Anda di halaman 1dari 99

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia tahun 2015-2019 dengan indkator:


1).meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat :a.angka kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup, dengan status awal :346 ( SP 2010 ) dengan target 306. b.
angka kematian bayiper 1.000 kelahiran hidup dengan status awal:32(2012/2013)
,target 24. c.Prevalensi kekeurangan gizi ( underweight) pada anak balita ( persen )
dengan status awal:19,6(2013) target 17,0. d. prevalensi stunting ( pendek dan dan
sangat pendek ) pada anak baduta ( bawah dua tahun ) ( persen ) dengan status
awal:32,9(2013) target 28,0. 2.Meningkatkan pengendalian penyakit menular dan tidak
menular : a.prevalensi tuberculosis ( TB ) per 100.000 penduduk dengan status awal :
297(2013),target 245. b.Prevalensi HIV ( persen ) dengan status awal:0,46(2014) target
<0,50. c.Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria dengan status
awal:212(2013),target 300. d.Tekanan darah tinggi ( persen ) dengan status awal:25,8 (
2013 ),target 23,4. e.Prevalensi obesitas pada penduduk usia 18+tahun ( persen )
dengan status awal:15,4 ( 2013 ),target 15,4. f.Prevaleni merokok penduduk usia ≤ 18
tahun dengan status awal:7,2 ( 2013 ), target 5,4. 3.Meningkatnya pemerataan dan
mutu pelayanan kesehatan : a.jumlah kecamatan yang memiliki minimal satu
puskesmas yang tersertifikasi agreditasi dengan status awal 0 ( 2014 ), target 5.600.
b.jumlah kabupaten/kota yang memiliki minimal satu RSUD yang tersertifikasi agreditasi
nasional dengan status awal:10(2014),target 481. c.presentase kabupaten/kota yang
mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi dengan satus awal:71,2(2014),target
95. 4.Meningkatkan perlindungan financial, ketersediaan,penyebaran dan mutu obat
serta sumber daya kesehatan :a.persentase kepersertaan SJSN kesehatan(persen)
dengan status awal 51,8 (oktober 2014),target min 95. b.jumlah puskesmas yang
minimal memiliki lima jenis tenaga kesehatan dengan status awal 1.015(2013),target
60. c.persentase RSU kabupaten/kota kelas c yang memiliki tujuh dokter spesialis
dengan status awal 25(2013),target 60. d.persentase ketersediaan obat dan vaksin di
puskesmas dengan status awal 75,5(2014),target 90,0. e.persentase obat yang

1
memenuhi syarat dengan status awal 92(2014),target 94. ( Prof.Dr.dr.Nila Farid
Moeloek,Sp.M(k), Menteri Kesehatan )

Gizi buruk di Indonesia cukup- tinggi, Indonesia masuk dalam katagori 5 besar di
dunia. Gizi buruk berakibat pada disabilitas seperti pendek, dan juga mengakibatkan
IQ-nya rendah dibawah 70, bahakan 60. ( Mensos,Probolinggo, Sabtu( 11/07/2015)

Data Nasional menunjukkan masalah gizi, khususnya anak pendek,


menghambat perkembangan anak muda, dengan dampak negatif yang akan
berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan bahwa anak pendek
sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang
menurun. Prosentase anak balita yang terkena dampak gizi kurang moderat dan parah
tahun 2007-2010 menunjukkan tingkat wasting 13,6 %-13,3 %, tingkat berat badan
kurang 18,4% - 17,9 , dan tingkat stanting 36,8 % - 35,6 %. Dan secara nasional 6%
anak sangat kurus, sehingga menempatkan mereka pada resiko kematian. Situasi ini
tidak menunjukkan adanya peningkatan anatara tahun 2007 dan 2010. Perkiraan pada
tahun 2007 menunjukkan 81 % kabupaten diindonesia memiliki prevalensi anak pendek
yang sangat tinggi.Dan selain masalah gizi pada balita, berat anak saat lahir
merupakan akibat langsung dari status kesehatan dan gizi ibu sebelum dan selama
kehamilan, pada tahun 2007 menunjukkan anemia merupakan masalah yang
mempengaruhi sekitar seperempat perempuan hamil yang berdampak pada gizi balita.
( RISKESDAS,Kementerian Kesehatan, Indonesia ).

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan presentase gizi buruk dan gizi kurang
menurut BB/U diIndonesia yaitu 13,9% gizi kurang dan 5,7% gizi buruk. Dari selisih
Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang diperkirakan masih ada 4,5 juta balita dengan gizi
buruk dan gizi kurang yang belum terdeteksi.untuk presentase balita pendek dan
sangat pendek yaitu balita pendek 19,2% dan sangat pendek 18,1%. Dan hasil estimasi
jumlah balita pendek tahun 2013 yaitu 4.552.098 dan balita sangat pendek yaitu
4.267.592.

Dan diperkirakan 41,8% ibu hamil diseluruh Indonesia mengalami anemia dan
setengahnya disebabkan kekurangan zat besi. Ibu hamil dinyatakan anemia jika

2
hemoglobin kurang dari 11mg/L. Anemia pada ibu hamil dihubungkan dengan
meningkatnya kelahiran premature.kematian ibu dan anak dan penyakit infeksi. Anemia
defisensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya.

Berdasarkan data Riskesdes 2013 Provinsi NTB cakupan/proporsi Ibu hamil


mendapat/mengkonsumsi tablet Fe adalah 45,2%.( RISKEDES,2013 )

Data menunjukkan pada tahun 2008 status kesehatan di Kabupaten Lombok


Tengah tercermin dari angka kesaktian yang mencapai 25,13%. Rata-rata lama sakit
penduduk Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2008 adalah angka kesakitan
(25,13%) dan rata-rata lama sakit ( hari ) yaitu 6,9. ( Inkesra,BPS 2009 ).

Pemantauan staus gizi (PSG) yang dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah


pada tahun 2011 menunjukkaan hasil indikator BB/U : Gizi buruk sebesar 3,38 %, Gizi
Kurang 10,81% ; sedangkan menurut indikator TB/U : sangat pendek 17,29% dan
pendek sebesar 21,54% ; Indikator BB/TB sangat kurus 3,25% dan kurus sebesar
5,39%.

!.2 Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor determinat yang berhubungan dengan status gizi pda balita dan
ibu hamil di Desa Jelantik Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahu faktor –faktor determinat yang berhubungan dengan
statusgizi pada balita dan ibu hamil di Desa Jelantik Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran umum/karakteristik balita meliputi nama, umur,
jenis kelamin,berat badan lahir, riwayat penyakit, urutan dalam

3
keluarga/anak ke berapa, jumlah anggota keluarga, jumlah anak lahir
hidup dari keseluruhan anak.
b. Mengidentifikasi gambaran umum/karakteristik ibu hamil meliputi nama,
umur, LILA, jumla hanggota keluarga, kehamilan anak keberapa, dan
jumlah anak lahir hidup dari keseluruhan anak.
c. Mengidentifikasi data status gizibalita berdasarkan BB/U, TB/U, dan
BB/TB serta status gizi ibu hamil berdasarkan IMT dan LILA.
d. Mengidentifikasi ketersediaan pangan lokal di lingkungan balita dan ibu
hamil
e. Mengidentifikasi tingkat konsumsi balita meliputi energi, protein, lemak,
dan karbohidrat serta ibu hamil meliputi energi, protein, lemak,
karbohidrat, zat besi dan yodium.
f. Mengidentifikasi pola asuh balita.
g. Mengidentifikasi konsumsi tablet Fe pada ibu hamil.
h. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakankeluarga balita
dan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan pada balita dan ibu hamil.
i. Mengidentifikasi pendapatan keluarga balita dan ibu hamil
j. Mengidentifikasi hygiene dan sanitasi lingkungan fisik dan sosial keluarga
balita dan ibu hamil
k. Menganalisa faktor determinan status gizi balita dan ibu hamil

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
a. Menambah wawasan dan peningkatan pengetahuan dalam bidang gizi
masyarakat.
b. Melatih keterampilan mahasiswa dalam penentuan status gizi dan
menganalisis data hasil pengukuran.
c. Melatih keterampilan mahasiswa dalam melakukan survey konsumsi
pada balita.
d. Memperoleh data dasar untuk penentuan intervensi gizi pada balita.

4
2. Bagi Institusi Kesehatan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor
determinan yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan di Kabupaten
Lombok Tengan serta besarnya pengaruh tiap factor tersebut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak
yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1).

2. 2 Penilaian Status Gizi

Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan


dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu:
penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson,
2005). Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif
paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).

Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu


pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari
beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang
paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga,
pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal
(Soekirman, 2000).

Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah anak
tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat
badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar
internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan
mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga
merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna
sendiri-sendiri.

6
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi
oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan
cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi
dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.

Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah
gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik.
Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada
anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi
dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi
badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan
untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk
mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh
bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif
terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan
TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan
indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).

Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat


menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut.
Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal
perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan
tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi
badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama
bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan
manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef
merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO
2006 (WHO & Unicef, 2009).

Dalam panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) gizi buruk diartikan
sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan

7
menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-
tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar
penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda
maka Menteri Kesehatan [Menkes] RI mengeluarkan SK Nomor
920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun.
Dengan keluarnya SK tersebut maka data status gizi yang dihasilkan mudah dianalisis
lebih lanjut baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan
(Depkes, 2002).

Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan persen
terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. Secara umum
klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti Tabel 1.

Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)

INDEKS
STATUS GIZI
AMBANG BATAS **)

Berat Badan menurut Tinggi Badan menurut Berat badanmenurut


Umur (BB/U) Umur (TB/U) Tinggi Badan (BB/TB)

Gizi Lebih> +2 SD Normal> = -2 SD Gemuk> +2 SD

Gizi Baik>= -2 SD sampai Pendek (Stunted)< -2 SD Normal>= -2 SD sampai


+2 SD +2 SD

Gizi Kurang< -2 SD Kurus (wasted)< -2 SD


sampai >= -3 SD sampai >= -3 SD

Gizi Buruk< -3 SD Kurus sekali< -3 SD

8
Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.

SD = Standard deviasi

Penelitian ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar Pelayanan


Minimal (SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
diKabupaten/Kota, menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan
penanganan sesuai standar. Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM tersebut
adalah Balita yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki tanda-tanda
klinis (Depkes, 2003).

2.3 Faktor Determinan Status Gizi

a. Penyebab Langsung

Penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita.
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena
penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare
atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak
cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah
diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang
(Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang
kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan
penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah
infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa
berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan
diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit
Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar
yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).

9
1. Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah total jumlah pendapatan dari semua anggota


keluarga , termasuk semua jenis pemasukan yang diterima oleh keluarga dalam bentuk
uang, hasil menjual barang, pinjaman dan lain-lain (Thaha, 1996).

Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat


dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang
sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan
pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan
kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah
keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi.
(Harahap, 1993).

Menurut Suhardjo (2003), menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan


naik, jumlah dan jenis makanan cenderung meningkat pula. Peningkatan pendapatan
perorangan akan menyebabkan perubahan dalam susunan makanan, namun
pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya
konsumsi.

Kehidupan di kota-kota dewasa ini, terutama dalam pemberian atau penyajian


makanan keluarga pada kebanyakan penduduk dapat dikatakan masih kurang
mencukupi yang dibutuhkan oleh tubuh masing-masing. Kebanyakan keluarga telah
merasa lega kalau mereka telah dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung)
dua kali dalam sehari dengan lauk pauknya kerupuk, ikan asin, bahkan tidak jarang
mereka juga telah merasa lega kalau mereka dapat mengkonsumsi nasi atau jagung
cukup dengan sambal dan garam. Menurut penelitian, keadaan yang umum ini
dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan banyaknya anggota
keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan keluarga yang rendah.
Penduduk kota dan penduduk pedesaan yang kebanyakan berpenghasilan rendah,
selain memanfaatkan penghasilannya itu untuk keperluan makan keluarga, juga harus
membagi-baginya untuk keperluan lain (pendidikan, transportasi, dan lain-lain),

10
sehingga tidak jarang persentase penghasilan untuk keperluan penyediaan makanan
hanya kecil saja. Mereka pada umumnya hidup dengan makanan kurang gizi
(Kartasapoetra, 2002).

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi mutu fasilitas perumahan, penyediaan


air bersih dan sanitasi yang pada dasarnya sangat berperan terhadap timbulnya
penyakit infeksi. Selain itu, penghasilan keluarga akan menentukan daya beli keluarga
termasuk makanan, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang
tersedia dalam rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi.
(Suhardjo, 2003). Inilah yang mendasari pengoptimalisasian tumbuh-kembang anak
balita. Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anaknya karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
maupun yang sekunder. Sebaliknya, pendapatan keluarga yang tidak cukup untuk
menyediakan kebutuhan primer ataupun sekunder akan mempengaruhi kualitas tumbuh
kembang anak.

2. Pendidikan

Faktor rendahnya pengetahuan masyarakat tentang gizi dapat dikaitkan dengan


pengetahuan seorang ibu tentang kecukupan gizi keluarganya. Pengetahuan ini dapat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu tersebut.

Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya


seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang
akan lebih mudah menerima informasi-informasi gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut
diharapkan tercipta pola kebiasaan makan yang baik dan sehat, sehingga dapat
mengetahui kandungan gizi, sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan pola makan
lainnya ( Handayani, 1994 ). Ibu yang mendapat pendidikan formal yang rendah
cenderung rendah pengetahuannya tentang gizi. Hal tersebut mempengaruhi pemilihan
dan pemberian makanan kepada keluarganya, terutama anak. Padahal sejak dalam
kandungan, seorang anak harus diperhatikan asupan gizinya untuk memenuhi zat-zat

11
yang penting untuk tumbuh kembang anak seperti karbohidrat, protein, vitamin A, dan
zat besi.

3. Pola Asuh

Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa pada mana anak sangat
membutuhkan makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai.
Kekurangan gizi spada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada
masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan
oleh ibunya.Terdapathubungan yang signifikan antara praktek pemberian makan dan
kesehatan dengan status gizi.

b. Penyebab tidak langsung

1. Lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang
penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Poedjiadi, 1994).
Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan
jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga.
Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari- hari, makin kecil risiko anak terkena
penyakit kurang gizi (Soekirman, 2000).

2. Pola pengasuhan

Pola asuh anak adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk


menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Bentuk kongkrit pola
pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan,
memberikan kasih sayang, dan sebagainya. Hal tersebut sangat berkaitan dengan
kesehatan ibu, status gizi ibu, pendidikan, pengetahuan, dan adat kebiasaan
(Soekirman 2000).

12
3. Pelayanan kesehatan

Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan


kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbgai kegiatan perbaikan gizi dan
kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang
ditentukan tanpa diantar (Sediaoetama, 2000). Beberapa aspek pelayanan kesehatan
dasar yang berkaitan dengan status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolongan
persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, serta sarana kesehatan
seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter. Makin tinggi
jangkauan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas,
makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang.

4. Pendapatan

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada


kondisi yang umum di masyarakat. Masalah utama penduduk miskin pada umumnya
sangat tergantung pada pendapatan per hari yang pada umumnya tidak dapat
mencukupi kebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak
mempunyai cadangan pangan karena daya belinya rendah. Pada Tahun 1998, ada
51,0 % rumah tangga di daerah perkotaan dan 47,5 % rumah tangga di daerah
pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Dini Latief, dkk 2000).

