan
dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan naum
tidak tersedia.Pada poin ini jika sudah dilengkapi maka tim bisa
melanjutkan proses operasi.
3. Sebelum Meninggalkan Kamar operasi
Sebelum pasien meninggalkan kamar operasi Ceklist keselamatan ini
harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi.
Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim
yang bertanggungjawab terhadap pasien setelah pembedahan. Ceklist
dapat diinisiasi oleh perawat sirkuler, ahli bedah atau anestesist dan harus
dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalkan kamar operasi. Hal ini dapat
dilakukan bersamaan, contoh bersamaadengan penutupan luka.Perawat
secara verbal mengkonfirmasiNama dan prosedur tindakanSejak prosedur
mungkin berubah atau berkembang selama tindakan operasi, koordinator
ceklist harus mengkonfirmasi dengan ahli bedah dan tim secara pasti
apakah tindakan atau prosedur yang sudah dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan pertanyaan,”apakah tindakan yang dilakukan?” atau
dengan konfirmasi,”Kita tadi melakukan prosedur X, benar
bukan?”Kelengkapan dari instrument, kassa dan jumlah jarumMemelihara
instrumen, kassa dan jarum tidak lazim namun secara persisten
berpotensial untuk terjadi kesalahan. Perawat instrumen atau perawat
sirkuler harus secara verbal megkonfirmasi kelengkapan dari jumlah kassa
terakhir dan jumlah jarum. Dalam kasus dengan cavitas yang terbuka,
penghitungan instrumen harus dikonfirmasi kelengkapannya. Jika
penghitungan tidak dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain
(seperti memeriksa linen, sampah dan luka atau jika perlu
gambaranradiografi)
a. Pemberian label pada spesimen (membaca label spesimen dengan
keras termasuk nama pasien)
Label yang salah dari spesimen berpotensial mengganggu pasien dan
sudah ditunjukkan menjadi sumber yang paling sering dalam
kesalahan laboratorium. Sirkulator harus mengkonfirmasi pemberian
label yang benar dari spesimen selama prosedur operasi dengan
membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan tanda
yang lain.
b. Apakah terdapat masalah di peralatan yang perlu diperhatikan?
Masalah peralatan adalah masalah yang umum di kamar operasi.
Mengidentifikasi secara akurat sumber kesalahan dan instrumen atau
peralatan yang tidak berfungsi penting untuk mencegah peralatan
dipakai lagi ke dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinator
harus memastikan bahwa masalah peralatan selama operasi sudah
diidentifikasi oleh tim.Ahli bedah, anestesist dan perawat mereview
apa yangperlu diperhatikan untuk recovery dan manajemen pasienAhli
bedah, anestesist dan perawat harus mereview rencana post-operatif
dan manajemennya, berfokus pada selama intraoperasi atau isu
anestesi yang mungkin mempengaruhi pasien. Bahkan saat muncul
risiko yang spesifik terhadap pasien selama recovery. Tujuan dari
langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat terhadap
informasi yang kritiss (penting) untuk seluruh tim

F. Monitoring dan Evaluasi


1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Umum dadi keluarga secara
berkala melakukan monitoring dan evaluasi pada satuan kerja terkait
dengan pelaksanaan keselamatan pembedahan secara baik dan benar.
2. Komite Keselamatan Mutu dan keselamatan Pasien (KMKP) melakukan
pencatatan insiden terkait keselamatan pasien yang berhubungan dengan
kesalahan dalam melakukan keselamatan pembedahan dan melaporkannya
kepada Direktur secara berkala.
3. Tim Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), secara berkala melakukan
evaluasi kebijakan, pedoman, panduan dan SPO keselamatan pasien
terkait keselamatan pembedahan yang dilaksanakan di Rumah Sakit Santa
Elisabeth.
4. Tim Sasaran Keselamatan Pasien (SKP ) membuat tindak lanjut
berdasarkan audit
BAB IV

DOKUMENTASI

A. Komponen Dokumentasi Keselamatan Pembedahan Pasien


Dokumentasi keselamatan pembedahan pasien dimulai dari marking site
hingga pasien keluar dari ruang operasi akan di catat pada:
1. Surat ijin Pembedahan ( inform consent)
2. Checklist keselamatan pembedahan pasien
3. Laporan operasi

B. Penjelasan pelaksanaan dokumentasi keselamatan pembedahan pasien


Dokumen Surat ijin pembedahan dan laporan operasi akan di simpan di
dalam rekam medis pasien, di ruang perawatan tempat pasien dirawat paska
operasi. Pada akhirnya kedua dokumen ini akan disimpan diunit rekam medis
ketika pasien sudah pulang dari Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga atau
pasien meninggal dunia. Dokumen Surat ijin pembedahan dan laporan operasi
akan dievaluasi secara berkala oleh tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Umum Dadi keluarga. Dokumen checklist keselamatan pembedahan pasien
akan di buat secara rangkap dua dan disimpan di rekam medis pasien dan di
berkas pencatatan checklist pembedahan di ruang operasi. Checklist akan
dilengkapi mulai sejak pasien masuk ke dalam ruang operasi sampai keluar
ruang operasi, melalui 3 tahap pemeriksaan:
1. Pemeriksaan oleh perawat kamar operasi penerima pasien ( serah terima
bangsal – kamar operasi).
2. Pemeriksaan oleh perawat sirkuler.
3. Pemeriksaan oleh perawat ruang pemulihan paska operasi.
4. Sebelum disimpan di dalam rekam medis pasien dan di dalam berkas
pencatatan checklist keselamatan pembedahan Rumah Sakit Umum dadi
Keluarga. Berkas pencatatan checklist keselamatan pembedahan pasien
akan direkap oleh kepala perawat/penanggung jawab ruang pemulihan
paska operasi yang bertugas di hari pelaksanaan operasi dan di serahkan
kepada kasubsi kamar operasi.

C. Pencatatan dan Pelaporan


1. Rumah Sakit Umum Dadi Keluarga wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan insiden yang diakibatkan oleh kesalahan prosedur pembedahan,
baik kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTD),
kejadian nyaris cidera (KNC) dan kejadian sentinel.
2. Pencatatan dan pelaporan insiden yang diakibatkan oleh karena kesalahan
pembedahan pasien mengacu pada pedoman yang dikeluarkan oleh
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Rumah
Sakit Umum Dadi Keluarga
3. Pelaporan insiden akibat kesalahan dalam pembedahan pasien di kirim ke
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko melalui
satuan kerja di masing- masing unit dengan menggunakan formulir
laporan insiden.
4. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko melakukan
pencatatan kegiatan yang telah di lakukan dan membuat laporan kegiatan
kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.

Anda mungkin juga menyukai