Anda di halaman 1dari 35

BAB I

BASIC SCIENE

1.1 Anatomi

1.1.1 Empedu dan Salurannya

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti pear dengan panjang

bervariasi 7-10 cm yang berada di fossa gallbladder di permukaan viseral hepar junction

antara bagian kanan dan kiri hepar dan berisi 30-50 mL dan jika terjadi obstruksi dapat

menampung sekitar 300mL. Kandung empedu mempunyai tiga bagian yaitu fundus,

korpus dan leher. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu,

menonjol di batas inferior hepar di ujung costae ke 9 midclavicular line. Korpus

merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Leher adalah bagian yang sempit dari

kandung empedu yang terhubung dengan cystic duct.

1
Kandung empedu sepenuhnya tertutupi oleh peritoneum visceral kecuali bagian

infundibulum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh

batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann).

Duktus sistikus memiliki panjang 3-4 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral yang disebut dengan katup spiral Heister

yang berfungsi memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu.

Bile duct atau common bile duct merupakan pertemuan atau gabungan antara

cystic duct dan common hepatic duct, memiliki panjang sekitar 5 – 15 cm. Pada bagian

distalnya akan terbuka ke duodenum melalui major duodenal papila yang aka bergabung

dengan duktus pankreatikus menjadi hepatopancreatic ampulla. Di bagian distal bile

duct terdapat otot sirkular yang menebal membentuk sfingter oddi.

2
Vaskularisasi kandung empedu (a) arteri hepatika kanan (b) arteri koledokus

kanan (c) arteri retroduodenal (d) cabang kiri arteri hepatika (e) arteri hepatika (f) arteri

koledokus kiri (g) arteri hepatika komunis (h) arteri gastroduodenal.

Drainase vena dari bagian leher dan duktus sistikus ke vena cystic bergabung

dengan cabang kanan vena portal vena dari bagian fundus dan body of gallbladder yang

langsung berhubungan dengan ke liver.

3
Drainase limfatik kebanyakan hepatic lymph node, cystic lyph node, didekat

leher kantung empedu. Bagian vena efferen dari nodus limfatik didrainase ke bagian

coeliac lymph node.

Inervasi kantung empedu bagian simpatik ke saraf celliac plexus sedangkan saraf

parasimpaytik ke CN X (vagus).

4
1.2 Histologi

Secara histologi dinding kantung empedu terdiri dari bagian membran mukosa

terbentuk dari simple columnar epithelium dan lamina propia, bagian muskularis tipis

dengan jaringan ikat otot ke berbagai arah dan bagian eksternal adventitia atau serosa.

5
1.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara

500-1000 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 30-50 ml empedu.

Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan

di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah

memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu

memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali

dan mengurangi volumenya 80-90%.

Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu:

6
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,

karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu

mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih

kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam

empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju

dan melalui membran mukosa intestinal.

 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan

yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran

hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini

terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.

Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung

empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan

dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam

duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat

saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu

mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai

respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,

pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak

yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh

dalam waktu sekitar 1 jam dan 60 – 90 menit kemudian gall bladder terisi kembali

secara bertahap.

7
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam

empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Sel epitel

gallbladder mengekskresikan ke lumen glikoprotein ( proteksi mukosa terhadap efek lisi

bile ) dan ion hidrogen ( menurunkan pH bile yang akan meningkatkan solubilitas

Kalsium sehingga mencegah pembentuka presipitasi garam kalsium.

Klasifikasi Jenis Batu

Jenis batu empedu dibedakan menjadi dua yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Di

negara barat insidensi batu kolesterol sekitar 80% sedangkan batu pigmen insidensinya

lebih jarang.

1. Batu kolesterol

Berbentuk lebih bervariasi (bulat, berduri, buah murbei), multiple / soliter,

permukaan licin dan hampir selalu terbentuk di kandung empedu dan mengandung lebih

dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang

mengandung > 50% kolesterol). Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah

hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu

dan lesitin.

