Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

A. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa
yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan
sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari, 2016)
DHF adalah infeksi arbovirus( arthropoda-borne virus) akut, ditularkan
oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005). Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes
aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak
ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas
permukaan air laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui
nyamuk (Prasetyono 2012).
B. Etiologi
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic Fever
adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1,
DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini
biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada sumber air yang tergenang.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu
serotip akan menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo dkk. 2010)
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas oleh
distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut telah ditemukan
pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan (Hendarwanto 2010).
C. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena proses
infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi yang akan
meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi hipovolemi, selain itu juga terjadi
kebocoran plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas membran yang juga mengakibatkan
hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan
kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang akan
mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan gastroenteritis
sehingga terjadi mual dan muntah.
D. Pathway

Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO


1. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan
lain.
3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan
pasien menjadi gelisah.
4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
E. Manifestasi Klinis
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua lebih manifestasi
klinis sebagai berikut :
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia / artralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan(petekie atau uji bending positif)
- Leucopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah dikonfirmasi
pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji tourniquet positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,tempat bekas suntik.
- Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan yang adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun <20mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan darah atau
disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan trombosit. Pemeriksaan
menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak
20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan. Kadar
trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan dua kriteria
tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara
uji serologi hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum tulang pada awal
sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan
maturasi dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan
dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada
abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai
alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan
melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun tidak
spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi. Antibodi HI
bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi
serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari
titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk. 2012).
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh tenaga
berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3
tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan biasanya
memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) (Vasanwala dkk. 2012)
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue karena IgM
sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji harus diulang.
Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat
bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi (Vasanwala dkk. 2012)
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RTPCR)
sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil cepat dan dapat
diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal
dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk (Vasanwala dkk. 2012).
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg.
Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan
hematokrit yang cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang
akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika pemberian cairan
tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30
mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila
syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka
tetesan infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005)
c. Cairan (Rekomendasi WHO, 2007)
1). Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat (D5/RL).
- Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat (D5/RA).
- Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali (d5/GF).
2). Koloid
- a). Dextran 40
- b). Plasma
2. Keperawatan
a) Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit
tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan kompres hangat.
b) Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2 tempat
karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus tetap tidak lancar
maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk
memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c) Derajat III dan IV
- Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan cara
diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
- Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
- Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
- Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
- Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya baik
obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
- Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal
biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT bisa
dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh
diberikan makanan cair

Konsep asuhan keperawatan DHF


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil
pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien. Konsep keperawatan anak pada klien DHF menurut Ngastiyah (2005)
yaitu :
a. Pengkajian
1. Identitas pasien Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat tumbuh kembang, penyakit yang pernah diderita, apakah pernah dirawat
sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah ada
riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.
6. Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam serta
penanganannya.
b. Data subyektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada
pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :
1. Panas atau demam
2. Sakit kepala
3. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
4. Lemah
5. Nyeri ulu hati, otot dan sendi
6. Konstipasi
c. Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada keadaan pasien.
Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara lain:
1. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
2. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
3. Hiperemia pada tenggorokan
4. Nyeri tekan pada epigastrik
5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
6. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,
sianosis perifer, nafas dangkal.
7. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Nanda, 2015).
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan, nyeri, hipoventilasi.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran plasma darah.
d. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis (penekanan intra abdomen)
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
f. Resiko syok (hipovolemik)
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
h. Resiko perdarahan
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien anak dengan penyakit DHF (Nanda, 2015)
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
1. Tujuan : Suhu tubuh anak dalam rentang normal
2. Kriteria :
- Suhu tubuh antara 36 – 37°C
- Nadi dan respirasi dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3. Intervensi dan rasional :
a. monitor suhu tubuh pasien sesering mungkin
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b. monitor warna dan suhu kulit
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
c. Anjurkan anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali
atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien anak dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat antipiretik untuk menurunkan panas tubuh pasien.
3. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
– rencana perawatan (Tarwoto Wartonah, 2006).
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran
dari keberhasilan rencana tindakan keperawatan.
Hasil evaluasi dapat berupa
a. Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul
masalah baru
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, E.Marlyn ,dkk. 2001. .Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman nutuk Perawatan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta :EGC
http://belajaraskep.com/2012/04/askep-anak-pada-pasien-dengan-demam.html
diakses pada tanggal 18 januari pukul 8 pm WITA
http://Kumpulanaskepnurse.com/2014/askep-DBD.html diakses pada tanggal 18 januari pukul 8 30 pm
WITA
Meilani. 2010. Penyakit Menular di Sekitar Kita. Klaten: PT Intan Sejati.
Warsidi, E. 2009. Bahaya dan Pencegahan DBD. Bekasi: Mitra Utama.
Wilkinson, Judith. M. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai