Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


SPBU merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina
untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya
SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar, pertamax, dan pertamax
plus. Munculnya SPBU di tengah-tengah masyarakat melahirkan persaingan
usaha di Indonesia semakin ketat. Banyak dari para pelaku usaha berbondong-
bondong mencari inovasi baru untuk menarik minat masyarakat dengan
mengeluarkan produk-produk unggulan yang bisa menambah pendapatan dari
para pelaku usaha itu “meroket”.
Akan tetapi ditambah dengan ketidakstabilan perekonomian di
Indonesia mengakibatkan pemerintah mengambil suatu kebijakan di bidang
perekonomian antara lain untuk menaikkan harga barang-barang pokok, tarif
listrik, tarif air, bahkan juga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini juga
memberikan dampak negatif bagi para pelaku usaha, sehingga memacu pelaku
untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang seminim
mungkin tanpa memperhatikan lagi salah satu asas pembangunan nasional yaitu
kesadaran hukum dimana tiap-tiap warga negara Indonesia harus selalu sadar
dan taat kepada hukum.
Santer di tengah-tengah masyarakat isu mengenai kecurangan ketepatan
takaran yang berada di wilayah SPBU yang mana hal ini sangat meresahkan
banyak pihak. Banyak dari masyarakat yang mengaku bahwa ketepatan takaran
BBMnya kurang sesuai dengan nominal pembelian. Pelaku usaha khususnya di
bidang SPBU dalam memperkaya diri dengan cara instan adalah berbuat curang
dengan memanipulasi takaran BBM yang mereka lakukan pada waktu
pengisian BBM di tangki kendaraan konsumen. Dengan begitu maka
keuntungan para pelaku usaha akan lebih meningkat dan sebaliknya konsumen
akan dirugikan dengan adanya hal tersebut. Padahal barang yang menjadi obyek

1
jual-beli harus cukup tertentu, setidaknya dapat ditentukan wujud dan
jumlahnya.
Secara fungsional, yang berkewajiban melakukan pengawasan
penyaluran BBM adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan, hal ini
berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (DPA-SKPD) Dinas Perindustrian dan Perdagangan.
Pengawasan terhadap SPBU ini seharusnya dilakukan 1 kali perbulan
atau 12 kali pertahun. Hasil pengawasan tersebut wajib dilaporkan secara
berkala oleh kepala dinas kepada Walikota dan tembusannya disampaikan
kepada Gubernur dan Pertamina.
Dalam perdagangan jual beli nilai ukuran yang tepat atau standar benar-
benar harus diutamakan. Dalam proses penakaran bisa terjadi kecurangan
apabila terdapat kelebihan atau kekurangan yang disengaja. Ketika tidak sesuai
takarannya maka akan ada pihak yang akan dirugikan.
Selanjutnya, Instansi Kemetrologian melakukan langkah yaitu sidang
tera ulang setiap tahunnya dari SPBU ke SPBU lainnya demi terciptanya
perdagangan yang jujur.
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi
Legal telah mengatur bahwa alat ukur apapun harus dilakukan kalibrasi dalam
setahun sekali. Kalibrasi biasa dilakukan dengan membandingkan suatu standar
yang terhubung dengan standar nasional maupun internasional dan bahan-bahan
acuan tersertifikasi. Pedagang atau pelaku usaha yang melanggar ketentuan
dalam undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) dan Undang-undang
Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal dapat dikenakan sanksi
pidana, yang dinyatakan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 378 :
”Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan
palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-
perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang,

2
membuat utang atau menghapuskan utang, dihukum karena penipuan, dengan
hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.
Penjelasan dari pasal di atas adalah yang diancam hukuman yaitu orang
yang membujuk orang lain supaya memberikan suatu barang atau supaya
membuat utang atau menghapuskan piutang dengan melawan hukum dengan
tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu. Pelaku usaha yang
melanggar hukum-hukum perikatan, karena kecurangan-kecurangan yang
dilakukan merupakan kesengajaan alias cacat kehendak yang mengandung
unsur kesesatan,paksaan dan penipuan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana realita kecurangan yang terjadi pada konsumen di Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)?
2. Bagaimana peran pemerintah dan landasan hukum yang telah dibentuk
oleh pemerintah dalam mengawasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU)?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui realita kecurangan yang terjadi pada konsumen di
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
2. Untuk Mengetahui peran pemerintah dan landasan hukum yang telah
dibentuk oleh pemerintah dalam mengawasi Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU)