Proses fisik pembentukan batu kolesterol ditentukan oleh tiga faktor utama :

1. Supersaturasi kolesterol

2. Penbentukan nidus dan kristalisasi

8
3. Berkurangnya motilitas kandung empedu

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung < 20%

kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen coklat

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, seperti lumpur, mudah dihancurkan dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat

terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu utamanya.Stasis dapat

disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi

parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Beta

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan

asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak

larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi

bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini

terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Biasanya terbentuk di

billiary tree.

b. Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan

sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak

ditemukan pada penderita dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam

9
ini terutama terdiri dari derivat 25 polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu

ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan

empedu yang steril.

10
BAB II

CLINICAL SCIENCE

KOLELITHIASIS

2.1 Definisi

Cholelithiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang

membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu

(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-

duanya.

2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko

Batu empedu merupakan salah satu penyakit tersering dari sistem

pencernaan. Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko

11
tinggi yang disebut ”6 Fs” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama

kehamilan, fat (gemuk), fair, food dan fifties (lima puluh tahun).

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin

banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.

Faktor resiko tersebut antara lain:

1. Genetik

Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu

empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di

USA 10-20% laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering

ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering

ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.

2. Umur

Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit

penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,

sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.

3. Jenis Kelamin

Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan

perbandingan 4:1. Di USA 10- 20% laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu,

sementara di Italia 20% wanita dan 14% laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah

penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.

12
4. Faktor Lainnya

Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,

makanan, riwayat keluarga, dan aktifitas fisik.

2.3 Patofisiologi

Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir

dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Ketika empedu terkonsentrasi di

kantong empedu, dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang kemudian mengendap dari

larutan sebagai kristal mikroskopis. Kristal terjebak dalam mukus kandung empedu,

kandung empedu memproduksi endapan. Seiring waktu, kristal tumbuh, agregat, dan

bersatu untuk membentuk batu makroskopik. Oklusi saluran oleh endapan dan / atau

batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam

pembentukan batu empedu adalah kolesterol dan kalsium bilirubinate.

Batu Empedu Kolesterol

Lebih dari 80% dari batu empedu di Amerika Serikat mengandung kolesterol

sebagai komponen utama mereka.Sel-sel hati mengeluarkan kolesterol dalam empedu

bersama dengan fosfolipid (lesitin) dalam bentuk gelembung bermembran kecil yang

sferis, disebut vesikel unilamellar.Sel-sel hati juga mengeluarkan garam empedu, yang

merupakan deterjen kuat yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak

makanan.

13
Garam empedu dalam empedu melarutkan vesikel unilamellar untuk membentuk

agregat larut disebut misel campuran.Hal ini terjadi terutama di kantong empedu, di

mana empedu terkonsentrasi oleh reabsorpsi elektrolit dan air.Dibandingkan dengan

vesikel (yang dapat menyimpan hingga 1 molekul kolesterol untuk setiap molekul

lesitin), misel campuran memiliki daya tampung kolesterol yang lebih rendah (sekitar 1

molekul kolesterol untuk setiap 3 molekul lesitin).Jika cairan empedu mengandung

proporsi kolesterol yang relatif tinggi, kemudian sebagai empedu terkonsentrasi, disolusi

bertahap dari vesikel dapat menyebabkan keadaan di mana kolesterol pada misel dan

yang tersisa di vesikel melebihi kapasitas. Pada titik ini, empedu sangat tersaturasi

dengan kolesterol, dan kristal kolesterol monohidrat dapat terbentuk.

Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu empedu

kolesterol akan terbentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-sel

hati, relatif terhadap lecithin dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan tingkat

stasis empedu di kandung empedu.

Batu Empedu Kalsium, Bilirubin, Dan Pigmen

Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif

disekresi ke empedu oleh sel-sel hati.Sebagian besar bilirubin dalam empedu adalah

dalam bentuk konjugat glukuronida, yang merupakan cukup larut dan stabil dalam air,

tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi.Bilirubin tak terkonjugasi,

seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan

tidak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu bersama dengan elektrolit lain

secara pasif.

