Anda di halaman 1dari 30

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

KEPANITERAAN KLINIK FK UKRIDA


SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RS BHAKTI YUDHA

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. A. W
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawati
Alamat : Kampung Tajun Tanah Baru
No CM : 969963
Dirawat diruang : Cattaleya
Tanggal masuk : 12-4-2014

PASIEN DATANG KE TEMPAT PRAKTEK


Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan / dengan alat bantu
Diantar oleh keluarga : ya/ tidak

II. SUBJEKTIF
Auto dan alloanamnesis (ibu pasien), 26-6-2014 pk 10.00WIB

Keluhan Utama: Kelemahan keempat anggota gerak sejak 1 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien merasa keempat anggota geraknya berat sejak 1 hari SMRS, tungkai tidak dapat
diangkat sehingga ia tak dapat berjalan namun masih dapat bergerak, lengan masih dapat diangkat
dan bergerak namun terasa berat. Keluhan diawali dengan rasa kesemutan pada telapak kaki, jari

1
jempol kaki kanan dan kiri sulit untuk digerakkan, namun sore harinya tungkai kanan dan lengan
kiri mulai terasa berat, kesemutan pada pergelangan tangan kebawah dan pergelangan kaki
kebawah, rasa baal dirasakan pasien pada kedua tungkai. Pasien mengeluh kelopak mata sulit
untuk dibuka atau menutup selama beberapa menit sebanyak 3-4 x dalam sehari.
Pasien merasa rasa kesemutan bertambah hebat, ia kemudian dibawa ke RS X dan dirawat
selama oleh dokter penyakit saraf. Dalam perawatan, pasien tidak bisa berjalan, tungkai dapat
digerakkan namun tak bisa diangkat dan tangan terasa berat. Pasien mengaku sulit untuk bernafas.
Pasien mengaku keringat dingin, pusing dan pandangan berbayang disangkal pasien, gangguan
menelan disangkal, suara sengau disangkal, dan nafsu makan kurang. Riwayat 2 minggu sebelum
dimulainya rasa kesemutan dan lemas pada anggota gerak, pasien tak enak badan, batuk dan pilek,
demam, mual, dan ada riwayat sering terkena hujan dan pulang larut malam serta terlalu banyak
beraktivitas sehingga jarang beristirahat. Muntah disangkal, BAB dan BAK tak ada keluhan. 2
minggu setelahnya pasien merasa sudah sembuh dan tetapi batuk dan pilek belum sembuh. Pasien
mengatakan bila mengalami batuk dan pilek akan sembuh minimal dalam 1 -2 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal memiliki penyakit jantung, paru-paru, kencing manis, darah tinggi disangkal,
asma -. Riwayat alergi disangkal. Sakit seperti ini sudah pernah terjadi tiga tahun yang lalu tetapi
membaik.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga yang mengalami kelemahan anggota gerak tiba-tiba disangkal, riwayat alergi
disangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi


Kesan keadaan sosial ekonomi keluarga pasien cukup.

III. OBJEKTIF

1. Status presens
a. Kesadaran : Kompos Mentis
b. TD : 100/70 mmHg
c. Nadi : 110 x/menit
d. Pernafasan : 24x/menit

2
e. Suhu : 37o C
f. Kepala : normosefali
g. Leher : pembesaran KGB (-)
h. Paru : SN vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
i. Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
j. Perut : supel, BU (+) normal, NT abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba
k. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
l. Berat badan : estimasi 55 kg
m. Tinggi badan : 165 cm
IMT = 55/ (1,65)2 = 20. kesan: normal

2. Status psikikus
a. Cara berpikir : realistik, sesuai umur
b. Perasaan hati : eutim
c. Tingkah laku : pasien sadar, aktif
d. Ingatan : baik, amnesia -
e. Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan

3. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : (-)
iii. Simetris : (+)
iv. Pulsasi : (-)
b. Leher
i. Sikap : simetris
ii. Pergerakan : bebas
c. Tanda-tanda peransangan meningeal
 Kaku kuduk : (-)
 Kernig : negative
 Brudzinski I : negative
 Brudzinski II : negative
 Brudzinski III : negative
 Lasegue : negative
 Kernig : negative

