Anda di halaman 1dari 138

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017

Fatimah, Leli

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1565
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPUNG BARU
KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
LELI FATIMAH
NIM : 131000464

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMPUNG BARU
KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
LELI FATIMAH
NIM : 131000464

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-faktor


yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017”ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya
saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-
cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.

Medan, Desember 2017


Yang Membuat Pernyataan

Leli Fatimah

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyebab utama


morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia sehingga menjadikannya
sebagai salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.PMR akibat ISPA
pada balita di dunia adalah (26,7%). Angka prevalensi ISPA di Indonesia pada
tahun 2013 adalah (25,0%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.
Jenis penelitian adalah analitik dengan desain crosssectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Kampung Baru dan sampelnya diambil secara purposivesampling sebanyak 103
orang. Data dianalisis dengan Chi-squaredengan 95%.
Hasil penelitian diperoleh prevalence rate ISPA adalah (59,2%), distribusi
frekuensi tertinggi pada umur 11 bulan (16,5%), jenis kelamin perempuan
(51,5%), berat badan lahir ≥2500 gram (92,2%), status gizi baik (79,6%), status
ASI eksklusif (53,4%), status imunisasi tidak atau belum mendapatkan imunisasi
DPT/Hib dan/atau imunisasi campak (63,1%). Proporsi pendidikan ibu tertinggi
pada SMA (68,0%) dan tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (78,6%).
Berdasarkan karakteristik lingkungan proporsi tertinggi terdapat pada yang
kepadatan hunian ruang tidurnya tergolong padat (55,3%), tidak menggunakan
anti nyamuk bakar (93,2%), menggunakan gas/elpiji sebagai bahan bakar untuk
memasak (82,5%), dan terdapat keberadaan perokok (81,6%). Hasil analisa
statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur (p=0,022),
status gizi (p=0,034), status ASI eksklusif (p=0,025), kepadatan hunian ruang
tidur (p=0,034), dan keberadaan perokok (p=0,028) dengan kejadian ISPA pada
bayi.
Disarankan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif yang merupakan
hak asasi bagi bayi, memberikan gizi yang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi, serta bagi anggota keluarga untuk tidak merokok ketika
berada dalam rumah.

Kata kunci : ISPA, Bayi, Puskesmas Kampung Baru

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Acute Respiratory Infection (ARI) isthe major cause of morbidity and
mortality of infectious diseases in the world, it is one of the main cause of
consultation or inpatient in the health service, especially in the child care section.
PMR of ARI in toddlers in the world were (26,7%). The prevalence of ARI in
Indonesia at 2013 was (25,0%). The aim of this research is to determine factors
related with ARI in infants in the Puskesmas Kampung Baru Medan Maimun
districk at 2017.
This research was an analytic using cross sectional design. The population
of this research were all infant that is in the working area Health Center of
Kampung Baru and the sampling tehnique is purpossive sampling for 103 person.
Data were analyzed by chi square test with 95% CI.
The result of research indicates that prevalence rate of ARI is (59,2%), the
highest frequency distribution on the 11 month old (16,5%), female (51,5%), good
nutrition status (79,6%), exclusive breastfeeding status (53,4%), not yet received
DPT/Hib and measles, for immunization status (63,1%). For the characteristics of
the mother, the highest proportion were senior high school (68,0%) and
housewife job (78,6%). For the characteristics of the environment, the highest
proportion were occupation density (55,3%), used burnt mosquito coils (93,2%),
used lpj (82,5%), and existence of smoker (81,6%). The result of statistic analysis
indicates there is a significant relationship of age (p=0,022), nutrition status
(p=0,034), exclusive breastfeeding status (p=0,025), occupation density
(p=0,034), and existence of smoker (p=0,028) with incident of ARI.
It is suggested to the mothers for giving exclusive breastfeeding, that was a
human right of the infants, for giving of good nutrition for the growth and
development of infants, and then for the family members to not smoke when at the
home.

Keywords : ARI, Infants,Puskesmas Kampung Baru

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikanskripsi dengan judul “Faktor-

Faktor yang Berhubungan denganKejadian Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017“yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, untuk itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum Selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.Dselaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM

USU.

4. drh. Hiswani,M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan nasehat, saran, dan

arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

v
Universitas Sumatera Utara
5. Sri Novita Lubis, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan nasehat, saran,

dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini

6. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan

skripsi ini.

7. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

bimbingan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

8. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM, M.Kes selaku Dosen Penasihat Akademik.

9. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu bermanfaat, staf departemen

Epidemiologi, staf administrasi, dan seluruh pegawai FKM USU yang telah

membantu penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi.

10. dr. Erwina Zaini selaku Kepala Puskesmas Kampung Baru, Ibu Tety Agustina

Hasibuan selaku Kepala Bagian Tata Usaha, serta seluruh pegawai

Puskesmas Kampung Baruyang telah membantu dan memudahkan penulis

selama proses penelitian.

11. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ayahanda Mohd. Daud NST A.md dan

Ibunda Nasidah A.md yang selalu memberikan doa, nasehat, motivasi,

semangat, perhatian, dan kasih sayang untuk ananda yang tak terhitung

banyaknya sehingga penulisan skripsi ini bisa selesai dengan baik.

12. Kakak dan adik tersayang, Irma Khairani, Herman Sah, Asrul Anas, Ilham

Mora, Nur Azizah, dan Yusril Izha Mahendra yang selalu mendengarkan

segala cerita, memberikan doa dan dukunganuntuk menyelesaikan skripsi ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
13. Serlin, Hazellarissa, Tiara, dan Christina yang telah memberikan semangat,

dukungan, doa dan berbagi ilmu kepada penulis selama perkuliahan maupun

penyusunan skripsi ini.

14. Nelvi, Tri Putri, Wiwi, serta teman satu lingkaran MS yang telah menemani,

membantu, menyemangati dan selalu ada untuk penulis dari awal kuliah

hingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Kelompok PBL Citaman Jernih, Kelompok LKP Puskesmas Kampung Baru,

Teman-teman Peminatan Epidemiologi, serta semua pihak yang telah berjasa

dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, kelemahan,

dan belum sempurna baik dari segi isi maupun bahasa. Hal ini tidak terlepas dari

keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang penulis

miliki.Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2017


Penulis

Leli Fatimah

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
ABSTRACT ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7


2.1 Definisi ISPA ................................................................................ 7
2.2 Etiologi ISPA ................................................................................ 8
2.3 Gejala ISPA ................................................................................... 8
2.4 Penularan ISPA ............................................................................. 8
2.5 Klasifikasi ISPA ............................................................................ 9
2.6 Epidemiologi ISPA ........................................................................ 11
2.6.1 Distribusi Penyakit ISPA .......................................................... 12
2.6.2 Determinan Penyakit ISPA ....................................................... 14
2.7 Pencegahan ISPA .......................................................................... 20
2.7.1 Pencegahan Tingkat Pertama ................................................... 20
2.7.2 Pencegahan Tingkat Kedua ...................................................... 21
2.7.3 Pencegahan Tingkat Ketiga ...................................................... 23
2.8 Kerangka Konsep .......................................................................... 25

viii
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 26
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 26
3.2.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 26
3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 26
3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 26
3.3.1 Populasi ................................................................................... 26
3.3.2 Sampel ..................................................................................... 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 28
3.4.1 Data Primer .............................................................................. 28
3.4.2 Data Sekunder .......................................................................... 29
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ................................................. 29
3.6 Aspek Pengukuran ......................................................................... 32
3.7 Metode Analisa Data ..................................................................... 34
3.7.1 Analisis Univariat .................................................................... 34
3.7.2 Analisis Bivariat....................................................................... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 35


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 35
4.1.1 Geografis ................................................................................. 35
4.1.2 Demografi ................................................................................ 35
4.2 Analisis Univariat .......................................................................... 36
4.2.1 Kejadian ISPA ......................................................................... 36
4.2.2 Karakteristik Bayi .................................................................... 36
4.2.3 Karakteristik Ibu ...................................................................... 39
4.2.4 Karakteristik Lingkungan ......................................................... 40
4.3 Analisis Bivariat ............................................................................ 42
4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA .................................. 42
4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA ..................... 43
4.3.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA ............... 44
4.3.4 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA .......................... 45
4.3.5 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA ........... 46
4.3.6 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA .................. 46
4.3.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA .................... 47
4.3.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA ...................... 48
4.3.9 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian
ISPA ........................................................................................ 49
4.3.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA .... 50
4.3.11 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian
ISPA ........................................................................................ 51
4.3.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA ........... 52

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................... 53


5.1 Analisis Univariat ......................................................................... 53
5.1.1 Prevalence Rate Kejadian ISPA .............................................. 53
5.2 Analisis Bivariat ........................................................................... 54

ix
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA .................................. 54
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA ..................... 56
5.2.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA ............... 57
5.2.4 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA .......................... 59
5.2.5 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA ........... 61
5.2.6 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA .................. 63
5.2.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA .................... 65
5.2.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA ...................... 67
5.2.9 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian
ISPA ........................................................................................ 69
5.2.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA .... 71
5.2.11 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian
ISPA ........................................................................................ 73
5.2.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA ........... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 77


6.1 Kesimpulan .................................................................................. 77
6.2 Saran ............................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81


LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Kejadian ISPA di


Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017................................................................... 36
Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun
2017 ........................................................................................... . 37
Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 ................................................................... 37
Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Berat Badan Lahir di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 ................................................................... 38
Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status Gizi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017................................................................................. 38
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 ................................................................... 38
Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status Imunisasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017................................................................... 39
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017................................................................................. 39
Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017................................................................................. 40
Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Berdasarkan Kepadatan Hunian Ruang
Tidur di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 41

xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pemakaian Anti Nyamuk di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 41
Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Berdasarkan Bahan Bakar untuk Memasak
di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 41
Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Berdasarkan Keberadaan Perokok di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 42
Tabel 4.14 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Baru Tahun 2017 ............................ 42
Tabel 4.15 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 43
Tabel 4.16 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada
Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 44
Tabel 4.17 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 45
Tabel 4.18 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada
Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 46
Tabel 4.19 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 46
Tabel 4.20 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 47
Tabel 4.21 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017 .................................................................. 48
Tabel 4.22 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian
ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
BaruKecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ............................ 49
Tabel 4.23 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
BaruKecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ............................ 50

xii
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.24 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian
ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 .................................... 51
Tabel 4.25 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA pada
Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ...................................................... 52

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ISPA berdasarkan lokasi anatomi ......................................... 9


Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Kejadian ISPA pada Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017 ................................................. 53
Gambar 5.2 Diagram Batang Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 .............................. 54
Gambar 5.3 Diagram Batang Hubungan Jenis Kelamin dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 56
Gambar 5.4 Diagram Batang Hubungan Berat Badan Lahir dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 57
Gambar 5.5 Diagram Batang Hubungan Status Gizi dengan Kejadian
ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...................... 59
Gambar 5.6 Diagram Batang Hubungan Status ASI Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 61
Gambar 5.7 Diagram Batang Hubungan Status Imunisasi dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 63
Gambar 5.8 Diagram Batang Hubungan Pendidikan Ibu dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 65
Gambar 5.9 Diagram Batang Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian
ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...................... 67
Gambar 5.10 Diagram Batang Hubungan Kepadatan Hunian Ruang
Tidur dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017 .......................................................................... 69
Gambar 5.11 Diagram Batang Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk
dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017 .......................................................................... 71

xiv
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.12 Diagram Batang Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak
dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017 .......................................................................... 73
Gambar 5.13 Diagram Batang Hubungan Keberadaan Perokok dengan
Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 ...... 75

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Kuesioner Penelitian

Lampiran 2.Master Data

Lampiran 3.Hasil Analisis Data

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5.Surat Keterangan Selesai Penelitian

xvi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Leli Fatimah dilahirkan pada tanggal 14 September 1995

di Pastap Julu, Mandailing Natal. Beragama Islam, anak dari pasangan Ayahanda

Mohd. Daud Nasution dan Ibunda Nasidah. Alamat penulis Jl. Medan-Padang,

Laru, Kecamatan Tambangan, Kabupaten Mandailing Natal.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan SD Negeri 142630

Laru (2001-2007), SMP Negeri 1 Tambangan (2007-2010), SMA Negeri 2 Plus

Panyabungan (2010-2013), dan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara (2013-2017).

xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk

mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, berkualitas, serta

untuk menurunkan angka kematian anak. Angka kematian bayi dan anak

mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta

kualitas hidup dari masyarakatnya. Program kesehatan juga difokuskan

untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu, sehingga menjadikannya

sebagai salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs).

Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2015 adalah 22,2 per 1.000

kelahiran hidup. Salah satu penyebab terbesar kematian anak bawah lima

tahun adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (Kemenkes RI,

2016).

ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit

menular di dunia sehingga menjadikannya sebagai salah satu penyebab

utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama

pada bagian perawatan anak.Proportional Mortality Rate(PMR) akibat

ISPA pada balita di dunia adalah (26,7%), sebanyak dua pertiga kematian

tersebut merupakan kematian pada bayi. Tingkat mortalitas sangat tinggi

pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia terutama di negara-negara

dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (WHO, 2007).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012

1
Universitas Sumatera Utara
2

menyatakan bahwa kasus ISPA (2,6%) terjadi di negara maju, (97,4%)

terjadi di negara berkembang. Insidens ISPA menurut kelompok umur

balita diperkirakan (0,05%) di negara maju dan (0,29%) di negara

berkembang, untuk negara maju kasus terbanyak terjadi di Amerika

dengan insiden (0,10%) dan untuk negara berkembang kasus terbanyak

terjadi di Asia Selatan (0,36%) dan Afrika (0,33%).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011

menyebutkan bahwa ISPA termasuk dalam daftar 10 besar penyakit rawat

inap di rumah sakit pada tahun 2010, dengan jumlah 17.918 kasus. ISPA

juga merupakan penyakit dengan jumlahkunjungan terbanyak dalam

daftar 10 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit tahun 2010, dengan

kasus baru sebesar (67,2%) (Kemenkes RI, 2012).

Menurut data Riskesdas tahun 2013, period prevalence ISPA

tertinggi di lima provinsi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua

(31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur

(28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan

provinsi tertinggi dengan ISPA.Period prevalence ISPA Indonesia

menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%)

(Kemenkes RI, 2013).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang

sering dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat. ISPA yang

mengenai jaringan paru-paru atau ISPA berat, dapatmenjadi pneumonia.

Universitas Sumatera Utara


3

Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian utama,

terutama pada balita (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, Case Fatality

Rate(CFR) pneumonia pada bayi tertinggi adalah di Provinsi Bengkulu

(8,9%). Provinsi dengan CFR tertinggi kedua yaitu di Provinsi Maluku

Utara (7,3%), kemudian Provinsi Yogyakarta dengan nilai CFR (5,5%)

(Kemenkes RI, 2016).

Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, CFR

pneumonia pada bayi di Provinsi Sumatera Utara adalah (0,05%). Data

profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2014, menunjukkan bahwa

cakupan penemuan kasus pneumonia pada anak bawah lima tahun masih

relatif rendah walaupun mengalami peningkatan dari tahun 2013. Cakupan

penemuan kasus pneumonia pada balita tahun 2014 mencapai (16,8%),

sedangkan tahun 2013 cakupan penemuan kasus pneumonia hanya

(15,4%) (Dinkes Sumut, 2015).

Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Kota Medan

pada tahun 2014 masih tergolong rendah.Cakupan penemuan kasus

pneumonia pada balita laki-laki adalah (16,3%), untuk cakupan penemuan

kasus pneumonia pada balita perempuan adalah (16,5%). Secara

keseluruhan cakupan penemuan kasus pneumonia balita di Kota Medan

pada tahun 2014 adalah (16,4%) (Dinkes Sumut, 2015).

Berdasarkan laporan bulanan P2 ISPA Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2016 menyatakan bahwa insidens

Universitas Sumatera Utara


4

penyakit ISPA pada bayi adalah sebesar (20,8%). Penyakit ISPA juga

merupakan urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar yang ada di

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun setiap bulannya

pada tahun 2016.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi

di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahuifaktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

1.3.2Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi karakteristik bayi (umur, jenis

kelamin, berat badan lahir, status gizi, status ASI eksklusif, status

imunisasi) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan

Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


5

b. Mengetahui distribusi proporsi karakteristik ibu (pendidikan,

pekerjaan) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan

Medan Maimun tahun 2017.

c. Mengetahui distribusi proporsi karakteristik lingkungan (kepadatan

hunian ruang tidur, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk

memasak, keberadaan perokok) di wilayah kerja Puskesmas Kampung

Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

d. Mengetahui hubungan karakteristik bayi (umur, jenis kelamin, status

gizi, status ASI eksklusif, status imunisasi) dengan kejadian ISPA

pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan

Medan Maimun tahun 2017.

e. Mengetahui hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan)

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

f. Mengetahui hubungan karakteristik lingkungan (kepadatan hunian

ruang tidur, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak,

keberadaan perokok) dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah

kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun

2017.

g. MengetahuiRatio Prevalence (RP) ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


6

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi petugas kesehatan untuk

pemantauan dan evaluasi kejadian penyakit ISPA pada bayi.

b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan

penelitian tentang penyakit ISPA.

c. Sebagai sarana meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis

dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM).

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

Infeksi saluran pernapasan akut sering disingkat dengan ISPA.Istilah

ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa InggrisAcute Respiratory Infections

(ARI). ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan, dan akut

dengan pengertian sebagai berikut: (Yudarmawan, 2012 dalam Gapar, 2015).

a. Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusiadan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernapasan adalah organmulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran

pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ

adneksa saluran pernapasan, dengan batasan ini, jaringan paru termasuk

dalam saluran pernapasan (respiratory tract).

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

Infeksi saluran pernapasan akut didefinisikan sebagai penyakit

saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan

dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu

beberapa jam sampai beberapa hari (WHO, 2007).

7
Universitas Sumatera Utara
8

2.2 Etiologi ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti

bakteri, virus, riketsia, dan jamur. Virus penyebab ISPA antara lain adalah

Orthomyxovirus, Paramyxovirus, Metamyxovirus, Adenovirus, Picornavirus,

Coronavirus, dan lain-lain. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah

Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetellapertusis,

dan Corinebacterimdifteria. Riketsia penyebab ISPA adalah

Coxielaburnetii.Protozoa penyebab ISPA adalah Pneumosistiskarinii.Jamur

penyebab ISPA adalah Aspergilus, Histoplasma kapsulatum, Kokidioides

imitis, dan Fikomisetes (Alsagaff & Mukty, 2005).

2.3 Gejala ISPA

Gejala atau gambaran klinis saluran pernapasan akut bergantung pada

tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi

klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat

mikroorganisme. Manifestasi klinis antara lain :

a. Batuk

b. Bersin dan kongestal nasal

c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorokan

d. Demam derajat ringan

e. Malaise (tidak enak badan) (Elizabeth, 2009).

2.4 Cara Penularan ISPA

Pada umumnya ISPA termasuk dalam penyakit menular yang

ditularkan melalui udara (air borne desease).Penularan agen infeksius melalui

Universitas Sumatera Utara


9

air borne adalah penularan penyakit yang disebabkan oleh penyebaran droplet

nuclei (partikel kecil hasil sekresi saluran pernapasan dan ludah) yang tetap

infeksius saat melayang di udara dalam jarak jauh dan waktu yang lama

(WHO, 2007).

Cara penularan ISPA lainnya bisa melalui kontak.Penularan melalui

kontak bisa langsung dan tidak langsung.Penularan kontak langsung

melibatkan kontak langsung antar-permukaan badan dan perpindahan fisik

mikroorganisme antara orang yang terinfeksi atau terkolonisasi dan pejamu

yang rentan.Penularan kontak tidak langsung melibatkan kontak antara pejamu

yang rentan dengan benda perantara yang terkontaminasi (misalnya, tangan

yang terkontaminasi), yang membawa dan memindahkan organisme tersebut

(WHO, 2007).

2.5 Klasifikasi ISPA

2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

Gambar 2.1 ISPABerdasarkan Lokasi Anatomi

Universitas Sumatera Utara


10

Berdasarkan lokasi anatomi, ISPA dapat diklasifikasikan menjadi

dua,yaitu :

a. Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPaA)

Infeksi yang menyerang bagian hidung sampai faring, seperti pilek,

otitis media, dan faringitis.

b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang epiglotis atau laring sampai bagian alveoli,

seperti epiglotis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, dan

pneumonia (WHO, 2002).

2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Umur

2.5.2.1 Klasifikasi ISPA untuk bayi kurang dari 2 bulan

a. Pneumonia berat

Pneumonia berat didasarkan pada adanya pernapasan cepat yaitu 60

kali atau lebih per menit, penarikan pada dinding dada berat, sianosis sentral

(pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

b. Bukan pneumonia

Apabila anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit

dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

2.5.2.2 Klasifikasi ISPA untuk golongan umur 2 bulan - 5 tahun

a. Pneumonia sangat berat

Pneumonia sangat berat didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan

bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya

penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

Universitas Sumatera Utara


11

b. Pneumonia berat

Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan

bernapas serta penarikan pada dinding dada, tetapi tanpa disertai sianosis

sentral dan dapat minum.

c. Pneumonia

Pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas dan

pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada. Pernapasan cepat adalah 40

kali per menit atau lebih pada usia 12 bulan hingga 5 tahun.

d. Bukan pneumonia

Bukan pneumonia didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan

bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

e. Pneumonia persisten

Pneumonia persisten, anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit

walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang

adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding

dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2002).

2.6 Epidemiologi ISPA

Epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang distribusi

(penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat

yang bertujuan unuk pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan

keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan (Bustan, 2012).

Universitas Sumatera Utara


12

2.6.1 Distribusi Penyakit ISPA

a. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Orang

Jahari (dalam Rudianto, 2013) menjelaskan bahwa balita berumur 0-24

bulan merupakan kelompok umur yang sangat rentan terhadap berbagai

penyakit infeksi dan membutuhkan zat gizi yang relatif tinggi dibandingkan

dengan kelompok umur lain. Umur sangat berpengaruh terhadap kejadian

ISPA, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi akan terjadinya ISPA, hal ini

disebabkan karena sistem imunitas yang belum sempurna. Penyakit ISPA ini

paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau

puskesmas untuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, Karakteristik penduduk

dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%).

Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan.Penyakit

ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks

kepemilikan terbawah dan menengah bawah.

b. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat

Unicef (dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

menyebutkan bahwa pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita

di dunia, terutama di negara berkembang, di mana 1 orang balita meninggal

tiap 20 detik atau 3 orang per menit.

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi nasional infeksi

saluran pernapasan akut (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan

responden) adalah (25,5%). Sebanyak 16 provinsi mempunyai prevalensi

Universitas Sumatera Utara


13

infeksi saluran pernapasan akut diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe

Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan

Riau, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

KalimantanSelatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku,

Papua Barat, dan Papua.

Berdasakan hasil penelitian Endah, dkk (2009) didapatkan bahwa

prevalensi ispa di daerah urban menurut diagnosis nakes adalah (66,8%), lebih

besar dibandingkan dengan daerah rural yaitu (33,2%). Setelah dianalisis lebih

lanjut dengan analisis bivariat ternyata hubungan antara tempat dan penyakit

ispa adalah significant dengan OR=1,20 ini berarti di daerah urban berpotensi

mengidap penyakit ISPA 1,2 kali dibandingkan dengan daerah rural.

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan bahwa

prevalensi ISPA di perkotaan (11,2%), sementara di pedesaan (8,4%).

prevalensi ISPA di Jawa-Bali (10,7%), sementara di luar Jawa-bali (7,8%).

Berdasarkanklasifikasi daerah prevalensi ISPA untuk daerah tidak tertinggal

(9,7%), sementara di daerah tertinggal (8,4%).

c. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Waktu

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan

bahwa dari 10 besar penyakit pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2010,

kasus penyakit terbanyak yaitu penyakit infeksi saluran pernapasan bagian

atas akut lainnya yaitu sebanyak 433.354 kasus dengan kasus baru sebesar

(67,2%).

Universitas Sumatera Utara


14

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 Cakupan

penemuan kasus pneumonia pada tahun 2008 adalah (26,3%), kemudian tahun

2009 (25,9%), tahun 2010 (23,0%), tahun 2011 (23,9%), tahun 2012 (23,4%),

tahun 2013 (24,5%), tahun 2014 (29,5%), tahun 2015 (63,5%). Sampai

dengan tahun 2014, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak

mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun

2015 terjadi peningkatan menjadi (63,5%).

2.6.2 Determinan Penyakit ISPA

a. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan

Streptococcus pneumoniadi banyak negara merupakan penyebab paling

umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh

bakteri.Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA

adalah virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman

ISPA akibat organisme baru yangdapat menimbulkan epidemi atau pandemi

memerlukan tindakan pencegahan dan kesiapan khusus. Virus patogen yang

menyebabkan ISPA antara lain adalah Rhinovirus, Respiratory syncytial

virus, Paraininfluenza virus, Severe acute respiratory syndromeassociated

coronavirus (SARS-CoV), danInfluenza virus (WHO, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Imran, dkk (1990) menyebutkan bahwa

bibit penyakit utama ISPA adalah virus, tetapi pada bakteri baik karena

infeksi sekunder atau primer dapat memberikan manifestasi klinis yang lebih

berbahaya. Kontak terhadap virus dapat mencapai 75-80% tetapi

Universitas Sumatera Utara


15

seperempatnya saja yang menjadi sakit, atau menimbulkan gejala setelah

beberapa hari atau bulan.

b. Faktor Host (Pejamu)

1. Umur

Prabowo (dalam Zulhaida, 2014)menjelaskan bahwa kejadian ISPA

pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan buruk.

Hal ini disebabkan karena umumnya ISPA pada anak balita merupakan

kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal sistem

kekebalannya jika dibandingkan pada orang dewasa. ISPA akan menyerang

host apabila ketahanan tubuh menurun. Bayi dibawah lima tahun adalah

kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap

berbagai penyakit.

2. Jenis Kelamin

Kartasasmita (dalam Gulo, 2008) menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan prevalensi, insiden, maupun lama ISPA pada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan.Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi ISPA antara laki-

laki dan perempuan. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan

oleh Gultom di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 yang menunjukkan

bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis

kelamin dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara


16

3. Status Gizi

Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan terhadap

infeksi, demikian juga Sebaliknya. Balita merupakan kelompok rentan

terhadap berbagai masalah kesehatan sehingga apabila kekurangan gizi maka

akan sangat mudah terserang infeksi salah satunya pneumonia (Kemenkes,

2011).

Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan

tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak

mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan

gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya

lebih lama (Maryunani, 2010).

4. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik

dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan

berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran

karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih

mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran

pernapasan lainnya (Maryunani, 2010).

5. Status ASI Eksklusif

Alasan pentingnya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama

adalah bahwa dengan pemberian ASI eksklusif bermanfaat bagi daya tahan

Universitas Sumatera Utara


17

tubuh bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya.Pemberian ASI eksklusif

dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit

yang umum menimpa anak-anakseperti diare, radang paru, serta mempercepat

pemulihan bila sakit (Maryunani, 2012).

6. Status Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau

resisten.Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada anak terhadap

penyakit tertentu, yang terbentuk melalui pemberian vaksin (Sujono, 2009).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA) merupakan salah satu

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.Sebagian besar kematian ISPA

berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi sepertidifteri, pertusis dan campak, maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk

mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap.Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan

pemberianimunisasi Campak dan DPT (Maryunani, 2010).

c. Faktor Lingkungan (Environment)

1. Ventilasi

Menurut Gunawan (dalam Achmad, 2005) menjelaskan bahwa

ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran

udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.

Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan

manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi

Universitas Sumatera Utara


18

yang baik dan over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat

merugikankesehatan.

Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan

perumahan menetapkan bahwa luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang

permanen minimal 10% dari luas lantai, dengan adanya ventilasi yang baik

maka udara segar dapat dengan mudah masuk ke dalam rumah sehingga

kejadian ISPA akan semakin berkurang.

2. Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan

perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak

dianjurkan digunakan lebih dari dua orang, kecuali anak dibaw ah umur 5

tahun. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya

akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya

tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran

pernapasan seperti ISPA.

Menurut Achmadi (dalam Lingga, 2014) menjelaskan bahwa

penularan penyakit terkhusus yang menular melalui udara berbanding lurus

dengan tingkat kepadatan hunian ruang suatu rumah. Kepadatan hunian yang

tinggi akan memperburuk sirkulasi udara. Hal ini akan mengakibatkan

penyakit saluran pernapasan terkhusus yang disebabkan oleh virus akan lebih

cepat menyerang anggota keluarga. Semakin tinggi kepadatan hunian suatu

rumah maka semakin mudah penularan penyakit yang disebabkan oleh

pencemaran udara pada balita seperti gangguan pernapasan atau ISPA.

Universitas Sumatera Utara


19

3. Pemakaian Anti Nyamuk

Mukono (dalam Nursiani, 2012) menjelaskan bahwa penggunaan anti

nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menurunkan

kualitas udara dalam ruangan sehingga menyebabkan gangguan saluran

pernapasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan

paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan.

4. Keberadaan Perokok

Keterpaparan asaprokok pada balita sangat tinggi, hal ini disebabkan

karena anggota keluarga yang merokok biasanya merokok dalam rumah pada

saat bersantai bersama anggota keluarga yang lainnya, misalnya pada

saatmenonton atau setelah selesai makan (Marhamah, 2012)

Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap

dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang

serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-

anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan

terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernapasan akut dan

gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap

oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA,

khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI,2002).

5. Bahan Bakar Untuk Memasak

Asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan

konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

Universitas Sumatera Utara


20

memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan

ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar

tidur, ruang tempat bayi, dan anak balita bermain.Hal ini lebih dimungkinkan

karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya

sehinggga dosis pencemaran tentunya lebih tinggi (Maryunani, 2010).

2.7 Pencegahan Penyakit ISPA

2.7.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang

yang sehat menjadi sakit (Budiarto, 2001).

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer

yaitu (Misnadiarly dalam Gultom, 2012):

a. Penyuluhan kesehatan (health promotion), dilakukan oleh tenaga

kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan

perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor

risiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan

penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,

penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan

lingkungan rumah, dan penyuluhan bahaya rokok.

b. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap pneumonia

merupakan strategi pencegahan spesifik.

c. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik.

d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


21

e. Menghindari bayi dan anak dari paparan asap rokok, polusi udara, dan

tempat keramaian yang berpotensi penularan.

f. Menghindari bayi dan anak dari kontak dengan penderita ISPA

g. Membiasakan pemberian ASI.

2.7.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Dalam pencegahan tahap sekunder ini, upaya yang dapat dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Diagnosis Dini

Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanyabatuk dan

atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensipernapasansesuai

umur. Penentuan peningkatan frekuensi pernapasandilakukan dengan cara

menghitung frekuensi pernapasan dengan menggunakan sound timer, dengan

ketentuan sebagai berikut.

a. Pada anak usiakurang 2 bulan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per

menit atau lebih.

b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 50

kali per menit atau lebih.

c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernapasan sebanyak 40 kali

per menit atau lebih.

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya peningkatan

frekuensi pernapasan, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada

sebelah bawah ke dalam.Rujukan penderita pneumonia berat dilakukan

dengan gejala batuk atau kesukaran bernapas yang disertai adanya gejala

Universitas Sumatera Utara


22

tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan pneumonia maka

diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis,

otitis atau penyakit non-pneumonia lainnya (WHO, 2002).

2. Pengobatan

Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi ISPA

yaitu :

a. Pneumonia sangat berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen terapi

antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular setiap 6

jam.Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3 - 5 hari),

pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam, obati

mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai

ulang dua kali sehari.

b. Pneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi antibiotik

dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular setiap 6 jam

paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi, perawatan

suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang setiap hari.

c. Pneumonia : obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan

kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin prokain

intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di

rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2 hari.

d. Bukan pneumonia (batuk atau pilek) : obati di rumah, terapi antibiotik

sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),

obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

Universitas Sumatera Utara


23

e. Pneumonia persisten : rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan

memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan

adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.

2.7.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan tersier

yaitu:

a. Pneumonia sangat berat : jika anak semakin memburuk setelah pemberian

kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan

kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia

stafilokokus.

b. Pneumonia berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian

benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah

pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan ganti

dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia

setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab pneumonia

persistensi.

c. Pneumonia : coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa

adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang,

nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak

dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat

berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia

berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali

Universitas Sumatera Utara


24

tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat

berat, maka ganti antibiotik dan pantau secara ketat.

Universitas Sumatera Utara


25

2.8. Kerangka Konsep

Karakteristik Bayi
Umur
Jenis Kelamin
Berat Badan Lahir
Status Gizi
Status ASI Eksklusif
Status Imunisasi

Karakteristik Ibu Kejadian Infeksi


Pendidikan Saluran Pernapasan
Pekerjaan Akut (ISPA) pada
Bayi
Karakteristik Lingkungan
Kepadatan Hunian Ruang Tidur
Pemakaian Anti Nyamuk
Bahan Bakar untuk Memasak
Keberadaan Perokok

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik denganmenggunakan

desaincross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kampung Baru Kecamatan

Medan Maimun, atas pertimbangan bahwaproporsi kunjungan penderita ISPA

pada bayi tinggi dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya untuk

menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi

di Puskesmas tersebut. Berdasarkan data P2 ISPA Puskesmas Kampung Baru

tahun 2016 didapat bahwa ISPA adalah penyakit peringkat pertama dari 10

penyakit terbesar setiap bulannya.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari sampai dengan Oktober

tahun 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh bayi yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru yang terdiri dari 6 kelurahan.

26
Universitas Sumatera Utara
27

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian bayi yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru.

a. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus penghitungan besar sampel untuk

estimasi proporsi di bawah ini : (Lemeshow,1997)

{Z 1−⍺/2 Po (1−Po ) + Z 1−β Pa (1−Pa )}²


n=
(Pa −Po )²

Keterangan

n = besar sampel minimal

𝑍1−⍺/2 = Nilai distribusi normal baku pada CI 95 % (5 % = 1,96)

𝑍1−𝛽 = Nilai distribusi normal baku pada CI 90 % (10 % = 1,28)

Po = Proporsi penderita ISPA pada bayi berdasarkan penelitian

Nursiani Gultom tahun 2012 (58 %)

Pa = Taksiran proporsi sesungguhnya

Pa-Po = Taksiran selisih proporsi (15%)

Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel adalah :

{1,96 0,58 0,42 + 1,28 0,73 (0,27)}²


n=
(0,73−0,58)²

(1,5236)²
n=
0,15 ²

n = 103,17

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 103 sampel.

Universitas Sumatera Utara


28

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.Atas

pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga peneliti, maka diambillah Kelurahan

Kampung Baru, Sei Mati, dan Aur.Pemilihan ketiga kelurahan ini didasarkan

pada jumlah bayi di ketiga kelurahan tersebut lebih banyak dibandingkan

kelurahan lainnya.Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunjungi rumah

penduduk yang memiliki bayi yang ada di Kelurahan Kampung Baru, apabila

jumlah besar sampel belum terpenuhi maka pengambilan sampel dilanjutkan

di Kelurahan Aur, dan apabila belum juga memenuhi jumlah besar sampel

maka dilanjutkan di Kelurahan Sei Mati, kemudian dilakukan wawancara

kepada ibu bayi serta pengukuran sesuai dengan kuesioner yang telah

dipersiapkan.

3.4Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari responden yaitu ibu bayi

secara langsung dan hasil pengamatan melalui pengukuran. Data ini dapat

diperoleh dengan menggunakan metode:

a. Wawancara

Dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada ibu berapa usia

bayinya, jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi

bayinya, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kepadatan hunian ruang tidur,

pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, dan keberadaan perokok

dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


29

b.Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan untuk

mendapatkan berat badan bayi.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil laporan SP2TP

(Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas), dan data yang

diperoleh dari Profil Puskesmas Kampung Baru berkaitan dengan tujuan

penelitian seperti batasan wilayah penelitian dan lain-lain.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Definisi Operasional

Definisi operasional pada masing-masing variabel penelitian adalah sebagai

berikut.

a. Kejadian ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernapasan dengan tanda-

tanda klinis pada bayi dalam waktu dua minggu terakhir, dapat

dikategorikan atas :

1. ISPA (batuk dan/atau pilek, disertai demam atau tidak)


2. Tidak ISPA (apabila tidak terdapat salah satu dari tanda-tanda di atas)

b. Umur adalah usia bayi yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan

dilakukan penelitian ini, yaitu 0-11 bulan.

