PENDAHULUAN
1
dengan bangunan tuanya. Museum Fatahillah yang dibangun pada tahun 1707-
1712 yang sangat dikenal masyarakat.Museum Bahari juga merupakan saksi
sebelum kemerdekaan Indonesia yang dibangun mulai 1652-1771. Di Surakarta
sebagai kota bekas pusat kerajaan Mataram terdapat bangunan peninggalan
pemerintahan Hindia-Belanda antara lain : Pasar Gede, Bank Indonesia, Benteng
Vastenbrug, Stasiun Kereta Api Balapan, rumah tinggal Loji Gandrung, Gereja
Katolik dan bangunan yang ada di dalam Keraton Kasunanan dan Puri
Mangkunegaran. Kawasan Pabrik Gula Semboro- Jember dan Kota Malang
2
Namun, banyak bangunan-bangunan peninggalan bangsa asing diambil
alih negara, sebagian dijadikan cagar budaya yang harus dilindungi yang
merupakan bukti sejarah Indonesia. Tapi tidak semua bangunan di setiap daerah
yang di lestarikan, masih banyak bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah dan
seni tinggi yang belum teridentifikasi dan dibiarkan tidak terawat hingga rusak,
dirombak bahkan dibongkar. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengakibatkan
bangunan-bangunan kolonial yang ada di Indonesia sedikit demi sedikit hilang.
3
1.3.1 Batasan Pembahasan
Penelitian ini akan mengkaji Tipologi Bangunan-Bangunan Kolonial di
Kota Bandar Lampung berdasarkan bentuk arsitekturalnya, diantaranya adalah :
1. Denah
2. Atap
3. Pintu
4. Jendela
5. Ornamen
4
Berlokasi di Jalan Untung Suropati, Labuhan Ratu, Kedaton, Kota Bandar
Lampung, Lampung 35142
5
Adapun manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk kegiatan konservasi bangunan-
bangunan bergaya kolonial di Kota Bandar Lampung.
2. Sebagai acuan untuk menginginkan adanya upaya pelestarian bagi bangunan-
bangunan kolonial yang masih ada sebagai cagar budaya yang harus dilindungi
dan dirawat.
3. Sebagai acuan wawasan tipologi tentang bangunan-bangunan kolonial di Kota
Bandar Lampung.
6
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang jenis dan pendekatan penelitian, waktu dan
tempat penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, dan teknis analisis data.
BAB V ANALISIS
Bab ini menguraikan tentang pembahasan terhadap pengamatan yang telah
dilakukan sebelumnya dengan membandingkan dan menghubungkan dengan
teori-teori yang ada pada studi literatur yntuk mendapatkan suatu kesimpulan pada
akhir laporan.
7
I.9 Kerangka Berfikir
LATAR BELAKANG
Kedatangan bangsa lain yang tidak sebentar, berpengaruh terhadap pola permukiman, bangsa asing yang datang meninggalkan adat dan kebudayaan
meraka salah satunya Kota Bandar Lampung.Banyak bangunan-bangunan peninggalan bangsa asing diambil alih negara, sebagian dijadikan cagar
budaya yang harus dilindungi yang merupakan bukti sejarah Indonesia. Tapi tidak semua bangunan di setiap daerah yang di lestarikan, masih
banyak bangunan tua yang mempunyai nilai sejarah dan seni tinggi yang belum teridentifikasi dan dibiarkan tidak terawat hingga rusak, dirombak
bahkan dibongkar. Kondisi seperti ini lambat laun akan mengakibatkan bangunan-bangunan kolonial yang ada di Indonesia sedikit demi sedikit
hilang. Hal inilah yang membuat penulis melakukan Studi Tipologi Bangunan-Bangunan Kolonialdi Kota Bandar Lampung.
BATASAN MASALAH
Penelitian ini akan mengkaji Tipologi Bangunan-Bangunan Kolonial di Kota Bandar Lampung, meliputi : bentuk denah, atap, pintu,
jendela, ornamen dan material bangunan. Sedangkan bangunan yang diteliti adalah : Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I),
Gedung Dasaad Musin Concern, Gereja Katedral Kristus Raja, Stasiun Kereta Api Tanjung Karang, Gereja Protestan Di Indonesia
Bagian Barat Martura, dan Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tipologi bangunan-bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat,
Kecamatan Enggal dan Kecamatan Kedaton?
2. Apa gaya arsitektur yang mempengaruhi bangunan-bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung?
TUJUAN PENELITIAN
Hasil yang dicapai dari kegiatan penelitian Studi Tipologi Bangunan-Bangunan Kolonial Di Kota Bandar Lampung :
1. Untuk mengetahui tipologi bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung yang berlokasi di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat, Kecamatan Enggal dan Kecamatan Kedaton.
2. Untuk mengetahui gaya arsitektur yang mempengaruhi bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung.
MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk kegiatan konservasi bangunan-bangunan bergaya kolonial di Kota
Bandar Lampung.
2. Sebagai acuan untuk menginginkan adanya upaya pelestarian bagi bangunan-bangunan kolonial yang masih ada
seabgai cagar budaya yang harus dilindungi dan dirawat.
3. Sebagai acuan wawasan tipologi tentang bangunan-bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung.
METODE PENELITIAN
FEED BACK
TINJAUAN PUSTAKA STUDI KASUS
ANALISIS
KESIMPULAN
Menjelaskan hasil penelitian mengenai Studi Tipologi Bangunan-Bangunan Kolonial Di Kota Bandar Lampung
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
ditemukan pada periode periode sejarah yang berbeda dan pada masyarakat
yang beragam.
3. Definisi ketiga, dari tipologi didasarkan pada pengklasifikasian bangunan
menurut penggunaan dan berdasarkan karakteristik kelembagaannya. Kualitas-
kualitas itu konsisten dalam masyarakat yang berbeda dan berlangsung terus
menerus sepanjang sejarah, misalnya gereja, sekolah, pemandian, rumah sakit,
dan sebagainya.
10
- Langgam (meliputi periode, lokasi atau geografi, politik atau kekuasaan, etnik
dan budaya, dan lain-lain)
2.2.3 Tipologi Bangunan Menurut Amiuza 2006
Tipologi merupakan suatu konsep mendeskripsikan kelompok objek
berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berusaha memilah atau
mengklasifikasikan bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Dalam hal ini, tipologi
merupakan hasil elaborasi karakteristik arsitektur yang tersusun dari berbagai
unsur kultural lokal dan luar yang spesifik dalam suatu struktur klasifikasi, baik
fungsi, geometrik, maupun langgam/gaya.
11
tipologi merupakan konsep yang mendeskripsikan kelompok objek atas dasar
kesamaan sifat-sifat dasar.
12
- Karena distribusi jendela pada fasad salah satu efek tertentu dapat dipertegas
atau bahkan dihilangkan, dan
- Jendela dapat bergabung dalam kelompok-kelompok kecil atau
membagifasad dengan elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk
simbol tertentu.
Tipe jendela dapat diklasifikasikan ke dalam satu atau kombinasi dari beberapa
tipe dasar terutama dalam hubungannya dengan pengaturan aliran udara.
Jendela dibagi ke dalam empat kategori, yaitu sebagai berikut:
- Tipe putar, horisontal dan vertikal
- Tipe gantung, gantung samping, atas, bawah
- Tipe lipat
- Tipe sorong/geser, vertikal dan horizontal.
Bentuk dan tipe jendela dapat dipengaruhi juga dari bentuk dan fungsi
bangunan diantaranya :
Dinding
Penataan dinding dapat diperlakukan sebagai bagian seni pahat sebuah
bangunan. Bagian khusus dari suatu bangunan dapat diekspos dengan latar
depan dan latar belakang dapat ditentukan. Tinjauan pada dinding dapat dilihat
berdasarkan material yang digunakan.
Atap
Atap merupakan mahkota bangunan yang disangga badan bangunan, yaitu
dinding. Dalam arsitektur atap bangunan merupakan suatu ciri khas, atap bisa
menjadi petunjuk atau penentu suatu budaya, gaya arsitektur yang
mempengaruhinya.
Sun Shading
Fasad beradaptasi dengan cuaca karena adanya ornamen di atas tembok, yaitu
teritisan atau disebut sun shading.
13
tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa :
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya,
kawasan cagar budaya di darat/di air yang perlu dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama
dan kebudayaan melalui proses penetapan.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
menyatakan bahwa :
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan tidak
berdinding dan beratap.
Benda, bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi
kriteria :
a. Berusia 50 tahun atau lebih.
b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun.
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan
kebudayaan.
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
e. Lebih lengkap UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (terlampir).
Indonesia merupakan nusantara yang kaya akan warisan budaya, dari
ujung hingga pulau Indonesia mempunyai nilai sejarah historis. Kekayaan alam
yang berlimpah membuat bangsa asing banyak berdatangan ke Indonesia. Karena
kekayaan alam yang berlimpah banyak bangsa asing lain yang ingin menguasai
Indonesia, bahkan Indonesia dijajah sampai 350 tahun berdasarkan sejarah.
Kedatangan bangsa asing ke Indonesia yang tidak sebentar menyisakan
peninggalan-peninggalan bangunan dari tradisi dan budaya dengan ciri khas
arsitektur. Bangunan peninggalan masa lampau berupa rumah ibadah, rumah
tinggal, perkantoran, dan pusat-pusat perekonomian.
14
II.4 Teori-Teori Bangunan Kolonial
Menurut Akihari (1990), Handinoto dan Soehargo (1996), dan Nix (1994),
bahwa arsitektur kolonial Belanda terdiri atas dua periode, yaitu :
Arsitektur sebelum abad XVIII
Arsitektur setelah abad XVIII
Helen Jessup dalam Handinoto (1996 : 129-130) membagi periodisasi
perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai
tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu :
1. Abad 16 sampai tahun 1800-an
Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia
Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial
Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta
tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas dan tidak untuk beradaptasi
dengan iklim dan lingkungan setempat.
2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902
Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang
VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815.
Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu
itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri
Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke 19 harus memperkuat statusnya
sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan
grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari
gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur
nasional Belanda waktu itu.
3. Tahun 1902 sampai tahun 1920-an
Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang
dinamakan politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu,
permukiman orang Belanda tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana
tersebut, maka “Indische Architecture” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai
15
gantinya, muncul standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada abad 20
tahun pertama terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri
Belanda.
4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an
Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional
maupun internasional di Belanda yang kemudian mempengaruhi arsitektur
kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang
diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut
sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek
Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur
Hindia Belanda. Menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia
sebagai sumber pengembangannya.
16
7) Windwijzer/penunjuk angin, merupakan ornamen yang diletakkan di atas nok
atap.
8) Nok Acroterie/hiasan puncak atap, ornamen ini dulunya dipakai pada rumah-
rumah petani di Belanda dan terbuat dari daun alang-alang, sedangkan di
Indonesia dibuat dari bahan beton.
9) Geveltoppen/hiasan kemuncak atap depan, berbentuk segitiga dan terletak di
bagian depan rumah, biasa dihias dengan papan kayu secara vertikal.
10) Ragam hias pada tubuh bangunan, biasanya berupa hiasan ikal salur
tumbuhan yang berujung tanduk kambing, hiasan pada lubang angin di atas
pintu dan jendela, kolom yang terkenal pada bangunan yaitu : doric, ionic,
dan cornithian, kolom ini banyak ditemukan pada bangunan kolonial klasik
dengan gaya Yunani dan Romawi.
