Anda di halaman 1dari 5

PROBLEMATIKA REKAM MEDIS DAN GERAKAN PERUBAHANNYA

Delia Nur Arinda


D3 PMIK 1B , Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
delianurarindaii@gmail.com

Penjelasan pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan


rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Kedua pengertian rekam medis di atas menunjukkan perbedaan yaitu
Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam
UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU
Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku untuk sarana kesehatan maupun di luar
sarana kesehatan.
Kegunaan utama dokumen rekam medis adalah sebagai bukti perjalanan
penyakit pasien dan pengobatan yang telah diberikan, alat komunikasi diantara para
tenaga kesehatan yang memberikan perawatan kepada pasien, sumber informasi
untuk riset dan pendidikan, serta sebagai sumber dalam pengumpulan data statistik
kesehatan.
Penggunaan rekam medis kepada pihak lain (secondary release) menjadi
tanggung jawab Sarana Pelayanan Kesehatan untuk melindungi informasi
kesehatan yang terdapat di dalam rekam medis terhadap kemungkinan hilang,
rusak, pemalsuan, dan akses yang tidak sah. Menurut Hatta (dalam Handayani dan
Sudra, 2013:2) rekam medis hanya dapat dikeluarkan berdasarkan otoritas rumah
sakit yang berwenang dan kerahasiaan isinya dikeluarkan berdasarkan izin dari
pasien yang bersangkutan, sehingga informasi yang terdapat di dalamnya dapat
dipertanggungjawabkan.

141
142

Pengisian dokumen rekam medis yang tepat dan akurat merupakan kegiatan
yang sangat penting dalam memberikan pelayanan. Menurut Siguyanto (2006)
mengatakan bahwa, “agar rekam medis terisi dengan tepat dan akurat, perlu adanya
kebijakan dari instansi yang bersangkutan tentang kewenangan pengisian rekam
medis, yang berisi tentang riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit,
tanda tangan dokter yang menerima dan atau merawat pasien”.
Selama ini pengisian data rekam medis oleh para petugas kesehatan di
sejumlah rumah sakit masih sangat minim. Alasannya pun beragam, salah satu
alasan tidak lengkapnya pengisian rekam medis adalah stres. Menurut Tarwaka
(dalam Sartika dan Sugiharto, 2016:2), bahwa stres adalah reaksi negatif manusia
akibat adanya tekanan yang berlebihan atau jenis tuntutan lainnya. Stres kerja dapat
diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu
berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Stressor kerja merupakan segala
kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai tuntutan dan dapat
menimbulkan stres kerja.
Alasan lain tentang pengisian dokumen rekam medis yang sesuai dengan
hasil penelitian Rahayu (dalam Pamungkas, Mawarti, dan Solikhah, 2010:9) yaitu
keterbatasan waktu komunikasi antara dokter spesialis dengan petugas kesehatan,
khususnya perawat dan petugas rekam medis yang mengakibatkan kesempatan
untuk melengkapi berkas rekam medis terbatas.
Berbeda dengan Rahayu, menurut Elfavira (dalam Indar dan Naiem,
2013:16) bahwa, “faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengisian rekam
medis adalah latar belakang pendidikan tenaga kesehatan, masa kerja,
keterampilan, motivasi, alat kerja, sarana kerja, waktu kerja, pedoman tertulis dan
kepatuhan terhadap pedoman”.
Merujuk pada salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengisian
rekam medis yaitu masa kerja, menurut Azizah (dalam Indar dan Naiem, 2013:8)
masa kerja yang sudah lama biasanya memiliki pengalaman yang cukup, akan tetapi
pada umumnya juga mempunyai tingkat kejenuhan yang tinggi dan sangat
berpengaruh pada kelengkapan pengisian rekam medis.
Pendapat Azizah akhirnya terpatahkan dengan hasil penelitian Akbar
(dalam Indar dan Naiem, 2013:8) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
143

bermakna antara masa kerja dokter dengan kelengkapan pengisian data rekam
medis. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Sugiyanto (dalam Indar dan
Naiem, 2013:17) yang menyatakan, “tidak ada hubungan lama kerja dokter dengan
kelengkapan pengisian data rekam medis pada lembar resume”.
Melihat dari berbagai sudut pandang, Erfavira (2012:6) menyimpulkan
bahwa kelengkapan pengisian rekam medis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain.
1. Latar belakang pendidikan tenaga kesehatan.
2. Masa kerja.
3. Pengetahuan mengenai rekam medis (manfaat, kegunaan, pertanggung
jawaban).
4. Ketrampilan
5. Motivasi.
6. Alat kerja.
7. Sarana kerja.
8. Waktu kerja.
9. Pedoman tertulis.
10. Kepatuhan terhadap pedoman.
Dokumen rekam medis identik dengan kertas, tetapi kini ditemukan inovasi
baru tentang dokumen rekam medis yaitu RME (Rekam Medik Elektronik). Rekam
medik elektronik merupakan penyajian kebenaran data pasien yang baik, dan
sepenuhnya ditentukan oleh kelengkapan dan konsistensi klinisi memasukkan
informasi itu di dalam RME selama aktivitas pelayanan kesehatan sehari-hari. Ini
sesuai dengan penelitian dari Ekawati, Laksono, dan Sanjaya (2012:7) bahwa
perilaku klinisi memainkan peran penting dalam kualitas data.
Salah satu penemuan inovasi baru tentang pendataan rekam medis melalui
sarana elektronik yaitu RFID. RFID (Radio Frequency Identification) menurut
Santoso (dalam Riyuska dan Wildian, 2016:1) adalah suatu metode identifikasi
secara otomatis yang menggunakan gelombang radio untuk mengidentifikasi objek
dan membaca informasi dari sebuah tag yang dapat digunakan dibidang kesehatan.
Prinsip kerja sistem yang dibuat secara umum adalah mendeteksi kode kartu pasien
144

yang terdapat pada kartu label RFID (RFID tag pasif) dengan kode pasien pada
database melalui gelombang radio.
Jika kodenya cocok, maka rekam medis pasien bersangkutan akan muncul
dengan sendirinya (secara otomatis) pada monitor komputer. Dengan sistem ini,
pencarian rekam medis pasien diharapkan dapat jauh lebih cepat, dan kesalahan
memasukkan atau mengeluarkan data rekam medis untuk pasien-pasien yang
bernama sama dapat dihindari karena tiap pasien memiliki kode yang berbeda.
Berbeda dengan RFID, sesuai penelitian dari Fitrialny dan Ardon (2013:7),
Puskesmas Kapau melakukan gerakan perubahan dengan membuat rancangan
program database rekam medis elektronik menggunakan program Microsoft Office
Access 2007. Microsoft Office Access 2007 adalah program aplikasi basis data
komputer yang digunakan untuk merancang, membuat dan mengolah berbagai jenis
data dengan kapasitas yang besar.
Database rekam medis pasien ini sangat berguna bagi Puskesmas Kapau
karena dapat mempermudah kerja petugas dalam pencarian lokasi arsip rekam
medis pasien yang dibutuhkan. Selain itu, dengan adanya database rekam medis
pasien ini dapat mempersingkat waktu kerja petugas karena dapat ditemukan
kembali secara cepat dibandingkan dengan pencarian secara manual yang tergolong
lambat dan memakan waktu yang lama.

Daftar Rujukan
Ekawati, M. E., Laksono, I. S., & Sanjaya, G. Y. (2012). Rekam Medis Elektronik
Tidak Menjamin Kelengkapan Dokumentasi Kesehatan Pasien. 7.
(https://publikasi.dinus.ac.id/index.php/fiki2013/article/viewFile/529/306),
diakses 13 September 2018.
Erfavira, A. (2012). Perbedaan Kelengkapan Pengisian Rekam Medis Antara
Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Darurat di Poli Bedah RSUP DR.
Kariadi Semarang. Jurnal Media Medika Muda, 6.
Fitrialny, R., & Ardoni. (2013). Program Database Elektronik Rekam Medis Pasien
di Puskesmas Kapau, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. 7.
(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/iipk/article/view/2331/1948), diakses
pada 13 September 2018.
Handayani, A. R., & Sudra, R. I. (2013). Tinjauan Penggunaan Rekam Medis untuk
Klaim BPJS Pasien Rawat Inap di RSUD Banyumas. 2.
(https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/viewFile/639/568),
diakses 13 September 2018.
145

Indar, I., & Naiem, M. F. (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan
Rekam Medis di RSUD H. Padjonga DG. Ngalle Takalar. Jurnal AKK, 8-
17.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2006). Manual Rekam Medis. 3.
(http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/48290/mod_resource/content/1/6
2_MANUAL_REKAM_MEDIS.pdf), diakses 13 September 2018.
Pamungkas, T. W., Marwati, T., & Solikhah. (2010). Analisis Ketidaklengkapan
Pengisian Berkas Rekam Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Jurnal Kes Mas, 9.
Riyuska, A., & Wildian . (2016). Rancang Bangun Sistem Identifikasi Data Pasien
pada Rekam Medis Elektronik Menggunakan Teknologi RFID. Jurnal
Fisika Unand, 1.
Sartika, D., & Sugiharto. (2016). Gambaran Stres Kerja Pegawai Bagian Rekam
Medis Rumah Sakit Bhakti Wiratamtama Semarang. Jurnal Unnes Journal
of Public Health, 2.
Sugiyanto, Z. (2006). Analisis Perilaku Dokter dalam Mengisi Kelengkapan Data
Rekam Medis Lembar Resume Rawat Inap di RS Ungaran Tahun 2005. 4.
(http://eprints.undip.ac.id/4397/), diakses 13 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai