Anda di halaman 1dari 33

Kebijakan Publik dan Gerakan Sosial (Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat

Terhadap Perwal Nomor 35 tahun 2013)

Eka Setiawan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mejelaskan peran gerakan sosial pada kasus gerakan
perlawanan yang dilakukan masyarakat terhadap kebijakan Perwal nomor 35 tahun 2013 tentang
implementasi jalur satu arah di kawasan lingkar Universitas Brawijaya, Kota Malang. Gerakan
sosial dianggap sebagai kekuatan efektif dalam mendorong terciptanya perubahan politik dan
kebijakan publik. Peneliti menggunakan teori kebijakan publik dan gerakan sosial sebagai dasar
analisis untuk mengetahui tahapan yang menjadi dasar implementasi kebijakan, serta teori gerakan
sosial untuk menganalisis proses berkembangnya gerakan dalam menuwudkan tuntutannya. Jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan metode pengambilan
sampel purposive sampling. Serta metode pengumpulan data yang meliputi sumber data primer
(observasi, wawancara) dan sumber data sekunder (dokumentasi). Hasil dari penelitian
menunjukkan adanya faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya perlawanan masyarakat
dalam menekan Pemkot Malang untuk mencabut kebijakan, meliputi struktur kesempatan politik
menunjukkan adanya akses keterbukaan terhadap sistem politik, kemudian mobilisasi sumberdaya
menunjukkan peran aktor gerakan untuk menggerakkan sumberdaya internal dan jaringan
eksternal, serta kerangka framing yang digunakan untuk membingkai isu sebagai pendorong
gerakan untuk melakukan perlawanan.

Kata kunci : Gerakan Sosial, Kebijakan Publik

Pendahuluan
Kajian mengenai gerakan sosial mengalami perkembangan pesat dalam beberapa dasawarsa
terakhir. Perkembangan tersebut di tandai dengan adanya kuantitas publikasi dan penelitian tentang
gerakan sosial, baik studi kasus maupun pendalaman teori. Saat ini studi tentang gerakan sosial
tidak hanya menjadi bidang khusus bagi ilmu sosiologi akan tetapi telah berkembang menjadi
bagian dari bidang ilmu lainnya. Seperti ilmu politik, psikologi sosial,

1
sejarah, lingkungan hidup dan berbagai studi lintas bidang ilmu yang lainnya. Perkembangan
studi gerakan sosial tidak terlepas dari posisi penting gerakan sosial sebagai kekuatan yang
mendorong perubahan dan bahkan dianggap sebagai kekuatan yang efektif dalam masyarakat.
Akhir-akhir ini kita menyaksikan banyak terjadi gerakan-gerakan perlawanan masyarakat
atau kasus-kasus gerakan sosial (social movement) dalam upaya menentang atau mendorong
terjadinya perubahan sosial maupun kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik
ditingkat daerah, nasional, maupun mancanegara. Bentuk-bentuk perlawanan yang muncul
merupakan bentuk tindakan masyarakat dalam bentuk kelompok yang merasa tidak puas dengan
sistem ataupun regulasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Munculnya fenomena
gerakan tidak terlepas dari pandangan yang beranggapan bahwa gerakan sosial sebagai kekuatan
yang efektif untuk menciptakan adanya perubahan dan tatanan baru yang sesuai dengan
kehendak masyarakat.
Diawali dari gerakan revolusi yang terjadi pada negara-negara Eropa pada abad 17
sampai dengan abad 19 melatar belakangi terbentuknya gerakan-gerakan sosial baru hingga pada
masa sekarang. Revolusi Perancis yang terjadi pada tahun 1789 yang mengubah tatanan politik
Perancis yang ditandai dengan berakhirnya pemerintahan monarki, kemudian pada abad 19
gerakan revolusi berkembang pada terjadinya revolusi Industri dengan pelopor Karl Marx yang
menuntut persamaan hak menimbulkan perlawanan kaum buruh terhadap pemilik modal yang
dipandang menindas dan tidak adil terhadap kaum buruh.1 Peristiwa revolusi yang terjadi di
Eropa tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya gerakan-gerakan sosial yang
terjadi di negara maju dan negara berkembang lainnya diberbagai belahan dunia.
Di Indonesia fenomena gerakan sosial bukanlah menjadi hal yang baru. Jika dilihat dari
rekam sejarah bangsa Indonesia, gerakan sosial di Indonesia muncul sejak era kolonialisme.
Melalui pemberontakan-pemberontakan dan perlawanan yang dilakukan oleh pahlawan-
pahlawan pejuang kemerdekaan pada abad 20-an untuk merebut kemerdedaan Indonesia.
Sementara masa setelah kemerdekaan atau pada era orde baru yang terjadi antara tahun 1960
sampai 1990-an dalam segala keterbatasan ruang geraknya berkembang gerakan-gerakan
demokrasi, feminisme, hak-hak asasi manusia dan gerakan lingkungan. Hingga akhirnya ragam
gerakan tersebut terus berlanjut dan semakin menguat terutama akhir tahun 1990-an hingga

1
Abdul W.Situmorang. Abdul W. Situmorang. 2013. Gerakan sosial : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Pustaka
belajar. Hal 4-6

2
berhasil menciptakan gerakan revolusi bangsa yang di sebut dengan reformasi yang ditandai
dengan berakhirnya era orde baru tahun 1998. Hingga saat ini gerakan sosial dan perlawanan sering
terjadi di Indonesia, Di Kota Malang, Jawa Timur, gerakan perlawanan masyarakat muncul
sebagai bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
Pemerintah. Masyarakat yang menilai kebijakan pemerintah Kota Malang dalam bentuk peraturan
walikota Nomor 35 tahun 2013 yang mengatur tentang pemberlakuan rekayasa lalu lintas di
kawasan Jalan. Sumbersari, Jalan. Gajayana, Jalan. MT. Haryono, Jalan. Mayjend Panjaitan dan
Jalan. Bogor. Implementasi kebijakan tersebut mendapat penolakan dari warga sekitar Kelurahan
Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan
konteks masyarakat yang tetap menginginkan sistem jalur dua arah. Akibatnya, sebagai bentuk
penolakan masyarakat terhadap kebijakan, masyarakat melakukan perlawanan terhadap pemerintah
dengan cara memobilisasi massa untuk menentang pemerintah dengan berbagai macam aksi
menulis spanduk-spanduk protes terhadap pemerintah termasuk diantaranya melakukan
demonstrasi serta memblokade jalan dengan target utama menuntut agar pemerintah Kota Malang
mencabut Perwal nomor 35 tahun 2013 tentang jalur satu arah dan mengembalikan jalan menjadi
dua arah seperti sebelumnya.
Penelitian mengenai gerakan sosial yang terjadi di kota Malang ini diawali dari ketertarikan
peneliti mengenai fenomena perlawanan yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa
(pemerintah). Berkaitan dengan latar belakang penelitian tersebut serta keberadaan kebijakan
Peraturan Walikota Nomor 35 tahun 2013, pokok permasalahan yang dapat di rumuskan dari
penelitian ini adalah proses gerakan perlawanan yang dilakukan masyarakat dalam menolak
implementasi kebijakan jalur satu arah di Kota Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya gerakan perlawanan, serta mengetahui bentuk
gerakan perlawanan tersebut, dan proses mobilisasi gerakan yang di lakukan oleh masyarakat
dalam menolak perberlakuan Peraturan Walikota Nomor 35 tahun 2013 tentang jalur satu arah

3
TINJAUAN TEORITIK

Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan sebuah instrumen pemerintah bukan hanya dalam arti
government yang menyangkut aparatur negara, tetapi juga governance yang menyentuh
pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan publik pada intinya merupakan keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian
sumberdaya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik yakni rakyat banyak, penduduk,
masyarakat atau warga negara.2 Kebijakan publik menitik beratkan pada apa yang di katakan oleh
Dewey dalam Wayne Person, mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan “publik dan
problem-problemnya”. Kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu dan
persoalan-persoalan tersebut disusun dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya itu
diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Selain itu kebijakan publik juga merupakan
studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan pemerintah”.3
Selain itu menurut pandangan Harold Laswell dan Braham Kaplan (1970) dalam
Nugroho mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan
tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktik-praktik tertentu (a projected program of
goals, values, and practies). Kemudian Carl L Friedrick mendefinisikannya sebagai rangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Lain halnya yang di definisikan oleh David Easton (1965) yang mengatakan bahwa
kebijakan publik adalah sebagai akibat dari aktifitas pemerintah (the impact of government
activity).4
Sementara itu Eystone (1971) dalam Abdul wahab, merumuskan dengan pendek bahwa
kebijakan publik adalah “the relationship of governmental unit to its environment” (antara
hubungan yang berlangsung diantara unit/satuan pemerintahan dengan lingkungannya).
Demikian pula dengan definisi yang disodorkan oleh Thomas R.Dye yang menyatakan bahwa

2
Edi Suharto.2008.Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Hal 3.
3
Wayne Person. 2011. The Public and its Problem, Holt, New York. Dalam Public Policy : Pengantar Teori dan
Praktik Analisis Kebijakan. Hal xi
4
Riant Nugroho.2009.Public Policy (Edisi revisi). PT.Elex media komputindo : Jakarta. Hal 83

4
kebijakan publik adalah “whatever governments choose to do or not to de” (pilihan tindakan
apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah).5
Banyak sekali perngertian kebijakan publik yang diungkapkan oleh para pakar. Hal ini
dikarenakan kebijakan publik mempunyai makna yang sangat luas, dalam berbagai literatur
terdapat begtu banyak variasi definisi dari kebijakan publik, dan terkesan tidak seragam. Jika kita
mendefinisikan secara sederhana, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh
pemerintah, sebagai strategi untuk mengimplementasikan tujuan yang diinginkan oleh
pemerintah. Kebijakan publik merupakan sarana untuk mengantarkan masyarakat untuk menuju
pada masyarakat yang di cita-citakan. Jadi kebijakan publik merupakan suatu keputusan berupa
tindakan oleh pemerintah yang diambil dari berbagai alternatif terbaik yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat demi mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian kebijakan publik
merupakan suatu fenomena kompleks karena ada variasi komplesitas melibatkan multiaktor
dengan berbagai macam kepetingan dimana masing-masing pihak mencermati kebijakan dari
perspektifnya masing-masing. Di sini diharapkan pemerintah mampu memilih alternatif yang tepat
mengingat posisi dari pemerintah itu sendiri sebagai pembuat kebijakan atau pemangku
kepentingan.