17
Gambar 2.2 Berbagai Bentuk Dormer
Sumber :American Vernacular Design dalam Handinoto, 1996 : 176
18
2.4.2 Aliran Yang Mempengaruhi Arsitektur Kolonial di Indonesia
a) Gaya Neo Klasik (the Empire Style / the Dutch Colonial Villa) (tahun 1800)
Ciri – Ciri dan Karakteristik :
- Denah simetris penuh dengan satu lantai atas dan ditutup dengan atap
perisai.
- Temboknya tebal.
- Langit - langitnya tinggi.
- Lantainya dari marmer.
- Beranda depan dan belakang sangat luas dan terbuka.
- Diujung beranda terdapat barisan pilar atau kolom bergaya Yunani (doric,
ionic, korinthia).
- Pilar menjulang ke atas sebagai pendukung atap.
- Terdapat gevel dan mahkota diatas beranda depan dan belakang.
- Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan
dan belakang, kiri kananya terdapat kamar tidur.
- Daerah servis dibagian belakang dihubungkan dengan rumah induk oleh
galeri. Beranda belakang sebagai ruang makan.
- Terletak ditanah luas dengan kebun di depan, samping dan belakang.
Gambar 2.4 Kantor Pos dan Telegram Surabaya dengan gaya The Empire Style
Sumber : Van Dorp & Co dalam Handinoto 1996 :141
19
b) Bentuk Vernacular Belanda dan Penyesuaian Terhadap Iklim Tropis
(sesudah tahun 1900)
Ciri-Ciri dan Karakteristik:
- Penggunaan gevel(gable) pada tampak depan bangunan.
- Penggunaan tower pada bangunan.
- Penggunaan dormer pada bangunan.
Beberapa penyesuaian dengan iklim tropis basah di Indonesia:
- Denah tipis bentuk bangunan ramping banyak bukaan untuk aliran udara
memudahkan cross ventilasi yang diperlukan iklim tropis basah.
- Galeri sepanjang bangunan untuk menghindari tampias hujandan sinar
matahari langsung.
- Layout bangunan menghadap Utara Selatan dengan orientasi tepat terhadap
sinar matahari tropis Timur Barat.
c) Gaya Neogothic (sesudah tahun 1900)
Ciri-Ciri dan Karakteristik :
- Denah tidak berbentuk salib tetapi berbentuk kotak.
- Tidak ada penyangga (flying buttress) karena atapnya tidak begitu tinggi
tidak ada ruang yang dinamakan double aisle atau nave seperti layaknya
gereja gothic.
- Disebelah depan dari denahnya disisi kanan dan kiri terdapat tangga yang
dipakai untuk naik ke lantai 2 yang tidak penuh.
- Terdapat dua tower (menara) pada tampak mukanya, dimana tangga tersebut
ditempatkan dengan konstruksi rangka khas gothic.
- Jendela kacanya berbentuk busur lancip.
- Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas gothic yang terbuat dari
besi.
d) Nieuwe Bouwen / International Style(sesudah tahun 1900-an)
Ciri-Ciri dan Karakteristik:
- Atap datar.
- Gevel horizontal.
- Volume bangunan berbentuk kubus.
20
- Berwarna putih.
Nieuwe Bouwen / International Style di Hindia Belanda mempunyai 2
aliranutama:
a. Nieuwe Zakelijkheid.
b. Ekspresionistik.
e) Art Deco
Ciri–Ciri dan Karakteristik :
- Gaya yang ditampilkan berkesan mewahdan menimbulkan rasa romantisme.
- Pemakaian bahan – bahan dasar yang langka serta material yang mahal.
- Bentuk massif.
- Atap datar.
- Perletakan asimetris dari bentukan geometris.
- Dominasi garis lengkung plastis.
f) Art Nouveau
Art Nouveau adalah gerakan internasional dan gaya seni arsitektur dan
diterapkan terutama pada seni-seni dekoratif yang memuncak pada popularitas
di pergantian abad ke 20 (1890-1905).
Ciri-Ciri dan Karakteristik :
- Berbentuk organik khususnya memiliki motif-motif bunga dan tanaman.
- Bentuk-bentuk lengkung yang mengalir.
Gaya Art Nouveau dan pendekatannya telah diterapkan dalam hal asitektur,
melukis, desain grafis, logam, tekstile dan patung.
g) De Stijl
Gaya De Stijl dikenal sebagai Neoplasticism, adalah gerakan artistik Belanda
yang didirikan pada tahun 1917. Secara umum, De Stijl mengusulkan
kesederhanaan dan abstraksi pokok, baik dalam arsitektur dan lukisan dengan
hanya menggunakan garis lurus horizontal dan vertikal dan bentuk-bentuk persegi
panjang. Selanjutnya dari segi warna adalah terbatas pada warna utama, merah,
kuning dan biru. Dan tiga warna utama, hitam, putih dan abu-abu. Gaya ini
menghindarkan keseimbangan simetris dan mencapai keseimbangan estetika.
21
2.4.3 Keberadaan Bangunan Kolonial Di Benua Asia Tenggara
22
4 Kamboja Phnom Silver Pagoda Abad
penh ke-19
5 Thailand Bangkok Grand Palace Thailand 1782
6 Indonesia 1. Jakarta 1. Museum Bahari 1652 1. Kolonial Belanda
2. Museum Fatahillah 1626 2. Kolonial Belanda
3. Gedung Gereja Sion Jakarta 1693 3. –
4. Gedung Biara Santa Ursula 1888 4. Arsitektur Pseudo Gothik
5. Bank Mandiri 1902 5. Arsitektur Indische
6. Stasiun Jatinegara 1901 6. Arsitektur Indische Empire
dengan Kolonial Belanda yaitu
Arsitektur Eropa
2. Semara 1. GPIB Bleduk 1753 1. Arsitektur Jawa
ng 2. Kantor Pos Besar Semarang 1862 2. –
3. Lawang Sewu 1904 3. Art Deco
4. Gereja Gereformeerd 1918 4. Kolonial Belanda
1. Lonsum 1906 1. Kolonial Belanda
3. Medan 2. Kantor Pos & Giro 1909 2. Kolonial Belanda
3. Gereja Katedral Medan 1879 3. Kolonial Belanda
4. Istana Maimun 1888 4. Kolonial Belanda
1. Bank Indonesia Malang 1915 1. –
4. Malang 2. Kantor Perbendaharaan dan 1900 2. Kolonial awal Modern
Kas Negara
3. Hotel Pelangi 1916 3. Arsitektur Rumah Joglo tradisi
Jawa
Tabel 2.1 Keberadaan Bangunan Kolonial Di Asia Tenggara
Sumber :Wikipedia
23
administratifJakarta Pusat dan Jakarta Barat. Jenis arsitektur kolonial pertama
berkembang dari permukiman-permukiman pertama Belanda pada abad ke-17,
masa ketika permukiman umumnya dikelilingi dinding yang melindunginya dari
serangan saingan dagang Eropa atau pemberontakan pribumi. SetelahJayakarta
(sebelumnya bernama Sunda Kelapa) dikepung dan dihancurkan oleh Belanda
tahun 1619, Belanda memutuskan agar kantor pusat Vereenigde Oostindische
Compagnie dibangun di sini. Simon Stevin ditugaskan untuk merancang tata
permukiman masa depan berdasarkan konsep 'kota ideal'nya. Hasilnya adalah kota
persegi berdinding yang dibelah SungaiCiliwung. Sungai tersebut dialihkan ke
sebuah kanal lurus (kelak disebut Grote Rivier atau Kali Besar). Kota baru ini
diberi nama Batavia (sekarang Jakarta). Sesuai model Stevin, benteng Batavia
adalah bangunan paling mencolok di kota ini dan melambangkan pusat kekuatan,
sedangkan balai kota, pasar, dan bangunan umum lainnya tersebar. Tata kota
Jakarta yang ini bisa dilihat di Kota Tua Jakarta melalui penataan jalanan dan
kanal-kanalnya, meski banyak struktur asli abad ke-17 sudah dihancurkan atau
digantikan oleh struktur baru abad ke-20.
Gaya arsitektur periode ini adalah versi tropis dari arsitektur Belanda abad
ke-17. Fitur-fitur yang lazim ditemukan adalah jendela sash tinggi Belanda
dengan penutup ganda,atap gabel, dan dinding berwarna putih koral (berbeda
dengan arsitektur bata terbuka di Belanda). Jakarta pada periode awal memiliki
bangunan-bangunan yang dibangun dengan struktur tertutup, struktur yang sangat
tidak ramah iklim tropis dibandingkan dengan arsitektur periode
selanjutnya. Contoh bangunannya terdapat di
sepanjangTygersgracht(sekarangJalan Muka Timur); semuanya sudah
dihancurkan.Contoh yang masih ada adalah Toko Merah.
24
reruntuhan Kastil Batavia, dan Batavia Theatre (sekarang Gedung Kesenian
Jakarta) dari reruntuhan Spinhuis.
Selanjutnya, tanah-tanah kosong di Kota Tua dimanfaatkan oleh struktur-struktur
baru abad ke-20. Struktur abad ke-17-18 yang tersisa dijadikan warisan budaya
Jakarta, misalnya Toko Merah, Gereja Sion, dan Museum Sejarah Jakarta. Gaya
arsitektur dominan lainnya pada masa ini adalah rumah-rumah pedagang Cina
yang kebanyakan dibangun pada abad ke-18. Sebagian besar struktur tersebut
dipengaruhi gaya Belanda dan Cina.
25
1. Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I)
Lampung yang dulunya bukan merupakan provinsi tentunya telah melewati
banyak hal untuk bisa menjadi sekarang ini. Cikal bakal Provinsi Lampung
ternyata tidak lepas dari peran sebuah pergerakan yang terjadi di sebuah bangunan
bernama rumah Daswati.Rumah berbentuk unik khas tempo dulu yang terletak di
Jalan Tulang Bawang No.11 Enggal, Bandar Lampung.Berdasarkan sejarahnya
adalah milik dari Kolonel Achmad Ibrahim.Bangunan tua berarsitektur Belanda
berwarna biru muda masih berdiri.
Sebelum berganti nama Jalan Tulang Bawang, nama jalan di depan rumah
tersebut juga Jalan Kapten Achmad Ibrahim, sesuai si empu rumah. Di dalam
penjelasan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2006
tentang Hari Jadi Provinsi Lampung, nama Achmad Ibrahim tercantum. Ia
mendapatkan tugas dari Panitia Pembentukan Provinsi Lampung sebagai
penghubung dengan Pemprov Sumatera Selatan dan Pemerintah Pusat di
Jakarta.Daswati I Lampung yang baru melepaskan diri dari Daswati I Sumatera
Selatan baru memiliki Daerah Tingkat II Lampung Utara, Lampung Tengah,
Lampung Selatan dan Kotapraja Tanjung Karang-Teluk Betung. Di dalam
lembaran sejarah resmi, proses upacara serah terima penyerahan kewenangan
pemerintahan berlangsung pada tanggal 18 Maret 1964, tepatnya sekitar pukul
26
20.00 WIB. Selanjutnya, rumah itu diresmikan sebagai Kantor Daswati I
Lampung.
Bapak Rully Dasaad, cucu Agus Musin Dasaad, pengusaha Lampung terbesar
di masa Orde Lama dan merupakan pendiri Dasaad Musin Concern, serta banyak
perusahaan lain yang ketika itu begitu besar mensuport perjuangan Ir Soekarno.
Beliau meninggal di RSAL Mintohardjo Pejompongan, Jakarta.Kota Tua Jakarta
merupakan bangunan tua yang megah dan bertuliskan Dasaad Musin Concern.
