Anda di halaman 1dari 9

A.

Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu penyakit
timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat defisiensi
gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal seperti
perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi, debu, asap
tembakau dan lain-lain. Adapun etiologinya adalah : 1,2
1. Virus
Virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas, infeksi virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis
berjalan kontinyu dengan mukosa hidung dan penyakit virus yang menyerang hidung
perlu dicurigai dapat meluas ke sinus. Antara agen virus tersering menyebabkan
sinusitis antara lain: Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus
2. Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis
media. Yang sering ditemukan antara lain: Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pyogenes. Penyebab dari sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri
penyebab sinusitis akut. Namun karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase
yang kurang adekuat ataupun fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi
yang terlibat cenderung bersifat opportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan
bakteri anaerob (Peptostreptococcus, Corynobacterium, Bacteroides, dan Veillonella).
3. Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi immunosupresif, dan
immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi biasanya
berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes.
B. Faktor Risiko
1. ISPA akibat virus, rhinitis alergi, sumbatan KOM, infeksi tonsil, infeksi gigi,
hipertrofi adenoid.
2. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.
3. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi
udara, atau karena panas dan kering.
4. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : atresia atau
stenosis koana, deviasi septum, hipertrofi konka media, polip yang dapat terjadi
pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik, tumor atau neoplasma, udem
mukosa karena infeksi atau alergi, benda asing.
5. Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal. 1,2

C. Klasifikasi
1. Sinusitis Akut, yaitu sinusitis yang berlangsung sampai 4 minggu, memiliki tanda-
tanda peradangan akut.
2. Sinusitis Sub Akut, yaitu sinusitis yang berlangsung antara 4 minggu sampai 3 bulan.
Memiliki tanda-tanda peradanga akut yang telah mereda. Perubahan histologik mukosa
sinus paranasal masih reversible.
3. Sinusitis Kronis, yaitu sinusitis yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Perubahan
histologik mukosa sinus paranasal sudah irreversible. Misalnya berubah menjadi
jaringan granulasi dan polipoid. 1,2

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan
nasoendoskopi dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.
1. Anamnesis 1,2,3
 Akut
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas. Gejala subjektif
dibagi menjadi gejala sistemik, yaitu demam dan lesu, serta gejala gejala lokal, yaitu
hidung tersumbat, ingus kental, post nasal drip, halitosis, sakit kepala yang lebih berat
pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang disertai nyeri alih ke
tempat lain.
a) Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore. Pada sinusitis maksila nyeri terasa
di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas
yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk dan batuk iritatif non produktif
b) Sinusitis Ethmoidalis

Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah


dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita pada anak. Pada
dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai
penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri yang
dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata
atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal
drip dan sumbatan hidung.
c) Sinusitis Frontalis

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-
lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi
terasa nyeri bila disentuh dan pembengkakan supra orbita.
d) Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang
bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian
dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi
sinus lainnya.
 Kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit di diagnosis. Kadang-kadang
hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis, bronkiektasis dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan
dapat menyebabkan gastroenteritis
2. Pemeriksaan Fisik 1,2,3
 Akut
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada
sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang
timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor
maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan
penatalaksanaan yang sesuai. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring
(post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5
menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet
hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan
rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung. Pada
pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibanding sisi yang normal
 Kronik
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat akut dan tidak terdapat pembengkakan
pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus
medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor atau komplikasi
sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke
tenggorok. Transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada sinus yang
terinfeksiakan terlihat suram dan gelap.
3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Radiologis 1,4
Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram
dan pemeriksaan CT-Scan. Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang
paling baik dan paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya
unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus
paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit
dievaluasi.Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya
mendapat radiasi yang minimal. Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus
paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:
a) Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang midsagital kepala tegak
lurus pada film. Idealnya pada film tampak pyramid tulang petrosum diproyeksi pada
1/3 bawah orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal
line tegak lurus pada film dan membentuk 1500 kaudal.

Gambar. Air fluid level sinus maxilla posisi Caldwell

b) Foto lateral kepala


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi di luar kantus
mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris berhimpit satu sama
lain. Pada sinusitis tampak penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan
homogen pada satu atau lebih sinus para nasal , penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Gambar. Air fluid level pada Sinus Maxilla (foto lateral)

c) Foto kepala posisi Waters


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis
orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.Pada foto ini, secara ideal piramid
tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus
maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Watersumumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding
posterior sinus sphenoid dengan baik

d) Foto kepala posisi Submentoverteks


Foto diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala pasien menengadah
sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus film
dalam bidang midsagital melalui sella turcica kearah vertex. Posisi ini biasa untuk
melihat sinus frontalis dan dinding posterior sinus maxillaris

e) Foto Rhese
Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus ethmoidalis,
kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain.
 Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk
mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang
secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar
pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM).
Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan
palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus sphenoidalis
yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka tampak kelainan pada
mukosa berupa penebalan.

Gambar . Foto normal CT- Scan

Gambar. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan
penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan
Pansinusitis adalah suatu keadaan dimana terdapat perselubungan pada seluruh
sinus-sinus. Apabila perselubungan masih tetap ada sampai 2-3 minggu setelah terapi
konservatif perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Hal-hal yang mungkin terjadi pada
kasus tersebut, ialah:
o Kista retensi yang luas, pada pemeriksaan CT-Scan terlihat gambaran air fluid
level
o Polip yang mengisi ruang sinus
o Polip antrakoana
o Masa pada kavum nasi yang menyumbat sinus
o Mukokel, pada foto polos tampak gambaran radioopak berbatas tegas berbentuk
konveks dengan penebalan dinding mukosa disekitarnya. Pada mukokel didaerah
sinus etmoidalis sukar dideteksi dengan foto polos, tetapi dapat dideteksi dengan
pemeriksaan CT.
o Tumor
 Pemeriksaan MRI 3,4
MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur jaringan
lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan sinusitis fungal.
Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan dengan CT Scan dalam
mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu yang tinggi, penggambaran
tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam
penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat dan sulit
dilakukan pada pasien klaustrofobia.
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan mengenali
mukokel.MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk mendeteksi empiema
subdural atau epidural.
 Pemeriksaan mikrobiologis 1,2,3
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih
akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun
demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri
spesifik pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena.
Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri. Dengan
demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis
bakterinya penyebab sinusitisnya.
 Sinuskopi 1,2,3
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat tentang
perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan
keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy
memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007.

2. Pletcher A. Higler,MD. BOIES Buku ajar penyakit THT. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC. 2012

3. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Diunduh dari


http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156

4. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik


Departemen Radiologi FKUI. 2005

Anda mungkin juga menyukai