Tahap-Tahap Perumusan Kebijakan Publik


Berkaitan dengan hal ini, dalam perumusan kebijakan publik, ada beberapa tahap yang
harus dilakukan dalam penyusunan kebijakan publik, yaitu mengidendifikasi isu kebijakan,
merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi menetapkan keputusan, implementasi
kebijakan, dan evaluasi. Tahapan-tahapan tersebut dibuat agar kebijakan publik yang dibuat
nantinya dapat mencapai tujuan yang diharapkan, dan dapat mengatasi masalah yang ada.6
a) Mengidentifikasi isu kebijakan
Isu-isu kebijakan pada hakikatnya merupakan permasalahan sosial yang aktual,
mempengaruhi banyak orang, dan mendesak untuk dipecahkan. Isu-isu tersebut biasanya
muncul berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi atau organisasi non-
pemerintah. Selain aktual dan mendesak untuk dipecahkan, isu biasanya semakin

5
Solichin A. Wahab, 2012.Analisis Kebijakan : Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi
Kebijakan Publik. Jakarta : Bumi aksara. Hal.14
6
Edi Suharto. Op.Cit. Hal 27-40

5
mencuat jika didukung oleh pemberitaan media massa yang beragam dan terus menerus.
Karena media massa mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kebijakan.
b) Merumuskan agenda kebijakan
Identifikasi dan perdebatan mengenai isu-isu akan melahirkan sebuah agenda
kebijakan. Agenda kebijakan pada intinya merupakan sebuah masalah sosial yang mungkin
direspon oleh kebijakan. Agenda kebijakan merupakan hasil dari seleksi ketat dari berbagai
isu dan topik kebijakan yang diajukan oleh beberapa kalangan. Agenda kebijakan ini
berperan sebagai “pengingat” bahwa dalam kondisi keterbatasan sumberdaya dan
waktu, para pembuat kebijakan harus memberikan pada beberapa isu saja yang menjadi
prioritas.
c) Melakukan konsultasi
Konsultasi kebijakan ini bersifat multi-ragam, melibatkan banyak lembaga dan
sektor kehidupan. Karenanya untuk menghindari tumpang tindih kepentingan dan
memperoleh dukungan yang luas dari publik maka setiap agenda kebijakan perlu
didiskusikan dengan berbagai lembaga dan pihak. Inilah yang disebut dengan konsultasi.
Melalui konsultasi ide-ide dapat diuji dan proposal kebijakan dapat disempurnakan.
d) Menetapkan keputusan
Setelah isu kebijakan teridentifikasi, agenda kebijakan dirumuskan, dan kosuktasi
dilakuakan maka tahap berikutnya adalah menetapkan alternatif kebijakan apa yang akan
diputuskan. Jika sebuah agenda kebijakan bisa melampaui perdebatan-perdebatan dan
mendapatkan persetujuan sebagian besar pihak yang hadir, maka alternatif kebijakan
tersebut segera menjadi sebuah kebijakan publik.
e) Implementasi
Kebijakan yang baik tidak memiliki arti apa-apa jika tidak dapat
diimplementasikan. Apabila sebuah kebijakan telah ditetapkan, maka tahap perumusan
keijakan menginjak tahapan implementasi. Tahapan ini melibatkan serangkaian kegiatan
yang meliputi pemberitahuan kepada publik mengenai pilihan kebijakan yang diambil,
instrumen kebijakan yang digunakan, staf yang akan melaksanakan program, pelayanan-
pelayanan yang akan diberikan, anggaran yang telah disiapkan dan laporan-laporan yang
akan dievaluasi. Para pembuat kebijakan harus sudah mempersiapkan strategi implementasi
sejak awal sebuah kebijakan dirumuskan.

6
f) Evaluasi
Perumusan kebijakan pada hakikatnya merupakan sebuah proses terus-menerus
tiada henti. Karena itu proses perumusan kebijakan sering disebut sebagai lingkaran
kebijakan yang berputar terus-menerus. Secara formal evaluasi merupakan tahap akhir
dari sebuah proses pembuatan kebijakan. Namun demikian dari proses evaluasi
diharapkan menghasilkan masukan-masukan guna untuk menyempurnakan kebijakan
atau untuk merumuskan kebijakan selanjutnya.
Implementasi Kebijakan Publik
Kata implementasi berasal dari bahasa inggris implementation yang dalam bahasa
Indonesia menjadi Implementasi sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pelaksanaannya dan penerapannya. Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu
proses melaksanakan keputusan kebijakan, biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden. Dalam arti seluas-
luasnya, implementasi juga sering dianggap sebagai bentuk pengoperasonalisasian atau
penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi
kesepakatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi
(publik atau privat), prosedur, dan tehnik secara sinergitis yang digerakkan untuk bekerjasama guna
menerapkan kebijakan ke arah tertentu yang dikehendaki.
Pressman dan Wildafsky dalam Abdul wahab (2012) meyatakan bahwa sebuah kata kerja
mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijakan.
Sehingga bagi kedua pelopor studi implementasi ini, proses untuk melaksanakan kebijakan perlu
mendapat perhatian yang seksama oleh sebab itu, keliru jika kita menganggap bahwa proses
tersebut dengan sendirinya akan langsung mulus. Sementara itu, Daniel Mazmanian dan Paul
A.Sabatier menjelaskan makna implementasi kebijakan dengan mengatakan bahwa memahami apa
yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan
fokus perhatian implementasi kebijakan. Yakni kejadian-kejadian dan kegiatan- kegiatan yang
timbul sesudah dilaksanakan pedoman-pedoman kebijakan publik yang mencakup baik usaha-
usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.

7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan Kebijakan Publik
Dalam kenyataannya kebijakan pemerintah sebenarnya tidak semuanya mengalami
keberhasilan, tetapi ada juga yang mengalami kegagalan dalam pekansanannya. Hoggwood dan
Gunn dalam Abdul Wahab membagi pengertian kegagalan menjadi 2 kategori, yaitu7 :
a) Non implementation, mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan
sesuai dengan rencana. Keadaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kerjasama,
penguasaan permasalahan atau wilayah permasalahan diluar jangkauan kewenangan
sehingga betapapun gigih usaha mereka hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup
mereka tanggulangi. Akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi.
b) Unsuccesfull implementation, mengandung arti bahwa suatu kebijakan telah
dilaksanakan sesuai rencana namun dipengaruhi oleh faktor eksternal yang ternyata tidak
menguntungkan. Misalkan tiba-tiba terjadi pergantian kekuasaan atau bencana alam dan
lain sebagainya kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau
hasil akhir yang dikehendaki.
Sementara itu Erwan A. Purwanto dan Dyah R. Sulistyastuti (2012), mengungkapkan ada
enam faktor yang menjadi penentu berhasil atau tidaknya suatu proses implementasi kebijakan,
yaitu:8
a) Kualitas kebijakan itu sendiri. Menyangkut banyak hal antara lain kejelasan tujuan,
kejelasan implementor atau penanggung jawab implementasi, dan lainnya.
b) Kecukupan input kebijakan (terutama anggaran). Suatu kebijkan atau program tidak
dapat mencapai tujuan atau sasaran tanpa dukungan anggaran yang memadai.
c) Ketepatan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan kebijakan (pelayanan, subsidi,
hibah dan lainnya).
d) Kapasitas implementator, (struktur organisasi, dukungan SDM, koordinasi, pengawasan,
dan sebagainya).
e) Karakteristik dan dukungan kelompok sasaran. Karakteristik kelompok sasaran sangat
berpengaruh terhadap dukungan kelompok sasaran terhadap proses implementasi.
f) Kondisi geografi, sosial, ekonomi dan politik dimana implementasi kebijakan tersebut
dilakukan.

7
Solichin A. Wahab. Op.Cit. Hal 128
8
Purwanto, Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta
: Gava Media. Hal 85

8
Teori Gerakan Sosial
Dalam bahasa inggris social movement yang berarti gerakan sosial merupakan suatu
upaya yang kurang lebih keras dan teroganisir yang dilakukan oleh orang-orang yang realtif
besar jumlahnya. Gerakan sosial tidak terlepas dari posisi penting suatu gerakan sebagai
kekuatan yang mendorong perubahan dan bahkan dianggap sebagai kekuatan yang efektif dalam
masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa gerakan sosial yang terjadi di sejumlah tempat, baik karena
faktor-faktor sosial maupun politik telah melahirkan perubahan yang signifikan, tidak hanya
merubah struktur sosio-politik masyarakatnya, tetapi juga memunculkan suatu optimisme baru bagi
kemandirian dan otonomi masyarakat serta kebebasan yang meluas. Yang terjadi di Indonesia
fenomena kemunculnya gerakan sosial bukanlah menjadi hal yang baru.
Gerakan sosial merupakan gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam
menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Tuntutan-tuntutan
perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks
masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian masyarakat.
Dari ketidakpuasan tersebut menghasilkan suatu perilaku kolektif masyarakat yang ditandai
dengan adanya kepentingan bersama untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau
institusi yang ada di dalamnya.
Menurut pendapat beberapa ahli, gerakan sosial diartikan sebagai sebentuk aksi kolektif
dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan
dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh aktor-aktor yang diikat rasa solidaritas
dan identitas kolektif yang kuat melebihi bentuk-bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye
bersama. Definisi tersebut berdasarkan batasan M.Diani dan I.Bison yang di publikasikan di
Universitas Trento tahun 2004.9 Kemudian Giddens (1993) mendefinisikan gerakan sosial
sebagai suatu upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama atau mencapai tujuan bersama
melalui tindakan kolektif diluar lembaga-lembaga yang mapan. Definisi yang sama juga
dirumuskan oleh teorisi terkemuka Sydney
Sementara Rafael Raga Maran berpendapat bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya
yang kurang lebih keras dan teroganisir yang dilakukan oleh orang-orang yang realtif besar