Terlihat jelas sisa-sisa kejayaan tempo dulu, bangunan berarsitektur Eropa yang
dibangun pada tahun 1857. Sementara di Lampung, peninggalan Agus Musin
Dasaad masih bisa dinikmati di pusat kota, tepatnya di Jalan Kota Raja, Tanjung
Karang Pusat, Bandar Lampung. Bangunan bercat abu-abu masih terjaga dan
menjadi rumah suster dan penjaga Gereja Katedral Kristus Raja. Dulu orang
menyebutnya sebagai kantor Kancil Tekstile.
Agus Musin Dasaad adalah miliarder pribumi pertama asal Lampung, orang
Menggala, Tulang Bawang, Lampung dari pihak ayahnya. Sementara ibundanya
adalah orang Moro, Filiphina Selatan yang merupakan puteri dari Sultan Sulu,
Kepulauan Moro.Pada sejarahnya, Dasaad Senior dan Bakrie Senior, sebenarnya
27
masih related family. Agus Musin Dasaad sendiri merupakan seorang pengusaha
otodidak yang mengembangkan bisnisnya dari bawah. Hingga akhirnya
perusahaannya menjadi besar dan berkonglomerasi yang bernama Dasaad Musin
Concern. Kala itu perusahaanya yang memegang lisensi beberapa merek mobil
Eropa dan Jepang yakni Mazda dan Fiat, serta pabrik tekstil dengan merek Kancil
Mas. Pada tahun 1930-an, Dasaad juga terjun ke bisnis perkapalan dan kemudian
menjadi importir alat-alat manufaktur.
Ia juga pernah menjadi Komisaris Utama dan Direktur Utama PT
Pembangunan Jaya dan merekrut Ir Ciputra muda yang baru lulus dari ITB di
awal pembangunan Jakarta di proyek Senen dan Ancol. Ia juga pernah jadi
Direktur Utama dan Preskomnya Sarinah Dept Store Thamrin dan juga agen
Lokheed Aircraft Corporation yang menjual pesawat angkut Hercules pada TNI
AU saat itu.Bersama pengusaha Hasyim Ning dan Rahman Tamin, ia dikenal
sebagai pelopor pengusaha pribumi Indonesia. Pada dekade 1950-1960-an,
mereka adalah orang-orang terkaya di Indonesia.
Gereja ini terletak di Jalan Kota Raja No. 14, Gunung Sari, Tanjung Karang
Pusat, Kota Bandar Lampung, Lampung 35128. Awalnya Lampung masuk dalam
wilayah formal Keuskupan Agung Palembang bersama Jambi dan Bengkulu.
Setelah Kemerdekaan, tepatnya 19 Juni 1952, Vatikan memisahkan daerah
28
Lampung menjadi prefektur apostolik Tanjung Karang. Diantara semua paroki
yang ada di Keuskupan Tanjung Karang, Paroki Kristus Raja adalah yang paling
tua, paroki sulung yang pertama kali lahir yakni sejak tanggal 16 Desember 1928,
dipilih sebagai tanggal kelahiran karena pada saat itu Pastor H.J.D van Oort, SCJ,
perintis dan pioner karya misi di Sumatera bagian Selatan, mendirikan Gereja
pertama di Tanjung Karang (Mgr. A. Henrisoesanta, 1999). Beliau ini adalah
misionaris SCJ yang pertama yang tiba di Tanjungsakti pada tanggal 23
September 1924 bersama dengan dua rekannya yakni Pator K. Van Stekelenburg
dan Bruder Felix van Langenberg (H.B Hendowarsito, 1986).
29
Gambar 2.10 Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia (G.P.I.B)
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu merupakan salah satu stasiun yang usianya
cukup tua. Stasiun ini dibangun pada masa Belanda sekitar tahun 1915 sampai
dengan 1917. Humas PT KAI Divre IV tanjungkarang, Franoto Wibowo
mengatakan, stasiun yang dibangun zaman Belanda memang sudah masuk aset
cagar budaya di Lampung namun stasiun sudah dilakukan renovasi pada
gedungnya.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
30
III.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yang
secara garis besar digunakan untuk mendapatkan data dan informasi selengkapnya
mengenai kondisi fisik dan non fisik terhadap bangunan tersebut. Maka data
tentang tipologi bangunan dan persepsi masyarakat terhadap bangunan-bangunan
kolonial di Kota Bandar Lampung akan diolah secara kualitatif dengan
pendekatan eksploratif kualitatif.
Menurut Sugiyono (2007), metode penelitian eksploratif adalah penelitian
yang bertujuan untuk mematakan suatu objek secara relatif mendalam atau
dengan kata lain penelitian eksploratif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mencari sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu dan dipakai
manakala kita belum mengetahui secara persis dan spesifik mengenai objek
penelitian kita
Gambar 3.1 Peta Asia Tenggara Gambar 3.2 Peta Kota Bandar Lampung
Sumber : Google.com Sumber : Google.com
Dan penelitian akan dilakukan pada beberapa bangunan kolonial di Kota
Bandar Lampung yang berlokasi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kecamatan
31
Enggal dan Kecamatan Kedaton. Di lokasi ini masih terdapat bangunan-bangunan
yang berciri khas Arsitektur Kolonial, diantaranya yaitu :
1. Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I)
Berlokasi di Jalan Tulang Bawang No. 11 Enggal, Kota Bandar Lampung,
Lampung
2. Gedung Dasaad Musin Concern
Berlokasi di Jalan Kota Raja, Gunung Sari, Tanjung Karang Pusat, Kota
Bandar Lampung, Lampung 35128
3. Gereja Katedral Kristus Raja
Berlokasi di Jalan Kota Raja No. 14, Gunung Sari, Tanjung Karang Pusat,
Kota Bandar Lampung, Lampung 35128
4. Stasiun Kereta Api Tanjung Karang
Berlokasi di Jalan Kota Raja No. 12, Gunung Sari, Enggal, Kota Bandar
Lampung, Lampung 35128
5. Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
Berlokasi di Jalan Imam Bonjol No. 1 Kota Bandar Lampung, Lampung 35111
Telp (0721) 252337 / Fax. (0721) 254079 Website : www.gpibmarturia.org
Email : gpibmarturia_lampung@ymail.com
6. Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu
Berlokasi di Jalan Untung Suropati, Kedaton, Kota Bandar Lampung,
Lampung 35142
32
Sugiyono (2010) menyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau
sebagai informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut :
33
III.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa peta. Menurut Arikunto (2007) alat
pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti
dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis
dan lebih mudah. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai
berikut:
1. Meteran, instrumen ini digunakan untuk mengetahui ukuran panjang atau lebar
dari sebuah bangunan yang di teliti di lapangan.