Batas kriteria miskin menurut BPS untuk daerah pedesaan adalah Rp 72.780,00
/kapita/bulan sedangkan untuk daerah perkotaan Rp 96.959,00 /kapita/bulan (Irawan,
2000).

5. Pendidikan

Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi.


Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi
yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang
Gizi (Suharjo, 1992). Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah
tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

13
seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk
pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan
akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani, 1994).

14
KERANGKA KONSEP

POLA MAKAN

KONSUMSI

PENDIDIKAN
STATUS
POLA ASUH
GIZI

DAYA BELI

FREKUENSI
KEJADIAN SAKIT
LINGKUNGAN

PELAYANAN
KESEHATAN

Gambar 1. Kumpulan konsep factor determinan yangn mempengaruhi status gizi


[Modifikasi WHO]

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Prina Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan
2. Waktu
Pengumpulan data penlitian ini dilakukan pada tanggal 14 – 18 November
2016.

3.2 Desain Dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang menggali


bagaimana kejadian itu dapat terjadi kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis
dinamika korelasi antara fenomena.

Penelitian ini merupakan pendekatan Crosectional, yang semua variabel yang


termasuk efek akan diteliti dan di kumpulkan pada waktu yang bersamaan

3.3 Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh keluarga yang memiliki balita
umur 12-36 bulan dan ibu hamil trimester II dan III yang berada di Desa Prina
Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 150 orang balita dan
30 orang ibu hamil

2. Sampel
Sampel adalah keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Besar Sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus mencari sampel berikut ini :

16
𝑁
n = 1+𝑁 (𝑑2 )

Keterangan :

N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Tingkat Ketelitian yang Diinginkan (0,1)

Namun sampel yang digunakan seluruhnya dari populasi karena jumlah balita
dan ibu hamil terbatas. Sehingga populasi yang digunakan yaitu seluruhnya.

3.4 Data Yang Dikumpulkan


1. Data primer terdiri dari :
a. Data gambaran umum/karakteristik balita meliputi nama, umur, jenis
kelamin, berat badan lahir, riwayat penyakit, dan urutan dalam
keluarga/anak ke berapa
b. Data gambaran umum/karakteristik responden (ibu balita) meliputi usia,
pendidikan, pekerjaan,jumlah anggota keluarga, dan jumlah anak lahir
hidup dari keseluruhan anak.
c. Data gambaran umum/karakteristik ibu hamil meliputi nama, umur, jumlah
anggota keluarga, kehamilan anak keberapa, dan jumlah anak lahir hidup
dari keseluruhan anak.
d. Data status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB serta status
gizi ibu hamil berdasarkan IMT dan LILA.
e. Data ketersediaan pangan lokal di lingkungan balita dan ibu hamil
f. Data tingkat konsumsi balita dan ibu hamil meliputi energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin A, zat besi dan yodium.
g. Data pola asuh balita.
h. Data konsumsi tablet Fe pada ibu hamil.

17
i. Data tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga balita dan ibu
hamil tentang gizi dan kesehatan pada balita dan ibu hamil.
j. Data pendapatan keluarga balita dan ibu hamil
k. Data hygiene dan sanitasi lingkungan fisik dan sosial keluarga balita dan
ibu hamil

2. Data sekunder terdiri dari:


a. Data gambaran umum wilayah yang meliputi letak geografis, luas, jumlah
penduduk, karakteristik penduduk, jumlah dusun yang ada di desa,
sarana dan prasarana, peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan
kader dalam bidang kesehatan serta organisasi dan kelembagaan desa,
serta potensi sumber daya alam masyarakat
b. Data jumlah balita dan ibu hamil di Desa Prina Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah tahun 2016

3.5 Cara Pengumpulan Data


1. Data primer terdiri dari :
a. Data gambaran umum/karakteristik balita meliputi nama, umur, jenis
kelamin, berat badan lahir, riwayat penyakit, dan urutan dalam
keluarga/anak ke berapadiperoleh dengan wawancara menggunakan
form identitas(I A1)
b. Data tentang gambaran umum/karakteristik responden (ibu balita)
meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan
jumlah anak lahir hidup dari keseluruhan anakdiperoleh dengan
wawancara menggunakan form identitas (I A2)
c. Data tentang gambaran umum/karakteristik ibu hamil meliputi nama,
umur, jumlah anggota keluarga, kehamilan anak keberapa, dan jumlah
anak lahir hidup dari keseluruhan anak diperoleh dengan wawancara
menggunakan form identitas (I B)
d. Data tentang status gizi balita berdasarkan BB/U, PB/U atau TB/U, dan
BB/TB serta status gizi ibu hamil berdasarkan IMT dan LILA.Data berat

18
badan, panjang badan/tinggi badan, dan LILA diperoleh dengan cara
pengukuran antropometri, yaitu : pengukuran berat badan menggunakan
timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, panjang badan
menggunakan lengthboard atau tinggi badan menggunakan microtoise
dengan tingkat ketelitian 0,1 cm yang kemudian dihitung berdasarkan SK
Menkes menurut indikator BB/U,PB/U atau TB/U, dan BB/TB dengan
rumus :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢𝑆𝑢𝑏𝑦𝑒𝑘−𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛𝑏𝑎𝑘𝑢𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛
Z-score =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝐵𝑎𝑘𝑢𝑅𝑢𝑗𝑢𝑘𝑎𝑛

Sedangkan pengukuran LILA menggunakan pita LILA dengan panjang


36 cm dan ketelitian 0,1 cm, dan nilai IMT merujuk kategori nilai IMT
untuk Asia Paifik dengan rumus :
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
IMT = 𝑇𝐵 (𝑚)2

yang diisi dalam form antropometri (III A untuk balita dan III B untuk ibu
hamil)

e. Data tentang ketersediaan pangan lokal di lingkungan balita dan ibu


hamil diperoleh dengan wawancara menggunakan form kuisioner (IV A
untuk balita dan IV B untuk ibu hamil)
f. Data tentang tingkat konsumsi balita dan ibu hamil meliputi energi,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, zat besi dan yodium diperoleh
dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dalam kurun waktu 2 x
24 jam menggunakan form food recall 24 jam (V A untuk balita dan V B
untuk ibu hamil)
g. Data tentang pola asuh balitadiperoleh dengan wawancara
menggunakan form kuisioner (VI A)
h. Data tentang konsumsi tablet Fe pada ibu hamil diperoleh dengan
wawancara menggunakan form kuisioner (VII B)

19
i. Data tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga balita
dan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan pada balita dan ibu hamil
diperoleh dengan wawancara menggunakan form kuisioner (VIII A untuk
balita dan VIII B untuk ibu hamil)
j. Data tentang pendapatan keluarga balita dan ibu hamildiperoleh dengan
wawancara menggunakan form pendapatan (IX A untuk balita dan IX B
untuk ibu hamil)
k. Data tentang hygiene dan sanitasi lingkungan fisik dan sosial keluarga
balita dan ibu hamildiperoleh dengan wawancara menggunakan form
kuisioner (X A untuk balita dan X B untuk ibu hamil)

2. Data sekunder terdiri dari:


a. Data gambaran umum wilayah yang meliputi letak geografis, luas, jumlah
penduduk, karakteristik penduduk, jumlah dusun yang ada di desa,
sarana dan prasarana, peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan
kader dalam bidang kesehatan serta organisasi dan kelembagaan desa,
serta potensi sumber daya alam masyarakat diperoleh dengan mengutip
dari profil Desa Prina Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah
b. Data jumlah balita dan ibu hamil di Desa Prina Kecamatan Jonggat
Kabupaten Lombok Tengah tahun 2016 diperoleh dengan mengutip dari
data puskesmas Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok

3.6 Cara Pengolahan Dan Analisis Data


a) PENGOLAHAN DATA
1. Data primer
a. Data tentang karakteristik sampel balita meliputi jenis kelamin, berat
badan lahir, riwayat penyakit, dan urutan dalam keluarga/anak keberapa
diolah dengan diklasifikasikan menjadi :
1. Jenis kelamin, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
 Laki-laki
 Perempuan

20
2. Berat badan lahir, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
 BBLR
 Tidak BBLR
3. Riwayat penyakit infeksi, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
 Ya (jikamenderitapenyakitinfeksi)
 Tidak (tidakmenderitapenyakit infeksi)
4. Urutan dalam keluarga/anak keberapa, dikelompokkan menjadi 3
yaitu :
 Anak ke 1-2
 Anak ke 3-5
 Diatas 5
b. Data tentang karakteristik responden diolah dan disajikan secara
deskriptif :
1. Karakteristik Ibu diolah dan dikelompokkan menurut usia:
 < 20 tahun
 20-35 tahun
 >35 tahun
2. Data tingkat pendidikan responden diolah dengan cara
mengelompokkan data pendidikan responden kedalam 3 kategori :
 Tinggi : Perguruan tinggi
 Sedang : SMP, SMA
 Rendah : SD, tidak sekolah
3. Status pekerjaan Ibu dikelompokkan menurut :
 Bekerja
 Tidak bekerja
4. Jumlah anggota keluarga, dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
 3-4 orang
 5-10 orang
 >10 orang
5. Jumlah anak lahir hidup, dikelompokkan menjadi 3 :
 Semua anak

21
 Sebagian anak
 Tidak ada
c. Data tentang karakteristik sampel ibu hamil meliputi umur, jumlah
anggota keluarga, kehamilan anak keberapa, dan jumlah anak lahir
hidup dari keseluruhan anakdiolah dengan diklasifikasikan menjadi :
1. Data umur dikelompokkan menjadi :
 < 20 tahun
 20-35 tahun
 >35 tahun
2. Jumlah anggota keluarga, dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
 3-4 orang
 5-10 orang
 >10 orang
3. Urutan kehamilan, dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
 Anak ke 1-2
 Anak ke 3-5
 Diatas 5
4. Jumlah anak lahir hidup, dikelompokkan menjadi 3 :
 Semua anak
 Sebagian anak
 Tidak ada
d. Data status gizi balita diolah menggunakan indeks antropometri BB/U
TB/U, dan BB/TB dan dianalisis secara dekskriptif menurut SK Menkes
no 1995/SK/XII/2010 berdasarkan indikator BB/U, TB/U, dan BB/TB.
 BB/U :
 Gizi lebih : >+2 SD
 Gizi baik : -2 SD s/d +2 SD
 Gizi kurang : <-2 SD s/d - 3 SD
 Gizi buruk : < - 3 SD
 PB/U atau TB/U :
 Tinggi : >+2 SD

22
 Normal : -2 SD s/d +2 SD
 Pendek : <-2 SD s/d - 3 SD
 Sangat pendek : < - 3 SD
 BB/TB :
 Gemuk : >+2 SD
 Normal : -2 SD s/d +2 SD
 Kurus : <-2 SD s/d - 3 SD
 Sangat kurus : < - 3 SD
Sedangkan status gizi ibu hamil :

 LILA dikelompokkan menjadi :


 KEK : <23,5 cm
 Normal : ≥23,5 cm
 IMT (Asia Pasifik) dikelompokkan menjadi :
 BB kurang : <18,5 kg/m2
 Normal : 18,5 s/d 22,9 kg/m2
 BB lebih : ≥23,0 kg/m2
 Dengan resiko : 23,0 s/d 24,9 kg/m2
 Obesitas 1 : 25,0 s/d 29,9 kg/m2
 Obesitas 2 : ≥30,0 kg/m2
e. Data tentang ketersediaan pangan lokal di lingkungan balita dan ibu hamil
diolah dengan caramenghitungjumlahdarimasing-masingskor observasi dan
jawaban respondendibandingkan dengan jumlah skor tertinggi kemudian
dikali 100% yang dikelompokkanmenjadi :
 Baik : >75%
 Cukup : 56-75%
 Kurang : <56%
f. Data konsumsi makan sampel di dalam form food recall 24 jam diolah dengan
merat-ratakan asupan hari pertama dan kedua kemudian dibandingkan
dengan kecukupan gizi sampel sesuai umur menggunakan DKGA. Hasil
perhitungan berupa % tingkat konsumsi tersebut dibandingkan dengan

23
standar kategori tingkat konsumsi menurut Depkes RI Tahun 1996
(Anggraeni, 2012).

Tabel 1. Standar Tingkat Konsumsi Menurut Depkes RI Tahun 1996

Kategori Tingkat Konsumsi % Tingkat Konsusmsi

Diatas kecukupan ≥120%

Normal 90-119%

Defisit ringan 80-89%

Defisit sedang 70-79%

Defisit berat <70%

Sumber : Anggraeni, Adisty Cynthia, 2012

g. Data pola asuh dikumpulkan menggunakan metode wawancara dengan


bantuan kuisioner, Ibu atau Pengasuh menjawab pertanyaan yang
dibacakan peneliti.Data pola asuh diolah dengan memberi skor pada setiap
jawaban yang benar sehingga diperoleh total skor yang kemudian
dikategorikan dengan standar deviasi, dan dikategorikan dengan :
 Kurang : < 56%
 Cukup : 56-75%
 Baik : 76-100%
(Nursalam, 2008)
h. Data tentang konsumi tablet Fe pada ibu hamil diolah dengan cara
menghitung jumlah dari masing-masing skor jawaban responden
dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi kemudian dikali 100% yang
dikelompokkan menjadi :
 Baik : >75%
 Cukup : 56-75%

24
 Kurang : <56%
i. Data tentang tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga yang memiliki
balita diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing skor
jawaban responden dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi kemudian
dikali 100%.Tingkat pengetahuan,sikap, dan tindakan dapat dikelompokkan
menjadi :
 Baik : >75%
 Cukup : 56-75%
 Kurang : <56%
j. Data tentang pendapatan diolah dengan cara menjumlahkan pendapatan
masing-masing anggota keluarga dalam rumah tangga dibagi dengan jumlah
anggota keluarga sehingga didapatkan pendapatan perkapita keluarga
kemudian dianalisis dengan cara membandingkan hasil perkapita dengan
standar perkapita untuk pengeluaran perkapita Lombok Tengah,
dikelompokkan menjadi :
 Normal : ≥ rata-rata per kapita Kab. Lombok Tengah
 Kurang : < rata-rata per kapita Kab. Lombok Tengah
k. Data tentang hyegene dan sanitasi lingkungan fisik dan sosial keluarga balita
dan ibu hamil diolah dengan cara menghitung jumlah dari masing-masing
skor observasi dan jawaban responden dibandingkan dengan jumlah skor
tertinggi kemudian dikali 100% yang dikelompokkan menjadi :
 Baik : >75%
 Cukup : 56-75%
 Kurang : <56%

b) ANALISIS DATA

Data dianalisis menggunakan program komputer statistik yaitu SPSS versi 16.0

25
3.7 Definisi Operasional

Variab Definisi Cara Hasil Skala Data


el Operasional Pengumpulan
Status Keadaan tubuh Alat antropometri Ordinal
BB/U :
gizi yang merupakan (timbangan digital,
akibat dari mikrotoise, dan  Gizi lebih :
konsumsi pita LILA) >+2 SD
makanan dan  Gizi baik : -2
penggunaan zat- SD s/d +2 SD
zat gizi  Gizi kurang :
<-2 SD s/d -
3 SD
 Gizi buruk:<-
3SD