9
Darmawan Wibowo. Op.Cit. Hal xv

9
jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan, entah untuk menentangnya.10 Sedangakan Piotr
Sztompka mendefinisikan gerakan sosial yang terdiri dari beberapa komponen, diantaranya
kolektivitas orang yang bertindak bersama, tujuan bersama tindakannya adalah perubahan
tertentu dalam masyarakat, kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah drajatnya dari
organisasi formal, tindakannya mempunyai drajat spontanitas yang relatif tinggi namun tidak
terlembaga dan terbentuknya tidak konvensional.11
Selain itu menurut pandangan Robert Mirsel, gerakan sosial didefinisikan sebagai
seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga (noninstitutionalised) yang dilakukan
oleh sekelompok orang untuk memajukan dan menghalangi perubahan didalam sebuah
masyarakat.12 Hal yang sama di definisikan oleh J. Craig Jenkins (1981), mendefinisikan sebuah
gerakan sosial sebagai serangkaian tindakan kolektif yang dilakukan untuk membawa perubahan
dalam struktur sosial dan dipandu oleh visi, namun diartikulasikan samar-samar, dari urutan
alternatif yang diinginkan dan langkah-langkah dasar yang diperlukan untuk memasukkannya ke
dalam efek.13
Tarrow (1998), menempatkan gerakan sosial dalam kategori yang lebih umum tentang
politik perlawanan. Politik perlawanan bisa mencakup gerakan sosial, siklus penentang dan
revolusi. Politik perlawanan terjadi ketika rakyat biasa bergabung dengan kelompok-kelompok
yang dimobilisasi oleh para aktor gerakan yang lebih berpengaruh kemudian menggalang kekuatan
untuk melawan para elit, pemegang otoritas, dan pihak-pihak lawan lainnya. Perlawanan
muncul ketika kesempatan dan hambatan politik tengah berubah dan menciptakan dorongan bagi
aktor-aktor sosial yang kurang memiliki sumber daya pada dirinya sendiri. Ketika perlawanan
didukung sumber daya yang kuat dan digaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol
aksi, maka politik perlawanan akan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan
dengan pihak-pihak lawan yang hasilnya adalah gerakan sosial.14
Diatas telah dijelaskan bahwa suatu gerakan sosial merupakan upaya keras yang bersifat
menentang dan teroganisir di kalangan orang-orang yang realtif besar jumlahnya, yang diajukan
sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang
10
Rafael Raga Maran.2007. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Rineka Cipta. Hal 65
11
Piotr Sztompka. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada. Hal 325
12
Robert Mirsel. 2004. Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta : Resist Book. Hal 6
13
Cyrus Ernesto Zirakzadeh. 2006. Social Movements in Politics, Expanded Edition: A Comparative Study.
Expanded edition. Palgrave Macmillan : New York. Hal 4
14
Suharko. Gerakan sosial baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Volume
10 nomor 1, Juli 2006.Hal. 3-4

10
10
berkelanjutan dengan kelompok elite, penguasa dan lawan, entah untuk menimbulkan perubahan,
entah untuk menentang perubahan. Gerakan sosial memiliki peran besar dalam mendorong
terbentuknya sistem politik demokratis. Gerakan sosial juga menjadi solusi dalam kebuntuan
hubungan antara civil society dan negara terutama dalam mencegah penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan elit pemerintahan. Di dalam konsep ini terkandung ide bahwa
orang-orang berintervensi dalam proses perubahan sosial. Orang-orang secara sadar melakukan
aktivitas bersama dengan suatu kepekaan akan berpartisipasi dalam suatu usaha bersama.

Perkembangan Teori Gerakan Sosial


Sebelumnya telah dijelaskan mengenai perkembangan dan cikal bakal lahirnya gerakan
sosial, yang diawali oleh terjadinya revolusi Perancis pada abad 17, yang memberikan inspirasi
pada kelompok masyarakat Eropa lainnya seperti Inggris, Jerman dan Italia untuk menciptakan
adanya perubahan dengan mendorong terjadinya revolusi politik. Kemudian berkembang sanpai
dengan abad 19 melalui perjuangan kelas yang dipelopori oleh Karl Marx untuk menciptakan
revolusi industry bagi kaum buruh. Yang kemudian dijadikan sebagai akar perkembangan teori
gerakan sosial klasik seperti teori perilaku kolektif, teori pilihan rasional, dan teori perjuangan
kelas. Pada periode tahun 1960-an perkembangan teori gerakan sosial memasuki era baru,
perubahan tersebut ditandai dengan adanya transformasi teori gerakan sosial klasik menjadi teori
gerakan sosial baru yang dikembangkan oleh akademisi teori gerakan sosial.
Teori gerakan sosial baru memiliki beberapa ciri antara lain, pertama memandang dan
menempatkan aktivitas gerakan sosial sebagai sebuah aksi kolektif yang rasional dan memiliki nilai
positif, Kedua, memperbaiki dan mengkontekstualisasikan teori-teori gerakan sosial sebelumnya
ke dalam era kekinian. Ketiga, semakin banyaknya riset dan studi gerakan sosial dinegara-negara
diluar Amerika Utara dan Eropa Barat yang membuat kajian gerakan sosial semakin kaya.
Keempat, teori gerakan sosial modern berhasil mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang
memfasilitasi tumbuhnya gerakan sosial, kuat atau lemahnya dan berhasil atau
tidaknya sebuah gerakan sosial.15
Selanjutnya untuk menganalisis tumbuh kembangnya gerakan sosial merujuk pada tiga
faktor penting yaitu kesempatan politik (political opportunities), struktur mobilisasi
(mobilization structures), dan proses pembingkaian (framing processes).

15
Abdul W.Situmorang. Op.Cit Hal 24-25

11
11
Struktur Kesempatan Politik
Kebangkitan gerakan sosial sangat dipengaruhi oleh struktur kesempatan politik yang
ada. Umumnya para teoritisi kesempatan politik menegaskan pentingnya pengaruh penataan sistem
politik terhadap struktur peluang untuk tindakan kolektif dalam tingkat dan bentuk yang sama.
Meskipun demikian, pengaruh teoritis yang mendukung pemahaman tersebut sebenarnya lumayan
baru. Para akademisi baik di Amerika Utara dan Eropa menguji bentuk-bentuk ketegangan politik,
seperti gerakan sosial, revolusi, nasionalisme dan demokratisasi, mempergunakan beberapa
mekanisme. Salah satunya adalah struktur kesempatan politik. Mekanisme kesempatan politik
berupaya menjelaskan bahwa gerakan sosial terjadi disebabkan
oleh perubahan dalam struktur politik, yang dilihat sebagai kesempatan.16
Struktur kesempatan politik merupakan salah satu teori yang dipergunakan oleh para
akademisi gerakan sosial dalam menjawab pertanyaan mengapa sebuah aksi kolektif masyarakat
dalam bentuk protes, gerakan sosial dan revolusi terjadi dalam riset gerakan sosial. Melalui struktur
kesempatan politik, McAdam menjelaskan bahwa teori kesempatan politik dapat digunakan
sebagai vaiabel utama berkaitan dengan dua prinsip variabel dependent, yaitu momentum aksi
kolektif, dan hasil dari sebuah aktifitas gerakan. Peter Eisinger di dalam artikelnya di American
Political Science Review menjadi akademisi pertama yang mempergunakan mekanisme struktur
politik dalam menjelaskan kasus-kasus gerakan sosial, revolusi dan nasionalisme. Eisinger
mengadopsi pandangan Tocqueville yang mengatakan
bahwa revolusi terjadi tidak ketika kelompok masyarakat tertentu dalam kondisi tertekan. 17
Meskipun mekanisme kesempatan politik tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan
kemunculan gerakan sosial, tetapi belum bisa menjawab bagaimana para pelaku perubahan
merasa perlu memberikan respon atas kesempatan yang terbuka sebagai akibat perubahan
kelembagaan politik? dan bagaimana para pelaku perubahan yang digandeng oleh elit yang
berada dalam sistem mendinamisasi gerakan sosial? Oleh karena itu perlu ada struktur mobilisasi
sumber daya dan proses framing.

16
Hasanuddin. Dinamika dan pengerucutan Gerakan Sosial. Universitas Riau. Hal. 66-67
17
Abdul W. Situmorang. Op.Cit. Hal 32.

12
12
Struktur Mobilisasi Sumber Daya
Dari sejumlah penelitian berkaitan dengan aksi-aksi kolektif dan gerakan sosial
menunjukan bahwa tidak semua aksi-aksi kolektif dan gerakan sosial dapat dijelaskan hanya
dengan teori struktur kesempatan politik.Karena berkembangnya sebuah gerakan sosial juga
sangat di tentukan oleh seberapa kuat dan besar sumber daya internal tersedia dan dimobilisasi
secara tepat. Peran para aktor penggerak dalam memobilisasi massa menjadi faktor yang
berperan penting dalam menggerakkan sumberdaya internal maupun untuk menggunakan
dukungan faktor eksternal. Teori Mobilisasi sumber daya berasumsi bahwa dalam suatu
masyarakat dimana muncul ketidakpuasan maka cukup memungkinkan untuk memunculkan
sebuah gerakan sosial. Faktor organisasi dan kepemimpinan merupakan faktor yang dapat
mendorong atau menghambat suatu gerakan sosial. Menurut Oberschall dalam Locher (2002),
istilah mobilisasi (mobilization) mengacu kepada proses pembentukan kerumunan, kelompok,
asosiasi, dan organisasi untuk mencapai suatu tujuan kolektif.18
Teori Mobilisasi sumberdaya kemudian menjadi salah satu teori utama dalam gerakan
sosial baru. Sejumlah akademisi geraka sosial seperti McAdam, McCarthy dan Zald
mendefinisikan struktur mobilisasi sebagai sarana kolektif baik dalam lembaga formal maupun
informal. Melalui sarana tersebut, masyarakat memobilisasi sumberdaya yang tersedia dan
berbaur dalamaksi bersama-sama. Konsep ini berkonsentrasi pada jaringan informal, organisasi
gerakan sosial dan kelompok-kelompok perlawanan di tingkat meso.19
Dalam tulisannya McCarty mengungkapkan bahwa struktur mobilisasi adalah sejumlah
cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif termasuk di dalamnya taktik gerakan
dan bentuk organisasi geraka sosial. Tujuannya adalah mencari lokasi-lokasi dalam masyarakat
untuk dapat dimobilisasi. Dalam konteks ini adalah unit-unit keluarga, jaringan pertemanan,
asosiasi tenaga sukarela, unit-unit tempat bekerja, dan elemen-elemen negara itu sendiri menjadi
lokasi-lokasi sosial bagi struktur mobilisasi mikro.20

18
Sukmana, Oman . Konvergensi Antara Resource Mobilization Theory dan Identityorieted Theory Dalam Studi
Gerakan Sosial Baru. Sosiologi Reflektif .Volume 8, nomor 1, Oktober 2013.Fisip-UMM. Hal. 42
19
Abdul W. Situmorang. Op.Cit. Hal 38
20
ibid

13
13
Proses Framing
Konsep bingkai seperti yang digunakan dalam studi gerakan sosial terutama berasal dari
karya Goffman (1974). Untuk Goffman, frame dilambangkan "penafsiran" yang memungkinkan
individu "untuk mencari, melihat, mengidentifikasi, dan label" kejadian dalam ruang hidup mereka
dan dunia pada umumnya. Frame membantu untuk membuat peristiwa atau kejadian yang
berarti dan dengan demikian berfungsi untuk mengatur pengalaman dan panduan tindakan. Frame
tindakan kolektif juga melakukan fungsi interpretatif ini dengan menyederhanakan dan kondensasi
aspek "dunia di luar sana," tetapi dengan cara-cara yang "dimaksudkan untuk memobilisasi
pengikut potensial dan konstituen, untuk menggalang dukungan penonton, dan
demobilisasi antagonis".21 Dengan demikian, frame tindakan kolektif berorientasi aksi dari
keyakinan dan makna yang menginspirasi yang merupakan kegiatan sah serta kampanye organisasi
gerakan sosial. Oleh karena itu pelaku perubahan memiliki tugas penting mencapai perjuangannya
melalui pembentukan framing atas masalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Ini sebuah cara
untuk meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong
untuk melakukan desakan agar timbul adanya perubahan.
Zald, memperjelas apa yang dimaksud Snow dan Benford tersebut dengan mengidentifikasi
topik-topik penting yang tidak hanya berhubungan dengan proses framing tetapi juga
memainkan peranan penting dalam membentuk framing. Topik pertama adalah kontradiksi budaya
dan alur sejarah. Dia berpendapat bahwa kesempatan politik dan mobilisasi, sering kali tercipta
melalui ketegangan budaya dan kontradiksi yang telah berlangsung lama muncul menjadi bahan
proses framing seperti, keluhan dan ketidakadilan, sehingga aksi kolektif menjadi mungkin.
Kontradiksi budaya juga menjadi penyebab mobilisasi ketika dua atau lebih tema-tema budaya
yang memiliki potensi kontradiksi dibawa ke dalam kontradiksi aktif melalui kekuatan aksi
kolektif. Kemungkinan lain, misalnya, ketika realitas perilaku sekelompok masyarakat dilihat
secara substansi memiliki perbedaan dari justifikasi ideologi sebuah gerakan
sosial.22
Topik kedua proses framing sebagai sebuah aktivitas strategi. Keretakan dan kontradiksi
budaya menyediakan konteks dan sekaligus kesempatan bagi kaderkader gerakan, yaitu,
pemimpin, partisipan inti, aktivis dan simpatisan. Akan tetapi, ada sebuah proses aktif framing

21
Benford ,Robert. David A. Snow. Framing Processes and Social Movements: An Overview and Assessment.
Annual Review of Sociology, Vol. 26. (2000), pp. 611-639.
22
Abdul W. Situmorang. Op.Cit. Hal 41-43

14
14
dan pendefinisian ideologi, simbol, peristiwa-peristiwa yang mampu menjadi ikon oleh para
pengusaha moral. Para pengusaha moral ini bisa dari kalangan aktivis maupun dari kalangan di
luar aktivis. Kalangan wartawan, masyarakat, asosiasi pemimpin, politisi, dan penulis juga
berkontribusi menentukan pilihan framing strategi dalam gerakan sosial.23
Gamson mengidentifikasi tiga komponen framing yaitu:24 Pertama, rasa ketidakadilan.
Rasa ketidakadilan muncul dari kegusaran moral (moral indignation) yang berhubungan dengan
kekecewaan. Kegusaran moral ini sering kali berhubungan dengan ketidaksetaraan yang tidak
memiliki legitimasi yaitu perlakuan yang tidak seimbang terhadap individu-individu atau
kelompok-kelompok yang dipersepsikan sebagai ketidakadilan. Perasaan ketidakadilan semacam
itu menjadi pemicu dari beberapa gerakan sosial utama, seperti gerakan buruh, gerakan hak-hak
sipil, gerakan perempuan, gerakan hak-hak kaum homo,dll. Kedua, identitas. Kegusaran moral atau
kemarahan karena diperlakukan tidak adil, harus dirasakan bersama untuk memotivasi aksi
kolektif, itulah yang disebut identitas. Pengidentifikasian "mereka" (penguasa, kelompok elit) yang
dianggap bertanggung jawab atas sebuah situasi negatif menyiratkan adanya "kita" sebagai
lawannya. Dalam menetapkan "kita", komponen identitas kerangka aksi kolektif ini adalah
seperangkat keyakinan kolektif, yaitu keyakinan yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang.
Oleh karena itu, ketidakpuasan yang dicakup oleh kerangka tersebut juga dirasakan bersama.
Ketiga, agensi. Agensi mengacu pada keyakinan bahwa seseorang dapat mengubah kondisi
atau kebijakan melalui aksi kolektif. Rasa ketidakadilan atau rasa beridentitas mungkin merupakan
kondisi yang diperlukan untuk partisipasi dalam gerakan, tetapi merasakan ketidakpuasan bersama
dan menemukan penguasa yang dapat dipersalahkan semata-mata tidak cukup dapat mendorong
orang untuk melibatkan diri di dalam aksi kolektif. Individu-individu harus menjadi yakin bahwa
mereka memiliki kekuatan untuk mengubah kondisi mereka. Keyakinan semacam itu merupakan
syarat bagi kemunculan agen-agen yang memberikan kesan sangat berpengaruh secara politis,
yang dibuktikan oleh kesuksesan mereka di masa lalu atau
pengaruh mereka secara potensial.

23
ibid
24
Hasanuddin. Op.Cit. Hal 69

15
15
Ciri-Ciri Gerakan Sosial
Piotr Stompka, menjelaskan mengemukakan ciri gerakan sosial yang lebih luas sebagai
berikut :25
a) Wujud kesukaan untuk berubah dikalangan anggota masyarakat atau upaya kolektif
khusus untuk menyatakan keluhan dan ketidakpuasan dan atau mendorong atau
mengahambat perubahan.
b) Tindakan kolektif yang kurang lebih teroganisir, bertujuan perubahan sosial atau lebih
tetapnya kelompok individu secara bersama bertujuan mengungkapkan perasaan tak puas
secara kolektif di depan umum dan mengubah basis sosial dan politik yang dirasakan
tidak memuaskan itu.
c) Upaya kelompok tak konvensional untuk menciptakan atau menentang perubahan atau lebih
rinci, kelompok non konvensional yang mempunyai derajat organisasi formal berbeda-beda
dan yang berupaya menciptakan atau mencengah tipe perubahan radikal atau reformis.
Sementara itu bagi Tarrow (1998), konsep gerakan sosial harus memiliki empat komponen
dasar, yaitu :26
a) Tantangan Kolektif
Gerakan sosial selalu ditandai oleh tantangan-tantangan untuk melawan melalui aksi
langsung yang mengganggu terhadap para elit, pemegang otoritas, kelompok-kelompok lain,
atau aturan-aturan kultural tertentu. Tantangan kolektif seringkali ditandai oleh tindakan
mengganngu, menghalangi atau membuat ketidakpastian terhadap aktivitas-aktivitas pihak lain.
Tantangan kolektif tersebut merupakan karakteristik paling umum dari gerakan sosial.
b) Tujuan bersama
Ada banyak alasan yang bisa diungkapkan mengapa seseorang bergabung dalam gerakan
sosial. Dari sekedar keinginan nakal, mencemooh otoritas hingga insting gerombolan yang tidak
jelas tujuannya. Namun, jika ada alasan yang paling jelas mengapa orang terikat bersama dalam
gerakan adalah untuk menyusun klaim bersama menentang pihak lawan, pemegang otoritas, atau
para elit. Nilai dan kepentingan bersama merupakan basis dari tindakan-tindakan mereka.
c) Solidaritas dan identitas kolektif

25
Piotr Sztompka. Op.Cit. Hal 325 - 326
26
Suharko. Op.Cit. Hal 5-7.

16
16
Sesuatu yang menggerakkan secara bersama-sama dar gerakan sosial adalah pertimbangan
partisipan tentang kepentingan bersama yang kemudian mengentarai perubahan dari sekedar
potensi gerakan menjadi aksi nyata. Dengan cara menggerakkan konsensus, prancang gerakan
memainkan peranan penting dalam merangsang munculnya konsensus semacam itu. Namu para
pemimpin hanya dapat menciptakan suatu gerakan sosial ketika mereka menggali lenih dalam
persaan-perasaan solidaritas atau identitas yang biasanya bersumber dari nasionalisme, etnisitas,
atau keyakinan agama.
d) Memelihara politik perlawanan
Hanya dengan cara memelihara aksi kolektif melawan pihak musuh suatu perlawanan bisa
menjadi suatu gerakan sosial. Tujuan kolektif, identitas bersama dan tantangan yang dapat
diidentifikasi membantu gerakan untuk memelihara politik perlawanan ini. sebaliknya jika
mereka tidak mampu memelihara tantangan bersama maka gerakan mereka akan menguap menjadi
semacam kemarahan individual. Karena itu memelihara aksi kolektif dalam interaksi denga pihak
lawan yang kuat menandai titik pergeseran dimana suatu pertentangan berubah menjadi suatu
gerakan sosial.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang
bertujuan untuk memberikan informasi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta yang diteliti. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu
data yang mengandung makna.27 Arikunto, menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu
gejala yang ada yaitu keadaan gejala yang menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.28
Terkait dengan gerakan sosial perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat dalam menolak
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kota Malang, peneliti akan mengumpulkan data dengan
cara wawancara, catatan yang ada di lapangan, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya.
Lokasi penelitian tepatnya pada masyarakat yang paling merasakan dampak dan paling
keras menolak pemberlakuan kebijakan Perwal Nomor 35 tahun 2013 tersebut yaitu di
Kelurahan Penanggungan Kecamatan Klojen Kota Malang. Teknik pengumpulan data