3
1.4. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca
mengenai realita kecurangan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
serta peran pemerintah dalam mengawasinya.
2. Secara Praktis
Guna mempraktekkan pelajaran yang telah didapatkan di bangku kuliah sebagai
mahasiswa jurusan Hukum. Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi
masyarakat bahwa harus adanya peran pemerintah dalam pengawasan SOP
(standar operasional).

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Realita Kecurangan Yang Terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar


Umum (SPBU)
Pelayanan dalam kegiatan usaha di Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU) menimbulkan interaksi antara pelaku usaha dan
konsumen sebagai pembeli. Dalam layanan pembelian Bahan Bakar
Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), bukan
tidak mungkin terjadi suatu kecurangan yang dilakukan oleh oknum -
oknum tertentu demi mendapatkan keuntungan yang lebih . Hal ini
menyebabkan kerugian yang dirasakan oleh masyarakat sebagai
konsumen.
Bisa kita lihat pada pemaparan berikut:
SPBU telah menjamur di seluruh wilayah Indonesia. Karena memang
hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan kendaraan bermotor. Oleh
karena itu dengan adanya SPBU sangatlah membantu masyarakat dalam
menjalankan aktivitasnya.
Akan tetapi dengan adanya isu di tengah-tengah masyarakat mengenai
kecurangan ketepatan takaran yang berada di wilayah SPBU yang mana hal ini
sangat meresahkan banyak pihak. Banyak dari masyarakat yang mengaku
bahwa ketepatan takaran BBMnya kurang sesuai dengan nominal pembelian.
Kecurangan yang ada ditempat bermacam-macam tergantung media apa
yang digunakan. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan keuntungan yang
berlebih pasti akan mencari dimana letak titik lemah dari perdagangan tersebut.
Seperti halnya dengan SPBU yang konon kecurangannya berasal dari alat yaitu
nozzle.
SPBU entah milik pemerintah atau swasta pasti menggunakan nozzle
sebagai bagian dari alat yang ada di SPBU. Nozzle inilah yang nantinya
mengeluarkan BBM dari mesin dispenser. Sehingga dalam prakteknya sudah

5
tidak asing lagi di kalangan para pembeli. Masyarakat beranggapan bahwa
penyebab dari tidak tepatnya takaran BBM tersebut berasal dari permainan
nozzlenya.
Nozzle yang selalu di mainkan dengan cara di tarik dan di lepas secara
terus menerus mengakibatkan takarannya tidak tepat.
Berikut adalah trik yang biasa digunakan oleh SPBU nakal untuk
mendapatkan untung yang lebih dari pelanggannya :

1. Tembak Gigi
Istilah tembak gigi ini mungkin masih asing terdengar di telinga
masyarakat. Pada nozzle gun mempunyai 3 speed yaitu speed 1,2,3.
Speed 1 : kecepatan mengalir fluidanya rendah (bensin keluar semua)
Speed 2 : kecepatan mengalir fluidanya sedang (bensin campur angin)
Speed 3 : kecepatan mengalir fluidanya tinggi (yang keluar angin semua)
Pada kenyataan pengisian bbm di SPBU pada awal proses pengisian
menggunakan speed 3 yang pada kenyataannya yang keluar hanya angin tapi
argo SPBU tersebut sudah mulai berjalan jadi bensin yang keluar tidak sesuai
dengan yang tercantum pada mesin pengisian bahan bakar

2.Argo Tidak Dari Nol


Biasanya trik ini dilakukan jika ada pengendara mobil yang tidak turun dari
mobil ketika membeli bensin. Karena tidak dilihat oleh pengendara maka argo
akan dimulai tidak dari nol.

3. Argo Loncat
Trik ini mungkin kalian juga pernah mengalaminya, jika mengisi bensin dari
awal akan berlajalan normal tapi ketika di pertengahan misalnya beli bensin
100 ribu ketika argo di 80 ribu maka argo akan langsung loncat jadi 90 ribu.

6
2.2 Perlindungan Konsumen
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan
oleh konsumen.

7
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan
informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli
konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dan sedang
diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk
digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah
lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh
pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan
konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam
suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.
11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang
bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku
usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang
dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan
konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang perdagangan
.

8
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

9
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.

10
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI
DAN SUMBER DAYA MINERAL
NOMOR: 16 TAHUN 2011
TENTANG KEGIATAN PENYALURAN BAHAN BAKAR
MINYAK

BAB IV
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 15
(1) Dalam rangka melakukan kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak,
BU-PIUNU dan Penyalur wajib memenuhi hak konsumen dan mutu
pelayanan, sebagai berikut:
a. jaminan kelangsungan penyediaan dan pendistribusian
produk;
b. standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
d. harga pada tingkat yang wajar;

11
e. informasi harga, jumlah subsidi yang diterima jika
membeli Jenis BBM Tertentu, dan jadwal pelayanan;
f. kesesuaian takaran/volume/timbangan; dan
g. prosedur pelayanan yang mudah dan sederhana, termasuk
memberikan faktur atau bukti transaksi lainnya kepada
konsumen pengguna.
(2) Dalam rangka memenuhi hak konsumen dan mutu
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BU-PIUNU
dan Penyalur wajib memiliki dan menyediakan sarana
pengaduan kons~men berupa PO BOX, Nomor Telepon/HP,
Faksimili, website, dan/atau email yang mudah diketahui
oleh konsumen.
(3) Pengaduan konsumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib segera ditindaklanjuti penyelesaiannya
oleh BU-PIUNU dan Penyalur serta dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.
DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1),
Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesi tahun 1999
No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesian Sengketa

12
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen
yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen

2.3 Peran Pemerintah dan Landasan Hukum yang telah dibentuk oleh
Pemerintah dalam Mengawasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU)
2.2.1 Pemerintah
Pemerintah sebagai alat kelengkapan Negara dapat diartikan secara luas
dan dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas itu mencangkup semua alat
kelengkapan Negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang
kekuasaan eksekutif,legislatif, dan yudisial atau alat-alat kelengkapan Negara
lain yang bertindak untuk dan atas nama Negara, sedangkan dalam pengertian
sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif.
Pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan Negara
yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang,
sedangkan dalam arti luas mencangkup semua badan yang menyelenggarakan
semua kekuasaan didalam Negara baik eksekutuf maupun legislatif dan
yudikatif. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa istilah pemerintahan

13
disebutkan memiliki dua pengertian, yaitu seabagai fungsi dan sebagai
organisasi.
a. a Pemerintah sebagai fungsi adalah: melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan, pemerintah sebagai organ adalah kumpulan organ-organ
dan organisasi pemerintahan yang dibebani dengan pelaksanaan tugas
pemerintahan.
b. Pemerintah sebagai organisasi adalah: bila kita mempelajari ketentuan-
ketentuan susunan organisasi, termasuk didalamnya fungsi, penugasan,
kewenangan, kewajiban masing-masing departemen pemerintahan,
badan-badan, instansi serta dinas-dinas pemerintahan.

. TUGAS PEMERINTAH
Menurut Presthus tugas Negara itu meliputi dua hal, yaitu:
a. police making , ialah penentuan haluan Negara,
b. task executing , yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah
ditetapkann oleh Negara.
Pembagian ini sam dengan yang dilakukan oleh E.Utrevht, yang
mengikutiAM.Donner, yaitu pertama berupa lapangan yang menentukan tujuan
atau tugas, dan yang kedua , lapangan merealisasi tujuan atau tugas yang telah
di tentukan itu.
Pembagian tugas Negara menjadi dua bagian ini dikemukakan pula oleh Hans
Kelsen, yaitu:
a. politik sebagai etik, yakni memilih tujuan-tujuan kemasyarakatan, dan
b. politik sebagai tehnik, yakni bagaiman merealisasikan tujuan-tujuan
tersebut.

