Anda di halaman 1dari 10

Teori Arsitektur Tradisional Bali

1. Tri Hita Karana


Menurut Dwijendra (2008 : 2) Tri Hita Karan berasal dari kata Tri yaitu tiga. Hita yang
berarti kemakmuran, baik, gembira, senang, dan lestari. Karana yaitu sebab, sumber, atau
penyebab. Jadi Tri Hita Karan berarti tiga unsur penyebab kebaikan yang meliputi :
a. Atma (roh atau jiwa).
b. Prana (tenaga).
c. Angga (jasad atau fisik).
Konsepsi Tri Hita Karana dipakai dalam pola ruang dan pola perumahan tradisional bali
yang diidentifikasi :
a. Parahyangan, dalam arsitektur tradisional bali berupa tempat suci.
b. Pawongan, dalam arsitektur tradisional bali berupa manusia.
c. Palemahan, dalam arsitektur tradisional bali berupa pekarangan.
2. Tri Angga dan Tri Loka
Menurut Dwijendra (2008 : 4) Tri Angga berasal dari kata Tri yang berarti tiga dan
Angga yang berarti badan. Tri Angga terbagi menjadi :
a. Utama Angga (kepala).
b. Madya Angga (badan).
c. Nista Angga (kaki).
Tri Angga dalam bhuana agung sering disebut dengan tri loka atau tri mandala. Dalam
kaitannya dengan arsitektur tradisional bali maka :
a. Utama Angga merupakan bagian atap.
b. Madya Angga merupakan bagian dinding.
c. Nista Angga merupakan bagian bebaturan.
3. Orientasi
Menurut Dwijendra (2008 : 6) dalam tata nilai arsitektur tradisional bali untuk mencapai
keselarasan antara bhuana agung dan bhuana alit berdasarkan pada tata nilai hulu-teben. Konsep
ini memiliki orientasi-orientasi sebagai berikut :
a. Orientasi dengan konsep sumbu ritual kangin-kauh.
- Kangin (matahari terbit) - luan, nilai utama.
- Kauh (matahari terbenam) - teba, nilai nista.
b. Orientasi dengan konsep sumbu bumi atau natural kaja-kelod.
- Kaja (kearah gunung) - luan, nilai utama.
- Kelod (kearah laut) - teba, nilai nista.
c. Orientasi dengan konsep akasa-pertiwi, atas-bawah.
- Alam atas - Akasa, purusa.
-Alam bawah - Pertiwi, pradana.
Konsep akasa-pertiwi yang diterapkan dalam pola ruang kosong dalam perumahan atau
lingkungan bali dikenal dengan natah.
4. Sanga Mandala