27
Sugiono.2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Hal 3.
28
Suharsimi Arikunto. 1998. Manajemen Penelitian. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.Hal.44

17
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitan
adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kulaitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi
yang alamiah. Tehnik pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara mendalam,
dokumentasi, pengamatan (observasi).29 Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu
Informan Kunci (key informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, Informan Utama merupakan mereka yang
terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, Informan Tambahan merupakan mereka
yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang
diteliti.
Cara pengumpulan data dalam suatu penelitian ada dua jenis sumber data, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan peneliti secara langsung dari
sumbernya melalui wawancara maupun observasi. Sumber tersebut diperoleh melalui informan
atau responden yang telah ditentukan dan secara langsung berhubungan dengan obyek penelitian
meliputi masyarakat yang terkena dampak diterapkannya kebijakan, pemerintah sebagai pemangku
kepentingan, elemen mahasiswa yang terlibat langsung dalam gerakan perlawanan kebijakan dan
pihak-pihak lain yang memiliki keterlibatan dalam upaya terhadap usaha menolak implementasi
Perwal Nomor 35 tahun 2013. Kemudian data sekunder merupakan data yang tidak secara
langsung berhubungan dengan responden yang diteliti serta merupakan data pendukung bagi
penelitian yang dilakukan. Data sekunder meliputi : dokumen-dokumen, arsip-arsip, catatan-
catatan dan laporan dari berbagai pihak yang mendukung penelitian ini seperti produk
kebijakan dan lain sebagainya.
Untuk keabsahan data menggunakan triangulasi dengan sumber dan metode, yang berarti
membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam metode kualitatif.30 Hal ini peneliti capai dengan hal berikut :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
b) Membandingkan perkataan narasumber dengan narasumber yang lain.
c) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti akademisi atau orang yang ahli dalam bidang yang
diteliti.

29
Sugiono. Op.Cit. Hal 62.
30
Moleong. Op.Cit. Hal.303

18
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebijakan Perwal Nomor 35 Tahun 2013

Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2013 merupakan kebijakan walikota Malang


periode 2013-2018 Moch. Anton yang mengatur tentang rekayasa lalu lintas di kawasan jalan
Sumbersari, jalan Gajayana, jalan MT.Haryono, jalan DI.Panjaitan dan jalan Bogor Kota
Malang. PERWAL nomor 35 tahun 2013 tersebut terdiri atas 14 pasal yang di implementasikan
pada tanggal 6 November 2013. Dasar penerapan Perwal tersebut adalah kajian terhadap kelayakan
jembatan Soekarno Hatta sisi sebelah timur sehingga perlu melakukan rekayasa lalu lintas di
jembatan tersebut supaya tidak menimbulkan percepatan masa usia jembatan tersebut dan
menyelesaikan kemacetan di kawasan Universitas Brawijaya serta dalam rangka melakukan
optimalisasi fungsi jalan guna meningkatkan kelancaran dan memperpanjang usia jembatan,
perlu melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan Universitas Brawijaya. 31
William Dunn dalam bukunya menyebutkan bahwa proses analisis kebijakan adalah
serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan didalam proses kegiatan yang pada dasarnya
bersifat politis. Aktivitas politis sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.32 Sementara itu Ericson dalam Wahab
mengemukakan pandangannya mengenai analisis kebijakan sebagai penyelidikan yang berorientasi
kedepan dengan menggunakan sarana yang optimal untuk mencapai serangkaian tujuan sosial yang
diinginkan. Sedangkan Dror berpendapat analisis kebijakan merupakan suatu
pendekatan dan metodologi untuk mendesain dan menemukan alternatif-alternatif yang
dikehendaki berkenaan dengan sejumlah isu yang kompleks. Sejalan dengan itu, Kent
mendefinisikan analisis kebijakan sejenis studi yang sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas dan
kreatif yang dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan rekomendasi yang andal berupa
tindakan-tindakan dalam memecahkan masalah-masalah politik yang konkret.33

Menganalisis implementasi kebijakan jalur satu arah tersebut pertama mengenai


perbaikan jembatan Soekarno Hatta yang terkendala izin kewenangan, Karena akses jalan yang
31
Perwal Nomor 35 Tahun 2013. Tentang Rekayasa Lalu Lintas di Kawasan Jalan Sumbersari, Jalan Gajayana,
Jalan MT.Haryono, Jalan DI. Panjaitan, Jalan Bogor.
32
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. 1999. Gajah Mada University Press :
Yogyakarta. Hal 22.
33
Solichin A.Wahab. Op.Cit. Hal 40.

19
19
melintas diatasnya merupakan kewenangan Provinsi Jawa Timur, sedangkan rangka jembatan
merupakan milik Kementrian Pekerjaan Umum, artinya kewenangan birokrasi di Indonesia
masih terkesan tumpah tindih, perlu adanya sistem birokrasi yang lebih fleksibel tidak tumpang
tindih akibat terkendala kewenangan untuk urusan-urusan yang menyangkut keselamatan orang
banyak. Saat ini beban kendaraan yang diijinkan untuk berhenti diatas jembatan hanya 30% dari
beban jembatan, hal tersebut sesuai dengan hasil uji forensik oleh Tim Laboratorium
Transportasi dan Jalan Raya Universitas Brawijaya dengan dihitung berdasarkan analisa
kekuatan, analisa kesehatan jembatan, analisa kenyamanan dan analisa kemudahan.34 Kedua
adalah masalah kemacetan, sebenarnya kemacetan yang ada di Kota Malang merupakan masalah
yang hampir dihadapi oleh kota-kota besar lain yan ada di Indonesia. Jumlah kendaraan bermotor
baik roda dua ataupun roda empat yang tidak sebanding dengan sarana jalan yang ada merupakan
faktor utama penyebab kemacetan lalu lintas. Sama halnya yang terjadi di Kota Malang.
Pertumbuhan kendaraan yang pesat, tidak diimbangi dengan pertumbuhan sarana dan prasarana
penunjang transportasi, akibatnya sarana jalan yang ada saat ini tidak mampu menampung
volume kendaraan yang terus meningkat. Penerapan sistem satu arah dinilai Pemkot Malang
sebagai alternatif dalam menangani masalah kemacetan namunoada kenyataannya penerapan
jalur satu arah dipilih sebagai alternatif kebijakan untuk mengurai kemacetan pada kenyataannya
penerapan sistem tersebut hanya mengurangi kemacetan pada titik-titik tertentu namun
menimbulkan masalah kemacetan pada titik yang lainnya karena terjadi penumpukan
kendaaraan. Artinya penerapan Perwal satu arah di kawasan lingkar Universitas Brawijaya hanya
bisa menjadi solusi sementara mengatasi kemacetan. Dalam waktu yang tidak lama, dengan
percepatan volume kendaraan bermotor, kemacetan akan tetap terjadi, meskipun kebijakan satu
arah diterapkan. Kebijakan satu arah hanyalah kebijakan sementara yang tidak bisa diterapkan
dalam jangka-waktu panjang untuk mengatasi kemacetan. Untuk mengatasi kemacetan yang
efektif diperlukan adanya kebijakan yang lebih kontekstual dengan masalah kemacetan yang ada.
Perlu ada kebijakan yang tepat sasaran untuk mengurangi volume kendaraan yang melintas di Kota
Malang serta penyediaan sarana transportasi massal seperti bus kota ataupun monorail
dapat menjadi pertimbangan jangka panjang Pemerintah Kota Malang.

34
Laporan Kegiatan Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Malang. Dinas Perhubungan Kota Malang.

20
20
Akibat dari adanya kebijakan tersebut timbul adanya kontroversi di kalangan masyarakat
sekitar yang terdampak dari implementasi kebijakan tersebut. Beberapa kendala terjadi
dilapangan tempat dimana kebijakan rekayasa lalu lintas diterapkan masyarakat terdampak
menentang adanya Perwal tersebut. Mereka menuntut jalan dikembalikan menjadi dua arah
seperti semula. Masyarakat menilai kebijakan Abah Anton tersebut tidak berdasarkan kajian dan
diterapkan secara sepihak. Sejak kebijakan tersebut diterapkan warga merasakan penurunan
sector ekonomi yang signifikan antara 50-70%, selain itu angka kecelakaan lalu lintas di aera
jalan satu arah menngkat, pengendara melaju kencang ini terjadi karena fasilitas yang ada kurang
mendukung misalnya jembatan penyebrangan atau pita kecut serta ketegasan dari pihak-pihak
terkait terhadap pelanggar rambu. Selain itu warga merasa kebijakan tersebut janggal karena uji
coba yang seharusnya berjalan selama satu bulan serta durasi satu arah 12 jam, pada faktanya lebih
dari satu bulan kebijakan tersebut berjalan serta durasi penerapan diubah menjadi 24 jam. Dampak-
dampak yang timbul seperti masalah ekonomi, sosial dan kejanggalan yang ada memicu warga
untuk menuntut agar walikota Malang mencabut Perwal nomor 35 tahun 2013.