14
Hal senada di kemukakan oleh logemann, yang membagi tugas Negara menjadi
dua yaitu:
a. menentukan tujuan yang tepat
b. melaksanakan tujuan tersebut secara tepat pula.
Berbeda dengan pembagian Negara menjadi dua tersebut, van vollenhoven
membagi empat, yaitu:
1. membuat peraturan dalam bentuk undang-undan baik dalam arti formal
maupun materiil yang di sebut regeling,
2. pemerintahan dalam arti secara nyata memelihar kepentingan umum
yang disebut bestuur, penyelesaian sengketa dalam peradilan perdata
yang disebut yustitiusi,
3. memmpertahankan ketertiban umum baik secara preventif maupun
represif,
4. di dalamnya termasuk peradilan pidana yang di sebut politie.

Wewenang pemerintah
1. Hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit)
2. Hak untuk dapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan
diambil oleh instansi pemerintah lainnya (dalam arti luas)

2.2.2 Pengawasan
Pengawasan merupakan proses kegiatan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi
akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana,
kebijakan, instruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengawasan berfungsi untuk mencegah secara dini kemungkinan
terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan,
kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta
pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

15
Pengawasan yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah
yang bertingkat lebih tinggi terhadap badan-badan yang lebih
rendah. Untuk pengawasan dapat dikemukakan alas an-alasan
berikut:
a. Koordinasi : mencegah atau mencari penyelesaian konflik /
perselisihan kepentingan misalnya di antara kotapraja-
kotapraja.
b. Pengawasan kebijakan : disesuaikannya kebijakan dari
aparat pemerintah yang lebih rendah terhadap yang lebih
tinggi
c. Pengawasan kualitas: kontrol atas kebolehan dan kualitas
teknis pengambilan keputusan dan tindakan-tindakan aparat
pemeintah yang lebih rendah.
d. Alasan-alasan keuangan : peningakatan kebijaksanaan yang
tepat dan seimbang dari aparat pemerintah yang lebih
rendah.
e. Perlindungan hak dan kepentingan warga : dalam situasi
tertentu mungkin diperlukan suatu perlindungan khusus
untuk kepentingan dari seorang warga.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG


NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN
GAS BUMI
DI KABUPATEN SERANG

B A B VII
PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 15

16
(1) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan usaha,
rekomendasi dan persetujuan dilakukan oleh Dinas bersama-sama dengan
instansi terkait.
(2) Kepala Dinas secara substansial memiliki tugas dan kewajiban yang
melekat terhadap pembinaan, pengendalian dan pengawasan di Daerah.
(3) Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2), Kepala Dinas menugaskan Kepala Bidang Energi atau petugas lain yang
ditunjuk dan diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengawasan,
pengendalian dan penyelenggaraan kegiatan usaha sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud ayat (3), dilaksanakan untuk menciptakan kondisi yang
kondusif.

2.2.3 Izin Pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG


NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA MINYAK DAN
GAS BUMI
DI KABUPATEN SERANG

BAB IV
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Jenis dan Syarat Perizinan
Pasal 5