Kesan: Takikardi dan Takipneu


3
d. Nervus kranialis

SARAF CRANIAL KANAN KIRI


N I Olfaktorius
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N II Optikus
Tajam penglihatan 6/6 bedside 6/6 bedside
Lapangan penglihatan Normal Normal
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III Okulomotorius
Kelopak mata:
Ptosis + +
Gerakan bola mata:
Superior Normal Normal
Inferior Normal Normal
Medial Normal Normal
Endoftalmus - -
Eksoftalmus - -
Pupil:
Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk Isokor Isokor
Posisi Di tengah Di tengah
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
Strabismus - -
Nistagmus - -
Refleks konversi - -
N IV Troklearis
Gerakan bola mata:
Medial bawah Normal Normal
Strabismus - -
Diplopia - -
N V Trigeminus
Membuka mulut + +
Mengunyah + +
Mengiggit + +
Refleks kornea + +
Sensibilitas + +
N VI Abdusens
Pergerakan mata ke lateral + +
N VII Fasialis
Mengerutkan dahi Normal Normal
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Menutup mata Ptosis Ptosis
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
4
Meringis Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Perasaan lidah 2/3 anterior Kesan Normal Kesan Normal

N VIII VestibuloKoklear
Tinitus - -
Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N IX Glossofaringeus
Perasaan lidah belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sengau - -
Tersedak - -
Pharynx - -
N X Vagus
Arcus pharynx Simetris Simetris
Bicara Normal Normal
Menelan Normal Normal
N XI Asesorius
Mengangkat bahu + +
Memalingkan kepala + +
N XII Hypoglossus
Pergerakan lidah + +
Tremor lidah - -
Artikulasi - -

d. Badan dan anggota gerak


1) Badan
a. Motorik
 Respirasi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Duduk : bersandar pada tempat tidur
 Bentuk kolumna verterbralis : tidak dapat dinilai
 Pergerakan kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil + +
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi + +

c. Refleks

5
Refleks kulit perut atas :+
Refleks kulit perut bawah :+
Refleks kulit perut tengah :+

2) Anggota gerak atas


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan minimal minimal
Kekuatan 4-4-4-4 4-4-4-4
Tonus baik baik
Atrofi (-) (-)

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil + +
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi + +

6
c. Refleks kanan kiri
Biceps + +
Triceps + +

3) Anggota gerak bawah


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan baik baik
Kekuatan 4-4-3-2 4-4-2-2
Tonus baik baik
Atrofi (-) (-)

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil + +
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi + +

c. Refleks kanan kiri


Patella - -
Achilles - -
Babinski - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterev - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Gordon - -
Oppenheim - -
Klonus kaki - -
Tes lasegue - -
Tes kernig - -

4) Koordinasi, gait, dan keseimbangan


 Cara berjalan : tidak dilakukan

7
 Tes Romberg : tidak dilakukan
 Disdiadokokinesia : tidak dilakukan
 Ataksia : tidak dilakukan
 Rebound phenomenon : tidak dilakukan
 Dismetria : tidak dilakukan

5) Gerakan-gerakan abnormal
 Tremor : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)

6) Alat vegetatif
 Miksi : (+)
 Defekasi : (+)

Kesan: Test Gait tidak dapat dilakukan dan dinilai, pasien belum mampu untuk
berjalan. Tidak ada gerakan abnormal, fungsi miksi dan defekasi baik

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab darah 12 April 2014


 CBC
 Hb 13.1g/dl
 Ht 39 %
 Leukosyte 17.120 ↑ribu/mm3
 Segmen 68 ↑ %
 Batang 2%
 Limphosyte 20↓ %
 Monosyte 8 ↑%
 Basofil 0%
 Eosinofil 2%
 Trombosit 352 rib/mm3
 LED 25 ↑ mm/jam

 Ureum 23 mg/dl
 Kreatinin 0.6 mg/dl

 Ph 7.483↑
 PCO2 37.7 mmHg
 PO2 201.1↑ mmHg
 tCO2 28.8↑ mmHg
 HCO3 27.6↑ mmol/lt
 BEecf 4.2 mmol/lt
 SO2(c) 99.5↑ %

Kesan: leukositosis dominan monosit,alkalosis metabolik

Pemeriksaan LCS 15 April 2014 jam 10.00 WIB


Glukosa 65 ( 50-80 mg/dL)
Protein 50↑ (<50)
None - ( negatif )
Pandi - ( negatif )

9
Jumlah sel 4 ( 0 – 5 / uL)
Mono 50
Poli 50
Kesan analisa cairan otak: peningkatan protein disertai peningkatan jumlah sel LCS.(disossiatif
sito albumin)

EKG: sinus takikardi

10
RESUME
Subjektif :
Perempuan 21 tahun, CM, dibawa oleh keluarga karena kelemahan pada keempat anggota gerak
sejak 1 hari SMRS. Keluhan diawali dengan rasa kesemutan pada kedua tungkai, kemudian tungkai
terasa berat dan terasa baal. Kedua kelopak mata sulit untuk dibuka.1 hari SMRS rasa kesemutan
bertambah hebat, opname dan dirawat dokter penyakit saraf. Dalam perawatan, pasien tidak bisa
berjalan, tungkai dapat digerakkan namun tak bisa diangkat dan tangan terasa berat. keringat dingin
+., nafas terasa sesak.
Riwayat batuk pilek, demam, dan mual 14 hari SMRS dan sembuh 14 hari SMRS.
Objektif :
PF generalis: status gizi normal, kelainan otonom berupa takikardi. Tetraparese dan refleks
fisiologis tidak ada pada tungkai, defisit sensorik pada ekstremitas bawahtidak ada.
PP darah: leukositosis dominan monosit, alkalosis metabolik.
PP Punksi Lumbal, LCS: peningkatan protein dan tidak diikuti peningkatan jumlah sel (disosiatif
sito albumin)

IV. DIAGNOSIS
Klinik : Sindroma Guillain Barre (Variant Miller Fisher Sindrom)
Dasar diagnosis:
Ophtalmoplegia-Ataksia-Arefleksia, Ascending pareseakut, parestese stocking glove patern,
gangguan otonom (takikardia,hipertensi, keringat dingin), riwayat ISPA 2 minggu sebelum keluhan
parese, analisa LCS disosiasi sito albumin.

Topis : mielin radix saraf dan saraf perifer; sistem saraf otonom, nervus kranialis
Patologi : demielinisasi selubung mielin
Etiologi : autoimun

V. TATALAKSANA
Non Medikamentosa
Tirah baring, baring kanan kiri
Observasi tanda-tanda vital, tekanan nadi, suhu, frekuensi nadi, saturasi oksigen, dan frekuensi
nafas. Bila terdapat tanda gagal nafas perlu alat bantu nafas dan pro rawat ICU
Fisioterapi + akupuntur

11
Medikamentosa
IVFD asering + Neurobion 5000mg 20tpm
Imunoglobulin iv 2.5g/50 ml,3x1 vial
Ranitidin 2x1 amp

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia

12
VIII. FOLLOW UP
Tgl 25/6 26/6 27/6
S Merasa ngilu pada temapt Tempat bekas LP masih Kedua anggota gerak bawah
bekas LP, selangkangan kiri terasa ngilu. masih terasa lemas. Kalau
juga merasa ngilu. Keluhhan Mual – muntah – demam - duduk lama terasa ngilu di
kaki ridak dapat digerakan tempat bekas LP.
suudah berkurang, anggota
gerak bawah sudah mulai
dapat digerakkan , tapi masih
terasa lemas. Mual – muntah
– demam -
O CM, TSS. GCS 15 CM, TSS. GCS 15 CM, TSS. GCS 15
TD 100/70 TD 110/70 TD 100/70
N 66x/m N 70x/m N 66x/m
RR 22 x/m RR 24x/menit RR 22x/menit
Suhu 36,20C Suhu 36,30C Suhu 36,00C

Kekuatan Motorik Kekuatan Motorik Kekuatan Motorik


4444/4444 4444/4444 4444/4444
3333/3333 3333/3333 4444/4444

Refleks fisiologis Refleks fisiologis Refleks fisiologis


±/± ±/± ±/±
+/+ +/+ +/+

Refleks patologis Refleks patologis Refleks patologis


-/- -/- -/-
-/- -/- -/-
A Poliathralgia + post Guillain Poliathralgia + post Guillain Poliathralgia + post Guillain
Barre Syndrome Barre Syndrome Barre Syndrome
P Medixon 3xa25 mg Terapi lanjutkan+ O2 Terapi lanjutkan, fisioterapi
Ranitidine 2x1 amp
Citicolin 3x250 mg

13
OMZ tab 2x1
Plantazid 3x1

Fisiotherapi

Tanggal 28/6/2014

S = keluhan sudah berkurang dan pasien sudah dapat kuat berjalan sendiri
O = CM, TSR, GCS 15
TD 110/80
N 65x/menit
RR 20x/menit
Suhu 35,4 0C

Kekuatan Motorik
4444/4444
3333/3333

Refleks fisiologis
±/±
+/+
Refleks patologis
-/-
-/-

A = Poliathralgia + Post GBS


P = Terapi dilanjutkan

14
BAB II
TEORI

SINDROMA GUILLAIN BARRE

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang
mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang
simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga
wajah.1,2
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering
dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya
karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian,
meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis,
Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory
Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.3
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB
merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem
saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan
pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang. Periode laten antara infeksi dan
gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh
suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak
ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan dorsal, terdapat juga
gangguan medula spinalis dan medula oblongata.
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan
yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.1,4

15
SEJARAH

Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali menulis
tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh Westphal.
Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada tahun 1916,
Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein
cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai
disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian.

Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selain
berdasarkan gejala klinis,pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat
membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG.

INSIDENS

Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini di
seluruh dunia berkisar antara 1-1,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Penyakit ini menyerang semua umur, tersering dikenai umur dewasa muda. Insidensi lebih tinggi
pada perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 2 : 1, dan lebih banyak terjadi pada usia
muda (umur 4-10 tahun). Umur termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan dan tertua adalah 95
tahun, dan tidak ada hubungan antara frekuensi penyakit ini dengan suatu musim tertentu.4,5
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan
frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus
influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap
saat dari setiap bulan
dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober
yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang
pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian
mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun
dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah
dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari
pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5%
Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.

16
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra
menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35
tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di
Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5
tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan
kemarau.

ETIOLOGI

Dahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-akhir ini terungkap
bahwa ternyata virus bukan sebagian penyebab. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan
imunobiologik, baik secara primary immune response maupun immune mediated process.
Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza atau infeksi saluran nafas bagian atas
atau saluran pencernaan 1-3 minggu sebelum timbulnya gejala parese. Penyebab infeksi pada
umumnya virus dari kelompok herpes. Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi (8minggu
setelah vaksinasi Influenza), infeksi bakteri, gangguan endokrin, tindakan operasi/ bedah (timbul
jaringan antigen saraf saat pembedahan sehingga menimbulkan proses neuropati laten), anestesi,
penyakit keganasan (Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin), post trauma berat, dan post gigitan
binatang berbisa2,6
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella-Zoster Measles
Vaccinia/smallpox Mumps
Rubella
Hepatitis
Echo

Bakteri Campylobacter Jejeni Thypoid Borrelia B


Mycoplasma Parathypiod
pneumoniae Brucellosis
Chlamydia
Legionella

PATOGENESIS

17
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat
kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunlogi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity)
terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah
infeksi virus.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi
atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer.
Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis,
dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya
adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat
menekan radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena
tekanan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang berada pada
vertebra servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca
infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan
dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa disertai
infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit
berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan
penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.
Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada
segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks
spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah
tersebut.5,7

18
Gambar 1.PenampangSaraf
Sumber: www.guillainbarresyndrome.net5

Gambar 2.Demielinisasi saraf pada SGB


Sumber: www.mayoclinic.com/health/guillain-barre-syndrome 8

GAMBARAN KLINIS

19
1.Kelumpuhan

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-
kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan
dan saraf kranialis.1,3
Kelumpuhan otot-otot ini bersifat progresif, simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal,
tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal. Progresivitas
dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.9,10

2.Gangguan sensibilitas

Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan
distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi
seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada
sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas
fisik.

20
Gambar 3. SindromGuillainBarre
Sumber: www.netterimages.com
3.Saraf Kranialis

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering
dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara
kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat
terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar
menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis
n. laringeus.2

4.Gangguan fungsi otonom

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB. Gangguan tersebut berupa
sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau
hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau
inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau
dua minggu.1,2

21
5.Kegagalan pernafasan

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.4,5

6.Papiledema

Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga


karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi
arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang.4,5

Gejala klinis SGB Pada awal penyakit Pada penyakit yang telah
(%) berkembang penuh (%)
Parestesi 70 85
Kelemahan : 98
Tungkai >lengan 54
Lengan>tungkai 14
Hampir sama antara tungkai & lengan 32
Oftalmoparesis 5 15
Kelemahan wajah 35 50
Kelemahan bulber 25 50
Gagal nafas 10 30
Ataksia 10 15
Disfungsi sfingter 15 5
Arefleksia 75 95
Nyeri 25 30

Kriteria SGB rawat ICU


1. Tetraplegi
2. Gagal nafas ec paralisis diafragma atau kelumpuhan otot pernafasan maupun paralisis n.
Laringeus yang memerlukan alat bantu nafas (respirator)
3. Gangguan menelan (disfungsi otonom)
4. maintenance elektrolit K, Ca, Mg, nutrisi melalui nasogastric tube

FASE PERJALANAN PENYAKIT

Perjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada grafik 1.


22
1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah
berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu,
jarang yang melebihi 8 minggu
2. Fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa
pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu
3. Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang
berlangsung selama beberapa bulan.
Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Grafik1. Perjalanan alamiah SGB skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi antara berbagai
penderita SGB.5,6

VARIASI KLINIS

Di samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita temui berbagai variasi klinis
seperti yang dikemukakan oleh panitia ad hoc dari The National Institute of Neurological and
Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1981 adalah sebagai berikut :4,8
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fisher’s syndrome
6. Acute pandysautonomia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
o LCS

23
Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak :
>0,5 mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi
sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari
onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear <10
sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar
protein dalam cairan otak.2,9,10
o Pemeriksaan darah
Imunoglobulin serum dapat meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang
disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).
o Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis SGB adalah :
1. Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat
2. Distal motor retensi memanjang
3. Kecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen
proksimal dan radiks saraf.2
Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk
menentukan prognosis penyakit: bila ditemukan potensial denervasi menunjukkan bahwa
penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna.
o Pemeriksaan EKG
EKG menunjukkan adanya gangguan sistem otonom, irama jantung, atau perubahan gelombang T
mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS dapat dijumpai.11
o Test fungsi respirasi
Fungsi respirasi atau pengukuran kapasitas vital paru menunjukkan insufiensi respiratorik pada
pasien SGB dengan sesak atau untuk mengetahui progresivitas penyakit.
Test kapasitas vital lebih akurat untuk memprediksi gagal nafas dibandingkan dengan analisa gas
darah.

DIAGNOSIS
Diagnosis SGB berdasarkan gambaran klinis yang spesifik, disosiasi sito-albuminik dan kelainan
elektrofisiologis. Kriteria diagnosis yang luas dipakai adalah kriteria diagnosis dari NINCDS tahun
1981.4,5,8

24
Gambaran yang mendukung diagnosis
1. Gambaran klinis
 Progresif cepat
 Relatif simetris
 Keluhan gejala sensoris yang ringan
 Dikenainya saraf otak
 Penyembuhan dimulai setelah 4 minggu fase progresif berakhir
 Gangguan otonom
 Afebril pada saat onset
2. Gambaran cairan otak
 Peninggian kadar protein setelah satu minggu onset
 Jumlah sel mononuklear cairan otak < 10 sel/mm3
3. Gambaran EMG
 Terdapat perlambatan atau blok hantaran saraf

Gambaran yang meragukan diagnosis


 Kelumpuhan asimetris yang menetap
 Gangguan kandung kemih dan defikasi yang menetap
 Gangguan kandung kemih dan defikasi pada onset
 Jumlah sel mononuklear dalam cairan otak > 50 sel mm3
 Terdapat leukosit PMN dalam cairan otak
 Gangguan sensibilitas berbatas tegas

Gambaran yang menyingkirkan diagnosis


Terdapat sangkaan adanya riwayat, gambaran klinis atau laboratorium dari :
 Pemakaian uap n-heksan
 Porfiria intermitten akut
 Infeksi difteri
 Neuropati karena keracunan timah hitam
 Poliomielitis, botulisme, histeri atau neuropati toksik

25
DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis banding dari SGB adalah:
Polineuropati defisiensi vitamin
Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan-bulan)
gejala sensorik lebih menonjol
kelemahan otot bagian distal, jarang mengenai otot pernafasan, saraf kranialis atau saraf otonom
pada lumbal punksi tidak ada kenaikan protein likuor
2. Miestenia gravis
kelemahan otot terutama pada otot yang sering digunakan (otot bola mata, otot menelan, berbicara)
tidak ada keluhan sensorik
test prostigmin (injeksi) positif, atau gejala kelemahan otot membaik dengan cepat bila diinjeksi
dengan neostigmin
pada pemeriksaan penunjang foto toraks didapatkan pembesaran thymus
3. Paralisis periodik hipokalemia
kelemahan otot pada pagi hari sehabis bangun tidur
tidak ada keluhan sensorik
diakibatkan oleh kadar kalium serum yang rendah
dengan terapi infus KCl dalam larutan elektrolit, gejala akan membaik
4. Poliomyelitis
Perbedaannya dengan SGB adalah pada poliomielitis tidak didahului oleh ISPA,
bersifatakut dan menyerang dengan cepat, kelumpuhannya unilateral, asimetris,
padapemeriksaan cairan cerebrospinal terdapat pleositosis, kesembuhan tidak total
danprognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan SGB
5. Lain-lain
Botulisme, hysterical paralysis, neuropati toksik (misalnya karena nitrofurantoin, dapsone,
organofosfat), diphtheric paralysis, porfiria intermitten akut, neuropati karena timbal, mielitis
akut.1,2,3,4,5

TERAPI

26
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara
simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki
prognosisnya.2,4,5,10,11

1.Perawatan umum dan fisioterapi

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama ditujukan pada perawatan kulit, kandung
kemih. Saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. Infeksi paru dan saluran kencing harus
segera diobati.
Respirasi diawasi secara ketat walaupun pasien masih bernafas dengan spontan, observasi
terhadap perubahan kapasitas vital secara reguler, dan gas darah yang menunjukkan permulaan
kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera dibantu
dengan pernafasan buatan.
Pasien dengan kapasitas vital <15ml/kg BB disertai dengan peningkatan kadar PCO 2>60% atau
penurunan PO2<70% mutlak diberikan alat bantu nafas. Pasien ini harus dirawat di ICU.Jika
pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama maka trakheotomi harus dikerjakan.

Kardiovaskular
Disfungsi otonom harus dicari dengan pengawasan teratur dari irama jantung dan tekanan
darah.
Monitoring Tekanan darah dan EKG monitoring gangguan fungsi otonom berupa hipotensi atau
hipertensi mendadak, disritmia jantung.
Gangguan tekanan darah yang sementara tidak perlu diobati, namun hipotensi yang
menetap dapat mengganggu perfusi ginjal dan otak, harus diatasi dengan pemberian cairan
(pemberian pressor agent pada pasien dengan gangguan fungsi otonom dapat menimbulkan
sensivitas berlebih). Hipertensi diberikan propanolol.

Cairan, elektrolit, dan nutrisi

Kateterisasiuntukpasien SGB denganretensiourin

Sedatifa dan analgesik dihindari, karena sedatifa dapat memperburuk fungsi pernafasan. Bila ada
nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik terutama nyeri sering, dianjurkan dengan NSAID.

27
Antibiotika pada pasien dengan alat bantu nafas yang lama, ataupun pada pasien yang berbariung
lama, faktor resiko timbulnya pneumonia.

Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah
retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh mencegah deep voin
thrombosis spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh,
dan kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai (fase
rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.11

2.Pertukaran plasma
Pertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama
dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam
waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange.

3.Kortikosteroid
Walaupun telah melewati empat dekade pemakaian kortikosteroid pada SGB masih diragukan
manfaatnya. Namun demikian ada yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid dosis tinggi
iv menguntungkan bila diberikan pada fase dini penyakit (fase progresif). Methyl prednisolon iv
diulang tiap 6 jam, kemudian diberikan prednison oral 30 mg tiap 6 jam setelah pengobatan iv.

4. Immunoglobulin
Immunoglobulin atau gamaglobulin pada penderita SGB yang parah dapat mempercepat
penyembuhan seperti halnya plasma pheresis. Gamaglobulin diberikan iv dosis
tinggi0,4gr/KgbBB/hariselama 5 sampai 7hari.

PROGNOSIS

Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang 20% penderita meninggal oleh karena
kegagalan pernafasan. Sekarang ini kematian berkisar antara 2-10%, dengan penyebab kematian
oleh karena kegagalan pernafasan, gangguan fungsi otonom, infeksi paru dan emboli
paru.Sebagian besar penderita (60-80 %) sembuh secara sempurna dalam waktu enam bulan.
Sebagian kecil (7-22%) sembuh dalam waktu 12 bulan dengan kelainan motorik ringan dan atrofi
otot-otot kecil di tangan dan kaki. Kira-kira 3-5 % penderita mengalami relaps.3,5Progonosis terapi
juga ditentukan oleh onset pemberian terapi yang adekuat dan sesuai, pada pemberian terapi.