Gerakan Perlawanan Masyarakat Terhadap Perwal Nomor 35 Tahun 2013


Gerakan sosial yang muncul dan terbentuk pada masyarakat kelurahan Penanggungan Kota
Malang mengindikasikan adanya konflik antara masyarakat dengan penguasa (Pemkot Malang)
yang pada akhirnya membentuk aksi kolektif atas dasar solidaritas bersama dikalangan masyarakat
untuk memberontak melakukan perlawanan. Sidney Tarrow (1998) mendefinisikan gerakan sosial
sebagai tantangan kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang memiliki tujuan dan solidaritas
yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, lawan, dan
penguasa. Di sini terdapat empat kata kunci penting yakni tantangan
kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial, dan interaksi berkelanjutan.35 Sementara itu, Della
Porta dan Diani (1999) mengungkapkan sedikitnya ada empat karakteristik utama gerakan
sosial, yakni : jaringan interaksi informal, perasaan dan solidaritas bersama, konflik sebagai
fokus aksi kolektif, mengedepankan bentuk-bentuk protes. Dengan kata lain, gerakan sosial
merupakan jaringan-jaringan informal yang mendasarkan diri pada perasaan dan solidaritas

35
Suharko. Loc.cit. Hal. 3

21
21
bersama, yang bertujuan untuk memobilisasi isu-isu konfliktual, melalui berbagai bentuk
protes yang dilakukan secara terus-menerus. 36
Latar belakang munculnya perlawanan masyarakat adalah protes serta bentuk perlawanan
atas peraturan walikota nomor 35 tahun 2013 tentang implementasi jalur satu arah di lingkar
Universitas Brawijaya. Jumlah penduduk Kota Malang yang mencapai 845.973 jiwa ditambah
lagi dengan warga pendatang dari luar Kota Malang yang semakin menambah sesak penghuni kota
dengan luas 110,06 km2.37 Dengan jumlah penduduk yang besar serta dipengaruhi oleh adanya
masyarakat pendatang tersebut, kepadatan penduduk jelas menjadi suatu hal yang tak dapat
dipungkiri. Di bidang transportasi, aktifitas mobilitas penduduk mengakibatkan kemacetan. Karena
untuk pemenuhan kebutuhan transportasi sehari-hari penduduk Kota Malang cenderung
memilih menggunakan kendaraannya sendiri baik roda dua maupun roda empat. Kondisi ini
mengakibatkan jumlah kendaraan meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan jumlah
kendaraan yang tidak sebanding dengan prasarana jalan yang ada. Hal inilah yang menimbulkan
kepadatan pada ruas-ruas jalan perkotaan sehingga menimbulkan kemacetan. Masyarakat yang
tidak setuju dengan satu arah melakukan perlawanan terhadap walikota Malang, mereka
menuntut pengembalian dua arah di semua jalan yang diberlakukan peraturan satu arah.
Masyarakat terdampak peraturan tersebut beralasan bahwa dengan pemberlakuan satu arah telah
membuat perekonomian mereka hancur, penghasilan tidak menentu, dan bahkan ada di antara
mereka yang tidak membuka toko dan kiosnya karena sepi orang yang berbelanja. Begitu juga
dengan kecelakaan lalu lintas, menurut mereka, setelah pemberlakuan satu arah banyak terjadi
kecelakaan karena kendaraan, terutama sepeda motor melaju dengan kecepatan tinggi. Ini
menyebabkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah yang diberlakukan jalur satu arah
merasa kesulitan untuk menyebrang jalan. Selain itu masyarakat menilai ada kejanggalan dalam
penerapan kebijakan satu arah tersebut, tidak ada sosialisasi dari pihak pemerintah, tidak ada uji
coba namun langsung di implementasikan, ini dinilai sebagai kebijakan sepihak Pemerintah Kota
Malang.

Tuntutan penolakaan satu arah dilakukan masyarakat dengan berbagai macam cara, mulai
dari aksi demonstrasi ke balaikota, memblokade jalan lingkar Universitas Brawijaya, tidak hanya
sekedar dengan melakukan aksi demonstrasi, tapi juga dengan membetangkan spanduk-spanduk

36
Cyrus Ernesto Zirakzadeh. Op.Cit. Hal 12
37
Op.cit.http://bpsmalangkota.go.id. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015, jam 18.40 wib.

22
22
panjang dengan berbagai macam tuntutan dan dibubuhi tanda tangan, menganggap Abah Anton
tidak pro masyarakat kecil. Tuntutan pencabutan Perwal nomor 35 tahun 2013 tidak hanya
datang dari kalangan masyarakat Penanggungan. Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Malang ikut bergabung
dengan masyarakat melakukan aksi turun jalan menolak kebijakan satu arah. Puncaknya aksi
demonstrasi besar-besaran kembali dilakukan warga pada hari Senin, tanggal 27 Oktober 2013
sekaligus yang terbesar, Akhirnya setelah melakukan rapat bersama antara Forpimda, melalui surat
DPRD Kota Malang yang dilayangkan ke Pemerintah Kota Malang terkait kebijakan jalur satu
arah di lingkar Universitas Brawijaya itu bernomor 300/1472/35.73.201/2014 tertanggal 28
Oktober 2014. Pengembalian jalur satu arah menjadi jalur dua arah di lingkar UB tersebut untuk
meredam gejolak warga dan Forpimda pun sepakat agar kebijakan Pemkot Malang yang
dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 35 tahun 2013 itu dikaji ulang.

Konsolidasi Perlawanan Masyarakat Terhadap Kebijakan One Way


Gerakan sosial merupakan tindakan yang diawali oleh ketidakpuasan, baik terhadap norma-
norma yang sedang berlaku, struktur sosial yang tidak adil, sistem politik yang menindas, ekonomi
yang eksploitatif, diskriminasi kelompok dan identitas tertentu. Dari ketidakpuasan tersebut
menghasilkan suatu perilaku kolektif masyarakat yang ditandai dengan adanya kepentingan
bersama untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.
Gerakan sosial erat kaitannya dengan kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki rasa
solidaritas yang sama. Gerakan sosial juga hampir selalu memiliki organisasi penggerak. Mereka
juga seringkali memiliki pemimpin, meskipun sifatnya situasional atau sementara, tanpa melalui
proses pembentukan stuktur organisasi yang formal dan baku. Demikian pula, dalam setiap
gerakan sosial senantiasa ada identitas dan rasa solidaritas, perasaan senasib, yang menjadi basis
perlawanan, membangun dan dikuatkan oleh gerakan sosial itu
sendiri.
Untuk mempelajari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tumbuh berkembang dan
menurunnya protes-protes kolektif pada gerakan sosial serta bagaimana proses tersebut terjadi pada
suatu periode tertentu. Proses kolektif dari gerakan sosial sangat dipengaruhi oleh adanya beberapa
hal seperti, tersedia atau tidaknya kesempatan politik (political opportunities), kemudian siap
atau tidaknya organisasi-organisasi gerakan baik formal ataupun non formal yang

23
23
dikenal dengan pendekatan struktur mobilisasi (mobilization structures), dan tersedia atau
tidaknya kerangka framing atau proses pembingkaian (framing processes) dan tersedia atau
tidaknya bentuk-bentuk perlawanan yang kreatif dan inovatif.

Struktur Kesempatan Politik


Struktur kesempatan politik merupakan salah satu teori yang gunakan untuk menjawab
pertanyaan mengapa sebuah aksi kolektif masyarakat dalam bentuk protes, gerakan sosial dan
revolusi terjadi dalam gerakan sosial. Pendekatan kesempatan politik erat kaitannya dengan
lingkungan politik serta institusi tempat dimana gerakan sosial itu berlangsung. akademisi
McAdam (1982) dan Tarrow (1989) dikutip dari Situmorang menjabarkan struktur kesempatan
politik secara lebih spesifik mereka mengembangkan variable-variabel lainnya disamping variable-
variabel yang telah ada sebelumnya, tentang bagaimana sebuah gerakan sosial muncul. Pertama
gerakan sosial muncul ketika tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik mengalami
keterbukaan. Kedua ketika keseimbangan politik sedang tercerai berai, sedangkan keseimbangan
politik baru belum terbentuk. Ketiga ketika para elit politik mengalami konflik besar dan konflik
ini dipergunakan oleh para pelaku perubahan sebagai kesempatan. Dan yang keempat ketika para
pelaku perubahan menggalang dukungan para elit yang berada dalam sistem
untuk melakukan perubahan.38 Selain itu Robert Mirsel mengungkapkan bahwa aksi-aksi
gerakan kemasyarakatan berlangsung dalam struktur yang membatasi tetapi tidak sepenuhnya
dan tidak secara mekanis pula menentukan bentuk tindakan. Struktur-struktur ini dapat dipelajari
sebagai kondisi-kondisi yang eksis secara obyektif. Faktor utama dari perilaku gerakan (movement
behavior) adalah struktur peluang politis (political opportunity structure) atau bentuk-bentuk
lembaga politis yang bisa saja memaksa strategi-strategi gerakan untuk mengikuti
pola yang tergaris dalam struktur.39
Menganalisis gerakan sosial perlawanan masyarakat Penanggungan dengan prespektif
kesempatan politik gerakan sosial masyarakat muncul karena akses terhadap lembaga politik
mengalami keterbukaan, selain itu faktor yang mempengaruhi dalam kesempatan politik ini
dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor dukungan lingkungan kemudian dukungan aktor-aktor
yang terlibat dalam gerakan sosial. Faktor lingkungan dapat dilihat dari struktur masyarakat yang

38
Abdul W. Situmorang, Op.Cit. Hal.34
39
Robert Mirsel. Op.Cit. Hal. 57

24
24
mendukung untuk melakukan perlawanan yang dipengaruhi oleh untung dan rugi dari adanya
kebijakan. Selanjutnya dukungan dari aktor gerakan menjadi alat untuk melakukan perubahan,
peran dari Lurah Penanggungan dan ketua RT/RW sebagai tokoh masyarakat menjadi legitimasi
warga untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah. Elemen mahasiswa PMII dan HMI
turut mendukung dalam aksi penolakan tersebut. Selain itu dukungan DPRD Kota Malang terhadap
warga dalam menolak kebijakan satu arah menjadi alat dari kalangan elit yang berada dalam sistem
politik untuk warga dalam menuntut dicabutnya Perwal satu arah. Selanjutnya, ketika kita
berbicara mengenai keseimbangan politik yang tercerai berai, dengan melihat gejolak politik antara
eksekutif dan legislatif yang muncul dari permasalahan pemberlakuan satu arah tersebut
menandakan adanya ketidak seimbangan politik yang terjadi di kalangan elit. Dalam konteks
perlawanan masyarakat, tidak terciptanya hubungan baik antara eksekutif dan legislatif, disini
berarti Pemerintah Kota Malang sebagai pembuat kebijakan serta DPRD Kota Malang sebagai
kontrol dari kinerja pemerintah, menjadi alat penting untuk memperbesar peluang keberhasilan
gerakan sosial masyarakat dengan tuntutan yang mereka perjuangkan. DPRD yang mempunyai
power untuk menekan eksekutif yang merespon dengan mengeluarkan surat peringatan kepada
walikota Malang untuk mencabut Perwal satu arah tersebut.
Analisis berikutnya ketika para pelaku perubahan menggalang dukungan para elit yang
berada dalam sistem untuk melakukan perubahan, Dukungan para elit yang dimaksud disini adalah
dukungan dari DPRD Kota Malang seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
DPRD menekankan menyatakan penerapan kebijakan jalur satu arah di kawasan lingkar
Universitas Brawijaya tanpa ada kajian mendalam, sehingga menimbulkan gejolak dan penolakan
dari warga. Selama ini DPRD yang menjadi wakil rakyat, tidak pernah diajak untuk berunding
dengan Pemerintah Kota maupun tim kajian satu arah dari UB untuk memaparkan masalah
tersebut, bagaimana dampak positif dan negatifnya dari sudut perekonomian, keamanan dan
kenyamanan warga, jika jalur satu arah di kawasan UB diterapkan. Selain itu dukungan terhadap
gerakan perlawanan masyarakat ini juga datang dari struktur yang ada di Kelurahan Penanggungan,
ketika 8 RW serta 46 RT mengembalikan stempel kepada walikota Malang sebagai simbol yang
mengartikan lumpuhnya pelayanan birokrasi di kelurahan penanggungan. Hal tersebut sebagai
bentuk protes dan juga dukungan kepada warga yang melakukan perlawanan terhadap
pemerintah Kota Malang.

25
25
Mobilisasi Sumber Daya Gerakan Perlawanan Masyarakat
Seperti apa yang dipaparkan oleh Buechler, saat ini teori Mobilisasi Sumberdaya (the
Resource Mobilisation Theory) merupakan kerangka teoritik yang cukup dominan dalam
menganalisis gerakan sosial dan tindakan kolektif.40 Berkembangnya gerakan juga sangat
ditentukan oleh seberapa kuat dan besar sumberdaya internal yang tersedia dan dimobilisasi dengan
cepat. Akademisi gerakan sosial seperti McAdam, Mc Carhty dan Zald, mendefinisikan struktur
mobilisasi sebagai sarana kolektif baik dalam sebuah lembaga formal dan juga informal.
Melalui sarana tersebut masyarakat memobilisasi sarana yang tersedia dan berbaur dalam aksi
bersama.konsep tersebut berkonsentrasi pada jaringan informal organisasi gerakan sosial dan
kelompok-kelompok perlawanan di tingkat meso.41 Sementara itu Robert Mirsel mengungkapkan
bahwa aktifitas utama dari organisasi gerakan adalah memobilisasi dengan berbagai macam
konsekuensi dengan aneka cara guna memperoleh sumber-sumber daya yang dibutuhkan.
Sumber-sumber daya dalam arti luas dapat mencakupi waktu dan tenaga para aktivis, dana,
dukungan media, dan sebagainya.42
Maka struktur mobilisasi sumberdaya dapat diartikan sebagai sejumlah cara kelompok
yang melebur menjadi satu dalam aksi kolektif, termasuk didalamnya taktik gerakan dan bentuk
organisasi gerakan sosial. Struktur mobilisasi sosial juga memasukkan serangakaian posisi-posisi
sosial yang ada dalam msyarakat kedalam struktur mobilisasi yang terbentuk. Tujuannya adalah
untuk dapat mencari lokasi-lokasi di dalam masyarakat agar dapat dimobilisasi. Dalam konteks ini,
posisi-posisi sosial dalam masyarakat yang dapat dimobilisasi adalah unit-unit keluarga yang
terdiri dari beberapa anggota keluarga, jaringan pertemanan, asosiasi tenaga sukarela (organisasi-
organisasi informal kemayarakatan yang ada dan mau bergabung), elemen-elemen lain, baik
internal maupun eksternal, yang menjadi lokasi-lokasi untuk struktur mobilisasi sumberdaya.
Dalam analisis sebuah gerakan sosial, struktur mobilisasi sumber daya ini akan digunakan untuk
melihat organisasi-organisasi baik formal maupun informal yang terlibat dalam perlawanan
terhadap kebijakan pemerintah, bagaimana mereka memobilisasi sumberdaya yang mereka
miliki, serta bagaimana gerakan perlawanan tersebut merekrut orang-orang untuk berkonsolidasi
bergabung dalam gerakan menentang penguasa, apakah dengan memenfaatkan jaringan internal
(informal) maupun memanfaatkan jaringan ekternal yang ada seperti kekerabatan/pertemanan,

40
Oman Sukmana. Op.Cit. Hal. 41
41
Abdul W. Situmorang. Loc.Cit. Hal.38
42
Robert Mirsel. Op.Cit. Hal. 56

26
26
kelompok-kelompok lingkungan, masyarakat sekitar, dan bahkan jaringan eksternal diluar gerakan
seperti dukungan organisasi diluar masyarakat serta dukungan aktor-aktor lain diluar gerakan.
Berkembangnya mobilisasi sumberdaya tidak terlepas dari seberapa kuat dan besar
sumberdaya internal (lingkungan sekitar) dan eksternal (jaringan gerakan) yang tersedia dan
dimobilisasi. Mobilisasi internal dan eksternal memasukkan serangakaian posisi-posisi sosial
yang ada dalam masyarakat kedalam struktur mobilisasi yang terbentuk. Posisi sosial yang
dimaksud adalah unit-unit keluarga yang terdiri dari beberapa anggota keluarga, jaringan
pertemanan, asosiasi tenaga sukarela (organisasi-organisasi informal kemasyarakatan yang ada dan
mau bergabung), serta jaringan eksternal seperti elemen-elemen mahasiswa, organisasi pendukung,
LSM, dll. Jaringan internal sebagai pendukung adanya gerakan perlawanan masyarakat
Penanggungan datang dari masyarakat sekitar 46 RT serta 8 RW menyatakan dukungannya untuk
menolak kebijakan one way tersebut selain itu dukungan jaringan eksternal tidak kalah kuatnya,
organisasi mahasiswa HMI dan PMII secara tegas mendukung dan membantu masyarakat
Penanggungan dalam menekan Pemkot Malang untuk mencabut Perwal nomor 35 tahun 2013. Di
tataran sistem politik yang ada peran dari DPRD Kota Malang sebagai mediator antara Pemkot
dan masyarakat menjadi sarana bagi masyarakat untuk menggalangan dukungan para wakil rakyat
yang duduk di DPRD Kota Malang untuk mendengar aspirasi masyarakat Penanggungan.
Faktor penting lainnya terletak pada aktor gerakan atau pemimpin yang menjadi
penggerak utama sebuah gerakan sosial yang berperan dalam mengelola sumber-sumber daya,
merencanakan strategi, menghimpun dana, melakukan tekanan (pressure) terhadap kelompok elit
(Pemerintah) dan mengadakan kontak dengan media massa.43 Menurut Morris dan Staggenborg
menyatakan bahwa para pemimpin (leaders) sangat penting dalam gerakan sosial, mereka
menginspirasi komitmen, memobilisasi sumber-sumber, menciptakan dan memahami
kesempatan-kesempatan, menyusun strategi, membingkai tuntutan-tuntutan, dan mempengaruhi
hasil-hasil. Pemimpin gerakan (leaders movement) didefinisikan sebagai pembuat keputusan
strategis (strategic decision-makers) yang menginspirasi dan mengorganisasi orang lain untuk
berpartisipasi dalam gerakan sosial.44 Dalam gerakan perlawanan masyarakat Penanggungan

43
Robert Mirsel. Op.Cit. Hal . 66
44
Oman Sukmana. Op.cit. Hal 46

27
27
sosok sentral yang memegang peranan penting dalam gerakan perlawanan adalah sosok Ferry Al
Kahfi dan juga Muzzaki (FPAP) sebagai aktor penggerak utama dalam menggerakkan masyarakat.
Mereka berdua melalui Forum Pemuda Arek Penanggungan menjadi aktor utama dalam proses
mobilisasi masyarakat. Pertemuan-pertemuan yang membahas rancangan strategi gerakan, peranan
dalam membangun jaringan gerakan, dan membangun hubungan komunikasi dengan DPRD Kota
Malang serta hubungan interaksi dengan elemen mahasiswa PMII dan HMI untuk
mengembangkan jaringan gerakan dan jumlah massa.

Proses Framing Gerakan Perlawanan Masyarakat


Robert D. Benford dan David A. Snow berpendapat bahwa Perkembangan pada frame
(pembingkaian) tindakan kolektif dan proses framing dalam kaitannya dengan gerakan sosial
menunjukkan bahwa proses framing digunakan untuk melengkapi bersama mobilisasi sumber daya
dan proses peluang politik, sebagai dinamika sentral dalam memahami karakter dalam
gerakan sosial.45 Proses framing merupakan pembingkaian masalah yang dikemas sebaik
mungkin oleh para aktor-aktor pelaku gerakan sosial untuk meyakinkan kelompok sasaran yang
beragam dan luas sehingga mereka terdorong untuk melakukan sebuah perubahan. Proses
pembingkaian masalah tersebut menggunakan latar belakang dan unsur-unsur yang beragam atas
dasat ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan atas kebijaksanaan pemerintah. Jadi peran pemimpin
gerakan dalam membingkai masalah menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan ataupun
kegagalan sebuah gerakan sosial dalam mencapai tujuannya. Zald menyatakan bahwa topik
selanjutnya proses framing adalah sebagai sebuah strategi. Baik itu keretakan atau kontradiksi yang
menyediakan konteks sekaligus kesempatan bagi aktor-aktor gerakan seperti pemimpin,
partisipan, aktivis maupun simpatisan.46 Aldon Morris mengungkapkan salah satu fokus dari
teori gerakan sosial adalah pada apa yang dilakukan oleh para pemimpin dan mengapa mereka
melakukan hal tersebut. Tugas pertama analisis tersebut adalah untuk mengidentifikasi
kepemimpinan yang sudah ada dari kelompok yang menentang dan untuk menyelidiki asal-usul
dan perkembangan gerakan.47

45
Robert D. Benford & David A. Snow. Loc.cit pp. 611-639.
46
Abdul. W. Situmorang, Loc.cit. Hal.41-43.
47
Aldon Morris. Reflections on Social Movement Theory: Criticisms and Proposals. Contemporary Sociology, Vol.
29, No.3 May, 2000, pp. 445-454.