TB/U :

 Tinggi : >+2
SD
 Normal : -2
SD s/d +2 SD
 Pendek : <-2
SD s/d - 3 SD
 Sangat
pendek: < -3
SD

BB/TB :

 Gemuk : >+2
SD
 Normal : -2

26
SD s/d +2 SD
 Kurus : <-2
SD s/d - 3 SD
 Sangat kurus
: < - 3 SD
LILA :
 KEK : <23,5
cm
 Normal:≥23,5
cm
IMT :
 BB kurang :
<18,5 kg/m2
 Normal : 18,5
s/d 22,9
kg/m2
 BB lebih :
≥23,0 kg/m2
 Dengan
resiko : 23,0
s/d 24,9
kg/m2
 Obesitas 1 :
25,0 s/d 29,9
kg/m2
 Obesitas 2 :
≥30,0 kg/m2

Panga
Observai dan Kurang : <56% Ordinal
n lokal
wawancara
Cukup : 56-75%

27
dengan bantuan
Baik : 76-100%
form kuisioner
Konsu Jumlah asupan Recall 2x24 jam 1. Defisit tingkat Ordinal
msi makanan olahan dengan bantuan berat < 70 %
atau bahan form recall 2. Defisit tingkat
makanan segar sedang 70-79 %
yang dimakan 3. Defisit tingkat
seseorang untuk ringan 80-89 %
memenuhi 4. Normal 90-
kebutuhannya 119%
akan makanan 5.Diatas
sewaktu-waktu kecukupan>
120%

Pola Pola asuh adalah Wawancara Kurang : <56% Ordinal


asuh suatu tindakan dengan bantuan
Cukup : 56-75%
memberikan kuisioner
perhatian penuh Baik : 76-100%
serta kasih
sayang pada
anak balita
mencakup
pemberian
makan pada
balita

Tablet Wawancara Kurang : <56% Ordinal


Fe dengan bantuan
Cukup : 56-75%
form kuisioner

Baik : 76-100%

Penget Wawancara Kurang : <56% Ordinal

28
ahuan, dengan bantuan
Cukup : 56-75%
sikap form kuisioner
dan Baik : 76-100%
tindaka
n
Penda Penghasilan Wawancara  Normal : ≥ Ordinal
patanp perkapita dengan bantuan rata-rata per
erkapit perbulan yang formulir data kapita Kab.
a dihitung dari pendapatan Lombok
jumlah rata-rata Tengah
pendapatan yang  Kurang : <
diterima keluarga rata-rata per
baik tetap kapita Kab.
maupun tidak Lombok
tetap setiap bulan Tengah
dibagi dengan
jumlah anggota
keluarga, yang
dinyatakan dalam
rupiah.
Penya Suatu kondisi Wawancara - Ya (jika Ordinal
kit dimana balita dengan bantuan menderita
Infeksi sebelumnya atau form kuisioner penyakit
pada saat infeksi
dilakukan - Tidak (tidak
penelitian menderita
menderita penyakit
penyakit infeksi infeksi)
seperti diare,
ISPA, dan
pneumonia dan

29
lain-lain

hyege Observai dan Kurang : <56% Ordinal


ne dan wawancara
Cukup : 56-75%
sanitas dengan bantuan
i form kuisioner Baik : 76-100%
lingkun
gan
fisik
dan
sosial

30
BAB IV

PROFIL DESA PRINA

4.1 Kondisi Desa Perina

4.1.1.Sejarah Desa

Desa Perina merupakan salah satu desa dari 13 desa yang ada di Kecamatan
Jonggat. Desa Prina terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah,
Provinsi NTB. Luas wilayah menurut penggunaannya yaitu 275,5 ha/m2 yang terdiri dari
:

luas permukiman yaitu 67,94 ha/m2,


luas persawahan 176 ha/m2,
luas perkebunan 30 ha/m2,
luas kuburan 1,5 ha/m2,
luas perkantoran 0,05 ha/m2.

Melihat secara administrative dan mengingat wilayah desa yang cukup Luas
desa Prina memiliki 3 SD, 1 Iftidaiyah, 1 TK, 1 PAUD, 1 SMP, dan 1 Mts yang
menunjang pemerintah desa dalam memajukan SDM Masyarakat Desa sehingga dapat
mensetratakan Desa Jelantik dengan desa- desa maju lainnya di Lombok Tengah.
Selain itu Desa Perina memiliki tokoh-tokah yang berperan penting dalam menunjang
program-program pemerintah di desa yaitu :

 tokoh agama, yang berada di masing- masing dusun


 tokoh masyarakat
 karang taruna
 dan tokoh kunci
menurut pengakuan dari salah satu masyarakat yang berada di desa tersebut,
bahwa ada satu orang yang dapat disebut sebagai tokoh kunci yaitu Tgh. H. M
Yusuf. Karena apabila beliau memberikan nasihat-nasihat ataupun masukan
akan lebih mudah dan cepat masyarakt untuk mematuhi perkataan dari beliau.

31
Adapun batas wilayah desa Prina yaitu :

 Sebelah Utara : Pengenjek,


 Sebelah Selatan : Bun Kate,
 Sebelah Timur : Barejulat,
 Sebelah Barat : Bun Jeruk.

4.1.2 Sarana dan Prasarana


 Tempat pemakaman desa atau umum 1,5 ha/m 2, bangunan sekolah atau
perguruan tinggi 0,48 ha/m2. Jadi, total luas fasilitas umum seluas 1,98 ha/m2.
 Sarana dan prasarana kesehatan masyarakat yaitu jumlah MCK umum 3 unit,
jumlah posyandu 7 unit, jumlah kader posyandu aktif 35 orang, jumlah pembina
posyandu 1 orang, jumlah kader bina keluarga aktif 1 orang, buku rencana
kegiatan posyandu ada di isi , buku data pengunjung posyandu ada di isi, buku
kegiatan pelayanan posyandu ada di isi, buku administrasi posyandu lainnya 3
jenis, jumlah kegiatan posyandu ada 3 jenis, jumlah kader kesehatan lainnya ada
7 orang, jumlah kegiatan pemberantasan sarang nyamuk/PSN ada 5 jenis.
 Jumlah pos jaga induk desa/ kelurahan ada 5 pos.
 badan permusyawaratan Inventaris dan alat tulis kantor yaitu jumlah meja 2
buah, jumlah kursi 13 buah.
 administrasi pemerintahan desa / kelurahan yakni pemerintah desa dan
kelurahan Inventaris dan alat tulis kantor seperti jumlah mesin tik 1 buah, jumlah
meja 11 buah, jumlah kursi 148 buah, jumlah lemari arsip 42 buah, komputer 2
unit.
 sarana transportasi umum, jumlah yang memiliki ojek sebanyak 15 orang 15
unit,mimiliki cidomo 6 0rang 6 unit,memiliki mini bus sebanyak 1 orang 1 unit.
Adapun sarana produksi yang memiliki penggilingan padi 6 orang, memiliki
pabrik pengolahan hasil pertanian 10 orang, memiliki hasil pertanian 6 orang.
Adapun yang memiliki aset perumahan, rumah menurut dinding tembok 565
rumah, rumah menurut dinding bambu 14 rumah sedangkan rumah menurut
lantai kramik sebanyak 212 rumah, semen 613 rumah dan tanah 14 rumah,
sedangkan rumah menurut atap genteng 752 rumah, seng 72 rumah,asbes 95

32
rumah. Adapun pemilikan aset ekonomi lainnya jumlah keluarga yang memiliki tv
dan elektronik lainnya sebanyak 1903 keluarga, yang memiliki sepeda motor dan
sejenisnya 800 keluarga, memiliki mobil dan sejenisnya 12 keluarga, yang
memiliki ternak besar 341 keluarga, memiliki ternak kecil 825 keluarga, memiliki
sertifikat tanah 250 keluarga, memiliki usaha peternakan 8 keluarga.
 kelembagaan pendidikan masyarakat, jumlah perpustakaan desa atau kelurahan
sebanyak 1 unit, jumlah taman bacaan desa atau kelurahan 1 unit.

4.1.3 Demografi
a. Kependudukan

Jumlah penduduk tahun ini terdiri dari laki-laki sebanyak 1.665 orang,
perempuan 1.851 orang sedangkan jumlah penduduk tahun lalu terdiri dari laki-
laki sebanyak 1.531 orang,perempuan 1742 orang. Jadi persentase
perkembangan jumlah penduduk di desa prina yaitu laki-laki sebanyak 0,09 %
dan perempuan 0,100 %. Adapun jumlah keluarga, jumlah kepala keluarga tahun
ini kk laki-laki sebanyak 1.005 kk, kk perempuan 243 kk dan jumlah total
sebanyak 1.248 kk. Sedangkan jumlah kepala keluarga tahun lalu terdiri dari kk
laki-laki sebanyak 905 kk, kk perempuan sebanyak 221 kk. Jumlah total 1.126
kk. Jadi,persentase perkembangan kk laki-laki sebanyak 0,20 % dan kk
perempuan 0,10 % dan jumlah total sebanyak 0,30 %.
Jumlah laki-laki sebanyak 1665 orang, jumlah perempuan sebanyak 1851 orang,
jumlah total 3516 orang, jumlah kepala keluarga 1248 KK, dan kepadatan
penduduk 0,8 perkilometer.
4.1.4. Keadaan Sosial
a. Sumber Daya Manusia

Sasaran akhir dari setiap pembangunan bermuara pada peningkatan kualitas


sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan subyek dan sekaligus obyek
pembangunan, mencakup seluruh siklus kehidupan manusia, sejak kandungan
hingga akhir hayat. Oleh karena itu pembangunan kualitas manusia harus
menjadi perhatian penting. Pada saat ini SDM di Desa Prina cukup baik
dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.
33
b. Pendidikan

Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan


pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat
kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya ketrampilan kewirausahaan. Dan
pada gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan
sendirinya akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan
kerja baru guna mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat
mempertajam sistimatika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah menerima
informasi yang lebih maju.

Jumlah penduduk usia 3-6 tahun yang masuk TK dan kelompok bermain
anak sebanyak 173 orang, jumlah anak dan penduduk yang cacat fisik
dan cacat mental sebanyak 7 orang, jumlah penduduk sedang SD dan
sederajat sebanyak 435 orang, penduduk tamat SD dan sederajat 666
orang, penduduk tidak tamat SD dan sederajat 188 orang, penduduk
sedang SLTP atau sederajat 205 orang, penduduk tamat SLTP dan
sederajat 207 orang, sedang SLTA atau sederajat 185 orang, yang tidak
tamat SLTP atau sederajat 200 orang, penduduk tamat SLTA dan
sederajat 265 orang, jumlah penduduk tamat D1 31 orang, jumlah
penduduk D2 47 orang, jumlah penduduk sedang D3 21 orang, penduduk
tamat D3 23 orang, penduduk sedang S1 42 orang, penduduk tamat S1
99 orang, penduduk tamat S2 2 orang, penduduk tamat S3 1 orang. jadi
persen penduduk tamat SLTP atau sederajat [(3):jumlah penduduk] x 100
%. Adapun jumlah penduduk wajib belajar 9 tahun usia 7-15 tahun 349
orang, 7-15 tahun yang masih sekolah 319 orang.
Adapun rasio guru dan murid jumlah guru TK dan kelompok bermain anak
sebanyak 11 orang, jumlah siswa TK dan kelompok bermain anak 165
orang, jumlah guru SD dan sederajat 27 orang, jumlah siswa SD dan
sederajat 135 orang, jumlah guru SLTP dan sederajat 24 orang, jumlah
siswa SLTP dan sederajat 203 orang, jumlah guru SLTA atau sederajat 25
orang, jumlah siswa SLTA atau sederajat 185 orang.
34
c. Kesehatan

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Desa Jelantik antara lain dapat


dilihat dari status kesehatan, serta pola penyakit. Status kesehatan
masyarakat antara lain dapat dinilai melalui berbagai indikator kesehatan
seperti meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi,
angka dan status anak gizi buruk.

- Jumlah kualitas ibu hamil


Jumlah ibu hamil sebanyak 32 orang dan ibu hamil yang periksa di
puskesmas sebanyak 32 orang.
- Kualitas bayi
Jumlah bayi lahir sebanyak 63 orang,bayi lahir mati 1 orang,bayi lahir
hidup 52 orang,jumlah bayi mati usia 0-1 bulan 1 orang
- Kualitas persalinan
Pertolongan persalinan, persalinan ditolong dokter 4 tindakan,ditolong
bidan 59 orang
- Cakupan imunisasi
Jumlah bayi usia 2 bulan sebanyak 6 orang, jumlah bayi 2 bulan imunisasi
DPT/1, BCG dan polio-1 6 orang, jumlah bayi usia 3 bulan 10 orang,
jumlah bayi 3 bulan yang imunisasi DPT-2 dan polio-2 sebanyak 10 orang,
jumlah bayi 4 bulan sebanyak 17 orang, jumlah bayi 4 bulan yang
imunisasi DPT 3 dan polio 3 sebanyak 17 orang, jumlah bayi 9 bulan
sebanyak 46 orang, jumlah bayi 9 bulan yang imunisasi campak 46 orang.
- perkembangan pasangan usia subur dan KB
Pasangan usia subur yaitu jumlah remaja putri usia 12-17 tahun sebanyak
145 orang, jumlah perempuan usia subur 15-49 tahun. Berjumlah 533
orang, jumlah pasangan usia subur berjumlah 388 pasangan. Adapun
keluarga berencana yaitu jumlah akseptor KB berjumlah 364 orang,
jumlah pengguna alat kontrasepesi suntik 99 orang, jumlah pengguna
metode kontrasepsi spiral berjumlah 40 orang, jumlah pengguna metode
kontrasepsi pil berjumlah 205 orang, jumlah PUS yang tidak
menggunakan metode KB 169 orang.
35
d. Budaya

Pada bidang budaya ini masyarakat desa Jelantik menjaga dan menjunjung
tinggi budaya dan adat istiadat yang diwarisi oleh para leluhur, hal ini terbukti
masi berlakunya tatanan budaya serta kearipan lokal pada setiap prosesi
pernikahan, khitanan, dan diberlakukannya hukum adat jika salah seorang
dari warga masyarakat melanggar ketentuan hukum adat.

e. Ekonomi

Ekonomi masyarakat desa prina yaitu masyarakat yang tidak bekerja


(pengangguran) yaitu jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun )
sebanyak 1887 orang, jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang masih
sekolah dan tidak bekerja sebanyak 629 orang, jumlah penduduk usia 18-56
tahun yang menjadi ibu rumah tangga sebanyak 211 orang, jumlah penduduk
usia 18-56 tahun yang bekerja penuh sebanyak 926 orang, jumlah penduduk
usia 18-56 tahun yang bekerja tidak tentu sebanyak 272 oran, jumlah
penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan tidak bekerja sebanyak 3 orang
dan jumlah penduduk usia 18-56 tahun yang cacat dan bekerja sebanyak 7
orang.

