Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, dikenal

karena kompleksitasnya yang ada, baik segi pelayanan, keuangan, kinerja,

serta pemasarannya. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan jasa

terbaik kepada pasien, selaku pengguna jasa Rumah Sakit. Pelayanan jasa

Rumah Sakit selalu terkait dengan profesionalisme, teknologi, dan hubungan

pasien dengan pelaksana pelayanan medis, misalnya: dokter, perawat, dan

tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan untuk kesembuhan dan kepuasan

pasien. Pelayanan medis sebagian besar merupakan pelayanan yang bersifat

cure dan ditujukan kepada pasien saja, tetapi pelayanan keperawatan bersifat

care dan ditujukkan kepada individu, keluarga, serta masyrakat, baik yang

sehat maupun yang sakit (Praptianingsih, 2006)


Perawat merupakan seseorang yang memberikan jasanya kepada

pasien, keluarga pasien, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai petugas yang

selalu berhubungan dengan pasien harus memiliki banyak keterampilan, salah

satunya adalah keterampilan interpersonal yaitu keterampilan dalam

komunikasi dengan pasien. Komunikasi merupakan proses kompleks yang

melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan

orang lain dan dunia sekitarnya. Perawat yang memiliki keterampilan

berkomunikasi secara terapeutik (menyembuhkan) tidak saja akan mudah


menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah

ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan

meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra Rumah Sakit (Nugroho &

Aryati, 2013)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam pelayanan atau

pemberian asuhan keperawatan adalah komunikasi, yaitu tata cara

penyampaian informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan menanggapi

keluhan-keluhan dari pasien dan bagaimana keluhan pasien dengan cepat

diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan respon

terhadap keluhan pasien (Priyanto, 2012)


Kepuasan pasien terhadap komunikasi petugas perawat merupakan

tingkat perasaan setelah membandingkan komunikasi perawat yang dirasakan

dengan harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani perawatan

(Nursalam, 2013). Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan yang

timbul sebagai akibat kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien

membandingkan dengan apa yang diharapkannya (Imbolo, 2006)


Kondisi ketidakpuasan pasien tersebut akan berdampak pada rendahnya

mutu pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, dan larinya pasien kepada

institusi pelayanan kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.

Untuk menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga

kesehatan (perawat) dan hilannya pasien atau pelanggan ketempat lain maka

alangkah sangat bijaksana dan tepat jika suatu institusi pelayanan kesehatan

dapat meningkatkan kualitas pelayannya. Salah satu bentuknya adalah dengan

meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.


Kepuasan pasien rawat inap adalah tingkat perasaan seseorang pasien

setelah membandingkan kinerja pelayanan atau hasil yang dirasakan dengan

harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat inap. Perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari (sikap dan

perilaku) dalam berkomunikasi dengan pasien yang dapat mempengaruhi

kepuasan pasien, meskipun saranan dan prasarana pelayanan sering dijadikan

ukuran mutu oleh pelanggan namun ukuran utama penilaian tetap sikap dan

perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh petugas. Sikap dan perilaku yang

baik oleh perawat sering dapat menutupi kekurangan dalam hal sarana dan

prasarana.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam

hubungan antar manusia, pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih

bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan

proses keperawatan. Seorang perawat untuk melakukan anamnes harus

mampu menciptakan kenyamanan, kepercayaan. Kepercayaan, kenyamanan

merupakan point penting dalam menyamakan suatu persepsi terhadap sesuatu

yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap pasien (Purba, 2003)


Komunikasi terapeutik adalah suatu metode dimana seorang perawat

mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien diharapkan pada

situasi dan pertukaran peran yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang

bermanfaat (rakhmat, 2007). Komunikasi terapeutik diterapkan oleh perawat

dalam berhubungan dengan pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya,

dan apabila tidak diterapkan akan menganggu hubungan terapeutik yang

berdampak pada ketidakpuasan pasien. Pasien akan merasa puas ketika


kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya

dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul

apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan

harapannya (Pohan, 2007)


Kelemahan dalm berkomunikasi merupakan masalah yang serius baik

bagi perawat maunpun pasien. Perawat yang enggan berkomunikasi dengan

menunjukkan raut muka tegang akan berdampak serius bagi paien. Pasein

akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap perawat. Kondisi

seperti itu tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan

pasien (Mundakir, 2006).