28
BAB III
PEMBAHASAN

Perempuan 21 tahun, kelemahan pada keempat anggota gerak sejak 1 hari SMRS.
Keluhan diawali rasa kesemutan pada tangan dan kaki, kemudian tungkai mulai terasa berat dan
baal.
Kedua tungkai terasa berat, tidak dapat berjalan, tidak dapat diangkat kemudian menjadi tidak
dapat digerakkan. Kelemahan pada ekstremitas atas menyusul. Sesuai teori: Paralisis terjadi
progesif cepat, relatif simetris dan ascending.
Derajat kekuatan motorik bagian proksimal lebih berat dari bagian distal.
Keluhan sensorik berupa rasa baal dan kesemutan di pergelangan dan telapak kaki tangan sesuai
dengan teori bahwa pada SGB terjadi gangguan sensibilitas pada bagian distal ekstremitas
“stocking and glove patern”.
Pada pasien tidak terjadi gangguan saraf otak; kelumpuhan otot wajah tidak ada, tidak ada
penglihatan ganda atau kabur, tidak ada keluhan gangguan menelan maupun disfonia.
Gangguan fungsi otonom: berdebar-debar, takikardi, kenaikan tekanan darah yang fluktuatif,
keringat dingin
Tidak ada tanda-tanda gagal nafas maupun rasa sesak (menurut teori paralisis diaftragma dan
kelumpuhan otot pernafasan hanya dijumpai pada 10-33% penderita SGB)
Riwayat ISPA 1 minggu sebelum terjadi kelemahan anggota gerak (etiologi terjadinya autoantibodi
imunitas seluler terjadap jaringan sistem saraf perifer nantinya

Pada pemeriksaan penunjang PL yang dilakukan pada hari ke 3 dari onset, hasil analisa cairan otak
didapatkan peningkatan kadar protein tanpa diikuti peninggian jumlah sel cairan otak.

Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan EMG, menurut teori GBS pada elektrodiagnostik terdapat
kecepatan hantar saraf motorik dan sensorik yang menurun, retensi motor distal memanjang, dan
kecepatan hantar gelombang f akan melambat, menunjukan perlambatan segmen proksimal dan
radiks saraf.

Kelemahan anggota gerak terjadi progresif dan kemudian menetap selama 12-13 hari, pada hari ke
13-14 dari onset terlihat mulai ada perbaikan klinis. Masa fase plateau yang singkat (umumnya 3
minggu) dan onset fase penyembuhan yang lebih cepat dapat disebabkan karena terapi
imunoglobulin dan kortikosteroid yang dimulai pada fase dini penyakit atau fase progresif
sehingga prognosis kesembuhan menjadi lebih baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg David A, Aminoff Michael J. Simon Roger P. Polyneuropathies. Clinical Neurology


Lange. Ed 2nd. 2004; 167, 192-193
2. Hadinoto S et all. Sindroma Guillain Barre. Gangguan Gerak. Badan Penerbit FK UNDIP,
Semarang; 173-179
3. Sidharta Priguna, Mardjono Mahar. Kelumpuhan LMN. Neurologi Klinis Dasar. Ed
11. Dian Harapan. Jakarta, 2006; 41-43, 87, 176, 421
4. Pranata Hardhi. Sindrom Guillain Barre Akut. Pengenalan & Penatalaksanaan
Kasus-kasus Neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad. Jakarta: 2007; 56-62
5. Guillain Barre Syndrome. Diunduh dari www.medlinux.com, Mei 2014
6. Guillain Barre. Diunduh dari www.cdc.gov, Mei2014
7. Sindrom Guillain Barre. Diunduh dari www.scribd.com, Mei 2014
8. Harsono. Sindroma Guillain Barre. Neurologi Klinis ed I Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta; 307-310
9. Sidharta, P. Lesu-Letih-Lemah. Neurologi Klinis dalam praktek Umum. PT Dian
Rakyat, Jakarta. 160-162
10. Sindroma Guillain Barre. Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta Jilid II; 883-885

30

Anda mungkin juga menyukai