Selain itu, jenis pekerjaan masyarakat di desa Prina yaitu terdiri dari:

- petani laki-laki sebanyak 363 orang dan perempuan 212 orang

- buruh tani laki-laki sebanyak 773 orang dan perempuan 1316 orang

- buruh migrant laki-laki sebanyak 215 orang

- PNS laki-laki sebanyak 46 orang dan perempuan sebanyak 25 orang

- Pedagang keliling laki-laki sebanyak 7 orang dan perempuan sebanyak 25


orang

- Peternak laki-laki sebanyak 6 orang dan perempuan sebanyak 2 orang

- montir laki-laki sebanyak 7 orang,

- bidan swasta sebanyak 1 orang,

36
- pembantu RT sebanyak 5 orang,

- TNI sebanyak 2 orang,

- Polri sebanyak 2 orang

- pensiun PNS/TNI/POLRI laki-laki sebanyak 4 orang dan perempuan 10


orang,

- notaries laki-laki sebanyak 1 orang,

- dosen swasta 1 orang perempuan,

- pengusaha besar laki-laki sebanyak 5 orang dan perempuan sebanyak 2


orang,

- karyawan perusahaan swasta laki-laki 15 orang dan perempuan 8 orang.

f. Politik

Proses reformasi yang bergulir sejak tahun 1997 telah memberikan peluang
untuk membangun demokrasi secara lebih nyata menuju arah proses
konsolidasi demokrasi. Lebih lanjut format politik ini terumuskan juga
berdasarkan UU Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. UU Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta UU Nomor 23
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden.Kemajuan demokrasi telah dimamfaatkan oleh masyarakat untuk
menggunakan hak demokrasinya antara lain dibuktikan dengan adanya
peningkatan partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam
proses pemilihan umum.

37
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Tabel Distribusi Frekuensi


1. Perilaku Kadarzi
Desa : Prina

PRILAKU KADARZAI n %
KADARZI 12 8
TIDAK KADARZI 138 92
TOTAL 150 100
‘Dari data prilaku kadarzi diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
prilaku kadarzi adalah 12 orang dengan persentase 8%

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI n %
YA 141 94
TIDAK 9 6
TOTAL 150 100
Dari data ASI Eksklusif diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang ASI Eksklusif
adalah sebanyak 141 orang dengan persentase 94%.

3. Penggunaan Garam Beryodium

GARAM N %
YA 100 67
TIDAK 50 33
TOTAL 150 100

38
Dari data Penggunaan Garam Beryodium diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 100 orang dengan persentase
67%.

4. Pemantauan Pertumbuhan

TUMBANG N %
YA 129 86
TIDAK 21 14
TOTAL 150 100
Dari data pemantauan pertumbuhan diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
melakukan pemantauan tumbang adalah sebanyak 129 orang dengan persentase
86%.

5. Pemberian Suplemen Gizi

SUPLEMEN n %
YA 102 68
TIDAK 48 32
TOTAL 150 100
Dari data pemberian suplemen gizi diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
mengkonsumsi suplemen adalah sebanyak 102 orang dengan persentase 68%

6. Makanan Beranekaragam

MK.BRGAM n %
YA 36 24
TIDAK 114 76
TOTAL 150 100
Dari data Makanan Beranekaragam diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
mengkonsumsi makanan beraneka ragam adalah sebanyak 36 orang dengan
persentase 24%.

39
7. Tingkat Pengetahuan Ibu Balita

PENGETAHUAN n %
BAIK 55 37
CUKUP 73 49
KURANG 22 15
JUMLAH 150 100
Dari data tingkat pengetahuan ibu balita diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang memiliki tingkat pengetahun baik adalah sebanyak 55 orang dengan persentase
37% sedangkan untuk cukup sebesar 73 orang dengan persentase 49% dan kurang
sebesar 22orang dengan persentase 15% .

8. Tingkat Sikap Ibu Balita

SIKAP N %
BAIK 137 91
CUKUP 13 9
KURANG 0 0
JUMLAH 150 100
Dari data sikap ibu balita diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
SIKAP baik sebesar 137 orang dengan persentase 91% sedangkan untuk cukup
sebesar 13 orang dengan persentase 9%.

9. Tingkat Tindakan Ibu Balita

TINDAKAN N %
BAIK 80 53
CUKUP 64 43
KURANG 6 4
JUMLAH 150 100
Dari data tingkat tindakan ibu balita diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
memiliki SIKAP baik sebesar 80 orang dengan persentase 53% sedangkan untuk cukup

40
sebesar 64 orang dengan persentase 43% dan kurang sebesar 6 orang dengan
persentasi 4%.

10. Kesehatan Lingkungan

KESLING n %
BAIK 44 29
CUKUP 88 59
KURANG 18 12
JUMLAH 150 100
Dari data kesehatan lingkungan ibu balita diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang memiliki SIKAP baik sebesar 44 orang dengan persentase 29% sedangkan untuk
cukup sebesar 88 orang dengan persentase 59% dan kurang sebesar 18 orang dengan
persentasi 12%.

11. Higene dan Sanitasi

HIGENE &
SANITASI n %
BAIK 72 48
CUKUP 71 47
KURANG 7 5
JUMLAH 150 100
Dari data higiene dan sanitasi diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
memiliki higiene dan sanitasi baik sebesar 72 orang dengan persentase 48%
sedangkan untuk cukup sebesar 71 orang dengan persentase 47% dan kurang sebesar
7 orang dengan persentasi 5%.

12. Pola Asuh Ibu Balita

POLA ASUH n %
BAIK 135 90

41
CUKUP 15 10
KURANG 0 0
JUMLAH 150 100
Dari data pola asuh ibu balita diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
pola asuh baik sebesar 135 orang dengan persentase 90% sedangkan untuk cukup
sebesar 15 orang dengan persentase 10%.

13. Konsumsi Energi Balita

KONSUMSI ENERGI N %

Diatas Kecukupan 25 17

Normal 21 14

Defisit Ringan 11 7

Defisit Sedang 11 7

Defisit berat 82 55

TOTAL 150 100

Dari data konsumsi energi diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
konsumsi energi diatas kecukupan sebesar 25 orang dengan persentase 17%
sedangkan untuk normal sebesar 21 orang dengan persentase 14% deficit ringan
sebesar 11 orang dengan persentase 7% deficit sedang sebesar 11 orang dengan
persentasi 7% dan defisit berat sebesar 82 orang dengan persentasi 55%.

42
14. Konsumsi Protein Balita

KONSUMSI PROTEIN n %

Diatas Kecukupan 71 47

Normal 27 18

Diefisit Ringan 7 5

Defisit Sedang 7 5

Defisit Berat 38 25

TOTAL 150 100

Dari data konsumsi protein diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
konsumsi protein diatas kecukupan sebesar 71 orang dengan persentase 47%
sedangkan untuk normal sebesar 27 orang dengan persentase 18% deficit ringan
sebesar 7 orang dengan persentase 5% deficit sedang sebesar 7 orang dengan
persentasi 5% dan defisit berat sebesar 38 orang dengan persentasi 25%.

43
15. Konsumsi Vitamin C

KONSUMSI
VITAMIN C N %
Diatas
Kecukupan 29 19

Normal 11 7

Defisit Ringan 8 5

Defisit Sedang 1 1

Defisit berat 101 67

TOTAL 150 100

dari data konsumsi vitamin c diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
konsumsi vitamin c diatas kecukupan sebesar 29 orang dengan persentase 19%
sedangkan untuk normal sebesar 11 orang dengan persentase 7% deficit ringan
sebesar 8 orang dengan persentase 5% deficit sedang sebesar 1 orang dengan
persentasi 1% dan deficit berat sebesar 101 orang dengan persentasi 67%.

44
16. Konsumsi Vitamin A

KONSUMSI VITAMIN A n %

Diatas Kecukupan 52 35

Normal 14 9

Diefisit Ringan 8 5

Defisit Sedang 6 4

Defisit Berat 70 47

TOTAL 150 100

dari data konsumsi vitamin a balita diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang
memiliki konsumsi vitamin a diatas kecukupan sebesar 52 orang dengan persentase
35% sedangkan untuk normal sebesar 14 orang dengan persentase 9% deficit ringan
sebesar 8 orang dengan persentase 5% deficit sedang sebesar 6 orang dengan
persentasi 4% dan deficit berat sebesar 70 orang dengan persentasi 47%

17. Konsumsi Fe Balita

KONSUMSI FE N %
Diatas
Kecukupan 21 14

Normal 14 9

45
Defisit Ringan 8 5

Defisit Sedang 9 6

Defisit berat 98 65

TOTAL 150 100


dari data konsumsi fe diketahui bahwa dari 150 orang responden, yang memiliki
konsumsi fe diatas kecukupan sebesar 21 orang dengan persentase 14% sedangkan
untuk normal sebesar 14 orang dengan persentase 9% deficit ringan sebesar 8 orang
dengan persentase 5% deficit sedang sebesar 9 orang dengan persentasi 6% dan
deficit berat sebesar 98 orang dengan persentasi 65%.

18. Konsumsi Zink Balita

KONSUMSI ZINK n %

Diatas Kecukupan 39 26

Normal 28 19

Diefisit Ringan 10 7

Defisit Sedang 11 7

Defisit Berat 62 41

TOTAL 150 100

46
19. Status Gizi TB/U

STATUS n %
GIZI
(TB/U)
normal 93 62
pendek 39 26
tinggi 2 1
sangat 16 11
pendek
TOTAL 150 100
Dari data status gizi berdasarkan TB/U diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 93 orang dengan persentase 62%
sedangkan status gizi pendek sebanyak 39 orang dengan persentase 26% status gizi
tinggi yaitu sebanyak 2 orang dengan persentase 1% dan staus gizi sangat pendek
yaitu sebanyak 16 orang dengan persentase 11%.

20. Status Gizi BB/U

STATUS n %
GIZI (BB/U)
Lebih 0 0
Baik 119 79
Buruk 0 0
Kurang 31 21
TOTAL 150 100
Dari data status gizi berdasarkan TB/U diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 119 orang dengan persentase 79%
sedangkan status gizi kurang sebanyak 31 orang dengan persentase 21%.

21. Status Gizi BB/TB

47
STATUS n %
GIZI
(BB/TB)
Gemuk 7 5
Normal 128 85
sangat kurus 8 5
Kurus 7 5
TOTAL 150 100
Dari data status gizi berdasarkan BB/TB diketahui bahwa dari 150 orang responden,
yang memiliki status gizi gemuk yaitu sebanyak 7 orang dengan persentase 5%
sedangkan status gizi normal sebanyak 128 orang dengan persentase 85% status gizi
sangat kurus yaitu sebanyak 8 orang dengan persentase 5% dan staus gizi kurus yaitu
sebanyak 7 orang dengan persentase 5%.

48
5.2 Tabel Uji Hubungan Antara 2 Variabel

a. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita
Tabel 50. Distribusi hubungan tingkat pengetahuan Ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita.
Tingkat Tingkat Pengetahuan
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No Energi N % n % N % N %
1 Diatas 13 8,70% 9 6,00% 3 2,00% 25 16,70%
kecukupan
2 Normal 8 5,30% 11 7,30% 2 1,30% 21 14,00%
3 Defisit tk ringan 3 2,00% 6 4,00% 2 1,30% 11 7,30%
4 Defisit tk 7 4,70% 3 2,00% 1 0,70% 11 7,30%
sedang
5 Defisit tk berat 24 16,00% 44 29,30% 14 9,30% 82 54,70%
Total 55 36,70% 73 48,60% 22 14,60% 150 100,00%
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016
Berdasarkan table diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki
tingkat konsumsi energy deficit tingkat berat dengan tingkat
pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 44 orang (48,60%),
tingkat konsumsi energy deficit tingkat sedang dengan tingkat
pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 44 orang (29,30%),
tingkat konsumsi energy deficit tingkat ringan dengan tingkat
pengetahuan ibu sedang terbanayak yaitu sebanyak 6 orang (4%),
tingkat konsumsi energy normal dengan tingkat pengetahuan ibu
sedang terbanyak yaitu sebanyak 11 orang (7,30%), tingkat konsumsi
energy diatas kecukupan dengan tingkat pengetahuan ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 13 orang (8,70%)

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat pengetahuan antara dengan


tingkat konsumsi energy mengguanakan metode chi square pada

49
tingkat signifikan p= 0,355 didapatkan kesimpulan bahwa tingkat
pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi energy balita

b. Hubungan antara tingkat sikap ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita.

Tabel 51. Distribusi hubungan tingkat sikap Ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita.
No Tingkat Tingkat Sikap Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Energi N % N % n % n %
1 Diatas 24 16,00% 1 7,00% 0 0,00% 25 16,70%
kecukupan
2 Normal 18 12,00% 3 2,00% 0 0,00% 21 14,00%
3 Defisit tk ringan 10 6,70% 1 7,00% 0 0,00% 11 7,30%
4 Defisit tk 8 5,30% 3 2,00% 0 0,00% 11 7,30%
sedang
5 Defisit tk berat 77 51,30% 5 3,30% 0 0,00% 82 54,70%
Total 137 91,30% 13 21,30% 0 0,00% 150 100,00%
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun
2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi energy deficit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 77 orang ( 51,30,% ), tingkat konsumsi energy deficit tingkat sedang dengan
tingkat sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 8 orang ( 5,30,% ), tingkat konsumsi
energy deficit tingkat ringan dengan tingkat sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 10
orang ( 6,70% ), tingkat konsumsi energy normal dengan tingkat sikap ibu baik

50
terbanyak yaitu sebanyak 18 orang ( 12,% ), dan tingkat konsumsi energy diatas
kecukupan dengan tingkat sikap baik terbanyak yaitu sebanyak 24 orang ( 16% ).

Beradasarkan uji hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi energy


mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,135 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi energy balita

c. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita.
Tabel 41. Distribusi hubungan tingkat Tindakan Ibu balita dengan tingkat konsumsi energi balita.
No Tingkat Tingkat Tindakan Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Energi N % N % N % n %
1 Diatas 15 27,30% 9 25,30% 1 0,70% 25 16,7%
kecukupan
2 Normal 13 8,70% 8 5,30% 0 0,00% 21 14,00%
3 Defisit tk ringan 5 3,30% 5 3,30% 1 0,70% 11 7,30%
4 Defisit tk 6 4,00% 4 2,70% 1 0,70% 11 7,30%
sedang
5 Defisit tk berat 41 27,30% 38 25,30% 3 2,00% 82 54,70%
Total 80 70,60% 64 61,90% 6 4,10% 150 100,00%
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ......... Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi energy deficit tingkat berat dengan tingkat tindakan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 41 orang ( 27,30,% ), tingkat konsumsi energy deficit tingkat sedang dengan
tingkat tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 6 orang ( 4,00,% ), tingkat konsumsi
energy deficit tingkat ringan dengan tingkat tindakan baik dan sedang terbanyak yaitu
sebanyak 5 orang ( 3,30% ), tingkat konsumsi energy normal dengan tingkat tindakan
ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 13 orang ( 8,70% ), dan tingkat konsumsi energy
diatas kecukupan dengan tingkat tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 15 orang (
27,30% ).

