PRE EKLAMPSIA
A. PENGERTIAN
Pre eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam
masa nifas yang terdiri dari trias : hipertensi, proteinuri, dan edema(Harnawati, 2008).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan(Haidir. 2009).
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami
oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti
oleh peningkatan kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan
mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada
pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal
masa kehamilan.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
ETIOLOGI
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsi/eklampsia belum diketahui. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya:
Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
Penyakit yang menyertai hamil : diadetes melitus, kegemukan
Jumlah umur ibu diatas 35 tahun
Pre eklampsia berkisar antara 3% sampai 5% dari kehamilan yang dirawat ( Ida Bagus. 1998).
C. KLASIFIKASI
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah terlentang/tidur
berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam.
b. Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu.
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada urin kateter atau
midstream ( Ida Bagus.1998).
2.
a.
b.
c.
d.
1)
2)
3)
4)
e.
1)
2)
3)
Pre-eklampsi berat:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
Keluhan subjektif :
Nyeri di epigastrium
Gangguan penglihatan
Nyeri kepala
Edema paru dan sianosis
Pemeriksaan :
Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
Perdarahan pada retina
Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).
D. PATOFISIOLOGI
Pada pre-eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan
sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi
jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin disebabkan oleh
retensi air dan garam. proteinuri mungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi
perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ:
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn ormal.
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak.
Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus.
Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
3.
4.
5.
6.
E.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan :
Pertambahan berat badan yang berlebihan
Diikuti edema
Hipertensi
Akhirnya proteinuria.
Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala gejala subyektif. Pada pre eklampsia berat
didapatkan :
Sakit kepala terutama di daerah frontal
Gangguan mata, penglihatan kabur
Rasa nyeri di daerah epigastrium
Mual atau muntah
Gangguan pernapasan sampai sianosis
Terjadinya gangguan kesadaran.
Gejala gejala ini sering ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
F. PENATALAKSANAAN
1. Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran
tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
2. Tes laboratorium dasar:
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus
darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
d. Uji untuk meramalkan hipertensi
e. Roll Over test
f. Pemberian infus angiotensin II.
G. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang tentang dan
berkaitan dengan:
1. Diet makanan
Makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak. Kurangi
garan apabila berat badan bertanbah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima
sempurna. Untuk meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau butir telur stiap hari.
2. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan disesuaikan dengan
kmampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah
menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
3. Pengawasan antenatal ( hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat
pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:
a. Uji kemampuan pre eklampsia:
1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2) Pemriksaan tinggi fundus uteri
3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
4) Pemriksaan protin dalam urin
5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjl, fungsi hati, gambaran darah umum,
pemeriksaan retina mata.
b.
1)
2)
3)
H. PENANGANAN
Tujuan utama penanganan adalah :
1. Untuk mencegahte rjadinyap re-eklampsdi an eklampsi
2. Hendaknyaja nin lahir hidup
3. Trauma padajanin seminimal mungkin.
1.
2.
3.
a.
1.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Pre-eklampsi berat
Pre-eklampsi berat kehamilan dan 37 minggu :
Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan
rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi
tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).
Jika da perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama
24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).
Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti preeklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi gejala.
Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus
atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan
kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
I. KOMPLIKASI
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi
antaralain:
Pada ibu
Eklampsia
Solusio plasenta
Pendarahan subkapsula hepar
Kelainan pembekuan darah ( DIC )
Sindrom HELPP ( Hemolisis, Elevated, Liver,Enzymes Dan Low Platelet Count )
Ablasio retina
Gagal jantung hingga syok dan kematian.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Pada janin
Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
Prematur
Asfiksia neonatorum
Kematian dalam uterus
Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1) Data Subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium,
mual muntah, penglihatan kabur
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya
perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
b) Pemeriksaan penunjang
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt
atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah jantung
dapat adekuat.
Intervensi:
a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya
gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperlefleksia.
R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan
fungsi jantung.
c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Kolaborasi:
d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase
diuretik atau perbaikan.
e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan kekurangan
cairan) dan fungsi otot miokardial.
f) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja
jantung dan hipoksia seluler.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder terhadap
penurunan cardiac output.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi kelebihan
volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat
jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal,
tak ada edema.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Intervensi:
Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, b)
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase
oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai
+4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki, area
lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi.
Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini
mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis, ketidakseimbangan
elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin urin, natrium
serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit, asam/basa
dan untuk menghilangkan toksin.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang.
Intervensi :
a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh darah, expansi
paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cidera tidak
terjadi.
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi,dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA