Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bola mata tidak seutuhnya berbentuk bola. Hal ini akibat dari

perbedaan kelengkungan di tiap-tiap bagiannya. Pada kornea memiliki

jari-jari kelengkungan 8 mm sedangkan pada sklera memiliki

kelengkungan 12 mm. Diameter anteroposterior pada mata dewasa 23-

25mm. Pada mata miopia cenderung lebih panjang dan pada mata

hipermetropia cenderung lebih pendek.1,2 Kornea merupakan jaringan

khusus yang bertujuan sebagai tembok perlindungan terhadap organ

intraokular dan sekaligus bertindak seperti lensa yang membantu agar

bayangan jatuh tepat pada retina karena permukaan yang sferis dan sifat

transparan dari kornea.3

. Kornea manusia kaya akan serabut saraf aferen. Kira-kira 70-80

cabang serabut saraf siliar posterior yang masuk ke kornea melalui

limbus.2 Kornea membentuk 1/6 bagian anterior dari lapisan fibrous luar

yang menutupi bola mata. Kornea merupakan jaringan avaskular dengan

ukuran horizontal 10-12 mm dan ukuran vertikal 10-11 mm. Kornea

merupakan media refraksi dimana indeks refraksi bernilai 1,376. Kornea

memberikan peran yang sangat tinggi dalam kekuatan dioptri pada

penglihatan manusia sebanyak 74% yaitu dengan nilai 43.25 dioptri dari

total 58,60 dioptri.2,3


2

Trauma pada kornea menjadi sesuatu yang potensial untuk

terjadinya gangguan penglihatan pada mata baik taruma langsung

ataupun trauma tidak langsung. Maka menjadi penting untuk mengetahui

proses dari perbaikan/remodeling kornea agar meningkatkan efektifitas

dalam perawatan dan pengobatan pada pasien pasien dengan kerusakan

kornea.4

1.2. Tujuan

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari

lebih jelas tentang anatomi, fisiologi dan proses remodeling kornea.


3

BAB II

Anatomi dan Fisiologi Kornea

2.1. Prekornea

Prekornea merupakan lapisan air mata yang tersusun atas

beberapa kandungan cairan berbeda yang menutupi permukaan kornea,

konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Ketidaknormalan komposisi

dan gangguan volum pada lapisan ini akan mengurangi kejernihan

kornea. Lapisan ini memiliki 4 fungsi utama yaitu, sebagai media optik,

mekanik, nutrisi dan perlindungan.6 Prekornea ini tersusun atas 3 lapisan:

1. Lapisan minyak superfisial

Lapisan ini secara dominan diproduksi oleh kelenjar

meibom. Lapisan ini memiliki fungsi antara lain memperlambat

proses penguapan dan mencegah kerusakan akibat gesekan

konjungtiva bulbar dan palpebra dengan kornea. Lapisan ini

memiliki ketebalan 0,1 µm.

2. Lapisan tengah aqueous

Lapisan ini diproduksi oleh kelenjar lakrimal accessory.

Lapisan ini memiliki fungsi memberikan asupan oksigen ke

lapisan epitel kornea avaskular, menjaga kestabilan komposisi

elektrolit, memberikan pertahanan terhadap bakteri dan virus,

serta membersihkan kotoran-kotoran yang melekat. Lapisan ini

memiliki ketebalan 7 µm.


4

3. Lapisan mucin

Lapisan dikeluarkan oleh sel goblet pada konjungtiva.

Lapisan ini memiliki fungsi mengubah epitel kornea dari

hidrophobik ke hidrofilik, menangkap permukaan epitel yang

terlepas, benda asing, dan bakteri, serta melicinkan gerakan

kelopak mata. Lapisan ini memiliki ketebalan 3-30 µm.1,2,5

Gambar 1. Struktur lapisan prekornea

(Dikutip dari: Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section 2; Fundamental
and Principles Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology,
2015)
5

Gambar 2. Lapisan air mata (a) distribusi (b) struktur

(Dikutip dari: Skalicky SE, Ocular and Visual Physiology. Sydney: Springer Science.
2015)