14
Dalam situasi perputaran heme yang tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis,

bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu lebih tinggi dari konsentrasi

normal.Kalsium bilirubinate kemudian dapat mengkristal dari larutan dan akhirnya

membentuk batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin presipitat

untuk mengambil warna hitam pekat, dan batu yang terbentuk dengan cara ini disebut

batu empedu pigmen hitam. Batu pigmen hitam mewakili 10-20% dari batu empedu di

Amerika Serikat.

Empedu biasanya steril, namun dalam beberapa kondisi yang tidak biasa

(misalnya, di atas striktur bilier), mungkin menjadi koloni oleh bakteri. Bakteri

menghidrolisis bilirubin terkonjugasi, dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi

dapat menyebabkan pengendapan kristal kalsium bilirubinate. Bakteri juga

menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam lemak, yang juga dapat mengikat kalsium

dan endapan dari larutan.Batu yang dihasilkan memiliki konsistensi seperti tanah liat

dan disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol atau pigmen hitam batu

empedu, yang membentuk hampir secara eksklusif di kandung empedu, batu empedu

pigmen coklat sering membentuk de novo di saluran empedu.Batu empedu pigmen

coklat yang biasa di Amerika Serikat tetapi cukup umum di beberapa bagian Asia

Tenggara, kemungkinan berhubungan dengan serangan cacing hati.

2.4 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan kolesterol

yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi

kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya

dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu.

15
Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan

empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi

serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi

kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,

malnutrisi, dan faktor diet.Kelebihan aktivitas enzim b-glucuronidase bakteri dan

manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien

dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak

terkonjugasi yang akan mengendap sebagaicalcium bilirubinate. enzim b-glucuronidase

bakteri berasal kuman E.colidan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat

dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet rendah

protein dan rendah lemak.

Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis,

penyakithemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle.Batu pigmen hitam terjadi

akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini

disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi

bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin

tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas

membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi

yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini mera3ngsang

pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin

tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu.

16
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang

terinfeksi.Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu

pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol yang

sangat jenuh.Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen

coklat.Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak

dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.Kondisi

stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.

Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri

memproduksi enzim b-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida

menjadi bilirubin tak terkonjugasi.Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan

enzim hidrolase garam empedu.Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam

lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi

asam empedu bebas.Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan

kalsium membentuk suatu garam kalsium.Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium

dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak.

Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.

17
18
2.5 Manifestasi Klinis

Sebagian besar pasien kolelithiasis tidak mengeluhkan adanya gejala atau

asimptomatik dan biasanya diketahui adanya batu merupakan suatu kebetulan sewaktu

pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut atau perabaan sewaktu operasi. Sekitar 10-

15 tahun kemudian menjadi timbul gejala sebanyak 20% dengan 10% adanya

komplikasi.

Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh

penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan

perlintasan empedu oleh batu empedu. Nyeri kolik bilier yang dirasakan pada daerah

epigastrium, kuadran kanan atas abdomen yang dapat menjalar ke legan kanan dan

subscapular kanan. Nyeri dapat berlangsung 15 menit sampai beberapa jam. Gangguan

ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak. Gejala yang

mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri kolik bilier, demam, ikterus,

perubahan warna urin kadang gelap.

Pada pasien yangmengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya

obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi

dan menimbulkan infeksi. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah

ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.Salah satu gejala khas

dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu

oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa

gatal-gatal di kulit.Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat

gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat.

19
2.6 Diagnosis

2.6.1 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan

pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi

leukositosis, biasanyaakan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan

duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan

mungkin kadar amylase serum biasanya meningkatsedang setiap kali terjadi serangan

akut.

b. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomenbiasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos

abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagaimassa jaringan lunak dikuadran kanan atas

yang menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.

20
Foto Rongent pada kolelitiasis

c. Ultrasonografi

Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan

merupakanpilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan

spesifisitaslebihdari 95%.

Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai :

- Memastikan adanya batu empedu

- Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya

- Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau

didalamduktus.

Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu :

 Ultrasonografi trans abdominal. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri,

murah dan tidak membahayakan pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat

didiagnosis dengan ultrasonografi transa bdominal, namun kurang baik dalam

21
mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat

mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45 mm.

 Ultrasonografi endoskopi. Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan

gambaran yang lebih baik dari pada ultrasonografi trans abdominal. Karena sifatnya

yang lebih invasif dan juga dapat mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus

biliaris lebih baik. Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak

menimbulkan risiko bagi pasien. Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran

empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.

Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau

udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus.Dengan

ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren

lebih jelas dari pada dengan palpasi biasa.

Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu

22
d. Kolesistografi oral

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah,sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah danukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubinserum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis

karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian

kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandungempedu.

23
Hasil Kolesistografi

e. CT scan
Pemeriksaan CT Scan yang dilakukan akan memperlihatkan lebih detail lagi

mengenai keberadaan batu, ada atau tidaknya sumbatan, dan pelebaran saluran empedu

serta berbagai komplikasi yang terjadi seperti inflamasi maupun kandung empedu yang

ruptur. Metode pemeriksaan ini lebih mahal dibandingkan metode pemeriksaan dengan

USG.

CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

f. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)


Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus,kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi

ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke

dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP

berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati, ikterus

24
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksibilier dan juga dapat

digunakan untuk menyelidiki gejala gastro intestinal pada pasien-pasien yang kandung

empedunya sudahdiangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi atau

infeksi.

ERCP menunjukkan batu empedu di duktusekstrahepatik (panah pendek) dan

diduktusintrahepatik (panah panjang)

g. Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)


Magnetic resonance echolangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi

dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati

duktusbiliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus

biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

25
Hasil MRCP

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 . Konservatif

a). Lisis batu dengan obat-obatan

Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami

keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya

keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga

penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan

batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 1-2 tahun terapi dan

diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari

1 cm dengan angka kekambuhan 50% dalam 5 tahun.

b). Disolusi kontak

26
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC (Percutaneous transhepatic

cholangiogram) dan instilasi langsung pelarut kolesterol kekandung empedu. Meskipun

pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten ( metil-ter-butil-eter

(MTBE) ) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan perkutan telah

terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini

invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi.

c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy = ESWL)

Litotripsi gelombang elektro syok meskipun sangat populer beberapa tahun yang

lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar

telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.Efektifitas ESWL memerlukan terapi

adjuvant asam ursodeoksilat.

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan dari sudut pandang penderita karena:

1. Dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas

penderita.

2. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang

umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan.

27
ExtarcorvoralShockWave Lithotripsy (ESWL)

2.7.2. Penanganan operatif

a). Open kolesistektomi

28
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

Pada kolesistktomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya pada

kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara memasukkan

kontras lewat kateter kedalam duktus sistikus untuk mengetahui outline dari saluran

bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada kemungkinan

10 persen terdapat batu pada saluran empedu.

b). Kolesistektomi laparoskopik.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut.Karena semakinbertambahnya pengalaman,banyak ahli bedah mulai

melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut danpasien denganbatu

duktus koledokus.Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,

pemulihan lebihcepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah

sakit dan biaya yang lebih murah.Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.

Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,berhubungan

dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi

lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Dengan menggunakan teknik laparoskopikualitas pemulihan lebih baik, tidak

terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam10 hari, cepat bekerja

29
kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas

olahraga.

Open kolesistektomi dan Kolesistektomi laparoskopik

2.8 Komplikasi

Batu empedu dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran empedu atau

pindah ke dalam sistem pencernaan.Inilah yang biasanya menyebabkan komplikasi

serius.

1. Kolesistitis

Kolesistitis akut terjadi saat cairan empedu menumpuk dalam kantong empedu karena

ada batu empedu yang menyumbat saluran keluarnya cairan itu.

Gejala-gejala pada kolesistitis akut di antaranya adalah sakit di perut bagian atas yang

menjalar ke tulang belikat, demam tinggi, serta detak jantung yang cepat.