2. Kamera, instrumen ini digunakan untuk pengambilan gambar.
3. Pena dan kertas, instrumen ini digunakan untuk mencatat informasi yang
terkait.
34
BAB IV
STUDI KASUS
35
4.1.1 Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I)
6 5
7 4
8 3
1 2
Keterangan:
1. Tampak Depan Rumah Daswati
2. Ruang Kantor Rumah Daswati
3. Tampak Samping Kanan Rumah Daswati
4. Detail Jendela Ruang Kamar
5. Pintu Darurat Kamar
6. Pintu Belakang
7. Tampak Samping Kiri Rumah Daswati
8. Detail Jendela Ruang Tamu dan Ruang Tengah
36
Dibangun : 1920
Fungsi awal : Rumah Tinggal Plus Kantor
Fungsi sekarang : Rumah Tinggal
Luas lahan : 70 x 20 M.
Sumber : Wawancara dengan Pak Ijas dan Internet
Rumah Daswati yang berbentuk unik khas tempo dulu yang terletak di Jalan
Tulang Bawang No.11 Enggal, Bandar Lampung, Lampung. Berdasarkan
sejarahnya rumah ini adalah rumah pribadi seorang anggota militer bernama
Kolonel Ahmad Ibrahim. Rumah berwarna biru muda masih berdiri dengan kokoh
berarsitektur khas Belanda dengan luas lahan 70 x 20 M2. Tampak jelas, fungsi
awal rumah ini adalah rumah tinggal plus kantor yang dimaksud dengan kantor
yakni rumah tempat penandatanganan piagam pembentukkan Provinsi Lampung
dan sekarang berfungsi sebagai rumah yang ditempati dengan Pak Ijas yang sama
sekali tidak terurus keadaannya. Dapat dilihat dinding dan lantainya telah kusam.
Pintu dan jendela kayunya pun terlihat serupa. Namun, bentuk dan materialnya
masih asli dan belum mengalami perubahan.
4
3
2 3
37
Keterangan :
1. Tampak Depan Bangunan Gedung Dasaad Musin Concern
2. Pintu Samping
3. Ruang Kantor Sekretariat Gereja Katedral Kristus Raja
4. Detail Jendela Belakang Bangunan
5. Tampak Belakang Bangunan
6. Tampak Samping Bangunan
38
4.1.3 Gereja Katedral Kristus Raja
1 2
8 3
7 4
1 1
6 5
1 1
Keterangan :
1. Tampak Depan Gereja Katedral Kristus Raja
2. Perspektif
3. Tampak Samping Kiri
4. Detail Jendela Samping Kiri
5. Pintu Samping untuk pengelola
6. Pintu Utama Samping
7. Detail Jendela Samping Kanan
8. Pintu Utama Depan
39
Kepemilikan : Pastor H.J.D van Oort, SCJ sebagaimissionaris Belanda
Dibangun : 1928
Fungsi awal : Tempat Ibadah
Fungsi sekarang : Tempat Ibadah
Sumber : Buku Profil Paroki Tanjung Karang dan
wikipedia.org/wiki/Keuskupan_Tanjungkarang
Gereja Katedral Kristus Raja berlokasi di Jalan Kota Raja No.14, Gunung Sari,
Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung, Lampung 35128 yang dibangun
pada tahun 1928 dengan Pastor H.J.D van Oort, SCJ yang tiba di Tanjung Karang
dan mulai tinggal disini. Sejak pastor H.J.D van Oort, SCJ tinggal di Tanjung
Karang, saat itu misi Katolik dimulai. Ini merupakan satu dari tiga stasi yang
didirikan.
8 5
1 4
2 3
40
Keterangan :
1. Tampak Depan Stasiun Tanjung Karang
2. Tampak Depan Klinik BPJS
3. Menara Tower dan Sumur
4. Mess Transit Tanjung Karang
5. Ruang Kepala Stasiun
6. Gudang dilihat dari PO Damri
7. Gudang dilihat dari depan stasiun
8. Kantor Pelayanan
Stasiun Kereta Api Tanjung Karang berlokasi di Jalan Kota Raja No. 12,
Gunung Sari, Enggal , Kota Bandar Lampung, Lampung 35128. Stasiun ini
dibangun pada tahun 1914. Stasiun ini merupakan stasiun kelas A. Pada bangunan
utama nya sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa peninggalan, karena sudah
mengalami beberapa kali renovasi pada bangunan utama stasiun. Namun di
Stasiun Kereta Api Tanjung Karang terdapat fasilitas lain yang masih tetap terjaga
keaslian nya salah satunya pada bangunan mess transit tanjung karang. Stasiun
yang dulunya milik Perkeretaapian Indonesia Staatssporwegen (SS) dan sekarang
milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional IV Tanjung Karang.
