Pada tanggap darurat krisis kesehatan, harus ditetapkan seorang koordinator pelayanan kesehatan
reproduksi untuk mengkoordinir lintas program, lintas sektor, lembaga lokal dan internasional
dalam pelaksanaan PPAM kesehatan reproduksi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa
kesehatan reproduksi menjadi prioritas pelayanan. Koordinator kesehatan reproduksi adalah
seseorang yang mempunyai tanggung jawab dalam penanganan kesehatan reproduksi.
Koordinator kesehatan reproduksi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota berasal dari Dinas
Kesehatan setempat dari program Kesehatan Reproduksi atau Kesehatan Ibu dan Anak serta
mengetahui tentang PPAM kesehatan reproduksi. Dalam melaksanakan tugasnya koordinator
harus melakukan rapat koordinasi untuk mendukung dan menetapkan penanggung jawab di
setiap komponen PPAM kesehatan reproduksi (SGBV,HIV, maternal dan neonatal, serta logistik)
serta melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya serta
logistik pada pertemuan koordinasi.
Tugas koordinator kesehatan reproduksi pada tanggap darurat krisis kesehatan:
Langkah langkah:
a. Mengidentifikasi lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi di
wilayah bencana
b. Melakukan rapat koordinasi dengan lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang
Kesehatan Reproduksi untuk menentukan penanggung jawab komponen PPAM sesuai dengan
bidang kerjanya serta memperoleh data dari PPKK
c. Mengenalkan/mensosialisasikan PPAM kesehatan reproduksi dan meyusun rencana kerja
d. Melakukan pertemuan rutin dengan lintas program/lintas sektor kesehatan reproduksi dan
organisasi terkait untuk menyelenggarakan PPAM kesehatan reproduksi sesegera mungkin
e. Melaporkan kegiatan rutin untuk disampaikan kepada anggota maupun lembaga atau sektor
terkait lainnya
f. Memastikan terdapat pelayanan kesehatan reproduksi pada tenda pengungsian
g. Mengkoordinir ketersediaan dan distribusi logistik kesehatan reproduksi
h. Menghadiri pertemuan dan berkoordinasi dengan PPKK maupun BNPB
Struktur dan Mekanisme Koordinasi Kesehatan Reproduksi
pada Penanggulangan Krisis Kesehatan
Profilaksis paska pajanan diberikan kepada penyintas perkosaan untuk mengurangi risiko
penularan HIV. Profilaksis paling optimal diberikan sebelum 4 jam dan maksimal dalam 48-72
jam setelah kejadian perkosaan.
Beberapa hal tentang PPP :
a. Rejimen yang dianjurkan adalah AZT + 3TC + EFV atau AZT + 3TC + Lopinavir/Ritonavir.
AZT = ZDV (Zidovudine)
EFV = Efavirenz
3TC = Lamividine
ARV untuk PPP diberikan selama 1 bulan
b. Monitoring efek samping dan tes HIV secara berkala, pada bulan ke 3 dan 6 setelah
pemberian PPP
c. Jika korban menderita Hepatitis B maka PPP yang digunakan sebaiknya mengandung
TDF/3TC untuk mencegah terjadinya hepatic flare
Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar adalah langkah pengendalian infeksi yang mengurangi risiko penularan patogen
yang terbawa dalam darah melalui paparan terhadap darah atau cairan tubuh diantara para pasien dan
tenaga kesehatan. Menurut prinsip “pencegahan standar”, darah dan cairan tubuh dari semua orang
harus dianggap sebagai terinfeksi HIV, terlepas dari pengetahuan atau dugaan kita mengenai status
orang tersebut. Tindakan pencegahan standar dapat mencegah penyebaran infeksi seperti HIV, Hepatitis
B, Hepatitis C dan patogen-patogen lain di dalam lingkungan perawatan kesehatan.
2. Pencegahan Malaria
Kegiatan pengendalian vektor misalnya penyemprotan dalam ruangan dengan
insektisida yang tepat dan penyebaran kelambu yang sudah diberi obat insektisida
jangka panjang harus dibimbing dengan kajian dan pengalaman entomologis. Pada
tahap awal bencana di daerah yang penyebaran malarianya sedang sampai tinggi,
prioritas diberikan pada pasien rumah sakit, penderita gizi buruk dan anggota
keluarganya, perempuan hamil, dan anak di bawah 2 tahun. Prioritas berikutnya
adalah mereka yang mendaftar pada program pemberian makanan tambahan, anak di
bawah 5 tahun, dan rumah tangga perempuan hamil dan anak di bawah dua tahun.
3. Pencegahan Dengue
Di daerah perkotaan, nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penyimpanan air dan
tempat air terkumpul (gelas plastik, ban bekas, botol becah, pot bunga, dan lainlain).
Periode pembersihan dan pemindahan tempat air merupakan cara yang paling tepat
untuk mengurangi jumlah tempat berkembang biak. Tempat penyimpanan air di
rumah-rumah harus ditutupi selalu dan tempat penyimpanan dibersihkan dan disikat
setiap minggu. Penduduk terkena bencana harus diberi tempat penyimpanan air yang
baik dengan penutup. Pengobatan tempat penyimpan air dengan larvasida yang diakui
juga merupakan cara memberantas larva yang tepat. Menyemprot insektisida
merupakan cara yang tepat untuk mengurangi jumlah nyamuk dewasa. Upaya
perlindungan perorangan harus di promosikan.
2. Logistik
Logistik Kesehatan Reproduksi pada Tanggap Darurat Krisis Kesehatan terdiri dari:
1. Kit Individu
Paket kit Individu berisi pakaian, perlengkapan kebersihan diri, perlengkapan ibu hamil,
perlengkapan ibu bersalin, perlengkapan ibu nifas, perlengkapan bayi, dll, disesuaikan dengan
kebutuhan dan anggaran serta diberikan dalam waktu 1-2 hari saat bencana kepada pengungsi
setelah melakukan estimasi jumlah sasaran.
Estimasi statistik kebutuhan logistik untuk pelayanan kesehatan reproduksi:
a) Jumlah wanita usia subur (25% dari jumlah pengungsi)
b) Jumlah ibu hamil (Estimasi jumlah ibu hamil dengan CBR= angka kelahiran kasar, dan
jika data CBR tidak tersedia; estimasi jumlah ibu hamil ialah 4% dari jumlah pengungsi)
c) Ibu hamil dengan komplikasi (15-20% dari total ibu hamil, dan 5-7% ibu hamil
membutuhkan operasi sesar)
d) Jumlah laki-laki yang aktif secara seksual (20% dari pengungsi)
2. Kit Bidan/Partus Set
Tujuan pengadaan kit bidan untuk mengganti peralatan yang hilang saat bencana
sehingga bisa melakukan pelayanan seperti sediakala. Pengadaan kit bidan sebelum bencana
sebagai persediaan dapat di simpan/diadakan di gudang sesuai dengan peraturan yang berlaku,
sehingga dapat didistribusikan sesegera mungkin pada saat bencana apabila dibutuhkan, serta
pengadaan alat tambahan pertolongan persalinan seperti; baskom dan tempat air mengalir.
3. Kit Kesehatan Reproduksi
Pengadaan Kit Kesehatan Reproduksi (Kit RH) untuk memberikan pelayanan klinis
bagi penyintas perkosaan, mengurangi penularan HIV serta mencegah meningkatnya
kesakitan dan kematian ibu dan neonatal. Kit kesehatan reproduksi dirancang untuk
digunakan dalam jangka waktu tiga bulan untuk jumlah penduduk tertentu, beirisi alat, obat
dan bahan habis pakai. Menghitung pengadaan kebutuhan Kit Reproduksi dengan data jumlah
pengungsi dan perkiraan lama waktu mengungsi.
Pendistribusian diikuti penjelasan kepada penerima tentang isi kit, cara menyimpan dan
penggunaannya. Koordinator kesehatan reproduksi memastikan bahwa obat dan alat
kesehatan tersedia dan terintegrasi ke dalam sistem pelayanan.
Apabila peralatan dan obat untuk pelayanan belum tersedia, Dinas Kesehatan setempat
mengajukan permohonan bantuan penyediaan kepada Kementerian Kesehatan yang akan
didatangkan dari Copenhagen, Denmark (gudang logistik bantuan kemanusiaan
Internasional).
Lampiran 1
Lampiran 2
KIT KESEHATAN REPRODUKSI
Kit Kesehatan Reproduksi
BLOK 1
No Kit Nama Kit Kode Warna
Kit 0 Administrasi Oranye
Kit 1 Kondom
Bagian A: kondom laki-laki Merah
Bagian B: kondom perempuan
Kit 2 Persalinan bersih (Perorangan)
Bagian A: kit persalinan bersih Biru tua
Bagian B: untuk non kesehatan
Kit 3 Paska perkosaan Merah Muda
Bagian A: Pil kontrasepsi darurat dan pengobatan
IMS
Bagian B: PPP (Pencegahan Pasca Pajanan)
Kit 4 Kontrasepsi oral dan injeksi Putih
Kit 5 Pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual) Biru Muda/Turkis
BLOK 2
Kit 6 Kit persalinan (Fasilitas Kesehatan) Coklat
Kit 7 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Hitam
Kit 8 Penanggulangan Komplikasi Keguguran dan Aborsi Kuning
Kit 9 Menjahit Sobekan (leher Rahim dan vagina) dan
Ungu
Pemeriksaan vagina
Kit 10 Persalinan dengan Vakum (Manual) Abu-abu
BLOK 3
Kit 11 Tingkat rujukan:
Bagian A: peralatan Hijau fluoresensi
Bagian B: obat-obatan dan bahan habis pakai
Kit 12 Transfusi Darah Hijau Tua
3. Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi digunakan sebagai dasar penyusunan program kegiatan untuk memantau hal berikut:
1. Memastikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan paket pelayanan awal minimum termasuk
mengidentifikasi adanya permasalahan atau kendala selama pelaksanaan PPAM.
2. Memberikan akuntabilitas dan transparansi bagi lembaga yang membutuhkan.
3. Memastikan penggunaan kit kesehatan reproduksi pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
4. Memastikan kesiapan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif.
Tantangan yang mungkin ditemui oleh koordinator kesehatan reproduksi di lapangan, yaitu:
1. Menentukan waktu yang tepat untuk transisi ke pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif
2. Menentukan waktu yang tepat untuk menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi.
B. EVALUASI
Tujuan evaluasi adalah untuk menganalisa efisiensi dan efektivitas program, manfaat dan dampak bagi
kesehatan masyarakat, membantu para petugas kesehatan reproduksi untuk memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan.
1. Waktu Evaluasi
Evaluasi dilakukan diakhir pelaksanaan kegiatan.
2. Instrumen Evaluasi
Evaluasi menggunakan metode assessment sistematik untuk mengukur aspek kualitatif maupun kuantitatif
dari penyelenggaraan pelayanan. Salah satu metode yang digunakan adalah wawancara.
Evaluasi mencakup kajian terhadap dokumen-dokumen operasional (seperti laporan lokasi, laporan
perjalanan, laporan supervisi, catatan pelatihan) serta daftar tilik untuk pelayanan kesehatan reproduksi
secara kualitatif.
3. Data yang Dibutuhkan untuk Evaluasi
Beberapa komponen yang penting untuk dinilai dalam melakukan evaluasi pelaksanaan PPAM adalah
sebagai berikut:
a. Efektivitas kegiatan
b. Efisisensi kegiatan
c. Relevansi kegiatan
d. Dampak dan kesinambungan kegaiatan
e. Permasalahan
f. Proses pembelajaran
g. Rekomendasi apa yang harus disampaikan untuk peningkatan kualitas pelayanan
4. Penanggungjawab Evaluasi
Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara obyektif. Evaluator sebaiknya tidak terlibat dalam koordinasi atau
pengelolaan kegiatan secara langsung supaya tetap netral dengan tidak memihak atau berat sebelah.
5. Analisis dan Diseminasi Hasil Evaluasi
Evaluasi harus mencerminkan apa yang berjalan dengan baik maupun yang tidak, agar dapat membawa pada
peningkatan/perbaikan perencanaan dan rancangan kegiatan. Umpan balik di awal harus diberikan kepada
penanggungjawab/pengelola kegiatan dan para penyedia pelayanan untuk memastikan bahwa masalah yang
teridentifikasi dapat ditangani sebelum menjadi persoalan atau resiko.