30
Antibiotik umumnya digunakan sebagai penanganan pertama untuk mengatasi infeksi

sebelum operasi pengangkatan kantong empedu dilakukan.Prosedur yang digunakan

biasanya adalah operasi ‘lubang kunci’.

2. Abses kantong empedu

Nanah terkadang dapat muncul dalam kantong empedu akibat infeksi yang parah. Jika

ini terjadi, penanganan dengan antibiotik saja tidak cukup dan nanah akan perlu disedot.

3. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan pada lapisan perut sebelah dalam yang dikenal sebagai

peritoneum.Komplikasi ini terjadi akibat pecahnya kantong empedu yang mengalami

peradangan parah.Penanganannya meliputi infus antibiotik, hingga operasi untuk

mengangkat bagian peritoneum yang mengalami kerusakan parah.

4. Penyumbatan Saluran Empedu

Tersumbatnya saluran empedu oleh batu membuat saluran ini menjadi rentan terserang

bakteri penyebab infeksi, atau secara medis disebut kolangitis akut.Komplikasi ini

umumnya dapat ditangani dengan antibiotik dan prosedur kolangiopankreatografi

retrograd endoskopik (ERCP).Gejala pada infeksi ini adalah sakit di perut bagian atas

yang menjalar ke tulang belikat, sakit kuning, demam tinggi, meriang, gatal pada kulit

dan linglung.

5. Pankreatitis Akut

31
Pankreatitis akut juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi jika batu

empedu keluar dan menyumbat saluran pankreas. Peradangan pankreas ini akan

menyebabkan sakit yang hebat pada bagian tengah perut. Rasa sakit ini akan bertambah

parah dan menjalar ke punggung, terutama setelah makan.

Selain sakit perut, pankreatitis akut juga dapat menyebabkan gejala lain. Di antaranya

adalah diare, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, demam tinggi, dan sakit kuning.

Posisi bungkuk atau meringkuk mungkin dapat membantu meringankan sakit perut

akibat pankreatitis akut.Komplikasi ini tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan

khusus.Tujuan penanganan hanya untuk menopang fungsi tubuh sampai peradangan

mereda dengan sendirinya.Perawatan di rumah sakit umumnya berlangsung sekitar satu

minggu sebelum pasien diizinkan pulang, seperti pemberian cairan infus, terapi oksigen,

obat pereda rasa sakit, hingga pengaturan pola makan.

6. Hidrop kandung empedu

7. Empyema kandung empedu

8. Fistel kolesistoenterik

9. Gallstone ileus

10. Komplikasi operatif

 Open kolesistektomi

32
Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,perdarahan, dan

infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang

menjalanikolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan

0,17 %, pada pasienkurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %, sedangkan pada

penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.

 Kolesistektomi laparoskopik.

Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stumpduktussistikus dan

trauma duktusbiliaris.

2.9 Prognosis

Pada kolesistolitiasissendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya

kematian atau ditandai dengan kecacatan.Bagaimanapun bisa disebabkan karena adanya

komplikasi.Jadi prognosis kolesistolitiasis tergantung dari ada atau tidaknya komplikasi

dan berat atau ringannya komplikasi.Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan

oleh batu yang berada didalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam

jiwa.Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil

yang didapatkan biasanya sangat baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO (2005). Histologi dasar 11th edition. Jakarta:

EGC, pp: 279-311.

2. Moore, K. L, Persaud, T. V. N, Torchia, M. G. (2013). The Developing Human.

Clinicaly Oriented Embryology. 9th ed. Canada: Elseviers Saunders.

3. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.

4. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles

of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.

5. http://www.scribd.com/doc/26152642/makalah-kolelitiasis

6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:

PenerbitBuku Kedokteran EGC. 2016. 570-9.

7. Kumar, P., & Clark,M.L2009. Kumar & Clark’s Clinical Medicine 7th Edition.

Spain: Elsevier.

34
35

Anda mungkin juga menyukai