Penilitian Ardia Putra (2013) menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di

ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin. Penilitian

Priscylia (2014) tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

tingkat kepuasan pasien di Ruang rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D Kandou

Manado, bahwa tingkat kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh komunikasi

terapeutik perawat, dari 67 orang sebagai responden didapatkan 47 orang

(70,1%) menyatakan puas dan 20 orang (29,9%) menyatakan tidak puas .


Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik

(menyembuhkan) tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya

dengan pasien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan

profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi

keperawatan serta citra Rumah Sakit. Komunikasi sangat penting karena

sebagai sarana untuk koordinasi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan.

Komunikasi yang sering terjadi di Rumah Sakit Bhayangkara Padang


sekarang, masih kurang efektif dan kurang terapeutik, sehingga sering terjadi

kesalahpahaman antara perawat dengan pasien maupun keluarga pasien.

Dalam menciptakan suasana yang memuaskan terhadap pasien masyarakat,

maka perlu adanya penilitian yang berkelanjutan, untuk meningkatkan

komunikasi terapeutik dan kinerja perawat khususnya di Rumah Sakit

Bhayangkara Padang.
Rumah Sakit Bhayangkara padang, adalah rumah Sakit Swasta yang

bertempat di jalan Jati No 1 Padang, yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan dan menyediakan Rawat Inap, Rawat Jalan dan Pelayanan Gawat

darurat dan pelayanan medis lainnya. Rumah sakit Bhayangkara terdiri dari

beberapa bagian tempat pelayanan pasien yaitu Instalasi Gawat Darurat (IGD)

terdiri dari 6 tempat tidur dengan ketenagaan orang perawat dan 6 orang

bidan, Ruang rawat inap bagsal terdiri dari 21 tempat tidur ditambah 3 tempat

tidur di sel tahanan dengan 16 orang perawat dan 8 orang bidan, Rawat

Gabung terdiri dari 18 tempat tidur dengan 12 orang perawat dan 14 orang

bidan, Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) terdiri dari 8 tempat tidur

dengan 7 orang perawat dan 3 orang bidan, Ruang HCU terdiri dari 1 tempat

tidur dengan 3 orang perawat dan 1 orang bidan, OKA terdiri dari 2 kamar

bedah dengan 7 orang perawat dan 1 orang bidan, serta Poli Spesialis terdiri

dari 7 tempat tidur dengan ketenagaan 3 orang perawat dan 3 orang bidan

(Data Rmah Sakit Bhayangkara Padang, 2019)


Hasil pendataan yang dilakukan di catatan medik dari bulan Oktober-

Desember tahun 2018 di dapatakan jumlah pasien masuk sebanyak 4807

orang, yang dirawat sebanyak 785 pasien dengan jumlah hari rawat 2678.
Jumlah tempat tidur 59 tempat tidur. Jumlah rata-rata nilai BOR (Bed

Occupancy Rate) sebanyak 84% pasien yang dirawat di Rumah Sakit

Bhayangkara sekitar 60% dengan diagnosa Post Sectio Caecarea, normal dan

vacum sehingga membutuhkan perawatan (total Care), Sedangkan pasien

yang dirawat misalnya pasien diagnosa fraktur tulang membutuhkan

perawatan sedang (parsial Care), kemudian 15% pasien lainnya yang dirawat

membutuhkan sedikit perawatan (minimal care). (Data Rumah Sakit

Bhayangkara Padang, 2018)


Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RS

Bhayangkara Padang menunjukkan bahwa komunikasi perawat masih

kurang dalam pelayanan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan adanya

beberapa keluhan atau protes, baik dari keluarga maupun pasien itu sendiri

terhadap pelayanan yang diberikan perawat selama di ruang perawtan.

Peniliti mengamati 10 perawat di Ruang Inap Rumah Sakit Bhayangkara

Padang, dalam melakukan pengukuran tanda-tanda vital, misalnya: tidak

menanyakan identitasnya terlebih dahulu, tetapi lansung menarik tangan

pasien dan melakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu dan nadi

pasien, serta tidak memberikan penjelasan prosedur yang akan dilakukan,

sehingga pasien merasa tidak dimanusiakan tetapi merasa bahwa pelayanan

perawat kurang memuaskan pasien, sehingga menimbulkan komplain dari

pasien yang rawat inap. Selain itu sebagian perawat dalam merawat pasien

yang tidak sadar, kurang memperlakukan seperti pasien yang sadar, sehingga

berbicara menyinggung perasaan pasien.


Hal tersebut kurang mempraktekkan komunikasi yang bersifat

menyembuhkan (terapeutik). Padahal sebagian kesembuhan pasien berasal

dari komunikasi yang bersifat terapeutik dan cara kinerja perawat yang

efisien. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penilitian yang

berjudul “Hubungan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kepuasan Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Padang”, sehingga masalah yang

dihadapi Rumah Sakit Bhayangkara Padang mengenai kurangnya komunikasi

terapeutik dan kinerja perawat dalam pelayanan pasien teratasi dan Rumah

Sakit Bhayangkara Padang menjadi tempat membuat para pasien nyaman,

homey (suasana rumah yang nyaman bagi para pengunjung) dan menjadi

Rumah Sakit Unggulan di Kota Padang dalam pelayanan yang memuaskan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peniliti merumuskan

masalah penilitian sebagai berikut: Apakah Ada Hubungan Komunikasi

Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Bhayangkara Padang


C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat

Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

Bhayangkara Padang Tahun 2018.


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat kepuasan pasien di ruang inap

Rumah Sakit Bhayangkara Padang


b. Mengetahui distribusi frekuensi komunikasi terapeutik perawat di

ruang inap Rumah Sakit Bhayangkara Padang


c. Mengidentifikasi hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan

pelayanan pasien di rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Padang.

D. Manfaat Penilitian
1. Rumah sakit
a. Meningkat kualitas sumber daya manusia bidang keperawatan sebagai

pemberi pelayanan keperawatan, khususnya sikap dan keterampilan

dalam berkomunikasi
b. Memberikan informasi tentang pentingnya pelatihan komunikasi

terapeutik sebagai salah satu upaya yang harus terus menerus

dilaksananakan dalam meningkatkan kualitas pelyanan kepada pasien

atau masyrakat.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Memberikan masukan bagi institusi pendidikan kaitannya dengan

komunikasi perawat agar ditekankan dalam praktek dikelas untuk

meningkatkan keterampilan komunikasi perawat bagi mahasiswa

keperawatan.
3. Bagi Peniliti Selanjutnya
Sebagai acuan dan referensi bagi peniliti selanjutnya dalam melakukan

penilitian dengan variabel dan pembahasan yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penilitian


Ruang lingkup penilitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

komunikasi terapeutik dan kinerja perawat terhadap kepuasan pelayanan

pasien di ruang inap Rumah Sakit Bhayangkara Tahun 2019. Dimana variabel

independenya adalah komunikasi terapeutik dan kinerja perawat sedangkan

variabel dependennya adalah kepuasan pelayanan pasien. Jenis penilitian

yang digunakan adalah analitik dengan desain cross sectional. Penilitian ini

akan dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Padang. Populasi dalam


penilitian ini adalah semua perawat dan bidan di RS Bhayangkara yang

berjumlah . sampel dalam penilitian ini semua perawat dan bidan pelaksana di

ruang inap sebanyak dengan menggunakan teknik sampel adalah total

populasi. Data dikumpulkan menggunakan koesioner, kemudia di analisis

menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-square.

Anda mungkin juga menyukai