Konsep tata ruang sanga mandala juga merupakan konsep yang lahir dari sembilan
manifestasi Tuhan yaitu dewata nawa sanga yang menyebar di delapan arah mata angin ditambah
satu ditengah untuk menjaga keseimbangan alma semesta.
Konsep sanga mandala digunakan sebagai acuan untuk melakukan zonasi kegiatan dan
tata letak bangunan tradisional bali.
Utamaning
Nista
(III)
Utamaning
Madya
(II)
Utamaning
utama
(I)
Madyaning
nista
(VI)
Madyaning
madya
(V)
Madyaning
Utama
(IV)
Nistaning
Nista
(IX)
Nistaning
madya
(VIII)
Nistaning
Utama
(VII)
I : mrajan, sumur
II : mrajan, sumur, meten
III : mrajan, sumur, penunggun karang
IV : bale dangin
V : natah, pengijeng
VI : bale dauh, penunggung karang
VII : kebun
VIII : bale delod, dapur, jineng
IX : bada, dapur, jineng, sumur
5. Teori Ragam Hias
Menurut Dwijendra (2008 : 165) Ragam hias pada arsitektur tradisional bali merupakan
benda-benda alam yang diterjemahkan dalam bentuk ragam hias, tumbuh-tumbuhan, binatang,
unsur alam, nilai-nilai agama dan kepercayaan disarikan ke dalam suatu perwujudan keindahan
yang harmonis.
Bentuk, tata warna, cara membuat dan penempatannya mengandung arti dan maksud-
maksud tertentu.
Estetika, etika dan logika adalah dasar-dasar pertimbangan dalam mencari, mengolah dan
menempatkan ragam hias yang mengambil dikehidupan dibumi, manusia, binatang dan tumbuh-
tumbuhan. Dalam bentuk -bentuk hiasan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk hasil
pemikiran tentang agama, adat dan kepercayaan.
Dalam ragam hias arsitektur tradisional bali dibagi menjadi :
a. Pepatran (flora)
Berbagai macam flora yang ditampilkan dalam bentuk simbolis dipolakan dalam bentuk-
bentuk pepatran dengan ungkapan masing-masing. Arti dan maksud dari pepatran :
1. Ragam hias untuk keindahan
2. Ragam hias untuk ungkapan simbolis.
3. Ragam hias sebagai alat komunikasi.
b. Kekarangan (fauna)
Ragam hias dari jenis-jenis fauna ditampilkan sebagai materi hiasan dalam berbagai
macam bentuk dengan namanya masing-masing. Arti dan maksud dari kekarangan :
1. Ragam hias untuk keindahan
2. Ragam hias sebagai simbol ritual.
3. Ragam hias sebagai media edukasi.
4. Ragam hias sebagai alat komunikasi.
c. Alam
Ragam hias yang mengungkapkan alam dan menampilkan unsur-unsur alam sebagai
materi hiasan. Alam sebagai ragam hias dalam pengertian alam sebagai materi hiasan
menampilkan jenis fauna dan flora sebagaimana adanya di alam raya.
Teori Arsitektur Masa Kini
1. Teori Fungsionalis
Bangunan terbentuk dari bagian-bagiannya berupa dinding, jendela, atap, pintu, struktur
dan lain-lain yang tersusun dalam komposisi dari unsur-unsur yang semuanya mempunyai
fungsi. Keindahan yang timbul dari bangunan tersebut berasal dari adanya fungsi dari elemen-
elemen bangunan tersebut. Jadi bangunan yang fungsionalis merupakan bangunan yang setiap
elemennya memiliki fungsinya tersendiri dan tidak ada bagian yang tidak memiliki fungsi.
(http://raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16043/BAGIAN+4.pdf)
2. Teori Kubisme
Teori kubisme terlahir dari konsep pada teori fungsionalis yang kemudian dimodofikasi
menjadi bangunan yang bersih, murni, tanpa hiasan, sederhana berupa komposisi bidang, kotak,
balok, dan kubus.
(http://raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16043/BAGIAN+4.pdf )
Teori yang Mengkaitkan ATB dan AMK
1. Teori Analogi
Menurut dinas tata kota dan bangunan kota Denpasar (2008 : 19) teori ini akan dipakai dalam
pembahasan atau kajian atas segala hal ikhwal kesamaan prinsip-prinsip dasar dari nilai-nilai
wujud
fisik/rupa ATB dan AMK yang telah teridentifikasi untuk dapat dipadukan atau
disetarakan atau
diadaptasikan, memilah nilai-nilai yang tidak setara dan nilai lebih yang dimiliki ATB dan AMK.
Teori
ini dapat dilihat penerapannya pada hukum yang ada berdasarkan pada peraturan daerah provinsi
bali
nomor 5 tahun 2005 bab III pasal 13 yang berbunyi.
Pasal 13
(1) Arsitektur bangunan gedung non tradisional Bali harus dapat menampilkan gaya
arsitektur
tradisioal Bali dengan menetapkan prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali yang selaras,
seimbang
dan terpadu dengan lingkungan setempat.
(2) Prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus yang karena kekhususannya tidak
mungkin
menerapkan prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali, dapat menampilkan gaya arsitektur lain
dengan persetujuan Gubernur setelah mendapat rekomendasi DPRD.
Berdasarkan penerapan teori ini akan memberikan cara untuk mengadopsi teori filosofi arsitektur