2.2. Kornea

Kornea mulai berkembang dalam kandungan pada usia janin 33

hari dan terus berkembang matang sampai usia 5 bulan. Epitel kornea

berasal dari bagian permukaan ektoderm.6 Pada tahap awal pembentukan

kornea hanya terdapat membran basalin yang tertutup oleh 2 lapisan

epitel. Pada minggu berikutnya lapisan endotel mulai tumbuh diantara

membran basalis dan epitel bagian bawah dan tumbuh sampai bulan

ketiga. Stroma berkembang diantara epitel dan sel endotel. Membran

descement terdeteksi muncul pada bulan ketiga. Kornea pada fetal belum

jernih. Hal ini diakibatkan oleh hidrasi yang tinggi. Ketika jaringan pada

kornea telah matang, kandungan air dalam kornea mulai berkurang dan

kornea menjadi jernih.7


6

Kornea merupakan bagian transparan dari mata, yang merupakan

jaringan avaskular. Kornea meneruskan cahaya dengan panjang

gelombang 310-2500 nm dengan minimal terjadinya penghamburan

cahaya (<1%). Kornea merupakan media refraksi dimana indeks refraksi

bernilai 1,376. Kornea bersama dengan lapisan air mata memberikan

peran yang sangat tinggi dalam kekuatan dioptri pada penglihatan

manusia sebanyak 74% yaitu dengan nilai 43.25 dioptri dari total 58,60

dioptri. Kornea menjadi sumber terbnayak terjadinya astigmatisme pada

sistem optik manusia. Pada bagian perifer kornea mendapatkan suplai

oksigen dari sirkulasi di limbus2,3,5

Manusia dewasa memiliki korena dengan ukuran horizontal 10-12

mm dan ukuran vertikal 10-11 mm. Pada bagian tengah kornea memiliki

ketebalan 0,5 mm dengan pertambahan penebalan pada bagian perifer

kornea sehingga pada bagian perifer ketebalan kornea berkisar 0,7 mm.

Kornea memiliki rata-rata jari-jari kelengkungan diantara 7,5 – 8 mm. Pada

ukuran 3 mm dari pusat kornea dinamakan zona sentral dimana

permukaan kornea berbentuk sferis.3,8


7

Gambar 3. Dimensi Kornea

(Dikutip dari: Remington LA. Clinical Anatomy of The Visual System. USA:
Elsivier Inc. 2005)

Kejernihan kornea didapatkan melalui beberapa faktor diantaranya

kolagen lamela kornea yang sangat tersusun, kolagen fibril dalam kolagen

lamela yang memiliki panjang, diameter dan jarak yang

seragam/beraturan, matriks glikosaminoglikan yang menjaga keteratutan

cristaline pada kolagen fibril, dan endotel pump yang memindahkan cairan

dari kornea dan menjaga stroma dari dehidrasi. Gangguan yang terjadi

pada beberapa faktor ini akan membuat kejernihan kornea menjadi

menurun.5

Kornea memiliki keistimewaan dalam persarafannya dan menjadi

salah satu jaringan yang memiliki kerapatan persarafan dibandingkan

dengan jaringan lain. Sebagian besar saraf pada kornea bersifat sensorik,

dimana berasal dari saraf trigeminal. Cabang persarafan ini masuk ke

kornea dengan susunan yang melingkar dan bergerak sejajar dari epitel
8

ke stroma. Berkisar 1 mm keluar dari limbus, saraf ini melepas selaput

perineureum dan selaput myelin, hilangnya selaput ini berkontribusi dalam

sifat transparan pada kornea. Pada bagian akhir serabut saraf ini

membelok 900 ke arah epitel dan menjaga pembungkus sel schwan

melewati membran bowman. Pada epitel kornea adalah bagian yang

paling banyak mendapat persarafan dengan sekitar 300-400 lebih banyak

per unitnya dibandingkan dengan bagian kulit.14 Sejumlah neurotransmiter

dan neoropeptida yang dihasilkan saraf pada kornea yang mengandung

substansi P dan calcitonin gene-related peptida (CGRP) yang dihasilkan

saraf sensoriknya. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa saraf

kornea menghasilkan faktor tropik yang berguna dalam menjaga

kesehatan kornea. Degenerasi dari saraf kornea akibat perlukaan dan

penyakit yang menyebabkan keratitis neurotropik yang ditandai dengan

pengelupasan epitel kornea dan gangguan penyembuhannya.


9

Gambar 4. Distribusi persarafan pada kornea

(Dikutip dari: Foster CS, et all. The Cornea Scientific Foundations and Clinical
Practice. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2005)

Kornea mata terbagi atas 5 lapisan dari anterior dan posterior yang

terdiri dari lapisan epitel, membran bowman, stroma, membran descement

dan endotel.2,5,6,8,10,11
10

Gambar 5. Lapisan Kornea normal

(Dikutip dari: Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section 8; External
Disease and Cornea. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2015)

1. Lapisan epitel

Lapisan epitel kornea dan epitel konjungtiva bersambung dan

keduanya melapisi bagian permukaan bola mata. Lapisan ini tersusun

berlapis, non keratin dan berbentuk sel gepeng. Ketebalan dari

lapisan epitel kornea berkisar 50 µm yang merupakan 10% dari total

ketebalan kornea. Epitel kornea terdiri dari 5 atau 6 lapisan dengan 3

macam tipe sel epitel yaitu sel superfisial, sel wings dan sel basal

kolumner. Lapisan yang terakhir yang mana berikatan dengan

membran basal yang berbatasan dengan membran bowman.8,10,11


11

Tabel 1. Karakteristik tipe-tipe sel epitel kornea10

Tipe sel Bentuk Jumlah Ukuran Aktivitas

lapisan mitosis

Sel Datar 2-4 Diameter 40-60 µm -

superfisial Mikrovili Tebal nukleus 4-6 µm

Microplicae

Sel wing Seperti 2-3 -

sayap

Sel basal Kolumnar 1 Tinggi 18-20 µm +

Diameter 8-10 µm

Gambar 6. Epitel kornea dan membran bownman.

(Dikutip dari: Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section 2; Fundamental
and Principles Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology,
2015)
12

Sel superfisial merupakan perubahan sel yang bagian terakhir

yang mana akan rusak dan terlepas dari permukaan kornea. Pada

bagian ini terdapat mikrovilli yang menghasilkan glikokaliks dan

berikan dengan lapisan air mata. Sel wings merupakan perubahan

sebagian dengan bentuk seperti sayap, sebelum berubah menjadi sel

epitel superfisial. Pada sel basal terdapat hanya 1 lapisan yang

melekat pada membran basal, dimana aktivitas mitosis dari sel epitel

kornea terjadi di membran ini. Sel basal berasal dari sel stem pada

membran basal bagian perifer kornea (limbus). Tiap sel basal akan

membelah diri menjadi 2 sel wings dan berikutnya berubah menjadi

sel superfisial.5

Sel Epitel kornea merupakan sel yang unik dimana sel-sel ini

harus bertahan di atas stroma yang avaskular. Untuk menyelesaikan

masalah ini, sel ini terdapat banyak serabut saraf akhir yang tanpa

memiliki mielin melalui epitel kornea yang mana berperan dalam

penyedian neurotropik untuk menginervasi sel epitel kornea.

Kepadatan dari saraf ini per unit area di kornea berkisar 300-400 kali

lebih banyak dibandingkan pada kulit. Hal ini menyebabkan bagian

dari kornea memiliki tingkat sensitivitas yang kuat untuk menangkap

rangsangan nyeri. Serabut saraf akhir ini merupakan serabut yang

berasal dari saraf siliaris yang mana merupakan cabang dari saraf

trigeminal cabang oftalmik.12


13

2. Membran bowman

Membran bowman merupakan membran aselular yang

transparan. Membran ini memiliki ketebalan berkisar 12 µm yang

tersusun acak oleh fibril kolagen dan proteoglycan. Fibril kolagen pada

membran bowman adalah jenis kolagen tipe I dan III. Dengan

diameter fibril 20-30 nm dimana ukuran ini lebih kecil dibandingkan

dengan kolagen fibril di stroma kornea. Fungsi dari membran bowman

ini bersinergi dengan membran basal sebagai penyetabil lapisan epitel

kornea.6,9,12 Membran bowman tidak dapat regenerasi ketika

mendapatkan luka sehingga membran ini akan meninggalkan jaringan

skar dan akan mengganggu kejernihan kornea.12

3. Stroma

Stroma membentuk 90% dari ketebalan kornea dan merupakan

bagian paling tebal dari kornea. Stroma memiliki ketebalan 450-500

µm dan memiliki peran penting dalam menjaga kekuatan dan

keutuhan kornea. Stroma pada bagian anterior adalah bagian yang

paling kuat dan pada bagian posterior yang melekat pada membran

desemen adalah bagian yang paling lemah. Sel stroma dikenal

sebagai keratosit, karena sebagian besar stroma memiliki tipe sel

tersebut.5,13

stroma tersusun dari 200-250 stuktur lamella yang tersusun rapi

secara paralel. Jaringan ini merupakan jaringan fibril kolagen kolinear

yang memiliki ketebalan 2.0 µm dan panjang 9-260 µm. Kolagen pada
14

stroma didominasi oleh kolagen jenis tipe I dan V. Jaringan ini

tersusun paralel dan membentuk susunan hexagonal di lapisan yang

saling bersilangan, bentuk seperti ini dimana akan sangat penting

untuk meminimalkan penghamburan cahaya dan memberikan efek

transparan.6,12

Gambar 7. Keratinosit stroma kornea (A) keratinosit (B) Lamella stroma

(Dikutip dari: Copeland RA, et all. Principles and Practice of Cornea. London:
Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013)

Stroma memiliki komponen 3 grup utama protein utama yaitu

kolagen, proteoglikan dan glikoprotein lainnya (tabel 2). Semua dari 3

jenis protein ini memiliki ikatan kovalen dengan karbohidrat dan

disebut dengan glikoprotein.


15

Tabel 2. Komponen matriks ekstraselular kornea14

Komponen Lokalisasi

Normal Matriks Sementara

Kolagen Tabel 3

Decorin Stroma -

Keratocan Stroma -

Lumican Stroma Membran dasar

Mimmecan Stroma -

Perlecan Membran dasar Anterior stroma

Entactin/nidogen Membran dasar -

Laminin-1 Membran dasar Membran dasar

Laminin-5 Membran dasar Membran dasar

Laminin-10 Membran dasar -

Amyloid precursor like protein 2 - Membran dasar

Fibrilin Mikrofibril Anterior stroma

Fibrin - Anterior stroma


16

Fibronectine Membran Anterior stroma

descemen

Tenascin-c - Anterior stroma

a. Kolagen

Grup dari komponen protein yang palling banyak di tubuh

adalah kolagen. Pada kornea, kolagen memiliki komposisi 71%

dari berat kering kornea. Kolagen beserta proteoglikan membentuk

suatu rancangan dari banyak jaringan termasuk kornea, kartilagao,

kulit dan otot. 2 grup protein ini membuat komponen matriks

ekstraseluler terbanyak diantara sel-sel. Pada kornea, kolagen

ditemukan pada epitel dan membran dasar epitel, pada fibril

membran bowman dan lamella pada stroma. Berikut tabel yang

menampilkan lokasi-lokasi jenis kolagen pada kornea.14

Tabel 3. Jenis Kolagen pada Kornea14

Tipe Kolagen Lokasi

Tipe I Stroma fibril

Tipe III Scar

Tipe IV Membran dasar

Tipe V Stroma fibril


17

Tipe VI Stroma

Tipe VII Fibril

Tipe VIII Membran descemen

Tipe XII Stroma, membran dasar

Tipe XIII Stroma

Tipe XVII Hemidesmosomes

Tipe XVIII Membran dasar

Tipe XX Membran dasar

b. Proteoglikan

Grup protein kedua terbanyak pada stroma kornea adalah

proteoglikan. Proteoglikan ini tersusun atas sebuah protein inti

yang mengandung 1 atau lebih rantai glikosaminoglikan (GAG).

Ukuran dan persentase dari GAG berbeda-beda kepadatannnya

pada tiap-tiap proteoglikan. GAG dikenal sebagai

mukopolisakarida atau asam mukopolisakarida yang ditandai oleh

ikatan polimer linear dari uni disakarida.

c. Glikoprotein

Grup protein yang ketiga sebagai penyusun stroma pada

kornea adalah glikoprotein. Glikoprotein adalah protein yang


18

memiliki 1 atau lebih gula dengan ikatan kovalen berikatan dengan

rantai polipeptida. Rantai ikatan gula ini kebanyakan mengandung

jenis oligosakarida dan beberapa hanya jenis monosakarida dan

disakarida. Rantai karbohidrat pada glikoprotein mengandung

beberapa jenis gula termasuk D-galactose, D-mannose, L-fucose,

D-xylose, N-acetyl-D-glucosamine, N-acetyl-D-gallactosamine, dan

sialic acid. Lebih dari separuh total glikoprotein di stroma

mengandung jenis protein serum yaitu albumin, gamma globulin,

transferin, dan α-lipoprotein.14

4. Membran descement

Membran descement merupakan modifikasi dari membran basal

dari endotelium.2 Pada awal kelahiran manusia membran descement

ini hanya berukuran 3µm dan pada saat dewasa. Membran ini

memiliki ketebalan 8-12 µm. membran descement tersusun

bersambung dengan trabekula meshwork.7,14 Membran descement ini

tersusun atas sejumlah protein termasuk fibronektine, laminin, kolagen

tipe IV dan VIII dan proteoglikan yang mengandung heparin sulfate,

dermatan sulfate atau keratin sulfat.14

5. Endotel

Endotel kornea adalah lapisan tunggal yang berbentuk koboid.

Lapisan ini memiliki sel berjumlah berkisar 400.000 sel dengan


19

ketebalan 4-6 µm.12 Kepadatan sel endotel menurun seiring dengan

pertambahan usia. Penurunan ini berkisar dengan 0.3-0.6% pada

setiap tahunnya. Tidak seperti pada sel epitel kornea, sel endotel tidak

dapat melakukan mitosis setelah kelahiran. Sel-sel endotel terhubung

oleh struktur penghubung yang kompleks tetapi tidak ditemukan

desmosome pada lapisan ini. Sel pada endotel tidak dapat bereplikasi.

Penurunan kepadatan dari sel endotel berhubungan dengan

pertambahan usia, peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan

intraokular dan proses peradangan.12 Pada bayi baru lahir

kepadatannya mencapai 5500 sel/mm2 dan ketika dewasa menurun

menjadi 2500-3000 sel/mm2. Jumlah minimum dimana kornea masih

bisa menjalankan fungsinya dengan baik adalah 400-700 sel/mm2.

Endotel kornea memiliki fungsi sebagai pompa metabolik cairan.

Dimana pompa metabolik ini mengatur tingkat osmotik yang nantinya

akan menyebabkan perpindahan cairan dari stroma ke aqueous di

bilik depan mata. Hal ini berperan dalam mempengaruhi tingkat

kejernihan pada kornea.5


20

Gambar 8. Fungsi pompa endotel kornea

(Dikutip oleh: Copeland RA, et all. Principles and Practice of Cornea.


London: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013)

2.3. Limbus

Secara anatomi, limbus merupakan zona antara kornea,

konjungtiva dan sklera. Ini adalah sebuah zona yang terbentuk di sisi

kornea oleh sebuah garis yang tergambar antara akhir membran

bownman dan membran descement dengan konjungtiva dan sklera.

Sepanjang garis ini terdapat trabekula meshwork dan kanalis schlemm.

Beberapa fungsi muncul dari zona ini antara lain, sel basal dari epitelium

akan menerima sel stem dari zona ini yang nantinya akan berkembang

menjadi sel epitel kornea, dan merupakan elemen vaskular yang

menyediakan sumber nutrisi bagi kornea yang avaskuler. Jaringan pada

limbus ini merupakan epitel squamous berlapis non-keratin.14


21

Epiltel limbal secara sruktur mirip dengan epitel kornea. Tidak

seperti kornea, melanosit dan sel langerhans dapat sering ditemukan

berselang-seling diantara sel-sel epitel limbus. Epitel ini memiliki 7 sampai

10 lapisan. Pada sel-sel basal ditemukan sel yang lebih kecil dan sedikit

sel berbentuk kulumnar dibandingkan sel basal pada epitel kornea dan

ditemukan lebih banyak mitokondria. Sel basal pada limbus memiliki

jumlah hemidesmosome yang lebih sedikit pada permukaan dasarnya.

Penonjolan dari basal membran menyediakan penambahan kekuatan

ikatan oleh epitel dan meningkatkan luas area permukaan untuk

penyerapan nutrisi dari pembuluh darah limbal. Pada sel basal limbal ini

terdiri dari stem sel untuk regenerasi sel epitel kornea. Stem sel ini

diartikan sebagai sel yang memiliki kemampuan yang tak terbatas dalam

pembaharuan diri dalam membentuk 1 atau lebih jenis sel yang baru.

Pada tahun 1983 Thoft et all mengemukakan sebuah hipotesis x, y, z

yang menyatakan bahwa epitel kornea bergantung pada pergerakan

sentripetal dari sel di bagian perifernya.14


22

BAB III

Remodeling Kornea

Remodeling kornea adalah adalah proses pembentukan kembali

atau penyembuhan jaringan kornea yang telah rusak. Pada proses

penyembuhan ini akan memiliki suatu tahapan dan proses yang kompleks

yang melibatkan epitel kornea, stroma, sel peradangan, kelenjar air mata,

air mata, dan komponen di tiap-tiap jaringan pada kornea.14

3.1. Penyembuhan Luka Pada Epitel Kornea

Pada permukaan kornea terdapat banyak sel mikrovili yang

menghasilkan glikokaliks dimana hal ini membantu terjadinya ikatan

adhesi dan menjaga kestabilan lapisan air mata. Lapisan air mata ini ikut

menjaga permukaan rekfaksi tetap jernih. Fungsi dari epitel kornea ini

sebagai pelindung kornea dan komponen intaokular dari infeksi mikroba

dari luar. Sel epitel basal pada kornea secara aktif menghasilkan

komponen matriks ekstraselular (kolagen tipe IV, laminin, heparin, sedikit

komponen fibronektin dan fibrin).12,15

Dalam pemeliharaan epitel kornea dikenal sebagai X, Y, Z hipotesis

yang menyeimbangkan antara terjadinya mitosis(X), perpindahan sel(Y),

dan pelepasan dari sel epitel kornea bagian superfisial. Proses dari

perpindahan sel ini berasal dari limbus kornea melalui stem sel. Sel-sel ini
23

bergerak secara sentripetal dengan rata-rata kecepatan 120µm/minggu.15

Mitosis terjadi pada membran sel basal. Mekanisme ini dicetuskan oleh

timbulnya growth factors dan tyrosine kinase yang distimulasi oleh

kerusakan tight junction pada epitel kornea. Hal ini menyebabkan

dimulainya proses proliferasi sel basal.16 Daughter cell bergerak ke atas

dari sel basal dan berdiferensiasi menjadi sel wings dan pada akhirnya

menjadi sel superfisial. Sel superfisial ini akan terlepas dimana proses

siklus ini terjadi berkisar 7-10 hari. Terlepasnya sel superfisial ini dari

kornea distimulasi oleh hasil gesekan dari palpebra ketika berkedip rata-

rata tiap 7 detik. Bersamaan dengan terlepasnya sel epitel superfisial juga

mengalami apoptosis.12

Gambar 9. Hipotesis x-y-z sel epitel kornea

(Dikutip dari : Remington LA. Clinical Anatomy of The Visual System. USA: Elsivier Inc.

2005)
24

Kejadian awal ini terjadi pada kornea setelah terjadi trauma yang

menyebabkan perlukaan pada epitel kornea adalah terjadinya suatu

proses apoptosis keratosit. Hilangnya keratosit setellah terjadinya

perlukaan pertama kali dikemukakan oleh Dohlman et all.14 Epitel kornea

melakukan respon terhadap perlukaan akibat mekanik, suhu, dan kimia

dengan diawali dengan pergerakan sel melewati membran basal untuk

menutupi daerah yang mengalami kerusakan dan membentuk sebuah

lapisan. Pergerakan sel ini menyebar dengan kecepatan pergerakan

berkisar 60-80 µm/hour sampai bagian yang rusak tertutupi.12 Terdapat

fase yang lebih awal diantara fase luka dan fase migrasi/perpindahan sel

yang ditandai dengan sel mengeluarkan pengeluaran komponen protein

sitoskeletal seperti vinculin, actin, talin dan molekul lainnya seperti integrin

dan CD44, receptor asam hialuronik. Molekul ini yang mengubah perintah

sel untuk bermigrasi, membentuk ikatan adesi sel epitel dengan

komponen matrik ekstraselular. Sel-sel epitel ini mengelilingi tepi luka, 3

jam setelah luka, terdapat peningkatan dari CD44 yang mencapai

puncaknya setelah 18 jam. Pada tahap awal proses penyembuhan epitel

terdapat sebuah penumpukan dari fibrin, fibronectin dan asam hialuronik

pada permukaan luka. Setelah itu terdapat matrix sementara yang

membantu migrasi sel epitel dalam proses penutupan luka epitel.

Faktor dari persarafan dapat mempengaruhi proses penyembuhan

luka kornea. Serabut serabut saraf yang menstimulasi epitel kornea

mengandung komponen P. Neuropeptida ini akan berkombinasi dengan


25

insulin-like growth factor 1(IGF-1) atau dengan epidermal growth factor

(EGF) yang dapat menstimulasi migrasi dari sel epitel melalui induksi dari

ikatan adesi molekul dan protein sitoskeleton. Setelah migrasi dari sel

epitel, maka fase proliferasi dimulai. Tingkat pembelahan mitosis akan

berpindah dari perifer ke bagian luka. Fase ini tidak akan berhenti sampai

ketebalan epitel kornea kembali normal. Kemudian masuk dalam fase

pembelahan diri dimana terjadi peningkatan pembelahan sel. Pada akhir

fase terdapat tahap stratifikasi dimana tumpukan lapisan akan membentuk

ulang strukture sel yang baru.4

Gambar 10. Histologi proses perbaikan epitel kornea yang rusak1

(Dikutip dari: Copeland RA, et al. Principles and Practice of Cornea. London: Jaypee
Brothers Medical Publishers. 2013)
26

3.2. Penyembuhan Luka Pada Stroma

Proses penyembuhan luka pada stroma kornea melalui 3 tahapan

yaitu fase perbaikan, memperbaharui dan membentuk

kembali(remodeling). Pada proses ini melibatkan sitokin, growth factor dan

chemokines. Dikarenakan kornea bersifat avaskular maka proses

penyembuhan luka dilakukan dengan fibrosis tidak dengan proliferasi

fibrovaskular. Penyembuhan luka stroma terjadi setelah penyembuhan

bagian epitel kornea telah terjadi.12,14

Keratosit stroma mengalami beberapa perubahan dalam proses

pemulihan luka. Keratinosit pada sekitar tempat luka pada stroma

mengalami apoptosis. Proses ini mencapai puncaknya sekitar 4 jam.

Setelah ini terjadi proses pengaturan penyembuhan dengan mengaktifkan

ikatan keratinosit. Proses mitosis diminimalkan dan terjadi peningkatan

proses migrasi dari tempat yang luka. Bentuk baru dari keratinosit

mengambil posisi seperti fibroblast. Seperti yang terjadi pada proses

aktivasi sel yang terjadi di sel epitel ketika merespon luka, Keratinosit

mengubah komponen biokimia di dalam sel dan mulai mensintesis

kolagen dan proteoglikan dalam jumlah yang banyak. Kolagen yang baru

ini adalah jenis kolagen tipe I tetapi memiliki bentuk yang beda dengan

jenis matriks extraselular yang sudah ada. Kolagen ini memiliki ukuran

diameter yang lebih besar dan bentuk yang tidak sama. Area luka ini

diidentifikasikan sebagai daerah yang buram akibat ketidakhomogenan

dari matriks ekstraseluler tersebut atau disebut skar.


27

Setelah jaringan skar telah terbentuk dan luka mengalami

penyembuhan, masih terdapat suatu proses yang aktif dalam

meremodeling area tersebut. Bentuk baru dari keratinosit ini akan

mengakibatkan kontraksi pada luka kornea sampai 1-2 minggu setelah

luka dan memicu kornea astigmatisme. Keratinosit ini juga meningkatkan

metalloproteinases (MMPs) yaitu enzim proteolitik yang bertanggung

jawab dalam proses remodeling matriks ekstraselular, interaksi sel

matriks, pengumpulan sel-sel inflamasi, aktivasi sitokin. MMPs akan

sangat penting dalam menyusun kembali kolagen pada stroma yang

luka.14

3.3. Penyembuhan Luka Pada Endotel Kornea

Proses mitosis tidak terjadi pada endotel kornea. Pada suatu

perlukaan yang mengenai endotel kornea, defek akan ditutupi oleh

penyebaran sel-sel yang berasal dari area sekitar luka. Dalam beberapa

jam, sel-sel endotel yang berdampingan meregangkan ikatannya dengan

proses sitoplasma yang luas dan bermigrasi ke tempat luka. Tergantung

dari ukuran luka, defek secara keseluruhan akan tertutup dalam 1 minggu

atau lebih. Regenerasi dari endotelium menumpuk suatu lapisan yang

baruu dari membran descemen. Proses ini akan memakan waktu

beberapa bulan hingga beberapa tahun. Ketika 1 sel pada endotel

menghilang, sel-sel disekitarnya akan membesar untuk menambal defek

tesebut. Pada beberap waktu, pembesaran cell ini menjadi suatu jenis

atipikal sel yang tua. Pada ukuran luka yang besar, migrasi sel yang luas
28

terjadi 80-100µm/hari diawali dari memanjangkan sel ke arah tengah

lukadan akhirnya luka tertutup, diikuti dengan proses remodeling. Actin

stress factor EGF, matriks ekstra selular, dan glikoprotein merupakan

faktor yang berperan dalam proses penyebaran sel.

Tidak ada suatu mekanisme perbaikan pada endotelium diman

yang terjadi hanya munculnya suatu abnormal pada bentuk morfologi sel

seperti pleomorfisme dalam merespon suatu luka. Pleomorfisme adalah

suatu gangguan pada susunan hexagonal yang teratur pada endotel

kornea yang menyebabkan penurunan stabilitas bentuk dari endotel

kornea. Pleomorfisme terjadi akibat stres fisiologi dari penyakit-penyakit

pada okuler, pemakaian lensa kontak, dan proses penuaan. Pleomorfisme

ini menyebabkan gangguan pada fungsi pengaturan cairan pada kornea.

Endotel kornea menghasilkan nerve growth factor(NGF). NGF akan

meningkatkan produksi vascular endothelian growth factor(VEGF).


29

BAB IV

KESIMPULAN

Kornea merupakan jaringan khusus yang bertujuan sebagai tembok

perlindungan terhadap organ intraokular dan sekaligus bertindak seperti

lensa yang membantu agar bayangan jatuh tepat pada retina karena

permukaan yang sferis dan sifat transparan dari kornea. Kornea dilindungi

oleh lapisan air mata pada bagian depan mata disebut lapisan prekornea.

Lapisan ini memiliki 4 fungsi utama yaitu, sebagai media optik, mekanik,

nutrisi dan perlindungan. Prekornea ini tersusun atas 3 lapisan yaitu

lapisan minyak superfisial, lapisan tengah aqueous dan lapisan mucin.

Kornea mata terbagi atas 5 lapisan dari anterior dan posterior yang

terdiri dari lapisan epitel, membran bowman, stroma, membran descement

dan endotel. Epitel kornea terdiri dari 5 atau 6 lapisan dengan 3 macam

tipe sel epitel yaitu sel superfisial, sel wings dan sel basal kolumner.

Membran bowman merupakan membran aselular yang transparan.

Membran ini memiliki ketebalan berkisar 12 µm yang tersusun acak oleh

fibril kolagen dan proteoglycan. Stroma membentuk 90% dari ketebalan

kornea dan merupakan bagian paling tebal dari kornea. Stroma memiliki
30

ketebalan 450-500 µm dan memiliki peran penting dalam menjaga

kekuatan dan keutuhan kornea. Membran descement merupakan

modifikasi dari membran basal dari endotelium. Membran descement ini

tersusun atas sejumlah protein termasuk fibronektine, laminin, kolagen

tipe IV dan VIII dan proteoglikan. Endotel kornea adalah lapisan tunggal

yang berbentuk koboid. Pada bagian perifer kornea berbatasan dengan

limbus. Limbus merupakan zona antara kornea, konjungtiva dan sklera.

Beberapa fungsi muncul dari zona ini antara lain, sel basal dari epitelium

akan menerima sel stem dari zona ini yang nantinya akan berkembang

menjadi sel epitel kornea, dan merupakan elemen vaskular yang

menyediakan sumber nutrisi bagi kornea yang avakuler.

Remodeling kornea adalah adalah proses pembentukan kembali

atau penyembuhan jaringan kornea yang telah rusak. Pada proses

penyembuhan ini akan memiliki suatu tahapan dan proses yang kompleks

yang melibatkan epitel kornea, stroma, sel peradangan, kelenjar air mata,

air mata, dan komponen di tiap-tiap jaringan pada kornea. Dalam

pemeliharaan epitel kornea dikenal sebagai X, Y, Z hipotesis yang

menyeimbangkan antara terjadinya mitosis(X), perpindahan sel(Y), dan

pelepasan dari sel epitel kornea bagian superfisial. Proses penyembuhan

luka pada stroma kornea melalui 3 tahapan yaitu fase perbaikan,

memperbaharui dan membentuk kembali (remodeling). Pada proses ini

melibatkan sitokin, growth factor dan chemokines.

Anda mungkin juga menyukai