41
4.1.5 Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
1
2
6
5 4 3
Keterangan:
1. Tampak Depan Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
2. Tampak Samping Kiri
3. Detail Pintu Bangunan
4. Prasasti Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
5. Detail Jendela Bangunan
6. Tampak Samping Kanan
42
Dibangun : 1938
Fungsi awal : Tempat Ibadah
Fungsi sekarang : Tempat Ibadah
Sumber : Wawancara dan Prasasti
2 3
Keterangan :
1. Perspektif Stasiun Labuhan Ratu
43
2. Tampak Depan
3. Teras
4. Ruang Kepala Stasiun
5. Selasar
6. Ruang Menyusui
7. Ruang Tunggu
Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu adalah sebuah stasiun kereta api kelas 3 yang
terletak di Jalan Untung Suropati, Labuhan Ratu, Kedaton, Kota Bandar
Lampung, Lampung 35142, yang dulunya milik Perkeretaapian Indonesia
Staatssporwegen (SS) dan sekarang berada dibawah naungan PT Kereta Api
Indonesia (Persero) Divisi Regional IV Tanjung Karang. Stasiun ini merupakan
salah satu stasiun yang usianya cukup tua, karena stasiun ini dibangun pada masa
Belanda tahun 1915. Stasiun ini dulunya hanya memiliki sedikit ruang,
diantaranya : Ruang Kepala Stasiun, Selasar, Gudang dan Musholah. Hingga
sekarang ruang-ruang tersebut masih ada, bentuk dan materialnya pun masih asli
tidak mengalami perubahan.
44
BAB V
ANALISIS
Pada bab ini akan dibahas seputar analisis dari hasil pengamatan langsung
yaitu dengan cara melihat serta membandingkan beberapa objek studi yang
dimana akan menuju pada suatu kesimpulan akhir. Pembahasan bab ini akan
diawali dengan melihat beberapa bangunan bersejarah bergaya arsitektur kolonial
Belanda di Kota Bandar Lampung, diantaranya :
Analisis pada bangunan Rumah Daswati yang berlokasi di Jalan Tulang Bawang
No. 11, Enggal, Kota Bandar Lampung, Lampung di dapat beberapa ciri
arsitektur, sebagai berikut : Style Art Deco
45
Gambar 5.2 Denah Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I)
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Denah asimetris dari bentukan geometris, didominasi garis lengkung plastis.
- Warna putih pada pintu dan jendela tampak bangunan Rumah Daswati.
Bouvenlicht/lubang angin
Style Vernacular
Ballustrade
Style Kolonial
46
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
JendelaKrepyak
Style Kolonial
- Pada jendela bangunan ini memiliki bentuk persegi panjang dan material
kayu.
- Terdapat dua jenis jendela, yakni jendela model krepyak dan model kaca.
- Merupakan elemen asli dari bangunan yang sudah ada keberadaannya
semenjak tahun 1914.
47
Pintu Model Kaca
Style Kolonial
Pintu Krepyak
Style Kolonial
- Jenis pintu yang terdapat pada bangunan ini, yaitu pintu model krepyak dan
model kaca.
- Untukpintu model krepyak ini bagian bawah panel satu lembar dan untuk
pintu model kaca menggunakan setengah panel bagian bawah.
- Tiap ruangan memiliki akses pintu dengan ukuran yang sama.
48
Gambar 5.7 Tampak Gedung Dasaad Musin Concern
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Analisis pada bangunan Gedung Dasaad Musin Concern yang berlokasi di Jalan
Kota Raja, Gunung Sari, Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung, Lampung
35128, di dapat beberapa ciri arsitektur, sebagai berikut :
Style Neo Klasik
49
- Atap yang digunakan pada bangunan ini merupakan atap pelana yang berada
di depan bangunan dan atap perisai/limas berada di setengah lingkaran pada
bangunan.
- Material penutup atap menggunakan genting tanah liat yang berwarna
merah bata.
Jendela Model Kaca
Bouvenlicht/lubang angin Style Kolonial
Style Kolonial Jendela Kaca Model Krepyak
Style Kolonial
50
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Analisis pada bangunan Gereja Katedral Kristus Raja yang berlokasi di Jalan Kota
Raja No. 14, Gunung Sari, Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung,
Lampung 35128, di dapat beberapa ciri arsitektur, sebagai berikut :
Style Neo Klasik
51
- Denah simetris style dari Neo Klasik.
- Dindingnya tebal.
- Langit-langitnya tinggi.
Style Neo Gothic
Atap Pelana
Style Kolonial
52
- Atap bangunan ini adalah atap pelana yang merupakan style Kolonial.
Ballustrade
Ornamen dalam ruangan Style Kolonial
Style Neo Ghotic Tympannon
Style Kolonial
- Ornamen dalam ruangan, susunan batu alam pada kolom dan dinding
merupakan style dari Neo Gothic.
- Bouvenlicht/lubang ventilasi, bukaan pada bagian wajah bangunan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan dan kenyamanan termal.
- Jendela didesain lebar guna untuk pencahayaan lebih di dalam gereja.
- Tympannon, merupakan lambang masa kristen diwujudkan pada
penggunaan bentukan salib atau hati.
- Ballustrade, pagar yang biasa terbuat dari beton cor yang digunakan sebagai
pagar.
53
Gambar 5.17 Tampak Depan Mess Transit Tanjung Karang
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Analisis pada bangunan Stasiun Kereta Api Tanjung Karang yang berlokasi di
Jalan Kota Raja No. 1, Gunung Sari, Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar
Lampung, Lampung 35128, di dapat beberapa ciri arsitektur, sebagai berikut :
Atap Perisai
Style Kolonial
54
Gambar 5.19 Atap Mess Transit Tanjung Karang
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Bouvenlicht/lubang ventilasi
Style Vernacular
55
Gambar 5.21 Pintu Mess Transit Tanjung Karang
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Jenis pintu pada bangunan ini menggunakan pintu model kaca yang bagian
bawah menggunakan satu lembar panel.
V.5 Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
Gambar 5.22 Tampak Depan Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
56
Gambar 5.23 Denah Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Denah simetris penuh dengan satu lantai merupakan style Neo Klasik.
- Dindingnya tebal.
- Langit-langitnya tinggi.
57
- Adanya rib voulting yaitu atap bangunan yang menyerupai membran dan
memiliki unsur arsitektur sebagai salah satu peninggalan bentuk arsitektur
Neo Gothic.
- Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas Neo Gothic.
Atap Pelana
Atap Pelana Style Kolonial
Style Kolonial
- Atap pada bangunan ini menggunakan atap pelana yang merupakan ciri
bangunan kolonial.
- Plafond pada langit-langit berbentuk lekukan khas Gothic.
58
Gambar 5.26 Pintu dan Jendela Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Pintu Utama bangunan ini merupakan style Neo Gothic yang tinggi dan
terdapat lekungan di atas pintu.
- Jendela patri dan jendela samping yang merupakan ciri dari style Neo
Gothic.
Analisis pada bangunan Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu yang berlokasi di Jalan
Untung Suropati, Kedaton, Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung, Lampung
35142, di dapat beberapa ciri arsitektur, sebagai berikut :
Style Neo Gothic
59
Gambar 5.28 Denah Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Pada bangunan ini terdapat denah tidak berbentuk salib, melainkan
berbentuk kotak.
- Denah simetris penuh dengan satu lantai dan ditutupi dengan atap perisai.
- Material atap rangka kayu dan penutup atap menggunakan genting tanah liat
yang berwarna merah bata.
Jendela Model Krepyak
Style Vernacular Style Vernacular
60
Gambar 5.30 Pintu dan Jendela Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
- Jenis pintu yang terdapat pada bangunan ini pintu model berciri khas
Vernacular.
- Untuk jendela model krepyak ini bagian atas kaca dan panel satu lembar
untuk pencahayaan dan penghawaan di dalam ruangan.
3 Gereja 1928 Neo Klasik Kolonial 1. Kolonial 1. Neo Gothic Neo Gothic
Katedral Belanda (Atap Belanda (Dinding Kaca)
Kristus Raja Pelana) (Bouvenlic 2. Neo Gothic
ht) (Plafond)
3. Neo Gothic (Rib
Voulting)
4. Neo Gothic
(Ornamen ruang
dalam, batu alam)
5. Kolonial Belanda
(Ballustrade)
6. Kolonil Belanda
(Tympannon)
4 Stasiun 1914 Neo Gothic Kolonial Vernacular 1. Vernacular Vernacular
Kereta Api (tidak Be;anda (Atap (Pintu Kaca) (Bouvenlicht)
Tanjung berbentuk Perisai) 2. Vernacular
Karang salib (Jendela Kaca
melainkan dan Krepyak)
berbentuk
kotak)
5 Gereja 1938 Neo Klasik Kolonial Neo Gothic Neo Gothic 1. Neo Gothic Neo Gothic
Protestan Di (simetris Belanda (Atap (Pintu yang (Jendela Patri) (Spire/Menara)
Indonesia penuh Pelana) tinggi dan 2. Neo Gothic
Bagian Barat dengan satu terdapat (Dinding Kaca
Marturia lantai) lekungan) Patri)
61
3. Neo Gothic (Rib
Voulting)
4. Neo Gothic
(Plafond)
6 Stasiun 1915 Neo Gothic Neo Klasik Vernacular Vernacular Vernacular
Kereta Api (tidak (Atap Perisai) (Jendela Krepyak)
Labuhan berbentuk
Ratu salib
melainkan
berbentuk
kotak)
Tabel 4.2 Elemen Asli Bangunan yang masih di pertahankan pada tahun 2017
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
62
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Studi tipologi bangunan-bangunan kolonial yang berada di Kota Bandar
Lampung berlokasi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kecamatan Enggal dan
Kecamatan Kedaton ini dianalisis berdasarkan bentuk denah, atap, pintu, jendela
dan ornamen. Bentuk dari elemen-elemen bangunan tersebut menghasilkan
langgam arsitektur yang mempengaruhi bangunan kolonial.
Tipologi bangunan-bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung paling
banyak di pengaruhi oleh langgam Neo Gothic dan Vernacular. Dan langgam
arsitektur yang paling mempengaruhi tipologi bangunan Rumah Daswati (Daerah
Swatantra Tingkat I) adalah Art Deco, bangunan Gedung Dasaad Musin Concern
adalah Kolonial Belanda, bangunan Gereja Katedral Kristus Raja adalah Neo
Ghotic, bangunan Stasiun Kereta Api Tanjung Karang adalah Vernacular,
bangunan Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat Marturia adalah Neo
Gothic, dan bangunan Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu adalah Vernacular.
Pada bangunan-bangunan kolonial di Kota Bandar Lampung terdapat
elemen asli bangunan yang masih di pertahankan pada tahun 2017 dapat dilihat
dari langgam Art Deco terdapat tiga bentuk bangunan kolonial yaitu denah, pintu
dan jendela di bangunan Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I). Langgam
Neo Klasik terdapat empat bentuk bangunan kolonial yaitu atap di bangunan
Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I), denah di bangunan Gereja Katedral
63
Kristus Raja, denah di bangunan Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat
Marturia, denah di bangunan Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu. Langgam
Kolonial Belanda terdapat delapan bentuk bangunan kolonial yaitu pintu, jendela
dan ornamen di bangunan Rumah Daswati (Daerah Swatantra Tingkat I), atap,
pintu dan jendela di bangunan Gedung Dasaad Musin Concern, atap di bangunan
Stasiun Kereta Api Tanjung Karang, atap di bangunan Gereja Protestan Di
Indonesia Bagian Barat Marturia. Langgam Vernacular terdapat lima bentuk
bangunan kolonial yaitu jendela di bangunan Rumah Daswati (Daerah Swatantra
Tingkat I), pintu dan jendela di bangunan Stasiun Kereta Api Tanjung Karang dan
di bangunan Stasiun Kereta Api Labuhan Ratu. Langgam Neo Gothic terdapat
enam bentuk bangunan kolonial yaitu jendela dan ornamen di bangunan Gereja
Katedral Kristus Raja, denah di bangunan Stasiun Kereta Api Tanjung Karang,
pintu, jendela dan ornamen di bangunan Gereja Protestan Di Indonesia Bagian
Barat Marturia.
64
bangunan di zaman dulu hingga zaman yang akan datang dan untuk mendesain
bangunan tidak meninggalkan langgam-langgam arsitektur tersebut.
65