tradisional bali yang telah digunakan pada masa lalu, filosofi arsitektur tradisional bali dapat
digunakan
sebagai acuan utama dalam pelaksanaan pembangunan pada arsitektur masa kini yang kemudian
dapat
dilakukan pemngembangan dan modifikasi namun tetap memiliki prinsip utama yang berdasarkan
pada
filosofi arsitektur tradisional bali.
2. Teori Ornamen dan Dekorasi sebagai ragam hias arsitektur
Menurut dinas tata kota dan bangunan kota Denpasar (2008 : 19) Ornamen dan dekorasi sebagai
ragam hias arsitektur menjadi isu yang sangat penting dalam arsitektur modern
khususnya aliran
fungsionalisme dan rasionalisme sebagai bagian arsitektur kontemporer, sedangkan dalam ATB
sangat
sarat dengan ornamen dan dekorasi sebagai ungkapan makna/ simbol dan jati diri. Berbagai hal
ikhwal
kehadiran dan pandangan yang oposisi biner terhadap kehadiran ornamen dan dekorasi ini perlu
diketahui
untuk menentukan suatu formulasi yang berimbang antara rasionalitas dan rasa dalam
melakukan
reformasi. Termasuk didalmanya membahas bagaimana menyikapi dan memperlakukann ornamen
dan
dekorasi secar aproporsinal, sehingga makna atau simbol dan jati diri ATB masih tetap tampil
didalam era
kesejagatan. Teori ini dapat dilihat penerapannya pada hukum yang ada berdasarkan pada
peraturan
daerah provinsi bali nomor 5 tahun 2005 bab III pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 yang berbunyi.
(1) Arsitektur bangunan gedung harus memenuhi persyaratan :
a. penampilan luar dan penampilan ruang dalam;
b. keseimbangan, keselarana, dan keterpaduan bangunan gedung dengan lingkungan dan ;
c. nilai-nilai luhur dan identitas budaya setempat.
(2) Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menerapkan
norma-norma pembangunan tradisional Bali dan/atau memperhatikan bentuk dan
karakteristik
Arsitektur Tradisional Bali yang berlaku umum atau arsitektur dan lingkungan setempat yang khas
dimasing-masing kabupaten/Kota
Adanya teori ini akan memberikan pengaruh kepada arsitektur masa kini untuk tetap
menggunakan dekorasi berupa ragam hias pada bangunan-bangunan arsitektur masa kini dengan
tujuan
untuk tetap melestarikan budaya yang telah ada dan tetap menunjukkan jati diri, keberadaan teori
ini akan
memberikan kelangsungan kepada kebudayaan arsitektur tradisional bali.
Teori Arsitektur yang Dapat Digunakan Untuk
Menerapkan ATB
1. Teori regionalisme
Menurut pemerintah kota Denpasar (2010) metode merancang dengan menggunakan
beberapa elemen arsitektur masa lalu kepada arsitektur masa kini. Pendekatan regionalisme
secara garis besar memiliki beberapa pilihan yaitu :
a. Menyatukan elemen arsitektur masa lalu pada arsitektur masa kini sehingga mampu
menghasilkan bentukan yang menyatu dan harmonis.
b. Menempelkan elemen-elemen arsitektur masa lalu pada arsitektur masa kini.
c. Menerapkan konsep arsitektur masa lalu pada arsitektur masa kini.
2. Teori Neo vernakuler
Menurut pemerintah kota Denpasar (2010) memadukan arsitektur vernakular pada
arsitektur modern. Pendekatan kedua ini mirip dengan regionalisme namun memiliki kontek
yang berbeda. Pada pendekatan Neo vernakuler arsitektur masa lalu dibawa arsitekur modern
dengan melakukan beberapa modifikasi seperti penyederhanan bentuk, menggunakan material
modern, dan merubah dimensi dan skala.
Penerapan teori diatas bisa dilakukan pada arsitektur tradisional bali, sesuai dengan teori
tersebut bahwa kita dapat mengadopsi prinsip dan ragam hias sebagai elemen pembentuk
arsitektur masa kini yang berasal dari arsitektur tradisional bali. Hasil adopsi tersebut masih
dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan arsitektur masa kini seperti pada penggunaan
bahan-bahan yang bisa digantikan dengan bahan temuan baru, pengaplikasian elemen-elemen
ragam hias pada bangunan sebagai pengindah dan lain-lain. Sekalipun terdapat beberapa
modifikasi dari arsitektur tradisional bali yang digunakan pada arsitektur masa kini namun
modifikasi tersebut tidak diperkenankan untuk melenceng dari prinsip utama yang
telah
ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2008. Arsitektur Rumah Tradisional Bali. Udayana University
Press. Bali.
Hasan, Raziq. “Arsitektur Modern”.
<http://raziq_hasan.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/16043/BAGIAN+4.pdf>. 22
Maret 2013.
Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Denpasar. 2008. Bunga Rampai Semiloka Denpasar
Budaya dan Arsitektur. Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Denpasar. Bali
Pemerintah Kota Denpasar. Buku Panduan Semiloka Arsitektur Gedung di Kota Denapasar.
Pemerintah Kota Denpasar. Bal