17
(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan menyelenggarakan
kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari Bupati.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. izin pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak di daerah
operasi daratan
dan di daerah operasi 4 (empat) mil laut ;
b. izin pembukaan kantor perwakilan perusahaan di sub sektor
minyak dan gas bumi;
c. izin pendirian depot lokal;
d. izin pendirian tanki timbun;
e. izin pendirian stasiun pengisian bahan bakar untuk umum
(SPBU);
f. izin pemasaran jenis-jenis bahan bakar khusus (BBK) untuk mesin
2 (dua) langkah;
g. izin pengumpulan dan penyaluran pelumas bekas;
h. izin agen/distributor Bahan Bakar Minyak dan atau gas dan atau
pelumas
i. izin sub agen/sub distributor/pangkalan bahan bakar minyak dan
atau gas dan
atau pelumas.
j. izin pendirian stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE).
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan
berdasarkan permohonan tertulis yang diajukan oleh badan usaha
atau perorangan
Pasal 6
(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf a, diajukan
dengan melampirkan :
a. gambar kontruksi gudang/kontainer penyimpanan bahan peledak;

18
b. gambar tata letak gudang/kontainer penyimpanan bahan peledak;
c. peta situasi wilayah kerja;
d. jenis, berat serta ukuran peti/box bahan peledak yang akan
disimpan;
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. rekomendasi Direktur Jenderal migas;
k. rekomendasi surat pernyataan tidak keberatan dari Kepala
Kepolisian Daerah; dan
l. dokumen lingkungan.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
Huruf b, diajukan dengan melampirkan:
a. surat keterangan terdaftar (Bussiness Registration Certificate) atau
sejenis dari negara asal;
b. rekomendasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di negara
asal, yang berisi nama dan alamat perusahaan, nama pemilik dan
dewan Direksi, dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di
Indonesia;
c. surat kuasa untuk kepala kantor perwakilan dari pimpinan
perusahaan kantor
pusat;
d. bagan organisasi kantor pusat dan kantor perwakilan di Indonesia.
e. rencana kegiatan kantor perwakilan/realisasi kegiatan di Indonesia
(untuk perpanjangan); dan
f. rekomendasi dari Direktur Jenderal.
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
Huruf c, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;

19
c. foto copy KTP;
d. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. rekomendasi dari perusahaan penyedia bahan baku; dan
i. dokumen lingkungan.
(4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
Huruf d, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. rekomendasi dari perusahaan penyedia bahan baku; dan
i. dokumen lingkungan.
(5) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
Huruf e, diajukan dengan melampirkan :
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
i. rekomendasi dari perusahaan penyedia bahan baku; dan

20
j. dokumen lingkungan.
(6) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf f, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
i. rekomendasi dari perusahaan penyedia bahan baku; dan
j. dokumen lingkungan.
(7) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf g, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
i. rekomendasi dari perusahaan pemegang izin pengolahan pelumas
bekas; dan
j. dokumen lingkungan.
(8) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf h, diajukan dengan melampirkan:

21
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. izin mendirikan bangunan (IMB);
f. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
g. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
h. rekomendasi dari perusahaan penyedia bahan baku; dan
i. dokumen lingkungan.
(9) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf i, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
i. rekomendasi dari agen/distributor bahan bakar minyak; dan
j. dokumen lingkungan.
(10) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
huruf j, diajukan dengan melampirkan:
a. data perusahaan;
b. peta lokasi;
c. foto copy KTP;
d. foto copy nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e. surat persetujuan prinsip;

22
f. izin mendirikan bangunan (IMB);
g. surat izin tempat usaha/hinder ordonantie (SITU/HO);
h. surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan tanda daftar perusahaan
(TDP);
i. rekomendasi dari agen/perusahaan penyedia bahan baku;
j. dokumen lingkungan.
Bagian Kedua
Masa Berlaku Izin dan Pencabutan Izin
Pasal 7
(1) Izin penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
berlaku sepanjang usaha tersebut masih beroperasi, dengan
ketentuan setiap 5 (lima) tahun sekali diadakan pendaftaran ulang
(2) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
dengan tujuan untuk mengkaji ulang terhadap izin yang diberikan.
(3) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat
diberikan dengan
melampirkan syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 disertai laporan
tertulis tentang perkembangan usaha minyak dan gas bumi.
(4) Izin penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dievaluasi setiap 1 (satu) tahun sekali oleh Dinas.
Pasal 8
Izin penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dicabut
apabila :
a. pemegang izin tidak memenuhi atau mentaati ketentuan yang
telah ditetapkan;
b. usaha yang dikelola bertentangan dengan kepentingan umum dan
atau
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup;
c. pemegang izin tidak melakukan pendaftaran ulang; dan

23
d. izin yang diberikan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun belum
dimanfaatkan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 9
(1) Pemegang izin penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi berhak melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan
yang dicantumkan dalam izin yang diberikan.
(2) Pemegang izin penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi berkewajiban :
a. menyampaikan laporan kegiatan usahanya secara berkala kepada
Bupati melalui dinas
b. memberikan kemudahan kepada Dinas dalam pelaksanaan tugas
pembinaan dan pengawasan
c. bersama-sama dengan Dinas melaksanakan pemeriksaan secara
berkala terhadap kegiatan usaha yang dikelolanya
d. melaksanakan ketentuan lainnya yang diwajibkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
e. mentaati dan mematuhi ketentuan lainnya yang ditetapkan oleh
Bupati.

2.2.4 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS)

adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan


pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan
Gas Bumi serta Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa pada Kegiatan Usaha
Hilir. Fungsi BPH Migas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas

24
Bumi melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi
Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia meningkatkan pemanfaatan Gas
Bumi di dalam negeri. BPH Migas bertanggung jawab kepada Presiden.

2.2.4 Fungsi, Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab BPH Migas

Fungsi

 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan


pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa, dalam suatu pengaturan agar ketersediaan dan distribusi
Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri

Tugas

 Menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian Bahan Bakar


Minyak yang
 Merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
 Melakukan pengaturan dan penetapan serta pengawasan mengenai :
ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak, cadangan Bahan
Bakar Minyak nasional, pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak, tarif pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa, harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil,
pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
 Melakukan pengaturan dan pengawasan atas pelaksanaan penyediaan
dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa yang diselenggarakan oleh Badan Usaha yang telah
mendapat Izin Usaha dari Menteri.

25
Wewenang
 Pada wilayah yang mengalami kelangkaan Bahan Bakar Minyak dan
pada daerah-daerah terpencil, fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan
termasuk fasilitas penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain
 Menetapkan kewajiban Badan Usaha yang akan atau telah melakukan
penyedia pendistribusian Bahan Bakar Minyak di Indonesia untuk
melakukan operasi di daerah yang mekanisme pasarnya belum berjalan
dan daerah terpencil;
 Menetapkan volume alokasi cadangan Bahan Bakar Minyak dari
masing-masing Badan Usaha sesuai dengan Izin Usaha untuk memenuhi
cadangan nasional Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan Pemerintah;
 Menetapkan pemanfaatan bersama atas fasilitas Pengangkut-an dan
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak serta fasilitas penunjangnya milik
Badan Usaha dalam kondisi yang sangat diperlukan dan/atau untuk
menunjang optimasi distribusi di daerah terpencil;

Bertanggung Jawab
 Bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha
ketersediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak ke seluruh NKRI,
yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur
 Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan,
Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang
diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar,
sehat, dan transparan
 Bertanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan
pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berada pada
departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen lain yang terkait.

26
 Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian
Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa
 Bertanggungjawab kepada Presiden.
 Memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri mengenai hasil
kerjanya secara berkala setiap 6 (enam) bulan dan/atau apabila
diperlukan.

Fungsi, Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab BPH Migas berdasarkan


Perundang-undangan
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 1 ayat (24) berbunyi :
“Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan
pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan
Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir”
Pasal 8 berbunyi :
1. “Pemerintah memberikan prioritas terhadap pemanfaatan Gas
Bumi untuk kebutuhan dalam negeri dan bertugas menyediakan
cadangan strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan
Bahan Bakar Minyak dalam negeri yang diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
2. “Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran
pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan
komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
3. “Kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa yang
menyangkut kepentingan umum, pengusahaannya diatur agar
pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.”
4. “Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan dan
pengawasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat

27
(2) dan ayat (3) yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan
Pengatur.”

Pasal 29 berbunyi :
1. “Pada wilayah yang mengalami kelangkaan Bahan Bakar
Minyak dan pada daerah-daerah terpencil, fasilitas
Pengangkutan dan Penyimpanan termasuk fasilitas
penunjangnya, dapat dimanfaatkan bersama pihak lain.”
2. “Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur oleh Badan Pengatur dengan tetap
mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis.”

Pasal 41 berbunyi :
1. “Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan
pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap
ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berada pada departemen yang bidang tugas dan
kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi dan departemen lain yang terkait.”
2. “Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dilaksanakan oleh Badan
Pelaksana.”
3. “Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir
berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan oleh Badan Pengatur.”

Pasal 46 berbunyi :

28
1. “Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan
pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas
Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana
dimaksud dalam 5 Pasal 8 ayat (4).
2. “Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan
Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah dapat
terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam
negeri
3. Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi pengaturan dan penetapan mengenai :
- ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;
- cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;
- pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan
Bakar Minyak;
- tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;
- harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil;
- pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.
4. Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mencakup juga tugas pengawasan dalam bidang-bidang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (4) terdiri atas komite dan bidang.
2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 1
(satu) orang ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang
anggota, yang berasal dari tenaga profesional.
3) Ketua dan anggota Komite Badan Pengatur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh

29
Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(4) bertanggung jawab kepada Presiden.
5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

2.2.3 Landasan Hukum yang telah dibentuk oleh Pemerintah tentang


Minyak dan Gas Bumi (MIGAS)

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,
iambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur
Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan
Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 141, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4253);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha
Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4436) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4996);
4. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 tanggal 16 November 2005
tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak
Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor
45 Tahun 2009 tanggal 23 Oktober 2009;

30
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Berdasarkan realita yang ada dalam pelayanan pengisian bahan
bakar di SPBU masih terdapat beberapa kecurangan yang merugikan
masyarakat.
Kecurangan yang ada ditempat bermacam-macam tergantung
media apa yang digunakan. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan
keuntungan yang berlebih pasti akan mencari dimana letak titik lemah
dari perdagangan tersebut. Trik yang biasa digunakan oleh SPBU nakal
untuk mendapatkan untung yang lebih dari pelanggannya adalah tembak
gigi, argo tidak dari nol, dan argo loncat.
Sedangkan pemerintah sudah membentuk peraturan tentang
pengawasan terhadap pelaksaan penyediaan dan pendistribusian bahan
bakar minyak yang terdapat pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi.

3.2. Saran
a. Bagi Pemerintah

31
Dengan adanya permasalahan ini diharapkan pemerintah selalu
mendampingi pihak-pihak terkait untuk menekan kecurangan
takaran BBM di SPBU bahkan bisa mengilangkan praktek
kecurangan takaran SPBU agar hak-hak konsumen tetap terlindungi.
b. Bagi masyarakat
Dengan adanya permasalahan ini diharapkan masyarakat harus
tetap berhati-hati bila mengisi BBM di SPBU, karena masih ada
SPBU yang melakukan kecurangan yang lepas dari pengawasan
pemerintah.

32
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohamidjojo, Soetojo. Hukum Perikatan. Cet. II. Surabaya: PT. Bina


Ilmu, 1984.

Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta :


UGM Press, 2002.

Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006.

Sughandi. KUHP. Surabaya: Usaha Nasional, 1980.

Kumpulan Peraturan Kemetrologian. Undang-undang No.2 Tahun 1981 tentang


Metrologi Legal. Surabaya, 2012.

http://tesargusmawan.wordpress.com/2011/11/29/franchise-spbu-pertamina/
Diakses pada tanggal 25 April 2017 pukul 13.11 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_pengisian_bahan_bakar
Diakses pada tanggal 25 April 2017 pukul 14.05 WIB.

http://inputbali.com/berita-bali/trik-trik-spbu-nakal-dan-solusi-mengatasinya
Diakses pada tanggal 26 April 2017 pukul 10:36 WIB.

33

Anda mungkin juga menyukai