51
Beradasarkan uji hubungan antara tindakan tingkat konsumsi energy mengguanakan
metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,872 didapatkan kesimpulan bahwa
tindakan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi energy balita

e. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
Tabel 43. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
Tingkat Tingkat Pengetahuan
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No Protein N % N % n % n %
1 Diatas 33 22,00% 31 20,7 7 4,4 27 47,3
kecukupan
2 Normal 2 1,30% 3 2 2 1,3 7 4,7
3 Defisit tk ringan 3 2,00% 3 2 1 0,7 7 4,7
4 Defisit tk 7 4,70% 13 8,7 7 4,7 27 18
sedang
5 Defisit tk berat 10 6,7 23 15,3 5 3,3 38 25,3
Total
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ........ Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi protein deficit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
terbanyak yaitu sebanyak 23 orang ( 15,3% ), tingkat konsumsi protein deficit tingkat
sedang dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 13 orang (
8,7% ), tingkat konsumsi protein deficit tingkat ringan dengan tingkat pengetahuan ibu
baik dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 3 orang ( 2% ), tingkat konsumsi protein
normal dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 3 orang ( 2%
), dan tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan tingkat pengetahuan ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 33 orang ( 22% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat pengetahuan antara dengan tingkat


konsumsi protein mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,264
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan
dengan tingkat konsumsi protein balita

52
f. Hubungan antara tingkat Sikap ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
Tabel 44. Distribusi hubungan tingkat Sikap Ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
No Tingkat Tingkat Sikap Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Protein N % N % N % n %
1 Diatas 64 42,7 7 4,7 0 0 71 47,3
kecukupan
2 Normal 26 17,3 1 0,7 0 0 27 18
3 Defisit tk ringan 5 3,3 2 1,3 0 0 7 4,7
4 Defisit tk 7 4,7 0 0 0 0 7 4,7
sedang
5 Defisit tk berat 35 23,3 3 2 0 0 38 25,3
Total 137 91,3 13 8,7 0 0 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ................. Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi protein deficit tingkat berat dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak
35 orang ( 23,3% ), tingkat konsumsi protein deficit tingkat sedang dengan sikap ibu
baik terbanyak yaitu sebanyak 5 orang ( 3,3% ), tingkat konsumsi protein deficit tingkat
ringan dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 26 orang ( 17,3% ), tingkat
konsumsi protein normal dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 26 orang (
17,3% ), dan tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan sikap ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 64 orang ( 42,7% ).

Beradasarkan uji hubungan antara sikap konsumsi protein mengguanakan metode chi
square pada tingkat signifikan p= 0,271 didapatkan kesimpulan bahwa sikap ibu balita
tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi protein balita

53
g. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
Tabel 45. Distribusi hubungan tingkat Tindakan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Protein balita.
No Tingkat Tingkat Tindakan Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Protein N % N % N % N %
1 Diatas 41 27,3 27 18 3 2 71 47,3
kecukupan
2 Normal 11 7,3 15 10 1 0,7 27 18
3 Defisit tk ringan 5 3,3 2 1,3 0 0 7 4,7
4 Defisit tk 4 2,7 3 2 0 0 7 4,7
sedang
5 Defisit tk berat 19 12,7 17 11,3 2 1,3 38 25,3
Total 80 53,3 64 42,7 6 4 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ............. Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi protein deficit tingkat berat dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 19 orang ( 12,7% ), tingkat konsumsi protein deficit tingkat sedang dengan
tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 4 orang ( 2,7% ), tingkat konsumsi protein
deficit tingkat ringan dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 5 orang ( 3,3%
), tingkat konsumsi protein normal dengan tingkat tindakan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 11 orang ( 7,3% ), dan tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan
tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 41 orang ( 27,3% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tindakan dengan tingkat konsumsi protein


mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,849 didapatkan
kesimpulan bahwa tindakan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi
protein balita.

54
i. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
Tabel 47. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
Tingkat Tingkat Pengetahuan
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No Vitamin A N % N % N % N %
1 Diatas 17 11,3 31 20,7 4 2,7 52 34,7
kecukupan
2 Normal 6 4 6 4 2 1,3 14 9,3
3 Defisit tk ringan 3 2 3 2 2 1,3 8 5,3
4 Defisit tk 3 2 1 0,7 2 1,3 6 4
sedang
5 Defisit tk berat 26 17,3 32 21,3 12 8 70 n
Total 55 36,7 73 48,7 22 14,7 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ............... Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi vitamin A deficit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
terbanyak yaitu sebanyak 32 orang ( 21,3% ), tingkat konsumsi vitamin A deficit tingkat
sedang dengan tingkat pengetahuan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 3 orang ( 2% ),
tingkat konsumsi vitamin A deficit tingkat ringan dengan tingkat pengetahuan ibu baik
dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 3 orang ( 2% ), tingkat konsumsi vitamin A
normal dengan tingkat pengetahuan ibu baik dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 6
orang ( 4% ), dan tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan dengan tingkat
pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 31 orang ( 20,7% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat pengetahuan antara dengan tingkat


konsumsi vitamin A mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,949
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan
dengan tingkat konsumsi vitamin A balita

55
j. Hubungan antara tingkat Sikap ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
Tabel 48. Distribusi hubungan tingkat Sikap Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
Tingkat Sikap
Tingkat
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No vitamin A N % N % N % N %
1 Diatas 51 34 1 0,7 0 0 52 34,7
kecukupan
2 Normal 12 8 2 1,3 0 0 14 9,3
3 Defisit tk ringan 7 4,7 1 0,7 0 0 8 5,3
4 Defisit tk 5 3,3 1 0,7 0 0 6 4
sedang
5 Defisit tk berat 62 41,3 8 5,3 0 0 70 46,7
Total 137 91,3 13 8,7 0 0 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ............... Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi vitamin A deficit tingkat berat dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak
62 orang ( 41,3% ), tingkat konsumsi vitamin A deficit tingkat sedang dengan sikap ibu
baik terbanyak yaitu sebanyak 5 orang ( 3,3% ), tingkat konsumsi vitamin A deficit
tingkat ringan dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 7 orang ( 4,7% ), tingkat
konsumsi vitamin A normal dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 12 orang (
8% ), dan tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan dengan sikap ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 51 orang ( 34% ).

Beradasarkan uji hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi vitamin A


mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,303 didapatkan
kesimpulan bahwa sikap ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi
vitamin A balita

56
k. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
Tabel 49. Distribusi hubungan tingkat Tindakan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin A balita.
No Tingkat Tingkat Tindakan Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Vitamin A N % N % n % n %
1 Diatas 28 18,7 22 14,7 2 1,3 52 34,7
kecukupan
2 Normal 9 6 5 3,3 0 0 14 9,3
3 Defisit tk ringan 4 2,7 4 2,7 0 0 8 5,3
4 Defisit tk 4 2,7 2 1,3 0 0 6 4
sedang
5 Defisit tk berat 35 23,3 31 20,7 4 2,7 70 46,7
Total 80 53,3 64 42,7 6 4 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ............... Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi vitamin A deficit tingkat berat dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 35 orang ( 23,3% ), tingkat konsumsi vitamin A deficit tingkat sedang dengan
tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 4 orang ( 2,7% ), tingkat konsumsi vitamin A
deficit tingkat ringan dengan tindakan ibu baik dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 4
orang ( 2,7% ), tingkat konsumsi vitamin A normal dengan tindakan ibu baik terbanyak
yaitu sebanyak 9 orang ( 6% ), dan tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan
dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 28 orang ( 18,7% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tindakan dengan tingkat konsumsi vitamin A


menggunakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,949 didapatkan
kesimpulan bahwa tindakan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi
vitamin A balita

57
m. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C balita.
Tabel 51. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C balita.
Tingkat Tingkat Pengetahuan
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No Vitamin C N % N % n % N %
1 Diatas 14 9,3 14 9,3 1 0,7 29 19,3
kecukupan
2 Normal 2 1,3 6 4 3 2 11 7,3
3 Defisit tk ringan 2 1,3 5 3,3 1 0,7 8 5,3
4 Defisit tk 0 0 1 0,7 0 0 1 0,7
sedang
5 Defisit tk berat 37 24,7 47 31,3 17 11,3 101 67,3
Total 55 36,7 73 48,7 22 14,7 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi vitamin C deficit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
terbanyak yaitu sebanyak 47 orang ( 31,30,% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit
tingkat sedang dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 1
orang ( 0,70% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit tingkat ringan dengan tingkat
pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 5 orang ( 3,3% ), tingkat konsumsi
Vitamin C normal dengan tingkat pengetahuan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 6
orang ( 4% ), dan tingkat konsumsi vitamin C diatas kecukupan dengan tingkat
pengetahuan ibu baik dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 14 orang ( 9,3% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat pengetahuan antara dengan tingkat


konsumsi vitamin C mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,437
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan
dengan tingkat konsumsi vitamin C balita

58
n. Hubungan antara tingkat Sikap ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C balita.
Tabel 52. Distribusi hubungan tingkat Sikap Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C balita.
Tingkat Tingkat Sikap
Konsumsi Baik Sedang Kurang Total
No vitamin C N % N % n % N %
1 Diatas 28 18,7 1 0,7 0 0 29 19,3
kecukupan
2 Normal 9 6 2 1,3 0 0 11 7,3
3 Defisit tk ringan 8 5,3 0 0 0 0 8 5,3
4 Defisit tk 1 0,7 0 0 0 0 1 0,7
sedang
5 Defisit tk berat 91 60,7 10 6,7 0 0 101 67,3
Total 137 91,3 13 8,7 0 0 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi vitamin C deficit tingkat berat dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak
91 orang ( 60.7% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit tingkat sedang dengan sikap ibu
baik terbanyak yaitu sebanyak 1 orang ( 0,70% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit
tingkat ringan dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 8 orang ( 5,3% ), tingkat
konsumsi Vitamin C normal dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 9 orang (
6% ), dan tingkat konsumsi vitamin C diatas kecukupan dengan tingkat sikap ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 28 orang ( 18,7% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat sikap antara dengan tingkat konsumsi
vitamin C mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,508
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat sikap ibu balita tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi vitamin C balita

o. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C balita.

59
Tabel 53. Distribusi hubungan tingkat Tindakan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Vitamin C
balita.
No Tingkat Tingkat Tindakan Total
Konsumsi Baik Sedang Kurang
Vitamin C N % N % n % N %
1 Diatas 20 13,3 8 5,3 1 0,7 29 19,3
kecukupan
2 Normal 2 1,3 9 6 0 0 11 7,3
3 Defisit tk ringan 4 2,7 3 2 1 0,7 8 5,3
4 Defisit tk 0 0 1 0,7 0 0 1 0,7
sedang
5 Defisit tk berat 54 36 43 28,7 4 2,7 101 67,3
Total 80 53,3 64 42,7 6 4 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita
yang memiliki tingkat konsumsi vitamin C deficit tingkat berat
dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 54 orang (
36% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit tingkat sedang
dengan tindakan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 1
orang ( 0,70% ), tingkat konsumsi vitamin C deficit tingkat
ringan dengan tingkat pengetahuan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 4 orang ( 2,7% ), tingkat konsumsi Vitamin C
normal dengan tindakan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak
9 orang ( 6% ), dan tingkat konsumsi vitamin C diatas
kecukupan dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu
sebanyak 20 orang ( 13,3% ).
Beradasarkan uji hubungan antara tingkat tindakan antara
dengan tingkat konsumsi vitamin C mengguanakan metode
chi square pada tingkat signifikan p= 0,123 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu balita tidak memiliki
hubungan dengan tingkat konsumsi vitamin C balita.

60
q. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.
Tabel 55. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Baik Sedang Kurang Total
No Konsumsi Fe N % N % n % N %
1 Diatas 12 8 8 5,3 1 0,7 21 14
kecukupan
2 Normal 7 4,7 6 4 1 0,7 14 9,3
3 Defisit tk ringan 3 2 4 2,7 1 0,7 8 5,3
4 Defisit tk 3 2 4 2,7 2 1,3 9 6
sedang
5 Defisit tk berat 30 20 51 34 17 11,3 98 65,3
Total 55 36,7 73 48,7 22 14,3 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi Fe deficit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak
yaitu sebanyak 51 orang ( 34% ), tingkat konsumsi Fe deficit tingkat sedang dengan
tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu sebanyak 4 orang ( 2,70% ), tingkat
konsumsi Fe deficit tingkat ringan dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak
yaitu sebanyak 4 orang ( 2,7% ), tingkat konsumsi Fe normal dengan tingkat
pengetahuan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 7 orang ( 4,7% ), dan tingkat konsumsi
Fe diatas kecukupan dengan tingkat pengetahuan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 12
orang ( 8% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat pengetahuan antara dengan tingkat


konsumsi Fe mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,123
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu balita tidak memiliki hubungan
dengan tingkat konsumsi Fe balita

r. Hubungan antara tingkat Sikap ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.

61
Tabel 56. Distribusi hubungan tingkat Sikap Ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.
No Tingkat Tingkat Sikap Total
Konsumsi Fe Baik Sedang Kurang
N % N % n % n %
1 Diatas 20 13,3 1 0,7 0 0 21 14
kecukupan
2 Normal 13 8,7 1 0,7 0 0 14 9,3
3 Defisit tk ringan 8 5,3 0 0 0 0 8 5,3
4 Defisit tk 7 4,7 2 1,3 0 0 9 6
sedang
5 Defisit tk berat 89 59,3 9 6 0 0 98 65,3
Total 137 91,3 13 8,7 0 0 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi Fe deficit tingkat berat dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 89
orang ( 59,3% ), tingkat konsumsi Fe deficit tingkat sedang dengan sikap ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 7 orang ( 4,70% ), tingkat konsumsi Fe deficit tingkat ringan
dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 8 orang ( 5,3% ), tingkat konsumsi Fe
normal dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 13 orang ( 8,7% ), dan tingkat
konsumsi Fe diatas kecukupan dengan sikap ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 20
orang ( 13,3% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tingkat sikap antara dengan tingkat konsumsi Fe
mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,755 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat sikap ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Fe balita

62
s. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.
Tabel 57. Distribusi hubungan tingkat Tindakan Ibu balita dengan tingkat konsumsi Fe balita.
No Tingkat Tingkat Tindakan Total
Konsumsi Fe Baik Sedang Kurang
N % N % n % n %
1 Diatas 13 8,7 7 4,7 1 0,7 21 14
kecukupan
2 Normal 9 6 4 2,7 1 0,7 14 9,3
3 Defisit tk ringan 4 2,7 4 2,7 0 0 8 5,3
4 Defisit tk 3 2 6 4 0 0 9 6
sedang
5 Defisit tk berat 51 34 43 28,7 4 2,7 98 65,3
Total 80 53,3 64 42,7 6 4 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang memiliki tingkat
konsumsi Fe deficit tingkat berat dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak
51 orang ( 34% ), tingkat konsumsi Fe deficit tingkat sedang dengan tindakan ibu
sedang terbanyak yaitu sebanyak 6 orang ( 4% ), tingkat konsumsi Fe deficit tingkat
ringan dengan tindakan ibu baik dan sedang terbanyak yaitu sebanyak 4 orang ( 2,7%
), tingkat konsumsi Fe normal dengan tindakan ibu baik terbanyak yaitu sebanyak 9
orang ( 6% ), dan tingkat konsumsi Fe diatas kecukupan dengan tindakan ibu baik
terbanyak yaitu sebanyak 13 orang ( 8,7% ).

Beradasarkan uji hubungan antara tindakan antara dengan tingkat konsumsi Fe


mengguanakan metode chi square pada tingkat signifikan p= 0,621 didapatkan
kesimpulan bahwa tindakan ibu balita tidak memiliki hubungan dengan tingkat konsumsi
Fe balita

63
u. Hubungan antara tingkat Konsumsi Energi balita dengan Status Gizi BB/U balita
Tabel 59. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Energi balita dengan Status Gizi BB/U balita.
Tingkat Status gizi BB/U
Konsumsi Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Total
No Energi N % n % N % N %
1 Diatas 22 88 3 12 0 0 25 100
kecukupan
2 Normal 16 76,2 5 23,8 0 0 21 100
3 Defisit tk ringan 11 100 0 0 0 0 11 100
4 Defisit tk 8 72,72 3 27,27 0 0 11 100
sedang
5 Defisit tk berat 62 75,60 20 24,4 0 0 82 100
Total 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016

Berdasarkan table uji analisis persentase dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki tingkat konsumsi energy diatas kecukupan memiliki dampak terhadap status
gizi baik sebesar 88% dan tingkat konsumsi energi deficit tingkat berat memiliki dampak
terhadap status gizi kurang sebesar 24,4%.

Berdasarkan teori, tingkat konsumsi yang baik akan memeiliki dampak yang baik
terhadap status gizi balita dan hasil ini terbukti dari hasil uji analisis persentase.

64
v. Hubungan antara tingkat Konsumsi Protein balita dengan Status Gizi BB/U balita
Tabel 60. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Protein balita dengan Status Gizi BB/U balita.
No Tingkat Status gizi BB/U Total
Konsumsi Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
Protein N % n % N % n %
1 Diatas 59 83,1% 12 16,90 0 0 71 100
kecukupan
2 Normal 20 74,07% 7 25,92% 0 0 27 100
3 Defisit tk ringan 6 85,71% 1 14,28% 0 0 7 100
4 Defisit tk 6 85,71% 1 14,28% 0 0 7 100
sedang
5 Defisit tk berat 28 73,68% 10 26,31% 0 0 38 100
Total 150
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan table uji analisis persentase dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki tingkat konsumsi protein diatas kecukupan memiliki dampak terhadap status
gizi baik sebesar 83,1% dan tingkat konsumsi energi deficit tingkat berat memiliki
dampak terhadap status gizi kurang sebesar 26,31%.

Berdasarkan teori, tingkat konsumsi yang baik akan memeiliki dampak yang baik
terhadap status gizi balita dan hasil ini terbukti dari hasil uji analisis persentase.

65
y. Hubungan antara tingkat Konsumsi Fe balita dengan Status Gizi BB/U balita
Tabel 63. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Fe balita dengan Status Gizi BB/U balita.
Status gizi BB/U
Tingkat Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Total
No Konsumsi Fe N % n % N % n %
1 Diatas 17 80,95% 4 19,04% 0 0 21 100
kecukupan
2 Normal 10 71,42% 4 28,57% 0 0 14 100
3 Defisit tk ringan 7 87,5% 1 12,5% 0 0 8 100
4 Defisit tk 7 77,78% 2 22,22% 0 0 9 100
sedang
5 Defisit tk berat 78 79,59% 20 20,40% 0 0 98 100
Total 150 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa ...............
Tahun 2016
Berdasarkan table uji analisis persentase dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki tingkat konsumsi energy diatas kecukupan memiliki dampak terhadap status
gizi baik sebesar 80,95% dan tingkat konsumsi energi deficit tingkat berat memiliki
dampak terhadap status gizi kurang sebesar 20,40%.

Berdasarkan teori, tingkat konsumsi yang baik akan memeiliki dampak yang baik
terhadap status gizi balita dan hasil ini terbukti dari hasil uji analisis persentase.

66
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI

 IBU HAMIL
1. Tingkat Sikap

tingkat sikap n %
baik 27 90
cukup 3 10
kurang 0 0
total 30 100

Dari tabel data SIKAP, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil, yang
memiliki sikap baik sebesar 27 orang dengan persentase 90% , sedangkan yang cukup
adalah sebesar 3 orang dengan perentase 10%.

2. Tingkat Pengetahuan

tingkat pengetahuan n %
Baik 5 17
Cukup 17 57
Kurang 8 27
Total 30 100

Dari tabel data PENGETAHUAN, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil,
yang memiliki pengetahuan baik sebesar 5 orang dengan persentase 17% , sedangkan
yang cukup adalah sebesar 17 orang dengan perentase 57%, dan yang kurang adalah
sebesar 8 orang dengan persentase 27%.

3. Tingkat Tindakan

tingkat tindakan n %
Baik 26 87
Cukup 4 13
Kurang 0 0
Total 30 100

67
Dari tabel data TINDAKAN, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil, yang
memiliki tindakan baik sebesar 26 orang dengan persentase 87% , sedangkan yang
cukup adalah sebesar 4 orang dengan perentase 13%

4. Tingkat Konsumsi Energi

konsumsi energi n %

diatas kecukupan 0 0

Normal 3 10

defisit ringan 2 7

defisit sedang 1 3

defisit berat 24 80

Total 30 100
Dari tabel data KONSUMSI ENERGI, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu
hamil, yang memiliki KONSUMSI ENERGI normal adalah sebesar 3 orang dengan
persentase 10% , sedangkan untuk deficit ringan adalah sebesar 2 orang dengan
persentase 7%, deficit sedang adalah sebear 1 orang dengan perentase 3% dan deficit
berat adalah 24 orang dengan persentase 80%.

5. Tingkat Konsumsi Protein

konsumsi protein n %

diatas kecukupan 4 13
Normal 4 13
defisit ringan 2 7

defisit sedang 1 3

defisit berat 19 63

Total 30 100
Dari tabel data KONSUMSI PROTEIN, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu
hamil, yang memiliki KONSUMSI PROTEIN diatas kecukupan adalah 4 orang dengan

68
persentase 13%, normal adalah sebesar 4 orang dengan persentase 13% ,
sedangkan untuk deficit ringan adalah sebesar 2 orang dengan persentase 7%, deficit
sedang adalah sebear 1 orang dengan perentase 3% dan deficit berat adalah 19 orang
dengan persentase 63%.

6. Tingkat Konsumsi Fe

konsumsi Fe N %

diatas 2 7
kecukupan
Normal 0 0

defisit ringan 0 0

defisit sedang 0 0

defisit berat 28 93

Total 30 100
Dari tabel data KONSUMSI FE, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil,
yang memiliki KONSUMSI FE diatas kecukupan adalah 2 orang dengan persetase 7%
dan deficit berat adalah 28 orang dengan persentase 93%.

7. Status KEK

status KEK n %
KEK 5 17

TIDAK KEK 25 83
Total 30 100

Dari tabel data STATUS KEK, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil, yang
memiliki status KEK adalah sebesar 5 orang dengan persentase 17% , sedangkan
untuk ibu TIDAK kek adalah sebesar 25 orang dengan persentase 83%.

8. Status Anemia

STATUS ANEMIA n %
ANEMIA 3 10
NORMAL 27 90
Total 30 100

69
Dari tabel data STATUS ANEMIA, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil,
yang memiliki status anemia adalah sebesar 3 orang dengan persentase 10% ,
sedangkan untuk kategori normal adalah sebesar 27 orang 90%.

9. Perilaku Kadarzi

prilaku kadarzi N %
Kadarzi 16 53

tidak kadarzi 14 47
Total 30 100

Dari tabel data KADARZI, dapat diketahui bahwa dari 30 responden ibu hamil, yang
memiliki PERILAKU KADARZI adalah sebesar 16 orang dengan persentase 53% ,
sedangkan untuk kategori tidak kadarzi adalah 14orang dengan persentase 47%.

10. Tingkat Konsumsi Asam Folat

konsumsi as. N %
Folat
diatas 0 0
kecukupan
normal 0 0
defisit ringan 0 0
defisit sedang 0 0
defisit berat 30 100
total 30 100

Dari tabel data KONSUMSI ASAM FOLAT, dapat diketahui bahwa dari 30 responden
ibu hamil, yang memiliki KONSUMSI ASAM FOLAT deficit berat adalah sebesar 30
orang dengan persenta 100% (keseluruhan responden mengalami deficit berat).

1. Ibu Hamil
a. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan Konsumsi Energi ibu
hamil
Tabel 74. Distribusi hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil dengan
Konsumsi Energi ibu hamil
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Energi
N % n % n % N %
1 Diatas kecukupan 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Normal 0 0 1 3,3 2 6,7 3 10

70
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 5 16,7 1 53,3 6 20 27 90
6
1 26,
Total 5 16,7 56,7 8 30 100
7 7
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi energi deficit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
terbanyak yaitu 16 orang (53,3%), tingkat konsumsi energi tingkat normal dengan
tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).
Berdasarkan uji hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat konsumsi energi
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,237 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi energi.

b. Hubungan antara tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Energi ibu hamil
Tabel 75. Distribusi hubungan tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi
Energi ibu hamil
Tingkat Sikap
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Energi
N % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Normal 3 10 0 0 0 0 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 24 80 3 10 0 0 27 90
27 90 3 10 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi energi defisit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu sedang yaitu
sebanyak 3 orang (10%). Tingkat konsumsi energi normal dengan tingkat sikap ibu baik
yaitu sebanyak 3 orang (10%).

Berdasarkan uji hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi energi


menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,543 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi energi.
.

71
c. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi Energi ibu
hamil
Tabel 76. Distribusi hubungan tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi
Energi ibu hamil
No Tingkat Konsumsi Tingkat Tindakan Total
Energi Baik Sedang Kurang
n % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Normal 3 10 0 0 0 0 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 23 76,7 4 13,3 0 0 27 90
Total 26 86,7 4 13,3 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi energi defisit tingkat berat dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu
sebanyak 4 orang (13,3%). Tingkat konsumsi energi defisit tingjkat berat dengan tingkat
tindakan ibu baik yaitu sebanyak 23 orang (76,7%). Tingkat konsumsi energi normal
dengan tingkat tindakan ibu baik yaitu sebanyak 3 orang (10%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tindakan dengan tingkat konsumsi Energi
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,474 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Energi.

d. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan Konsumsi Protein


ibu hamil
Tabel 77. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan
Konsumsi Protein ibu hamil
Tingkat Tingkat Pengetahuan
Total
No Konsumsi Baik Sedang Kurang
Protein n % n % N % n %
1 Diatas 1 3,3 1 3,3 2 6,7 4 13,3
kecukupan
2 Normal 0 0 4 13,3 0 0 4 13,3
3 Defisit tk ringan 0 0 2 6,7 0 0 2 6,7
4 Defisit tk sedang 0 0 1 3,3 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 4 13,3 9 30 6 20 19 63,3
Total 5 16,7 17 56,7 8 26, 30 100
7
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

72
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi protein defisit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
yaitu sebanyak 9 orang (30%). Tingkat konsumsi protein defisit tingkat sedang dengan
tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Tingkat konsumsi protein
defisit tingkat ringan dengan tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 2 orang
(6,7%). Tingkat konsumsi protein normal dengan tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu
sebanyak 4 orang (13,3%). Tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan tingkat
pengetahuan sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).
Berdasarkan uji hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat konsumsi protein
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,461 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi protein.

e. Hubungan antara tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Protein ibu hamil
Tabel 78. Distribusi hubungan tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi
Protein ibu hamil
Tingkat Sikap
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
protein
N % n % n % N %
1 Diatas kecukupan 4 13,3 0 0 0 0 4 13,3
2 Normal 4 13,3 0 0 0 0 4 13,3
3 Defisit tk ringan 2 6,7 0 0 0 0 2 6,7
4 Defisit tk sedang 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 16 53,3 3 10 0 0 19 63,3
Total 27 90 3 10 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi protein defisit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu sedang yaitu
sebanyak 3 orang (10%). Tingkat konsumsi protein defisit tingkat sedang dengan
tingkat sikap ibu baik yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).Tingkat konsumsi protein defisit
tingkat ringan dengan tingkat sikap ibu baik yaitu sebanyak 2 orang (6,7%). Tingkat
konsumsi protein normal dengan tingkat sikap ibu baik yaitu sebanyak 4 orang (13,3%).
Tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan tingkat sikap ibu baik yaitu
sebanyak 4 orang (13,3%).
Berdasarkan uji hubungan antara Sikap dengan tingkat konsumsi protein
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,749 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat sikap ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi protein.

73
f. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi Protein ibu
hamil
Tabel 79. Distribusi hubungan tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi
Protein ibu hamil
Tingkat Tindakan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
protein
n % n % n % N %
1 Diatas kecukupan 4 13,3 0 0 0 0 4 13,3
2 Normal 4 13,3 0 0 0 0 4 13,3
3 Defisit tk ringan 1 3,3 1 3,3 0 0 2 6,7
4 Defisit tk sedang 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 16 53,3 3 10 0 0 19 63,3
Total 26 86,7 4 13,3 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
tingkat konsumsi protein defisit tingkat berat dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu
sebanyak 3 orang (10%).Tingkat konsumsi protein defisit tingkat sedang dengan tingkat
tindakan ibu naik yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Tingkat konsumsi protein defisit
tingkat ringan dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).
Tingkat konsumsi protein normal dengan tingkat tindakan ibu baik yaitu sebanyak 4
orang (13,3%). Tingkat konsumsi protein diatas kecukupan dengan tingkat tindakan ibu
baik yaitu sebanyak 4 orang (13,3%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tindakan dengan tingkat konsumsi protein
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,432 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi protein

g. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin A


ibu hamil
Tabel 80. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan
Konsumsi Vitamin A ibu hamil
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Vitamin A
N % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 2 6,7 3 10 1 3,3 6 20
2 Normal 0 0 2 6,7 1 3,3 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 3 10 12 40 6 20 21 70
Total 5 16,7 17 56,7 8 26,7 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi Vitamin A


defisit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 12 orang
(40%). Tingkat konsumsi vitamin A normal dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
74
yaitu sebanyak 2 orang (6,7%). Tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan dengan
tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 3 orang (10%).
Berdasarkan uji hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat konsumsi vitamin
A menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,740 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi vitamin A.

h. Hubungan antara tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin A ibu
hamil
Tabel 81. Distribusi hubungan tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi
Vitamin A ibu hamil
N Tingkat Tingkat Sikap Total
o Konsumsi Baik Sedang Kurang
vitamin A n % n % n % n %
1 Diatas 6 20 0 0 0 0 6 20
kecukupan
2 Normal 3 10 0 0 0 0 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 18 60 3 10 0 0 21 70
Total 27 90 3 10 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi Vitamin A ibu
hamil defisit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu sedang yaitu sebanyak 3 orang
(10%).Tingkat konsumsi vitamin A normal dengan tingkat sikap ibu baik yaitu sebanyak
3 orang (10%). Tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan dengan tingkap sikap ibu
baik yaitu sebanyak 6 orang (20%).
Berdasarkan uji hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi vitamin A
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,490 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat sikap ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi vitamin A.

i. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin A ibu
hamil
Tabel 82. Distribusi hubungan tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi
Vitamin A ibu hamil
Tingkat Tindakan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
vitamin A
n % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 5 16,7 1 3,3 0 0 6 20
2 Normal 3 10 0 0 0 0 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 18 60 3 10 0 0 21 70

75
Total 26 86,7 4 13,3 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi vitamin A ibu
hamil defisit tingkat berat dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu sebanyak 3 orang
(10%). Tingkat konsumsi vitamin A normal dengan tingkat tindakan ibu baik yaitu
sebanyak 3 orang (10%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tindakan dengan tingkat Vitamin A
menggunakan metode chi square pada tingkat signifikan P= 0,765 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Vitamin A.

j. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin C


ibu hamil
Tabel 83. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan
Konsumsi Vitamin C ibu hamil
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Vitamin C
n % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 3 10 3 10 3 10 9 30
2 Normal 0 0 2 6,7 0 0 2 6,7
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 1 3,3 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 2 6,7 11 36,7 5 16,7 1 60
8
Total 5 16,7 17 56,7 8 26,7 3 100
0
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi vitamin A ibu hamil
defisit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang terbanyak yaitu 11 orang
(36,7%). Tingkat konsumsi vitamin A normal dengan tingkat pengetahuan ibu sedang
yaitu sebanyak 2 orang (6,7%). Tingkat konsumsi vitamin A diatas kecukupan dengan
tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 3 orang (10%).
Berdasarkan uji hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat konsumsi vitamin
C menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,517 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi vitamin C.

76
k. Hubungan antara tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin C ibu
hamil
Tabel 84. Distribusi hubungan tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi
Vitamin C ibu hamil
Tingkat Sikap
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
vitamin C
n % n % n % N %
1 Diatas kecukupan 9 30 0 0 0 0 9 30
2 Normal 2 6,7 0 0 0 0 2 6,7
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 15 50 3 10 0 0 18 60
Total 27 90 3 10 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi Vitamin C


ibu hamil defisit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu sedang yaitu sebanyak 3 orang
(10%). Tingkat konsumsi vitamin C defisit tingkat sedang dengan tingkat sikap ibu baik
yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Tingkat konsumsi vitamin C normal dengan tingkat
sikap ibu baik yaitu sebanyak 9 orang (30%).
Berdasarkan uji hubungan antara Sikap dengan tingkat konsumsi vitamin C
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,528 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat Sikap ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi vitamin C.

l. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi Vitamin C ibu
hamil
Tabel 85. Distribusi hubungan tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi
Vitamin C ibu hamil
Tingkat Tindakan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
vitamin C
n % n % n % N %
1 Diatas kecukupan 8 26,7 1 3,3 0 0 9 30
2 Normal 1 3,3 1 3,3 0 0 2 6,7
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 1 3,3 0 0 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 16 86,7 2 13,3 0 0 18 60
Total 26 86,7 4 13,3 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi


vitamin C ibu hamil defisit tingkat berat dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu
sebanyak 2 orag (6,7%). Tingkat konsumsi vitamin C defisit tingkat sedang dengan
tingkat tindakan ibu baik yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Tingkat konsumsi vitamin C
normal dengan tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Tingkat

77
konsumsi voitamin C diatas kecukupan dengan tingkat tindakan ibu sedang yaitu
sebanyak 1 orang (3,3%).
Berdasarkan uji hubungan antara tindakan dengan tingkat konsumsi protein
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,458 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Vitamin C.

m. Hubungan antara tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan Konsumsi Fe ibu


hamil
Tabel 86. Distribusi hubungan tingkat Pengetahuan ibu hamil dengan
Konsumsi Fe ibu hamil
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Fe
n % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 2 6,7 0 0 2 6,7
2 Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 5 16,7 15 50 8 26,7 28 93,3
Total 5 16,7 17 56,7 8 26,7 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi Fe ibu
hamil defisit tingkat berat dengan tingkat pengetahuan ibu sedang yaitu sebanyak 15
orang (50%). Tingkat konsumsi Fe diatas kecukupan dengan tingkat pengetahuan
sedang yaitu sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan uji hubungan antara Pengetahuan dengan tingkat konsumsi Fe
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,441 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan
tingkat konsumsi Fe.

n. Hubungan antara tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Fe ibu hamil

Tabel 87. Distribusi hubungan tingkat Sikap ibu hamil dengan Konsumsi Fe
ibu hamil
Tingkat Sikap
Tingkat Total
No Baik Sedang Kurang
Konsumsi Fe
n % N % n % n %
1 Diatas 2 6,7 0 0 0 0 2 6,7
kecukupan
2 Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 25 83,3 3 10 0 0 28 93,3
Total 27 90 3 10 0 0 30 100

78
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi Fe


ibu hamil defisit tingkat berat dengan tingkat sikap ibu sedang yaiu sebanyak 3 orng
(10%). Tingkat konsumsi Fe diatas kecukupan dengan tingkat sikap ibu baik yaitu
sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan uji hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi Fe
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,626 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat sikap ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Fe.

o. Hubungan antara tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi Fe ibu hamil
Tabel 88. Distribusi hubungan tingkat Tindakan ibu hamil dengan Konsumsi
Fe ibu hamil
Tingkat Tindakan
Tingkat Konsumsi Total
No Baik Sedang Kurang
Fe
n % n % n % n %
1 Diatas kecukupan 2 6,7 0 0 0 0 2 6,7
2 Normal 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 24 80 4 13,3 0 0 28 93,3
Total 26 86,7 4 13,3 0 0 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
konsumsi Fe deficit tingkat berat dengan tingkat tindakam ibu sedang yaitu sebanyak 4
orang (13,3%). Tingkat konsumsi Fe deficit tingkat berat dengan tingkat tindakan baik
terbanyak yaitu 24 orang (80%). Tingkat konsumsu Fe diatas kecukupan dengan tingkat
tidakan ibu baik yaitu sebanyak 2 orang (6,7%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tindakan dengan tingkat konsumsi protein
menggunakan metode chi square pada tingkat signifika P= 0,566 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat tindakan ibu hamil tidak memiliki hubungan dengan tingkat
konsumsi Fe.

p. Hubungan antara tingkat Konsumsi Energi ibu hamil dengan Status KEK ibu
hamil
Tabel 89. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Energi ibu hamil dengan
Status KEK ibu hamil
Status KEK Total
Tingkat Konsumsi
No KEK Non KEK
Energi
N % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 0 0 0 0
2 Normal 0 0 3 10 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0

79
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 5 16,7 22 73,3 27 90
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki
konsumsi Energi Defisit tingkat berat dengan Status Non Kek yaitu sebanyak 22 orang
(73,3%). Defisit berat dengan status KEK yaitu sebanyak 5 orang (16,7%). Normal
dengan Status Non Kek yaitu sebanyak 3 orang (10%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tingkat konsumsi energi dengan status KEK
ibu hamil menggunakan metode chi square pada tingkat signifikan P= 0,008 didapatkan
kesimpulan bahwa tingkat konsumsi energi ada hubungan dengan Status KEK pada ibu
hamil.

q. Hubungan antara tingkat Konsumsi Protein ibu hamil dengan Status KEK ibu
hamil
Tabel 90. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Protein ibu hamil dengan
Status KEK ibu hamil
Status KEK Total
No Tingkat Konsumsi Protein KEK Non KEK
n % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 4 100 4 100
2 Normal 0 0 4 100 4 100
3 Defisit tk ringan 1 50 1 50 2 100
4 Defisit tk sedang 0 0 1 100 1 100
5 Defisit tk berat 4 21, 15 78, 19 100
05 94
% %
Total 5 16, 25 83, 30 100
7 3
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan table uji analisis persentase dapat disimpulkan bahwa Ibu Hamil
yang memiliki tingkat konsumsi protein deficit tingkat berat memiliki dampak terhadap
status KEK sebesar 21,05%

Berdasarkan teori, tingkat konsumsi yang baik akan memeiliki dampak yang baik
terhadap status KEK ibu hamil dan hasil ini terbukti dari hasil uji analisis persentase.

80
r. Hubungan antara tingkat Konsumsi Vitamin A ibu hamil dengan Status KEK
ibu hamil
Tabel 91. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Vitamin A ibu hamil dengan
Status KEK ibu hamil
Status KEK Total
Tingkat Konsumsi
No KEK Non KEK
vitamin A
N % n % N %
1 Diatas kecukupan 0 0 6 20 6 20
2 Normal 0 0 3 10 3 10
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 5 16,7 16 53,3 21 70
Total 5 16,7 25 83,3 30 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan ibu hamil yang memiliki
konsumsi Vitamin A defisit tingkat berat dengan status Non KEK yaitu sebanyak 16
orang (83,3%). Normal dengan status Non kek yaitu sebanyak 3 orang (10%). Dan
diatas kecukupan dengan status Non kek yaitu sebanyak 6 orang (20%).
Berdasarkan uji hubungan antara Tingkat konsumsi vitamin A dengan status
KEK ibu hamil menggunakan metode chi square pada tingkat signifikan P= 0,021
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat konsumsi vitamin A ada hubungan dengan Status
KEK pada ibu hamil.

s. Hubungan antara tingkat Konsumsi Vitamin C ibu hamil dengan Status KEK
ibu hamil
Tabel 92. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Vitamin C ibu hamil dengan
Status KEK ibu hamil
Status KEK Total
Tingkat Konsumsi
No KEK Non KEK
vitamin C
N % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 9 30 9 30
2 Normal 0 0 2 6,7 2 6,7
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 1 3,3 0 0 1 3,3
5 Defisit tk berat 4 13,3 1 46,7 18 60
4
Total 5 16,7 2 83,3 30 100
5
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan data tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang memiliki
konsumsi vitaminnC defisit tingkat berat dengan status Non kek yaitu sebanyak 14
orang (46,7%). Defisit tingkat sedang dengan status Kek yaitu sebanyak 1 orang
(3,3%). Normal dengan status non kek sebanyak 2 org (6,7%) dan diatas kecukupan
dengan status non kek adalah 9 orang (30%).

81
Berdasarkan uji hubungan antara Tingkat konsumsi Vitamin C dengan status
KEK ibu hamil menggunakan metode chi square pada tingkat signifikan P= 0,205
didapatkan kesimpulan bahwa tingkat konsumsi Vitamin C tidak ada hubungan dengan
Status KEK pada ibu hamil.

t. Hubungan antara tingkat Konsumsi Fe ibu hamil dengan Status KEK ibu
hamil
Tabel 93. Distribusi hubungan tingkat Konsumsi Fe ibu hamil dengan Status
KEK ibu hamil
Status KEK Total
No Tingkat Konsumsi Fe KEK Non KEK
n % n % n %
1 Diatas kecukupan 0 0 2 100 2 100
2 Normal 0 0 0 0 0 0
3 Defisit tk ringan 0 0 0 0 0 0
4 Defisit tk sedang 0 0 0 0 0 0
5 Defisit tk berat 5 17,8 23 82,1 28 100
5% 4%
Total 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dasar Desa Perina Tahun 2016

Berdasarkan table uji analisis persentase dapat disimpulkan bahwa Ibu Hamil
yang memiliki tingkat konsumsi Fe deficit tingkat berat memiliki dampak terhadap status
KEK sebesar 17,85%

Berdasarkan teori, tingkat konsumsi yang baik akan memiliki dampak yang baik
terhadap status KEK ibu hamil dan hasil ini terbukti dari hasil uji analisis persentase.

82
BAB V

RENCANA INTERVENSI

Gizi dan masalah gizi selama ini dipahami sebagai hubungan sebab akibat

antara makanan (Input) dengan kesehatan (outcome). Pada satu pihak masalah

gizi dapat dilihat sebagai masalah input, tetapi juga sebagai outcome. Dalam

menyusun kebijakan harus jelas mana yang dipakai sebagai titik tolak apakah

input atau outcome. Apabila masalah gizi dianggap sebagai masalah input, maka

titik tolak identifikasi masalah adalah pangan, makanan (Pangan yang diolah), dan

Konsumsi. Apabila masalah gizi terlihat sebagai outcome, maka identifikasi

masalah dimulai pada pola pertumbuhan dan status gizi anak (Soekirman, 2002).

Tingkat gizi masyarakat merupakan tolak ukur dari kemajuan program

pembangunan suatu Negara. Program pemerataan perbaikan gizi merupakan

salah satu langkah penting yang perlu dilaksanaan. Gizi merupakan salah satu

factor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

Keadaan gizi sseorang dikatakan apabila mendapat keseimbangan dan

keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut.

Upaya peningkatan status gizi masyarakat telah dilakukan oleh pemerintah melalui

berbagai program nasional.

Pada akhir abad 20-an ini, Indonesia dihadapkan pada masalah gizi ganda

(Dual Nutrition Problem) yaitu masalah kekurangan gizi dan kelebihan gizi akibat

kemajuan pembangunan. Masalah gizi utama di Indonesia adalah Kurang Energi

Protein (KEP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan xeroptalmia,

kekurangan zat gizi besi yang dapat mengakibatkan kurang darah (anemia) serta

83
kekurangan yodium yang dapat mengakibatkan penyakit gondok. Pada

hakikatnya pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia

yang seutuhnya dan ditujukan untuk mencapai masyarakat maju, adalah dan

makmur berdasarkan pancasila.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga cukup

tidaknya pangan akan sangat menetukan fisik manusia yang merupakan modal

penting dalam pembangunan nasional. Krisis ekonomi yang berkepanjangan

menyebabkan terjadinya krisis pangan, sehingga persedian bahan pangan dalam

keluarga menurun, akibatnya konsumsi anggota keluarga tidak sesuai dengan

kebutuhan. Besarnya masalah gizi di Indonesia juga disebabkan oleh hal-hal yang

sederhana saja, yaitu karena ketidak tahuan masyarakat serta sudah begitu

melekatnya tradisi dan kebiasaan yang mengakar dan mendarah daging di

masyarakat khususnya dibidang makanan, cara makan dan cara penyajian serta

menu masyarakat dengan segala tabu-tabunya (Suharjo, 1989).

Perbaikan gizi keluarga merupakan syarat penting untuk meningkatkan

kesehatan ibu hamil / menyusui yang selanjutnya secara tidak langsung

menurunkan angka kematian bayi dan balita. Masalah kesehatan gizi merupakan

masalah penting yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil survey

diketahui bahwa, sebanyak 25 balita (25%) dari 100 balita memiliki tingkat

konsumsi energi pada kategori defisit tingkat berat sedangkan untuk tingkat

konsumsi protein sebanyak 25 balita (25 %) memiliki tingkat konsumsi protein

pada kategori defisit tingkat berat. Dan untuk, zat gizi seperti vitamin dan mineral

84
yaitu sebanyak 43 balita (43%) memiliki tingkat konsumsi vitamin A pada kategori

defisit tingkat berat, 74 balita (74%) memiliki tingkat konsumsi vitamin C pada

kategori defisit tingkat berat, 76 orang (76%) %) memiliki tingkat konsumsi zat

besi pada kategori defisit tingkat berat dan 42 balita (42%) memiliki tingkat

konsumsi mineral zat besipada kategori defisit tingkat berat . Pada ibu hamil,

sebanyak 11 ibu hamil (55%) dari 20 orang ibu hamil memiliki tingkat konsumsi

energi pada kategori defisit tingkat berat sedangkan untuk tingkat konsumsi

protein sebanyak 5 ibu hamil (25%) memiliki tingkat konsumsi protein pada

kategori defisit tingkat berat. Dan untuk, zat gizi seperti mineral, sebnayak 18

orang ibu hami l (90%) memiliki tingkat konsumsi zat besi pada kategori defisit

tingkat berat. Untuk status gizi, sebanyak 6 orang dari 100 orang balita di desa

Ubungmenderita gizi buruk dengan persentase 6%. Selain itu, sebanyak 48 orang

balita yang mengalami stunting (kependekan), yang terdiri dari 35 orang balita

(35%) pendek dan 13 orang balita (13%) sangat pendek. Dan untuk status gizi

kurus yaitu sebanyak 14 orang balita (14%). Masalah tersebut harus segera

diatasi guna mencegah terjadinya peningkatan angka gizi buruk,stunting, dan

wasting, mengingat masalah tersebut dapat menyebabkan sumber daya manusia

(SDM) yang rendah.

Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yaitu

peningkatan sumber daya manusia dan juga sesuai dengan sasaran

pembangunan kesehatan yaitu perbaikan gizi masyarakat, maka perlu adanya

perhatian khusus terhadap permasalah gizi yang ada di masyarakat, melakukan

85
perencanaan kegiatan intervensi merupakan salah satu usaha yang penting untuk

mengatasi permasalahan gizi tersebut.

A. Identifikasi Masalah

Dari hasil pengumpulan data selama satu minggu di Desa Prina, diperoleh

identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 73 orang (49%) ibu balita memiliki pengetahuan pada kategori

cukup, 22 orang (15%) ibu balita pada kategori kurang. Pengetahuan yang

kurang pada ibu balita yaitu terkait pemberian MP-ASI, ASI eksklusif,

Pemberian kapsul vitamin A, Manfaat Garam Beryodium, dan makanan yang

beranekaragam.

2. Sebanyak 13 orang (9%) ibu balita memiliki sikap pada kategori cukup.

3. Sebanyak 64 orang (43%) ibu balita memiliki tindakan pada kategori cukup, dan

6 orang (4%) ibu batlita pada kategori kurang.

4. Sebanyak 9 orang (6%) ibu balita tidak memberikan ASI Eksklusif pada bayi

5. Sebagian besar ibu balita tidak menggunakan garam beryodium yaitu sebanyak

50 orang ibu balita (33%) karena ketersediaan garam beryodium yang kurang.

6. Sebagian besar ibu balita tidak melakukan pemantauan pertumbuhan yaitu

sebanyak 21 orang ibu balita (14%).

7. Ibu balita yaitu sebanyak 114 orang (76%) tidak mengkonsumsi makanan yang

beranekaragam.

8. Sebanyak 48 (32%) balita tidak mengonsumsi suplemen.

9. Sebagian besar ibu balita masuk dalam kategori cukup untuk Hygine Sanitasi

sebanyak 71 orang (47%), dan sebanyak 7 orang (5%) pada kategori kurang.

86
10. Sebagian besar ibu balita masuk dalam kategori cukup untuk kesehatan

lingkungan sebanyak 88 orang (59%), dan sebanyak 18 orang (12%) pada

kategori kurang.

11. Sebagian besar ibu balita masuk dalam kategori cukup untuk pola asuh

sebanyak 15 orang (10%).

12. Sebagian besar ibu balita yaitu sebanyak 138 orang (92%) balita tidak

menerapkan perilaku kadarzi. Penerapan penggunaan garam beryodium,

pemantauan pertumbuhan, dan pemberian makanan beranekaragam masih

menjadi masalah.

13. Status gizi balita berdasarkan indeks (BB/U) terdapat 31 orang (21%) balita

mengalami gizi kurang karena konsumsi balita yang rendah.

14. Status gizi balita berdarkan indeks (TB/U) terdapat yang terdiri dari 39 orang

balita (26%) pendek dan 16 orang balita (11%) sangat pendek.

15. Status gizi balita berdarkan indeks (BB/TB) terdapat 8 orang balita (7%)

memiliki status gizi kurus, dan sebanyak 5 orang (7%) memiliki status gizi

sangat kurus.

16. Tingkat konsumsi energi pada balita sebanyak 11 orang (7%) berada pada

kategori defisit ringan, 11 orang (7%) defisit sedang, dan sebanyak 82 orang

(55%) defisit berat.

17. Tingkat konsumsi protein pada balita sebanyak 7 orang (5%) berada pada

kategori defisit, 7 orang (5%) defisit sedang, dan sebanyak 38 orang (25%)

defisit berat.

87
18. Tingkat konsumsi Vitamin A pada balita sebanyak 70 orang (47%) berada pada

kategori defisit berat.

19. Tingkat konsumsi Vitamin C pada balita sebanyak 101 orang (67%) berada

pada kategori defisit tingkat berat.

20. Tingkat konsumsi Fe pada balita sebanyak 98 orang (65%) berada pada

kategori defisit tingkat berat.

21. Tingkat konsumsi zink pada balita sebanyak 62 orang (41%) berada pada

kategori defisitt tingkat berat.

22. Sebagian besar ibu hamil di Desa Prina tidak menerapkan perilaku KADARZI

yaitu sebanyak 14 orang (47%).

23. Ibu hamil yang menderita kekurangan energi kronis (KEK) di Desa Prina yaitu

sebanyak 5 orang (17%).

24. Ibu hamil yang menderita anemia 3 orang (10%) karena tidak mengkonsumsi

tablet fe dan tidak mengetahui manfaat dari tablet fe.

25. Tingkat konsumsi energi pada ibu hamil sebanyak 24 orang (80%) dalam

kategori defisit tingkat berat.

26. Tingkat konsumsi protein pada ibu hamil sebanyak 19 orang (63%) dalam

kategori defisit tingkat berat.

27. Tingkat konsumsi fe pada ibu hamil sebanyak 28 orang (93%) dalam kategori

defisit tingkat berat.

28. Tingkat konsumsi asam folat pada ibu hamil sebanyak 30 orang (100%) dalam

kategori defisit tingkat berat.

88
B. Prioritas Masalah

Banyak cara untuk menentukan prioritas masalah pada metode matriks, dalam hal

ini kami menggunakan metode Teknik Kriteria Matriks.

Tabel 6.1 Penentuan Prioritas Masalah Desa Prina

IMPORTENCY
INDIKATOR T R TOTAL RENGKING
P S RI DU SB PB PC
status gizi
kurang 5 5 3 3 5 3 3 3 4 121500
status
pendek 5 5 3 3 4 3 3 3 4 97200
status gizi
kurus 5 5 3 4 4 3 3 3 4 129600
konsumsi
energi balita 5 4 3 4 4 3 3 3 5 129600
konsumsi
protein
balita 5 5 3 4 4 3 3 3 5 162000
konsumsi
vitamin A
balita 3 3 3 3 3 3 2 4 5 29160
konsumsi
vitamin C
balita 3 3 2 3 3 3 2 4 3 11664
konsumsi
Fe balita 4 4 3 4 4 3 2 3 3 41472
konsumsi
Zink balita 3 3 3 3 4 3 2 3 3 17496
prilaku
kadarzi ibu
balita 5 3 3 2 3 3 2 5 5 40500
pengetahua
n ibu balita 4 3 2 3 3 3 2 4 4 20736
ststus KEK
ibu hamil 5 5 3 3 4 3 3 3 3 72900
status
anemia ibu
hamil 5 5 3 4 4 3 3 4 4 172800

89
konsumsi
energi bumil 5 5 3 4 4 3 3 3 4 129600
konsumsi
protein
bumil 5 5 3 4 4 3 3 3 4 129600
konsumsi
FE bumil 5 5 3 4 4 3 3 4 4 172800
konsmusi
As. Folat
bumil 5 5 3 4 4 3 3 3 3 97200
prilaku
kadarzi
bumil 4 3 2 3 3 2 3 5 5 32400

Keterangan :

T : kelayakan teknologi

R : sumber daya yang tersedia

I : P, S, RI, DU, SB, PB, PC

Rumus : P = I x T x R

Untuk menetukan prioritas masalah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu sebagai berikut :

a. Prevalence (P) : besarnya masalah


b. Severity (S) : akibat yang ditimbulkan oleh masalah
c. Rate on increase (RI) : kenaikan besarnya masalah
d. Degree of unmeet need (DU) : derajat keinginan masyarakat yang tidak Terpenuhi
e. Social benefit (SB) : keuntungan sosial karena selesainya
masalah
f. Publik concern (PB) : rasa prihatin masyarakat terhadap
masalah
g. Political climate (PC) : suasana politik

90
Skor untuk Importancy :
5 : Sangat Penting
4 : Penting
3 : Cukup Penting
2 : Kurang Penting
1 : Tidak Penting

Skor untuk Technology :


5 : Sangat Mudah
4 : Mudah
3 : Cukup Mudah
2 : Kurang Mudah
1 : Tidak Mudah

Skor untuk Resource :


5 : Sangat Tersedia
4 : Tersedia
3 : Cukup Tersedia
2 : Kurang Tersedia
1 : Tidak Tersedia

Berdasakan penentuan prioritas masalah di Desa Prina, diketahui bahwa


prioritas utama adalah mengenai ASI Eksklusif dengan skor 450000, sementara
itu prioritas masalah selanjutnya ditentutkan berdasarkan jumlah skor yang
paling besar ke paling kecil. Adapun penetapan prioritas dari beberapa masalah
yang telah dipaparkan diatas didasarkan atas beberapa parameter diantaranya
yaitu besarnya masalah, akibat yang ditimbulkan oleh masalah, kenaikan
besarnya masalah, derajat keinginan masalah yang tidak terpenuhi, keuntungan
sosial karena terselesainya masalah, rasa prihatin masyarakat terhadap
masyarakat dan suasana poltik. Sementara itu, faktor teknologi dan sumber daya

91
yang ada juga diperhatikan dalam menunjang terlaksananya intervensi yang
akan direncanakan.

92
C. Rencana Intervensi

Tabel 6.2 Rencana Intervensi Penanganan Masalah Gizi Dan Kesehatan

Desa Prina

Masalah Intervensi Metode

ASI Eksklusif Penyuluhan tentang Ceramah. Tanya


- Pentingnya ASI eksklusif jawab
- Manfaat ASI eksklusif
- Cara Menyusui yang baik
dan benar

Konsumsi energy Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi dan


bumil Demonstrasi
- Pedoman Gizi Seimbang
untuk bumil

- Makanan seimbang bagi ibu


hamil

- Pentingnya Sarapan pagi

Kelas Ibu hamil


Diskusi, tanya jawab
PenerapanTeknologiTepatGuna
Demonstrasi
- Pembuatan Contoh Menu
Sehari
- Memberika contoh makanan
yang mengandung sumber
energi

Konsumsi Penyuluhan tentang Ceramah, Diskusi,


Suplemen Balita Tanya Jawab
- Suplemen Vitamin A
- Manfaat Vitamin A
- Dampak kekurangan vitamin
A
- Jadwal pemberian vitamin A
- Memberikan contoh

93
makanan sumber vitamin A
yang ada di Desa Prina.

Konsumsi Energi Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi dan


balita Demonstrasi
- Pedoman Gizi Seimbang
untuk balita

MP-ASI (pembuatan MP-ASI


yang seimbang)

Penerapan Teknologi Tepat Guna


Demonstrasi
Pembuatan cookies
berbahan dasar pangan
lokak sesuai dengan potensi
alam di Desa Prina untuk
mengatasi kurang energi
kronis.

Konsumsi Protein Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi dan


balita Demonstrasi
- Pedoman Gizi Seimbang
untuk balita

- MP-ASI (pembuatan MP-ASI


yang seimbang) sesuai
dengan umur dan tekstur
yang sesuai dengan umur
balita.

- PMT berupa biskuit dengan


memanfaatkan pangan lokal
di Desa Prina untuk balita
- Contoh bahan makanan
yang mengandung sumber
protein yang terdapat di
Desa Prina

Konsumsi protein Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi dan


bumil Demonstrasi
- Pedoman Gizi Seimbang

94
untuk bumil

- Makanan seimbang bagi ibu


hamil

- Sarapan pagi

Kelas Ibu hamil


Diskusi, tanyajawab

Perilaku KADARZI Penyuluhan tentang :


ibu balita - - Gizi dan Tumbuh kembang Anak
(KMS) Ceramah, diskusi dan
- - Asi Ekslusif Demonstrasi
- - Garam Beryodium
- - Makanan beraneka ragam
- - Pentingnya suplemen Vitamin A

Penerapan teknologi tepat guna


dengan pemanfaatan potensi lokal
di Desa Prina

Status Gizi Kurang Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi

- Gizi kurang dan gizi kurang

- Gizi Seimbang

PMT berupa biskuit atau jajanan


berbahan pangan lokal yang Demonstrasi
mengandung zat gizi untuk balita
gizi kurang
Diskusi
Keluarga Binaan
Status gizi pendek Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi
balita
- Gizi buruk dan gizi

Kurang

PMT balita gizi kurang


Demonstrasi

95
Konsumsi Garam Mengupayakan pengadaan garam Advokasi
Beryodium beryodium

Konsumsi asam Penyuluhan Ceramah, diskusi


folat - Pentingnya asam folat
- Gizi seimbang ibu hamil
- Sumber bahan makanan
yang mengandung asam
folat

Status KEK bumil Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi

- KEK pada bumil

- Dampak KEK pada ibu hamil


Demonstrasi
PMT bumil

Konsumsi fe bumil Penyuluhan Ceramah, diskusi

- Pentingnya zat gizi zat besi


selama kehamilan
- Gizi seimbang ibu hamil

Konsumsi vitamin C Penyuluhan Ceramah, diskusi


balita
- Pentingnya konsumsi
vitamin C selama kehamilan
- Gizi seimbang untuk balita

96
Konsumsi zat besi Penyuluhan Ceramah, diskusi
balita
- Pentingnya zat besi untuk
balita
- Zat gizi simbang untuk balita

Hygiene Sanitasi Penyuluhan Ceramah, diskusi


dan Personal
Hygiene - Jamban sehat
- Mengubur barang bekas

Mengupayakan kegiatan gotong Advokasi

royong

Konsumsi zat gizi Penyuluhan Ceramah, diskusi


zink balita
- Pentingnya zat gizi zink
untuk balita
- Gizi seimbang pada balita

Perilaku KADARZI Penyuluhan tentang Ceramah, diskusi


bumil - - Pemeriksaan kehamilan
- - Garam Beryodium
- - Makanan beraneka ragam

- Pentingnya suplemen Fe

Penerapan teknologi tepat guna Demonstrasi


dengan pemanfaatan potensi lokal
di Desa Prina

97
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1.Ibu Balita

a.Berdasarkan uji hubungan menggunakan metode Chi-Square, diperoleh


bahwa tingkat pengetahuan, tindakan, sikap, dan konsumsi balita
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan terhadap status gizi balita.
b. Berdasarkan hasil analisis persentase diperoleh bahwa konsumsi balita
berdampak pada status gizi balita. Dan hal ini sesuai dengan teori.

2.Ibu Hamil

Berdasarkan uji hubungan antara tingkat energi, protein, vitamin A ibu hamil
terhadap status KEK ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan.

5.2 Saran

1. Diharapkan adanya keterlibatan semua pihak seperti dinas kesehatan dan


instansi terkait lewat pemantauan status gizi melalui posyandu dan
mengadakan pelatihan kader untuk memotivasi kader agar tetap aktif dalam
posyandu.
2. Selain keterlibatan pemerintah peran serta tokoh masyarakat, serta kader,
bidan, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya diperlukan dalam
merubah kebiasaan masyarakat terkait dengan gizi dan kesehatan.
3. Di harapkan mahasiswa lebih mampu menggali permasalahan yang ada di
desa tersebut.

98
DAPTAR PUSTAKA

Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta :

Graha Ilmu

Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Supariasa, dkk.. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Depkes. 2007. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007).

Depkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013).

99

Anda mungkin juga menyukai