Untuk analisis bivariat, umur dikategorikan atas:

1. 7-11 bulan
2. 0-6 bulan

c. Jenis kelamin adalah jenis kelamin bayi yang merupakan objek penelitian,

dikategorikan atas:

Universitas Sumatera Utara


30

1. Laki-laki
2. Perempuan

d. Berat Badan Lahir adalah berat badan lahir bayi pada waktu lahir sesuai

yang tercatat pada KMS, dikategorikan atas:

1. Berat bayi lahir < 2500 gram


2. Berat bayi lahir ≥ 2500gram

e. Status gizi adalah keadaan gizi bayi dilihat dari pengukuran antropometrik

berdasarkan (BB/U) yang dikategorikan menjadi : (WHO-NCHS)

1. Gizi lebih, bila nilai Z-Score > +2 SD


2. Gizi baik, bila nilai Z-Score terletak antara -2 SD ≤ Z ≤ +2 SD
3. Gizi kurang, bila nilai Z-Score terletak antara -3 SD ≤ Z < -2 SD
4. Gizi buruk, bila nilai Z-Score < -3 SD

Untuk analisis bivariat, dilakukan penggabungan sel untuk status gizi

dan dikategorikan atas :

1. Gizi kurang + gizi buruk


2. Gizi lebih + gizi baik

f. Status ASI eksklusif adalah ada/tidaknya bayi mendapat ASI sejak lahir

sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan dan minuman lain selain

ASI, yang dikategorikan menjadi : (Kemenkes RI, 2015)

1. Tidak ASI eksklusif


2. ASI eksklusif

g. Status imunisasi adalah sudah/tidaknya bayi mendapatkan jenis imunisasi

DPT/Hib dan imunisasi campak, yang dikategorikan menjadi : (Kemenkes

RI, 2016)

1. Tidak (tidak/belum mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan/atau


imunisasi campak
2. Ya (sudah mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan imunisasi campak)

Universitas Sumatera Utara


31

h. Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formil terakhir ibu bayi,

dikelompokkan atas: (Kemenkes RI, 2013)

1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. D1-D3/perguruan tinggi

untuk analisis bivariat, pendidikan ibu dikategorikan atas:

1. Rendah (Tidak sekolah, SD,dan SMP)


2. Tinggi (SMA,dan D1-D3/perguruan tinggi)

i. Pekerjaan ibu adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan sehari-hari

oleh ibu bayi yang sifatnya menghasilkan gaji atau upah, dikategorikan

atas : (Kemenkes RI, 2013)

1. Tidak bekerja
2. Pegawai
3. Wiraswasta
4. Buruh/petani/nelayan
5. Lain-lain

untuk analisis bivariat, pekerjaan ibu dikategorikan atas:

1. Bekerja (Pegawai, wiraswasta, buruh/petani/nelayan, dan lain-lain.)


2. Tidak bekerja

j. Kepadatan hunian ruang tidur adalah kepadatan penghuni dalam ruang

tidur bayi, yang dikategorikan atas : (KepMenkes RI No. 829 tahun 1999)

1. Padat (kepadatan hunian ruang tidur < 8m2/ 3 orang)


2. Tidak padat (kepadatan hunian ruang tidur ≥ 8m2/ 3 orang)

k. Pemakaian anti nyamuk adalah kebiasaan menggunakan anti nyamuk

bakar di dalam rumah atau ketika tidur pada malam hari, dikategorikan

atas : (Kemenkes RI, 2013)

1. Ya

Universitas Sumatera Utara


32

2. Tidak

l. Bahan bakar untuk memasak adalah bahan bakar yang digunakan saat

memasak setiap hari, dikategorikan atas : (KepMenkes RI No. 829 tahun

1999)

1. Kayu bakar
2. Minyak Tanah
3. Gas/Elpiji

untuk analisis bivariat, bahan bakar memasak dikategorikan atas:

1. Kayu bakar/minyak tanah


2. gas/elpiji

m. Keberadaan perokok adalah keberadaan perokok dalam rumah yang

dikategorikan atas : (Depkes, RI, 2007)

1. Ada
2. Tidak ada

3.6 Aspek Pengukuran

Variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah.

No Variabel Cara dan Hasil Ukur Skala


. Alat Ukur Ukur
1. Kejadian Wawancara 1. ISPA (batuk dan/atau Ordinal
ISPA (kuesioner) pilek,disertai demam
atau tidak)
2. Tidak ISPA (apabila
tidakterdapat salah satu
dari tanda-tanda diatas)

2. Berat Badan Wawancara 1. Berat bayi lahir < 2500 Ordinal


Lahir dan gram
melihat KMS 2. Berat bayi lahir ≥ 2500
gram

3. Status Gizi Menimbang 1. Gizi kurang (-3 SD ≤ Z Ordinal


BB, < -2 SD) + gizi buruk
menanyakan (Z score < -3 SD)

Universitas Sumatera Utara


33

umur 2. Gizi lebih (Z score > +2


(kuesioner SD) + gizi baik (-2 SD
dan ≤ Z ≤ +2 SD)
timbangan)

4. Status ASI Wawancara 1. Tidak ASI Eksklusif Ordinal


Eksklusif (kuesioner) 2. ASI Eksklusif (bayi
mempunyai riwayat
mendapatkan ASI saja
sebagai makanan
sampai usia 6 bulan)

5. Status Wawancara 1. Tidak (tidak/belum Ordinal


Imunisasi dan melihat mendapatkan imunisasi
KMS DPT/Hib dan/atau
(kuesioner) imunisasi campak)
2. Ya (sudah mendapatkan
imunisasi DPT/Hib dan
imunisasi campak)

6. Kepadatan Wawancara 1. Padat (kepadatan Ordinal


Hunian (kuesioner) hunian ruang tidur
Ruang <8m2/ 3 orang)
Tidur 2. Tidak Padat (kepadatan
hunian ruang tidur≥
8m2/ 3 orang)

7. Pemakaian Wawancara 1. Ya (jika menggunakan Ordinal


Anti (kuesioner anti nyamuk bakar
Nyamuk untuk
menghindarigigitan
nyamuk)
2. Tidak (jika tidak
menggunakan anti
nyamuk bakar untuk
menghindari gigitan
nyamuk)

8. Keberadaan Wawancara 1. Ada (bila ada anggota Ordinal


Perokok (kuesioner) keluarga yang merokok
dalam rumah)
2. Tidak ada (bila tidak
ada anggota keluarga
yang merokok dalam
rumah)

Universitas Sumatera Utara


34

3.7 Metode Analisa Data

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi atau besarnyaproporsi berdasarkan variabel yang diteliti.

3.7.2Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Analisis ini dilakukan

dengan menggunakan uji Chi-squarepada tingkat kepercayaan 95% (⍺=0,05),

sehingga apabila ditemukan hasil analisis statistik p< 0,05 maka variabel

tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan.

Pengukuran ratio prevalence dilakukan dengan menggunakan rumus:

RP = A/(A+B) : C/(C+D)

Keterangan :

A/(A+B) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor risiko

yang mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

C/(C+D) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang

mengalamiInfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Geografis

Puskesmas Kampung Baru terletak di Jalan Pasar Senen Lingkungan IV

Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun.Puskesmas Kampung Baru

mempunyai luas wilayah kerja 334,5 Hadan terdiri dari 6 Kelurahan dan 66

Lingkungan. Enam Kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru yaitu:

1. Kelurahan Kampung Baru

2. Kelurahan Sei Mati

3. Kelurahan Suka Raja

4. Kelurahan Aur

5. Kelurahan Hamdan

6. Kelurahan Jati

Batas Wilyah kerja Puskesmas Kampung Baru adalah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Johor

c. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Kota

d. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Medan Polonia

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

adalah 55.268 jiwa yang terdiri dari laki-laki 27.445 jiwa dan perempuan 27.823

jiwa. Penduduk ini terdiri dari 9.560 kepala keluarga (KK).

35
Universitas Sumatera Utara
36

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti, yaitu

karakteristik bayi (umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status ASI

eksklusif, status imunisasi), karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan), serta

karakteristik lingkungan (kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian anti nyamuk

bakar, bahan bakar untuk memasak, keberadaanperokok).

4.2.1 Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Penelitian yang dilakukan terhadap 103 bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru tahun 2017 diperoleh distribusi proporsi bayi berdasarkan

kejadian ISPA sebagai berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Prevalensi Bayi Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Status Kejadian ISPA f %
ISPA 61 59,2
Tidak ISPA 42 40,8
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa prevalencerateISPA pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

tahun 2017 adalah (59,2%).

4.2.2 Karakteristik Bayi

Penelitian yang dilakukan terhadap 103bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017 diperoleh distribusi

proporsi berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status ASI

eksklusif, dan status imunisasi sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


37

a. Umur

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja


Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun
2017
Umur (Bulan) f %
0 4 3,9
1 3 2,9
2 8 7,8
3 9 8,7
4 5 4,9
5 7 6,8
6 9 8,7
7 11 10,7
8 9 8,7
9 12 11,7
10 9 8,7
11 17 16,5
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang berumur

0 bulan adalah (3,9%), 1 bulan (2,9%), 2 bulan (7,8%), 3 bulan (8,7%), 4 bulan

(4,9%), 5 bulan (6,8%), 6 bulan (8,7%), 7 bulan (10,7%), 8 bulan (8,7%), 9 bulan

(11,7%), 10 bulan (8,7%), dan 11 bulan (16,5%).

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Jenis Kelamin f %
Laki-laki 50 48,5
Perempuan 53 51,5
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang berjenis

kelamin laki-laki adalah (48,5%), sedangkan proporsi bayi yang berjenis kelamin

perempuan adalah (51,5%).

Universitas Sumatera Utara


38

c. Berat Badan Lahir


Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Berat Badan Lahir di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Berat Badan Lahir f %
< 2500 gram 8 7,8
≥ 2500 gram 95 92,2
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa proporsi bayi dengan berat

badan lahir < 2500 gram (7,8%), sedangkan proporsi bayi dengan berat badan

lahir ≥ 2500 gram adalah (92,2%).

d. Status Gizi

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun
2017
Status Gizi f %
Gizi Lebih 4 3,9
Gizi Baik 82 79,6
Gizi Kurang 16 15,5
Gizi Buruk 1 1,0
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang memiliki

status gizi lebih adalah (3,9%), gizi baik (79,6%), gizi kurang (15,5%), dan gizi

buruk (1,0%).

e. Status ASI Eksklusif

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status ASI Eksklusif di


Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
ASI Eksklusif f %
Tidak ASI Eksklusif 48 46,6
ASI Eksklusif 55 53,4
Total 103 100

Universitas Sumatera Utara


39

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang tidak

ASI eksklusif adalah (46,6%), sedangkan yang ASI eksklusif (53,4%).

f. Status Imunisasi

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Bayi Berdasarkan Status Imunisasi di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Status Imunisasi f %
Tidak 65 63,1
Ya 38 36,9
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang tidak

atau belum mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan/atau imunisasi campak adalah

(63,1%), sedangkan yang sudah mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan imunisasi

campak adalah (36,9%).

4.2.3 Karakteristik Ibu

Penelitian yang dilakukan terhadap 103bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017, diperoleh distribusi

proporsi berdasarkan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan) sebagai berikut.

a. Pendidikan Ibu

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja


Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun
2017
Pendidikan Ibu f %
SD 2 1,9
SMP 19 18,4
SMA 70 68,0
D1-D3/Perguruan Tinggi 12 11,7
Total 103 100

Universitas Sumatera Utara


40

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang

pendidikan ibunya SD adalah (1,9%), SMP (18,4%), SMA (68,0%), sedangkan

D1-D3/perguruan tinggi (11,7%).

b. Pekerjaan Ibu

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja


Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun
2017
Pekerjaan Ibu f %
Tidak Bekerja 81 78,6
Pegawai 8 7,8
Wiraswasta 12 11,7
Buruh/Petani/Nelayan 2 1,9
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang

pekerjaan ibunya pegawai (7,8%), wiraswasta (11,7%), buruh/petani/nelayan

(1,9%), sedangkan yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu

(78,6%).

4.2.4 Karakteristik Lingkungan

Penelitian yang dilakukan terhadap 103bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017, diperoleh distribusi

proporsi berdasarkan karakteristik lingkungan (kepadatan hunian ruang tidur,

pemakaian anti nyamuk, bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok)

sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


41

a. Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Berdasarkan Kepadatan Hunian Ruang Tidur


di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Kepadatan Hunian Ruang Tidur f %
Padat 57 55,3
Tidak Padat 46 44,7
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa proporsibayi yang

rumahnya memiliki hunian ruang tidur yang padat adalah (55,3%), sedangkan

yang hunian ruang tidurnya tidak padat adalah (44,7%).

b. Pemakaian Anti Nyamuk

Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Berdasarkan Pemakaian Anti Nyamuk di


Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Pemakaian Anti Nyamuk f %
Ya 7 6,8
Tidak 96 93,2
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang di

rumahnya terbiasa menggunakan anti nyamuk bakar adalah (6,8%), sedangkan

yang tidak terbiasa menggunakan anti nyamuk bakar adalah (93,2%).

c. Bahan Bakar untuk Memasak

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Berdasarkan Bahan Bakar untuk Memasak di


Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Bahan Bakar untuk Memasak f %
Kayu Bakar 1 1,0
Minyak Tanah 17 16,5
Gas/Elpiji 85 82,5
Total 103 100

Universitas Sumatera Utara


42

Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang

dirumahnya menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak adalah

(1,0%), minyak tanah (16,5%), sedangkan gas/elpiji (82,5%).

d. Keberadaan Perokok

Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Berdasarkan Keberadaan Perokok di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Keberadaan Perokok f %
Ya 84 81,6
Tidak 19 18,4
Total 103 100

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa proporsi bayi yang

dirumahnya terdapat orang yang merokok adalah (81,6%), sedangkan yang tidak

terdapat perokok adalah (18,4%).

4.3 Analisa Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik

bayi (umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status ASI eksklusif,

status imunisasi), karakterisrik ibu(pendidikan, pekerjaan), karakteristik

lingkungan (kepadatan hunian ruang tidur, pemakaian anti nyamuk, bahan bakar

untuk memasak, keberadaan perokok) dengan kejadian ISPA pada bayi.

4.3.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA

Tabel 14 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah


Kerja Puskesmas Kampung BaruKecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Umur (Bulan) Kejadian ISPA Total p RP
ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
7-11 40 69,0 18 31,0 58 100 0,022 1,478
0-6 21 46,7 24 53,3 45 100 (1,034-2,122)

Universitas Sumatera Utara


43

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang berumur 7-11 bulan adalah (69,0%), sedangkan bayi yang berumur 0-6

bulan adalah (46,7%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang berumur 7-11 bulan

adalah (31,0%), sedangkan pada bayi yang berumur 0-6 bulan (53,3%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,022. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

umur dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung

Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.Ratio prevalence ISPA pada bayi

yang berumur 7-11 bulan dan bayi 0-6 bulan adalah 1,478 dengan 95% CI=1,034-

2,122.

4.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA

Tabel 15 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA pada Bayi di


Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Jenis Kejadian ISPA Total p RP
Kelamin ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Laki-laki 34 68,0 16 32,0 50 100 0,078 1,335
Perempuan 27 50,9 26 49,1 53 100 (0,964-1,848

Berdasarkan Tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang berjenis kelamin laki-laki adalah (68,0%), sedangkan bayi yang berjenis

kelamin perempuan adalah (50,9%). Proporsi tidak ISPA pada bayi laki-laki

adalah (32,0%), sedangkan pada bayi perempuan (49,1%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,078. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

Universitas Sumatera Utara


44

jeniskelamin dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

4.3.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA


Tabel 16 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Berat Badan Kejadian ISPA Total p RP
Lahir ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
< 2500 gram 6 75,0 2 25,0 8 100 0,467 1,295
≥ 2500 gram 55 57,9 40 42,1 95 100 (0,838-2,002)

Berdasarkan Tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang berat badan lahirnya < 2500 gram adalah (75,0%), sedangkan bayi yang

berat badan lahirnya ≥ 2500 gram adalah (57,9%). Proporsi tidak ISPA pada bayi

yang berat badan lahirnya < 2500 gram adalah (25,0%), sedangkan pada bayi

yang berat badan lahirnya ≥ 2500 gram adalah (42,1%).

Analisis statistik uji Chi-square tidak dapat dilakukan karena ada 2 sel

(50%) expected count kurang dari 5, maka dilanjutkan dengan uji Fisher’s exact

test diperoleh nilai p=0,467. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah

kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


45

4.3.4 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA


Tabel 17 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017
Status Gizi Kejadian ISPA Total p RP
ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Gizi Kurang + 14 82,4 3 17,6 17 100 0,034 1,507
Gizi Buruk (1,125-2,019)
Gizi Lebih+ Gizi 47 54,7 39 45,3 86 100
Baik

Berdasarkan Tabel 4.17 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang status gizinya kurang + buruk adalah (82,4%), sedangkan bayi yang

status gizinya lebih + baik adalah (54,7%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang

status gizinya kurang + buruk adalah (17,6%), sedangkan pada bayi yang status

gizinya lebih + baik adalah (45,3%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,034. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

status gizi dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung

Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.Ratio prevalence ISPA pada bayi

yang memiliki status gizi kurang + gizi buruk dan status gizi lebih + gizi baik

adalah 1,507 dengan 95% CI=1,125-2,019.

Universitas Sumatera Utara


46

4.3.5 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA


Tabel 18 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
ASI Eksklusif Kejadian ISPA Total p RP
ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Tidak ASI 34 70,8 14 29,2 48 100 0,025 1,443
Eksklusif (1,043-1,996)
ASI Eksklusif 27 49,1 28 50,9 55 100

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang tidak ASI eksklusif adalah(70,8%), sedangkan bayi yang ASI eksklusif

adalah(49,1%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang tidak ASI eksklusif

adalah(29,2%), sedangkan pada bayi yang ASI eksklusif adalah(50,9%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,025. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara ASI

eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung

Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.Ratio prevalence ISPA pada bayi

yang tidak ASI eksklusif dan yang ASI eksklusif adalah 1,443 dengan 95%

CI=1,043-1,996.

4.3.6 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA


Tabel 19 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Status Kejadian ISPA Total p RP
Imunisasi ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Tidak 36 55,4 29 44,6 65 100 0,300 0,842
Ya 25 65,8 13 34,2 38 100 (0,613-1,155)

Universitas Sumatera Utara


47

Berdasarkan Tabel 4.19 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang belum atau tidak mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan/atau imunisasi

campak adalah (55,4%), sedangkan bayi yang sudah mendapatkan imunisasi

DPT/Hib dan imunisasi campak adalah (65,8%). Proporsi tidak ISPA pada bayi

yang belum atau tidak mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan/atau imunisasi

campak adalah (44,6%), sedangkan pada bayi yang sudah mendapatkan imunisasi

DPT/Hib dan imunisasi campak adalah (34,2%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chi squarediperoleh

nilaip=0,300. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

status imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

4.3.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA


Tabel 20 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Pendidikan Kejadian ISPA Total p RP
Ibu ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Rendah 13 61,9 8 38,1 21 100 0,779 1,058
Tinggi 48 58,5 34 41,5 82 100 (0,722-1,549)

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang pendidikan ibunya rendah adalah (61,9%), sedangkan bayi yang

pendidikan ibunya tinggi adalah (58,5%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang

pendidikan ibunya rendah adalah (38,1%), sedangkan pada bayi yang pendidikan

ibunya tinggi adalah (41,5%).

Universitas Sumatera Utara


48

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-square diperoleh

nilaip=0,779. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

4.3.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA


Tabel 21 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Pekerjaan Kejadian ISPA Total p RP
Ibu ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Bekerja 13 59,1 9 40,9 22 100 0,989 0,997
Tidak Bekerja 48 59,3 33 40,7 81 100 (0,674-1,475)

Berdasarkan Tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang ibunya bekerja adalah (59,1%), sedangkan bayi yang ibunya tidak

bekerja adalah (59,3%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang ibunya bekerja

adalah (40,9%), sedangkan pada bayi yang ibunya tidak bekerja adalah (40,7%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,989. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

pekerrjaan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


49

4.3.9 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA


Tabel 22 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017
Kepadatan Kejadian ISPA Total p RP
Hunian ISPA Tidak ISPA (95% CI)
Ruang Tidur f % f % f %
Padat 39 68,4 18 31,6 57 100 0,034 1,431
Tidak Padat 22 47,8 24 52,2 46 100 (1,009-2,029)

Berdasarkan Tabel 4.22 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian ruang tidurnya tergolong

padat adalah (68,4%), sedangkan bayi yang kepadatan hunian ruang tidurnya

tergolong tidak padat adalah (47,8%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang

kepadatan hunian ruang tidurnya tergolong padat adalah (31,6%), sedangkan pada

bayi yang kepadatan hunian ruang tidurnya tergolong tidak padat padat adalah

(52,2%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,034. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.Ratio

prevalence ISPA pada bayi yang tinggal di rumah yang hunian ruang tempat

tidurnya tergolong padat dan tidak padat adalah 1,431 dengan 95% CI=1,009-

2,029.

Universitas Sumatera Utara


50

4.3.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA


Tabel 23 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA pada
Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017
Pemakaian Kejadian ISPA Total p RP
Anti Nyamuk ISPA Tidak ISPA (95% CI)
Bakar f % f % f %
Ya 4 57,1 3 42,9 7 100 1,000 0,962
Tidak 57 59,4 39 40,6 96 100 (0,496-1,867)

Berdasarkan Tabel 4.23 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang yang di rumahnya terbiasa menggunakan anti nyamuk bakar adalah

(57,1%), sedangkan bayi yang dirumahnya tidak menggunakan anti nyamuk bakar

adalah (59,4%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang di rumahnya menggunakan

anti nyamuk bakar adalah (42,9%), sedangkan pada bayi yang di rumahnya tidak

menggunakan anti nyamuk bakar adalah (40,6%).

Analisis statistik uji Chi-square tidak dapat dilakukan karena ada 2 sel

(50%) expected count kurang dari 5, maka dilanjutkan dengan uji Fisher’s exact

test diperoleh nilai p=1,000. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang

bermakna antara pemakaian anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada bayi

di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun

2017.

Universitas Sumatera Utara


51

4.3.11 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian ISPA


Tabel 24 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian ISPA
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017
Bahan Bakar Kejadian ISPA Total p RP
untuk ISPA Tidak ISPA (95% CI)
Memasak f % f % f %
Kayu Bakar/ 13 72,2 5 27,8 18 100 1,279
Minyak Tanah 0,217 (0,909-1,800)
Gas/Elpiji 48 56,5 37 43,5 85 100

Berdasarkan Tabel 4.24 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang di rumahnya menggunakan kayu bakar/minyak tanah sebagai bahan

bakar untuk memasak adalah (72,2%), sedangkan bayi yang di rumahnya

menggunakan gas/elpiji sebagai bahan bakar untuk memasak adalah adalah

(56,5%). Proporsi tidak ISPA pada bayi yang di rumahnya menggunakan kayu

bakar/minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak adalah (27,8%),

sedangkan pada bayi yang di rumahnya menggunakan gas/elpiji sebagai bahan

bakar untuk memasak adalah (43,5%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,217. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


52

4.3.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA


Tabel 25 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA pada Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan
Maimun Tahun 2017
Keberadaan Kejadian ISPA Total p RP
Perokok ISPA Tidak ISPA (95% CI)
f % f % f %
Ada 54 64,3 30 35,7 84 100 0,028 1,745
Tidak Ada 7 36,8 12 63,2 19 100 (0,948-3,211)

Berdasarkan Tabel 4.25 di atas dapat diketahui bahwa proporsi ISPA pada

bayi yang di rumahnya terdapat orang yang merokok adalah (64,3%), sedangkan

bayi yang di rumahnya tidak terdapat perokok adalah (36,8%). Proporsi tidak

ISPA pada bayi yang di rumahnya terdapat perokok adalah (35,7%), sedangkan

pada bayi yang di rumahnya tidak terdapat perokok adalah (63,2%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi-squarediperoleh

nilaip=0,028. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

keberadaan perokok dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.Ratio prevalence ISPA

pada bayi yang dirumahnya terdapat perokok dan yang tidak terdapat perokok

adalah 1,745 dengan 95%CI= 0,948-3,211.

Universitas Sumatera Utara


53

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Prevalence Rate Kejadian ISPA

Kejadian ISPA

40.8%
ISPA
Tidak ISPA
59.2%

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Kejadian ISPA pada Bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan
Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.1 di atas dapat dilihat bahwa prevalence rate

kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017 adalah (59,2%), lebih tinggi

dibandingkan dengan yang tidak menderita ISPA yaitu (40,8%).

Hasil penelitian Gultom di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan

Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 menunjukkan proporsi kejadian ISPA

pada bayi sebesar (58,0%).

Hasil penelitian Valentina di Kelurahan Glugur Darat I tahun 2011

menunjukkan bahwa angka prevalens rate ISPA pada batita adalah (48,1%).

Universitas Sumatera Utara


54

5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Umur dengan ISPA


100
90
80
69
70
Proporsi (%)

60 53.3
50 46.7
ISPA
40 Tidak ISPA
31
30
20
10
0
7-11 Bulan 0-6 Bulan

Gambar 5.2 Diagram BarHubungan Umur dengan Kejadian ISPA pada


Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.2di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA pada

kelompok umur 7-11 bulan yaitu (69,0%), sedangkan pada kelompok umur 0-

6 bulan yaitu (46,7%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara umur dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.Diperoleh

RP sebesar 1,478 dengan 95% CI (1,034-2,122), artinya bahwa umur

merupakan faktor risiko kejadian ISPA.

Universitas Sumatera Utara


55

Supriyatno (dalam Marlina, 2015) menjelaskan bahwa ISPA dapat

ditemukan pada 50% anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% anak berusia 5-

12 tahun. WHO melaporkan bahwa di negara berkembang.Infeksi saluran

pernapasan akut termasuk infeksi respiratori bawah (pneumonia, bronkiolitis,

dan lain-lain) adalah penyebab utama dari empat penyebab terbanyak

kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 1

tahun.

Bayi dan balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk

terserang berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyebab kematian pada

kelompok bayi dan balita, dan juga termasuk 10 penyakit terbanyak di rumah

sakit (Kemenkes RI, 2012).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina di wilayah

kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014

dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai

p=0,276.

Universitas Sumatera Utara


56

5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Jenis Kelamin dengan ISPA


100
90
80
68
70
Proporsi (%)

60 50.9 49.1
50 ISPA
40 32 Tidak ISPA
30
20
10
0
Laki-laki Perempuan

Gambar 5.3 Diagram BarHubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi dengan jenis kelamin laki-laki yaitu (68,0%), sedangkan pada bayi

dengan jenis kelamin perempuan yaitu (50,9%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017.

Supriyatno (dalam Marlina, 2015) menjelaskan bahwa pada umumnya

tidak ada perbedaan insiden ISPA akibat virus atau bakteri pada laki-laki dan

perempuan.Akan tetapi, ada yang mengemukakan bahwa terdapat sedikit

Universitas Sumatera Utara


57

perbedaan yaitu insiden lebih tinggi pada anak laki-laki yang berusia di atas 6

tahun.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gultom di wilayah

kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 dengan

desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA, dengan nilai p=0,865.

5.2.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Berat Badan Lahir dengan ISPA


100
90
80 75
70
Proporsi (%)

57.9
60
50 42.1 ISPA
40 Tidak ISPA
30 25
20
10
0
< 2500 gram ≥ 2500 gram

Gambar 5.4 Diagram BarHubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram yaitu (75,0%), sedangkan

pada bayi dengan dengan berat badan lahir ≥ 2500 gram yaitu (57,9%).

Analisis statistik uji Chi-square tidak dapat dilakukan karena ada 2 sel

(50%) expected count kurang dari 5, maka dilanjutkan dengan uji Fisher’s

Universitas Sumatera Utara


58

exact test diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

Tahun 2017.

Balita yang mengalami BBLR lebih besar risiko untuk terdiagnosa

ISPA.Dikarenakan pada balita BBLR organ-organ pernapasannya belum

matang yang menyebabkan pengembangan paru kurang adekuat, otot-otot

pernapasan masih lemah dan pusat pernapasan belum berkembang.Kurangnya

zat surfaktan dapat mengurangi tegangan pada permukaan paru.Anatomi dari

organ pernapasan yang belum matang menyebabkan ritme dari pernapasan

tidak teratur seringkali ditemukan apnea dan sianosis.Kecepatan pernapasan

bervariasi mencapai 60 sampai 80 kali per menit (Ibrahim, 2011).

Dachi (dalam Sukmawati, 2010) menjelaskan bahwa risiko kesakitan

hingga kematian padabayi BBLR cukup tinggi oleh karena adanya gangguan

pertumbuhan dan imaturitas organ. Bayi yang berat badan lahirnya rendah,

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan

lainnya. Meskipun anak mempunyai riwayat lahir dengan BBLR, jika

didukung oleh kondisi status gizi baik maka tubuh akan mempunyai cukup

kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sukmawati, dkk di

wilayah kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten

Maros tahun 2009 dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak

Universitas Sumatera Utara


59

ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA

pada balita, dengan nilai p=0,636.

5.2.4 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Status Gizi dengan ISPA


100
90 82.4
80
70
Proporsi (%)

60 54.7
50 45.3
40 ISPA
30 Tidak ISPA
17.6
20
10
0
Gizi Kurang + Gizi Gizi Lebih + Gizi
Buruk Baik

Gambar 5.5 Diagram BarHubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA


pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi dengan status gizi kurang + gizi buruk yaitu (82,4%), sedangkan

pada bayi dengan status gizi lebih + gizi baik yaitu (54,7%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.Diperoleh

RP sebesar 1,507 dengan 95% CI (1,125-2,019), artinya bahwa status gizi

merupakan faktor resiko kejadian ISPA.

Universitas Sumatera Utara


60

Status gizi pada anak sangat penting, karena status gizi yang baik

akan meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh anak, sehingga anak tidak

mudah terkena penyakit infeksi. Semakin rendah status gizi balita maka

semakin rendah pula daya tahan tubuh balita, maka semakin rentan balita

untuk menderita penyakit infeksi (Hayati, 2014).

Status gizi merupakan indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi bagi

balita penderita ISPA. Ketidakcukupan nutrisi akan berdampak pada

penurunan berat badan, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, penurunan

daya tahan tubuh, dan meningkatnya risiko kekambuhan dan komplikasi

penyakit ISPA pada balita (Israfil, 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mariza, dkk di

wilayah kerja Puskesmas Rajabasa Indah Bandar lampung tahun 2013 dengan

desain cross sectional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p=0,017.

Universitas Sumatera Utara


61

5.2.5 Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Status ASI Eksklusif dengan ISPA


100
90
80
70.8
70
Proporsi (%)

60
49.1 50.9
50 ISPA
40 Tidak ISPA
29.2
30
20
10
0
Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif

Gambar 5.6 Diagram BarHubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi dengan status tidak ASI eksklusif yaitu (70,8%), sedangkan pada

bayi dengan status ASI eksklusif yaitu (49,1%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara status ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017.Diperoleh RP sebesar 1,443 dengan 95% CI (1,043-1,996), artinya

bahwa status ASI eksklusif merupakan faktor risiko kejadian ISPA.

Utami (dalam Wahyuningsih, 2013) menjelaskan bahwa bayi yang

masih berusia dibawah 6 bulan tubuhnya rentan terkena berbagai

Universitas Sumatera Utara


62

penyakit.Atas dasar inilah maka bayi lahir sampai usia 6 bulan sebaiknya

diberikan ASI secara eksklusif agar tidak mudah terserang penyakit, semakin

lama anak mendapatkan ASI maka semakin kuat sistem imunitas tubuhnya.

ASI eksklusif yang diberikan pada bayi umur 0-6 bulan dapat meningkatkan

sistem imunitas terhadap penyakit, karena ASI banyak mengandung unsur

kekebalan tubuh atau unsur imun.

Baskoro (dalam Widarini, 2010) menjelaskan bahwa ASI mengandung

semua zat yang dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan anak.Bayi

yang mendapatkan ASI eksklusif lebih jarang menderita infeksi saluran napas,

gangguan pencernaan, dan malnutrisi dibandingkan dengan bayi yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif.Satu juta lebih kematian bayi selama setahun bisa

dicegah jika semua bayi mendapatkan ASI eksklusif pada 6 bulan pertama

kehidupannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gulo di Kelurahan

Ilir Gunung Sitoli tahun 2008 dengan desain cross sectional menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p=0,011.

Universitas Sumatera Utara


63

5.2.6 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Status Imunisasi dengan ISPA


100
90
80
70 65.8
Proporsi (%)

60 55.4
50 44.6 ISPA
40 34.2 Tidak ISPA
30
20
10
0
Tidak Ya

Gambar 5.7 Diagram BarHubungan Status Imunisasi dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi dengan status sudah mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan

imunisasi campak yaitu (65,8%), sedangkan pada bayi dengan status

imunisasi yang tidak atau belum mendapatkan imuisasi DPT/Hib dan/atau

imunisasi campak yaitu (55,4%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017.

Universitas Sumatera Utara


64

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi.Dalam penurunan angka kejadian ISPA

dilakukan dengan memberikan imunisasi lengkap pada anak, yang harus

dipenuhi sebelum anak berusia 2 tahun (Marhamah, 2012).

Imunisasi DPT dan campak merupakan imunisasi yang berkontribusi

dengan penyakit ISPA.DPT yang merupakan singkatan dari difteri pertusis

dan tetanus. Difteri (anti infeksi saluran pernapasan), pertusis (batuk rejan),

dan tetanus (penyakit yang bersifat toxin mediated), toksin yang dihasilkan

kuman melekat pada bulu getar saluran napas atas akan melumpuhkan bulu

getar tersebut, sehingga menyebabkan gangguan aliran sekret pernapasan, dan

berpotensi menyebabkan ISPA.

Imunisasi campak juga merupakan salah satu pencegahan ISPA.Virus

campak masuk melalui saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke kelenjar

getah bening yang berada di bawah mukosa.Ketika 5-6 hari setelah infeksi

awal kemudian menyebar ke permukaan epitel saluran pernapasan dan

berpotensi menyebabkan ISPA.Oleh sebab itu indikator untuk ISPA adalah

imunisasi DPT dan campak (Hayati, 2014).

Proporsi bayi yang tidak atau belum mendapatkan imunisasi DPT/HiB

dan/atau imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang

sudah mendapatkan imunisasi DPT/Hib dan imunisasi campak, hal ini

dikarenakan proporsi bayi yang berumur lebih sama dengan 9 bulan (36,9%)

lebih sedikit dibandingkan dengan proporsi bayi yang berumur kurang dari 9

bulan (63,1%). Sementara imunisasi campak baru bisa diberikan ketika bayi

Universitas Sumatera Utara


65

sudah berumur 9 bulan.Selain status imunisasi faktor lain yang dapat

menyebabkan ISPA dapat juga dilihat dari karakteristik lingkungan tempat

tinggal bayi seperti kepadatan hunian ruang tidur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purnama sinaga

diwilayah kerja Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige Kabupaten Toba

Samosir tahun 2014 dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA,

dengan nilai p=0,404.

5.2.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Pendidikan Ibu dengan ISPA


100
90
80
70
Proporsi (%)

61.9 58.5
60
50 ISPA
38.1 41.5
40 Tidak ISPA
30
20
10
0
Rendah Tinggi

Gambar 5.8 Diagram BarHubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang pendidikan ibunya rendah yaitu (61,9%), sedangkan pada bayi

yang pendidikan ibunya tinggi yaitu (58,5%).

Universitas Sumatera Utara


66

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017.

Tingkat pendidikan ibu dalam penelitian ini lebih banyak terdapat pada

ibu yang tingkat pendidikannya tinggi.Rudianto (2013) menjelaskan bahwa

pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ketepatan dan ketelitian dalam

pencegahan dan pengelolaan penyakit yang terjadi pada anak

balitanya.Tingkat pendidikan ibu, dalam hal ini lebih dikaitkan dengan

kemampuan seorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi pada

umumnya memiliki pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat lebih mudah

dalam menyerap dan menerima informasi serta aktif berperan serta dalam

mengatasi masalah kesehatannya dan keluaganya. Saran dan pesan kesehatan

yang disampaikan oleh berbagai media atau petugas kesehatan akan mudah

dimengerti oleh ibu yang berpendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan

tingkat pendidikan rendah.

Selain pendidikan ibu kejadian ISPA juga bisa dipengaruhi oleh faktor

lain, seperti faktor lingkungan rumah tempat tinggal bayi. Contoh faktor

lingkungan yang bisa mempengaruhi kejadian ISPA pada bayi adalah

kepadatan hunian ruang tidur, semakin padat hunian ruang tidur maka

penularan penyakit ISPA akan semakin mudah.