Arsitektur Tradisional
Arsitektur tradisional sebagai bagian dari kebudayaan kelahirannya dilatar belakangi
oleh norma-norma agama, adat kebiasaan setempat dan dilandasi oleh keadaan alam
setempat. Karena berbudayalah cenderung setiap saat kita mengadakan pembaharuan -
pembaharuan yang sering disebut modernisasi. Kebudayaan melatar belakangi setiap
masalah dan sering menimbulkan dilema antara tradisi yang cenderung bertahan dan
modernisasi yang cenderung merombak dengan membawa nilai-nilai baru.

Arsitektur, yang merupakan endapan kecendrungan manusiawi pergeseran tata nilai


dengan per- masalahan-permasalahan yang ditimbulkannya. Masalah khusus yang dialami,
dari dalam merupakan kesukaran untuk memindahkan pengetahuan Arsitektur tradisional
dari generasi pemegang ke generasi penerusnya, Pedoman pelaksanaan arsitektur yang
terlibat didalamnya, kepustakaannya ditulis dengan hurup bali dalam bentuk cakapan dan
daun rontal. Kemampuan membaca rontal dan memahami bahasa Undagi terbatas pada
beberapa orang tertentu. Dengan demikian jelaslah bahwa untuk memindahkan dan
meneruskan ilmu pengertian arsitektur tradisional dari generasi ke gernerasi berikutnya
merupakan tantangan yang berat adanya. Dari luar adalah kehadiran teknologi yang
membawa nilai nilai baru, menuntut penyediaan ruang-ruang baru yang sebelumnya belum
ada dalam perancangan arsitektur tradisional. Transportasi dan pelayanan kemudahan
lainnya menampilkan berbagai tuntutan baru dalam ruang-ruang tradisional. Pekarangan
tradisional perlu memperhitungkan kebutuhan garase memperlebar angkul-angkul pintu
pekarangan.

Dalam kamus bahasa Indonesia arsitektur adalah seni dan ilmu merancang serta
membuat konstruksi bangunan, jembatan, dan sebagainya, metode dan gaya rancangan
suatu konstruksi bangunan.

Sedangkan dalam buku Arsitektur tradisional daerah Bali


Arsitektur tradisional adalah perwujudan ruang untuk menampung aktifitas kehidupan
manusia dengan pengulangan bentuk dari generasi ke generasi berikutnya dengan sedikit
atau tanpa perubahan, yang dilatar belakangi oleh norma-norma agama dan dilandasi oleh
adat kebiasaan setempat dijiwai kondisi dan potensi alam lingkungannya,

Arsitektur tradisional Bali . Arsitektur yang berlokasi di Bali, dibangun, dihuni, dan
digunakan oleh penduduk Bali yang berkebudayaan Bali, kebudayaan yang berwajah natural
dan berjiwa ritual.
Dengan demikian jelas, lokasi, penduduk dan kebudayaannya merupakan pokok-pokok
identitas perwujudan arsitektur tradisional.

Anda mungkin juga menyukai