28
28
Dalam konteks gerakan perlawanan yang muncul di masyarakat kelurahan Penanggungan
ada beberapa isu yang dibentuk oleh aktor-aktor perubahan untuk membentuk pembingkaian
masalah, diantaranya adalah Peraturan Walikota dipandang sebagai kebijakan sepihak tidak
melibatkan diskusi secara intens dengan masyarakat sekitar. Kebijakan tersebut dinilai janggal oleh
masyarakat karena Perwal disahkan pada tanggal 1 Oktober 2013, sementara uji coba baru
dilakukan tanggal 6 Oktober 2013. Bukan hanya itu, uji coba yang seharusnya hanya
berlangsung selama satu bulan dengan durasi penerapan 12 jam, oleh Pemerintah Kota Malang
diterapkan selama 24 jam secara sepihak.
Selanjutnya peraturan tersebut dirasa tidak berpihak pada rakyat kecil terutama warga
penanggungan yang menggantungkan hidup dengan membuka usaha disepanjang Jalan DI
Panjaitan. Karena sejak peraturan itu diterapkan perekonomian warga menurun 50-70%, yang
terakhir adalah kebijakan yang mengatur arus lalu lintas menjadi jalur satu arah tersebut
menimbulkan masalah sosial yang merugikan masyarakat, karena sejak jalur tersebut dibuat
menjadi satu arah kendaraan yang melintas melaju dengan kencang sehingga dampaknya terjadi
banyak kecelakaan hingga menimbulkan korban jiwa. Masalah-masalah ketidakadilan yang
dibingkai oleh aktor-aktor gerakan untuk menggerakkan masyarakat dan menciptakan adanya
perubahan. Dengan dasar solidaritas terhadap lingkungan dan rasa senasib yang sama, akhirnya
masyarakat bisa dimobilisasi untuk bergerak melawan kebijakan pemerintah yang dengan
melakukan aksi demonstrasi serta memblokade jalan. Secara garis besar, proses framing
dibentuk untuk menciptakan opini di masyarakat mengenai kegagalan institusi. Bill Moyer
berpandangan kuatnya perasaan masyarakat, opini, dan persyaratan yang mengganggu terjadinya
pergerakan sosial dapat terjadi hanya jika menyadari bahwa kebijakan pemerintah melanggar
secara luas kepercayaan dan nilai yang dipegang. Terganggunya masyarakat menjadi semakin jelas
khususnya ketika pemerintah yang berkuasa melanggar kepercayaan masyarakat dengan
penggunaan kekuatan pemerintah untuk membohongi masyarakat dan pemerintah tidak adil dan
tidak menaati hukum.48 Dengan strategi pembingkaian yang meyakinkan maka kemungkinan
keberhasilan memobilisasi massa menjadi lebih terbuka.

48
Bill Moyer. Op. Cit. Hal 29

29
29
Kesimpulan
Gerakan perlawanan masyarakat Penanggungan, Kecamatan Klojen Kota Malang
merupakan gerakan yang terorganisir. Gerakan tersebut muncul karena dipicu oleh adanya
Perwal nomor 35 tahun 2013 tentang rekayasa lalu lintas di kawasan lingkar Universitas Brawijaya,
meliputi Jl. Sumbersari, Jl. Gajayana, Jl. MT. Haryono, Jl. Mayjend Panjaitan dan Jl. Bogor,
menjadi jalur satu arah. Peraturan tersebut diterapkan Pemkot Malang untuk mengatasi masalah
kemacetan di Kota Malang, selain itu kelayakan jembatan rangka baja Soekarno Hatta yang
dibangun tahun 1988 menjadi pertimbangan untuk mengurangi beban kendaraan yang melintas
diatasnya. Namun, implementasi Perwal tentang one way tersebut menuai protes dikalangan
masyarakat, khususnya Kelurahan Penanggungan. Masyarakat menilai pembuatan Perwal tersebut
tanpa di dasari adanya kajian mengenai dampak sosial dan ekonomi warga. Selain itu
masyarakat merasa janggal karena Perwal di sahkan sebelum adanya uji coba. Sejak kebijakan satu
arah tersebut diterapkan, timbul berbagai masalah sosial dan kerugian ekonomi warga. Banyak
terjadi kasus kecelakaan akibat pengguna jalan yang melaju kencang, selain itu perekonomian
warga menurun 50-70% serta penghasilan yang tidak menentu. Sebagai bentuk penolakan
masyarakat atas kebijakan satu arah, perlawananpun mulai dilakukan. Dengan menggerakkan
sebagian besar massa dan memblokade jalan, tak hanya itu, masyarakat juga melakukan aksi
demonstrasi di balai Kota menuntut agar Walikota Malang mencabut pemberlakuan Perwal
tersebut. Aksi masyarakat didukung oleh pergerakan mahasiswa PMII dan HMI Malang.
a. Terdapat tiga pendekatan teori gerakan sosial untuk menganalisis proses
berkembangnya perlawanan masyarakat dalam tuntutannya terhadap Pemkot
Malang. Ketiga pendekatan tersebut adalah struktur kesempatan politik, proses
mobilisasi sumber daya, serta proses framing gerakan. Struktur kesempatan
politik berkaitan dengan tingkat akses terhadap lembaga-lembaga politik
mengalami keterbukaan, hal tersebut dapat di lihat dari dukungan aktor-aktor
yang terlibat. Misalnya dukungan dari Lurah, ketua RW sepenanggungan, dan
mahasiswa PMII serta PMII dalam aksi penolakan warga. Di kalangan para elit
yang berada pada sistem pemerintahan, sikap DPRD Kota Malang yang mendesak
agar walikota mencabut Perwal one way, menjadi dukungan bagi para aktor
gerakan sosial dalam melakukan perubahan.

30
30
b. Proses mobilisasi sumberdaya, berkaitan dengan peran aktor gerakan untuk
menggerakkan sumberdaya internal serta mempergunakan dukungan eksternal.
Dalam menggerakkan sumberdaya internal. Pemimpin gerakan, Ferry AlKahfi
berkoordinasi dengan para ketua RW untuk mengumpulkan warga konsolidasi
membahas strategi aksi demonstrasi, umumnya massa adalah warga sekitar
kelurahan penanggungan yang merasa senasib dan dasar solidaritas lingkungan,
selain itu mobilisasi gerakan juga memanfaatkan jaringan eksternal untuk
menggalang dukungan, hal tersebut terlihat dari bergabungnya mahasiswa PMII
dan HMI untuk membantu warga. Dari kalangan elit DPRD Kota Malang
berperan untuk mendesak walikota dengan mengeluarkan surat DPRD. Faktor
kepemimpinan Ferry AlKahfi menjadi bagian penting dalam memobilisasi
jaringan internal dan eksternal.
c. Proses framing atau pembingkaian gerakan. Proses framing digunakan untuk
membingkai masalah. Pembingkaian masalah dibentuk oleh aktor gerakan untuk
meyakinkan masyarakat agar terdorong melakukan perubahan. Ferry AlKahfi
sebagai aktor penggerak masyarakat mengangkat isu kejanggalan implementasi
Perwal serta akibat sosial dan kerugian ekonomi untuk memobilisasi masyarakat
agar ikut dalam perlawanan menolak one way atas dasar rasa senasib dan rasa
solidaritas sebagai warga Penanggungan yang terdampak kebijakan satu arah.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian. Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
Darmawan, Wibowo. 2006. Gerakan Sosial Wahana Civil Society Bagi Demokratisasi. Jakarta :
LP3ES.
Della Porta, Donatella dan Mario Diani. 1999. Social Movements: An Introduction. Oxford:
Blackwell.
Dunn, William. 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.

31
31
Lexy J Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan kedua puluh satu. Bandung :
Remaja Rosda Karya.
Mirsel, Robert. 2004. Teori Pergerakan Sosial. Yogyakarta : Resist Book.
Moyer, Bill. 2006. Membangun Perlawanan Rakyat : Merencanakan Gerakan. Yogyakarta :
Pustaka Kendi.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (Edisi Revisi). Jakarta : PT.Elex Media Komputindo.
Person, Wayne, 2011. The Public and its Problem, Holt, New York. Dalam Public Policy :
Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta : Kencana.
Erwan A. Purwanto dan Dyah R. Sulistyastuti.2012. Implementasi Kebijakan Publik : Konsep
dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.
Rafael, Raga Maran, 2007. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Rineka Cipta.
Situmorang, Abdul W. 2013. Gerakan Sosial : Teori dan Praktik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugiono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta
Suharto, Edi.2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Sztompka, Piotr. 2010. Sosiologi perubahan sosial. Jakarta : Prenada.
Wahab,Solichin Abdul. 2012. Analisis kebijakan : dari formulasi ke penyusunan model-model
implementasi kebijakan publik. Jakarta : Bumi aksara
Zirakzadeh, Cyrus Ernesto. 2006. Social Movements in Politics, Expanded Edition: A
Comparative Study. Expanded edition. Palgrave Macmillan : New York.

Karya Ilmiah dan Jurnal


Aldon,Morris. Reflections on Social Movement Theory: Criticisms and Proposals. Contemporary
Sociology. Vol. 29, No.3 May 2000.
Hasanuddin. Dinamika dan Pengerucutan Gerakan Sosial. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Riau.
Oman Sukmana. Konvergensi Antara Resource Mobilization Theory dan Identityorieted Theory
Dalam Studi Gerakan Sosial Baru. Sosiologi Reflektif, Volume 8, No. 1, Oktober
2013.Fisip UMM.
Robert D. Benford, David A. Snow. Framing Processes and Social Movements: An Overview
and Assessment. Annual Review of Sociology, Vol. 26. 2000.

32
32
Suharko. Gerakan sosial baru di Indonesia: Repertoar Gerakan Petani. Jurnal Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.Volume 10 nomor 1, Juli 2006.

Dokumen
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Malang, Laporan Kegiatan Dinas Perhubungan
Kota Malang.

Peraturan perundang-undangan
Peraturan Walikota Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Rekayasa Lalu Lintas di Kawasan Jalan
Sumbersari, Jalan Gajayana, Jalan MT.Haryono, Jalan D.I Panjaitan, Jalan Bogor

Sumber Internet
http://halomalang.com/news/tolak-satu-arah-empat-kelurahan-akan-blokir-lingkar-ub
http://surabaya.tribunnews.com/2014/10/16/ketua-rt-rw-dan-lpmkpenanggungan-resmi-
mengundurkan-diri.
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/143727/jalur-satu-arah-kota-malang-tanpa-kajian.
http://bpsmalangkota.go.id
http:// www. photobucket.com/petakotamalang.

33
33

Anda mungkin juga menyukai