Universitas Sumatera Utara


67

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Valentina di

Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur tahun 2011dengan desain

cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai

p=0,500.

5.2.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Pekerjaan Ibu dengan ISPA


100
90
80
70
Proporsi (%)

59.1 59.3
60
50 40.9 40.7 ISPA
40 Tidak ISPA
30
20
10
0
Bekerja Tidak Bekerja

Gambar 5.9 Diagram BarHubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian


ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung
Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang ibunya tidak bekerja yaitu (59,3%), sedangkan pada bayi yang

ibunya bekerja yaitu (59,1%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada bayi di

Universitas Sumatera Utara


68

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017.

Ibu sebagai pemeran utama dalam perawatan anak, terjadi konflik

antara pekerjaan dengan kegiatan rumah tangga, salah satunya merawat

anak.Ibu yang bekerja tidak hanya memiliki waktu yang lebih sedikit untuk

merawat anaknya sendiri, kualitas perawatan juga dapat menurun akibat stres

dan lelah terkait pekerjaan (Firdausia, 2013).

Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan kejadian ISPA pada

bayi dalam penelitian ini, hal ini dimungkinkan karena jumlah responden yang

tidak bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden yang

bekerja, oleh karena itu ibu mempunyai waktu yang banyak untuk merawat

dan memberikan perhatian terhadap bayinya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina di wilayah

kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014

dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara p ekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita, dengan

nilai p=0,254.

Universitas Sumatera Utara


69

5.2.9 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA

Pada Bayi

Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan ISPA


100
90
80
68.4
70
Proporsi (%)

60 52.2
47.8
50 ISPA
40 Tidak ISPA
31.6
30
20
10
0
Padat Tidak Padat

Gambar 5.10 Diagram BarHubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur


dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang kepadatan hunian ruang tidurnya tergolong padat yaitu

(68,4%), sedangkan pada bayi yang kepadatan hunian ruang tidurnya

tergolong tidak padat yaitu (47,8%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

Tahun 2017.Diperoleh RP sebesar 1,431 dengan 95% CI (1,009-2,029),

Universitas Sumatera Utara


70

artinya bahwa kepadatan hunian ruang tidur merupakan faktor risiko kejadian

ISPA.

Menurut Kepmenkes RI (1999) luas ruangan tidur minimal 8m2 dan

tidak dianjurkan lebih dari 2 orang, kecuali untuk keluarga yang memiliki

anak di bawah umur 2 tahun yang biasanya masih membutuhkan kehadiran

orang tuanya. Kepadatan hunian ruangan akan menyebabkan kadar oksigen

dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO2, dampak dari

terjadinya peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam

rumah.

Notoatmodjo (dalam Hayati, 2014) menjelaskan bahwa kepadatan

penghuni dalam satu rumah akan memberikan pengaruh bagi penghuninya.

Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya oksigen, juga

bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama ISPA akan

mudah menular kepada anggota keluarga yang lainnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Naria,dkk di wilayah

kerja Puskesmas TuntunganKecamatan Medan Tuntungan tahun 2008 dengan

desain cross sectional menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara kepadatan hunian ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita, dengan

nilai p=0,001.

Universitas Sumatera Utara


71

5.2.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk dengan Kejadian ISPA Pada

Bayi

Pemakaian Anti Nyamuk dengan ISPA


100
90
80
70
Proporsi (%)

57.1 59.4
60
50 42.9 ISPA
40.6
40 Tidak ISPA
30
20
10
0
Ya Tidak

Gambar 5.11 Diagram BarHubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar


dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 5.11 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang di rumahnya tidak terbiasa menggunakan anti nyamuk bakar

yaitu (59,4%), sedangkan pada bayi yang di rumahnya terbiasa menggunakan

anti nyamuk bakar yaitu (57,1%).

Analisis statistik uji Chi-square tidak dapat dilakukan karena ada 2 sel

(50%) expected count kurang dari 5, maka dilanjutkan dengan uji Fisher’s

exact test diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara pemakaian anti nyamuk bakar dengan

kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


72

Pemakaian anti nyamuk dalam penelitian ini adalah kebiasaan

responden untuk menggunakan obat nyamuk bakar sebagai bentuk

perlindungan tehadap gigitan nyamuk.Responden yang menggunakan anti

nyamuk bakar mengunakan anti nyamuk bakar pada malam hari dan

diletakkan di ruang tidur.Sementara responden yang tidak menggunakan anti

nyamuk bakar memilih dengan menggunakan kipas angin dan lotion anti

nyamuk bisa melindungi dari gigitan nyamuk.Tidak adanya hubungan antara

pemakaian anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada bayi dalam

penelitian ini, hal ini dimungkinkan karena jumlah responden yang

menggunakan anti nyamuk bakar jauh lebih sedikit dibandingkan dengan

jumlah responden yang tidak menggunakan anti nyamuk bakar.

Depkes RI (dalam Rudianto, 2013) menjelaskan bahwa obat nyamuk

bakar merupakan salah satu formula yang berbentuk coil, yang

penggunaannya dengan dibakar agar menghasilkan asap untuk membunuh

nyamuk, akan tetapi disisi lain asap obat nyamuk dapat menjadi sumber

pencemaran dalam rumah. Anti nyamuk bakar berbahaya bagi kesehatan

karena dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan, jika anti nyamuk

dibakar mengandung bahan SO2 sebutan dari bahan berbahaya

octachloroprophyl ether yang dapat mengeluarkan bischlorometyl ether yang

walaupun dalam kondisi rendah dapat menyebabkan batuk, iritasi hidung,

tenggorokan bengkak dan perdarahan

Iswara (dalam Rianti, 2017) menjelaskan bahwa obat nyamuk bakar

yang mengeluarkan asap, dimana asap tersebut menguap dari pembakaran

Universitas Sumatera Utara


73

obat nyamuk dan mengandung zat karsinogenik. Paparan melalui pernapasan

sangat berbahaya dikarenakan partikel-partikel bahan aktif dapat dengan cepat

diserap oleh paru-paru menuju peredaran darah, sehinga dapat menyebabkan

kerusakan serius pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru, apabila terhirup

dengan jumlah yang cukup dan dalam jangka waktu yg lama.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gulo di Kelurahan

Ilir Gunung Sitoli tahun 2008 dengan desain cross sectional menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemakaian anti nyamuk

bakar dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p=0,454.

5.2.11 Hubungan Bahan Bakar untuk Memasak dengan Kejadian ISPA

Pada Bayi

Bahan Bakar untuk Memasak dengan ISPA


100
90
80 72.2
70
Proporsi (%)

60 56.5
50 43.5
40 ISPA
27.8
30 Tidak ISPA
20
10
0
Kayu Bakar/Minyak Gas/Elpiji
Tanah

Gambar 5.12 Diagram BarHubungan Bahan Bakar untuk Memasak


dengan Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara


74

Berdasarkan Gambar 5.12 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang di rumahnya menggunakan kayu bakar/minyak tanah sebagai

bahan bakar untuk memasak yaitu (72,2%), sedangkan pada bayi yang di

rumahnya menggunakan gas/elpiji sebagai bahan bakar untuk memasak yaitu

(56,5%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square

diperoleh nilai p> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA

pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan

Maimun Tahun 2017.

Tidak adanya hubungan antara bahan bakar memasak dengan kejadian

ISPA pada bayi dalam penelitian ini, hal ini dimungkinkan karena jumlah

responden yang menggunakan kayu bakar atau minyak tanah jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah responden yang menggunakan gas/elpiji sebagai

bahan bakar untuk memasak. Sementara bahan bakar yang memiliki risiko

akan pencemaran udara dikarenakan kayu bakar dan minyak tanah

dibandingkan dengan gas/elpiji.

Soewasti (dalam Rudianto, 2013) menjelaskan bahwa penggunaan

bahan bakar dalam rumah tangga untuk beberapa keperluan seperti memasak

dan penerangan biasanya dapat memberi pengaruh terhadap kualitas kesehatan

lingkungan rumah.Pemakaian bahan bakar tradisional seperti kayu bakar,

arang, serta minyak tanah, sering menghasilkan pembakaran kurang sempurna

sehingga banyak menimbulkan sisa pembakaran yang dapat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


75

kesehatan. Apabila penghawaan di rumah tidak baik dan tidak ada lubang asap

di dapur untuk mengeluarkan asap dan partikel-partikel debu dari dapur, maka

asap akan memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi udara di dalam

ruangan tidak baik. Hal ini bisa menyebabkan gangguan saluran pernapasan

terutama pada balita dan lansia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gultom di wilayah

kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 dengan

desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara bahan bakar untuk memasak dengan kejadian ISPA pada

balita, dengan nilai p=0,131.

5.2.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA Pada Bayi

Keberadaan Perokok
100
90
80
70 63.2
Proporsi (%)

64.3
60
50 ISPA
40 35.7 36.8
Tidak ISPA
30
20
10
0
Ada Tidak Ada

Gambar 5.13 Diagram BarHubungan Keberadaan Perokok dengan


Kejadian ISPA pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017

Universitas Sumatera Utara


76

Berdasarkan Gambar 5.13 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA

pada bayi yang di rumahnya terdapat orang yang merokok yaitu (64,3%),

sedangkan pada bayi yang di rumahnya tidak terdapat perokok yaitu (36,8%).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi-square

diperoleh nilai p< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara keberadaan perokok dengan kejadian ISPA pada bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun

2017. Diperoleh RP sebesar 1,745 dengan 95% CI (0,948-3,211), karena

rentang nilai CI mencakup angka 1 makakeberadaan perokok bukan

merupakan faktor risiko kejadian ISPA.

Depkes RI (2002) menjelaskan bahwa asap rokok dari orang tua atau

penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran

dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan

dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus-menerus akan

menimbulkan gangguan pernapasan dan memperberat timbulnya infeksi

saluran pernapasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin

banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan risiko

terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi.

Dachroni (dalam Salim, 2012) menjelaskan bahwa jika terdapat seorang

perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga

menderita sakit, seperti gangguan pernapasan serta dapat meningkatkan risiko

untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang

tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan. Gas

Universitas Sumatera Utara


77

berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan

bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis

kronis, lumpuhnya serat elastis di jaringan paru-paru dan mengakibatkan

pecahnya kantong udara.Jumlah perokok yang terdapat dalam rumah pada

penelitian ini lebih banyak ditemukan dengan jumlah 1 orang perokok

(67,9%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marhamah di Desa

Bontongan Kabupaten Enrekang tahun 2012 dengan desain cross sectional

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan

perokok dengan kejadian ISPA pada anak balita, dengan nilai p=0,026.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. PrevalencerateISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung

Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017 adalah (59,2%).

2. Distribusi proporsi berdasarkan karakteristik bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017

lebih banyak terdapat pada bayi yang berumur 11 bulan (16,5%), jenis

kelamin perempuan (51,5%), berat badan lahir ≥ 2500 gram (92,2%),

status gizi baik (79,6%), status ASI eksklusif (53,4%), dan Status

imunisasi yang tidak atau belum mendapatkan imunisasi DPT/HiB

dan/atau imunisasi campak (63,1%).

3. Distribusi proporsi berdasarkan karakteristik ibu bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017

lebih banyak terdapat pada ibu yang pendidikan terakhirnya SMA

(68,0%), dan status pekerjaan tidak bekerja atau sebagai ibu rumah

tangga (78,6%).

4. Distribusi proporsi berdasarkan karakteristik lingkungan rumah di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun

tahun 2017 lebih banyak terdapat pada hunian ruang tidur yang

tergolong padat (55,3%), tidak menggunakan anti nyamuk bakar

(93,2%), menggunakan gas/elpiji sebagai bahan bakar untuk memasak

(82,5%), dan rumahnya terdapat orang yang merokok (81,6%).

78
Universitas Sumatera Utara
79

5. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian

ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan lahir

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

8. Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian

ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

9. Terdapat hubungan yang bermakna antara status ASI eksklusif dengan

kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


80

12. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan

kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

13. Terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian ruang

tidur dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

14. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian anti

nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

15. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara bahan bakar memasak

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

16. Terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan perokok

dengan kejadian ISPA pada bayi di wilayah kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun tahun 2017.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan Puskesmas Kampung Baru

dapat meningkatan pemantauan status gizi bayi, memberikan

penyuluhan tentang arti penting ASI eksklusif bagi bayi, serta

penyuluhan tentang kesehatan lingkungan perumahan dan penyuluhan

tentang bahaya rokok.

2. Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi untuk memberikan ASI

eksklusif yang merupakan hak asasi bagi bayi, dan memperhatikan

Universitas Sumatera Utara


81

serta memberikan gizi yang baik bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

3. Diharapkan kepada masyarakat yang hunian ruang tidurnya tergolong

padat untuk memiliki kebiasaan membuka jendela setiap hari dan jika

ada anggota keluarga yang terkena ISPA untuk menjaga kontak

langsung terhadap bayi dan diharapkan untuk menggunakan masker.

4. Diharapkan kepada masyarakat yang di rumahnya terdapat orang yang

merokok untuk tidak merokok ketika berada dalam rumah.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., Mukty, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.Airlangga


University Press. Surabaya.
Budiarto, E., Anggraeni, D. 2001. Pengantar Epidemiologi. Buku Kedokteran
EGC. Bandung.
Bustan, N. M. 2012. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta.
Cahya, R., Ismanto A.Y., Michael, Y. 2016. Hubungan Peran Orang Tua
dalam Pencegahan ISPA pada Balita di Puskesmas Bilalang
Kotamobagu Tahun 2015. Jurnal Keperawatan. 4 (1) : 1-6.
Corwin, E. 2009.Patofisiologi.Buku kedokteran EGC. Jakarta.
Daroham, N.E., Mutiatikum. 2009. Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di
Indonesia.Buletin penelitian kesehatan : 50-55.
Dinkes Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2012.Medan.
. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2014.Medan.
Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada
Balita.Jakarta.
. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007.Jakarta.
Dewi, C. C. 2012. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah dan Perilaku
Orang Tua dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1 (2) :904 – 910.
Djaja, S., Ariawan, I., Afifah, T. 2001.Determinan Perilaku Pencarian
Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita.
Buletin Penelitian Kesehatan. 25 (4) : 1-11.
Djojodibroto, R. D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Firdausia, A. 2013.Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Ibu dengan
Perilaku Pencegahan ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Gang Sehat Pontianak. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura. Pontianak.
Gapar, I.S. 2015.Hubungan Kualitas Sanitasi Rumah dengan Kejadian
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Wilayah
Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Tesis
Universitas Udayana.Denpasar.

82
Universitas Sumatera Utara
83

Gulo, R.R. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi


Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Keluahan Ilir
Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gultom, N. 2012.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Hayati, S. 2014. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung.
Jurnal Ilmu Keperawatan. 2 (1) : 62-67.
Ibrahim, H. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten
Boalemo Tahun 2011.Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Negeri
Hasanuddin. Semarang.
Israfil., Yuni, S., Ilya, K. 2013. Analisis Faktor yang Berhubungandengan
Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan Pendekatan Teori Florence
Nightingale di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang : 21-30.

Kemenkes RI. 2008.Profil PP & PL. Dirjen PP & PL. Jakarta.


. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Pneumonia Balita.
Jakarta.

. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan


Akut. Jakarta.
. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.Jakarta.
. 2013. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta.
. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.
. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta.
. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta.
KepMenkes RI No. 829/Menkes/SK/VIII/1999.Peraturan Rumah Sehat.Jakarta.
Lingga, R.N., Nurmaini., Devi,N.S. 2014. Hubungan Karakteristik Rumah
dengan Kejadian ISPA pada Balita dalam Keluarga Perokok di
Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo
Tahun 2014 : 1-10.

Universitas Sumatera Utara


84

Lubis, I., Marjanis, S., Mulyono, W., Djoko, Y., Nonoeng, R. 1990. Etiologi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Faktor Lingkungan.
Buletin Penelitian Kesehatan. 18 (2) : 26-33.
Lemeshow, S., David, W., Jenelle, K., Stephen, K. 1997.Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan.Gajah Mada University Press.Yogyakarta.
Marhamah., Arsunan, A., Wahiduddin. 2012. Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Bontongan
Kabupaten Enrekang : 1-12.
Mariza, A., Trisnawati. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya ISPA pada Bayi (1-12 Bulan) di Wilayah Kerja
PuskesmasRajabasa Indah Bandar Lampung Tahun 2013. Jurnal
Kebidanan. 1 (2) : 57-62.
Marlina, L. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal
Tahun 2014. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Maryunani, A. 2010.Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info
Media.Jakarta
. 2012. Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif, dan Manajemen
Laktasi. Trans Info Media. Jakarta.
Naria, E., Indra, C., Asmawati. 2008. Hubungan Kondisi Rumah dengan
Keluhan ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntungan
Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2008.Info Kesehatan
Masyarakat. 12 (1) : 1-7.
Oktaviani, I., Sri, H., Eva, S. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di
Puskesmas Garuda Kota Bandung.Jurnal Ilmu Keperawatan.2 (2).
Puskesmas Kampung Baru Medan. 2016. Laporan Bulanan P2 ISPA.
Rianti, E.D. 2017. Mekanisme Paparan Obat Anti Nyamuk Elektrik dan Obat
Anti Nyamuk Bakar Terhadap Gambaran ParuTikus.Inovasi. 12 (2)
: 58-68.
Riyadi, S., Sukarmin.2009.Asuhan Keperawatan pada Anak. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Rudianto. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa
Tamansari Kecamatan Pangkalan Karawang Tahun 2013. Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


85

Salim, Agus. 2012. Hubungan Pengetahuan, Status Imunisasi dan


Keberadaan Perokok dalam Rumah dengan Penyakit Ingeksi
Saluran Pernapasan Akut pada Balita di Puskesmas Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar. Ilmiah STIKES U’Budiyah. 1 (2) : 1-10.
Sinaga, P., Lubis, Z., Siregar, M. A. 2014. Hubungan Status Gizi dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Soposurung Kecamatan
Balige Kabupaten Toba Samosir. Info KesehatanMasyarakat : 1-9.
Sukmawati., Sri, D. A. 2010. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir,
Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.
Media Gizi Pangan :1-12.
Trisnawati, Y., Juwarni. 2012. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Rembang Kabupaten Purbalingga 2012 : 1-8.
Yusup, N. A., Lilis, S. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan
Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1 (2) : 110-
119.
Wahyuningsih, R., Yuni, S.A., Ilya, K. 2013.Hubungan Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) Eksklusif dengan Kejadian Bronkiolitis pada Bayi Usia 7-
24 Bulan : 45-49.
Widarini; Sumasari. 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada Bayi. JIG. 1 (1) : 28-41.
WHO. 2002. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Pedoman Untuk Dokter Dan Petugas Kesehatan
Senior. Alih Bahasa : C. Anton Wijawa.Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
. 2007.Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, Pedoman Interim WHO.Alih Bahasa : Trust
Indonesia, Jakarta.
. 2012. Pneumonia Is The Leading Cause Of Death In Children.
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/news_events/news/pneu
monia/en/index.html. Akses 21 Maret 2017.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KAMPUNG BARU
KECAMATAN MEDAN MAIMUN
TAHUN 2017

I. Identitas Responden (Ibu Bayi)


1. Nama Ibu :
2. Alamat :
3. Umur Ibu : Tahun
4. Pendidikan Ibu
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. D1-D3/Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan Ibu
a. Tidak bekerja
b. Pegawai
c. Wiraswasta
d. Buruh/Petani/Nelayan
e. Ibu Rumah Tangga
f. Lain-lain …………… (Sebutkan)

II. Karakteristik Bayi


1. Nama Bayi :
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
3. Umur : Tahun
4. Berat Badan : Kg
5. Berat Badan Lahir : gram
6. Apakah bayi ibu mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan
tanpa diberi makanan tambahan atau minuman selain ASI?
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


7. Apakah bayi ibu sudah mendapatkan imunisasi DPT dan campak?
a. Ya
b. Tidak
c. Hanya imunsasi DPT/HiB
d. Hanya imunisasi campak

III. Karakteristik Lingkungan


1. Berapa jumlah anggota keluarga yang menetap di rumah? ........
Orang
2. Berapa jumlah anggota keluarga yang menetap di rumah yang
sekamar dengan balita? …….... Orang
3. Berapa jumlah kamar tidur dalam rumah? …….. Kamar
4. Apakah keluarga terbiasa menggunakan anti nyamuk?
a. Ya
b. Tidak
5. Jika ya, jenis anti nyamuk apa yang sering digunakan?
a. Bakar
b. Semprot
c. Elektrik
6. Jenis bahan bakar apa yang yang sering digunakan untuk memasak?
a. Kayu bakar
b. Minyak tanah
c. Gas/elpiji
7. Apakah ada anggota keluarga yang merokok?
a. Ada
b. Tidak Ada
8. Jika ada, berapa jumlah anggota keluarga yang merokok?
a. 1 orang
b. 2 orang
c. 3 orang atau lebih

IV. Status Penyakit ISPA pada Bayi

1. Apakah dalam 2 minggu terakhir ini bayi ibu mengalami tanda-


tanda seperti batuk dan/atau pilek serta demam?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, apakah bayi ibu mengalami kesulitan bernapas disertai
dengan adanya penarikan pada dinding dada bayi?
a. Ya

Universitas Sumatera Utara


b. Tidak
3. Apakah bayi ibu mengalami peningkatan frekuensi pernapasan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah bayi ibu mengalami kesulitan untuk dapat minum?
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Master Data

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 4 2 2 2 2 2 1 1 4 2 3 1 1 2 3 2 1 1
2 7 1 1 2 2 2 1 1 5 2 2 1 2 2 3 2 2 1
3 2 2 1 2 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 3 2 2 2
4 9 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
5 2 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
6 4 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
7 5 2 1 2 2 2 1 1 3 1 3 1 1 2 3 2 1 1
8 2 2 1 2 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 3 2 1 2
9 0 2 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
10 3 2 1 2 1 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
11 4 2 2 2 3 1 2 1 3 1 1 2 2 2 3 2 1 1
12 6 2 2 1 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 2 1 1 1
13 7 1 2 2 2 2 2 1 5 2 1 2 2 2 3 2 1 1
14 3 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 2 1 1 2
15 11 1 1 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
16 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 2 1 2 1
17 11 1 2 2 3 1 2 2 4 2 1 2 1 1 3 2 2 2
18 2 2 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
19 11 1 1 2 3 1 2 2 4 2 1 2 1 2 2 1 1 1
20 1 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 3 2 1 2
21 0 2 2 2 2 2 1 1 5 2 1 2 2 2 3 2 1 2

Universitas Sumatera Utara


22 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 3 1 1 2 3 2 2 1
23 1 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
24 11 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 2 1
25 10 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 3 2 1 1
26 11 1 2 2 2 2 1 2 4 2 1 2 1 1 3 2 2 1
27 9 1 2 1 4 1 2 2 3 1 1 2 1 2 3 2 1 1
28 11 1 1 2 2 2 2 2 3 1 1 2 2 2 2 1 1 1
29 3 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
30 8 1 1 1 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 3 2 1 1
31 8 1 1 2 1 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
32 1 2 2 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
33 6 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 1 1 1 1
34 7 1 2 1 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
35 10 1 2 1 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 2 1 1 1
36 5 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
37 11 1 1 2 2 2 2 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
38 9 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
39 10 1 2 2 3 1 1 2 5 2 2 1 1 2 3 2 2 1
40 3 2 1 2 2 2 2 1 4 2 2 1 2 2 3 2 1 2
41 11 1 1 2 2 2 2 2 3 1 3 1 1 2 2 1 1 1
42 10 1 2 2 2 2 1 2 3 1 1 2 1 2 3 2 1 2
43 3 2 2 2 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
44 7 1 1 2 2 2 1 1 3 1 1 2 1 2 2 1 1 1
45 7 1 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2

Universitas Sumatera Utara


46 9 1 2 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 3 2 2 2
47 11 1 2 2 2 2 2 2 3 1 1 2 1 2 2 1 1 1
48 10 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
49 10 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
50 6 2 2 2 2 2 2 1 3 1 4 1 2 2 2 1 1 2
51 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 1 1 3 2 1 1
52 3 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 2 1 1 2
53 3 2 2 2 3 1 1 1 5 2 2 1 1 2 3 2 1 1
54 5 2 2 2 2 2 2 1 5 2 2 1 2 2 3 2 2 2
55 8 1 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
56 11 1 1 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
57 10 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 1 2 2 1 1 1
58 2 2 1 1 2 2 2 1 5 2 2 1 2 1 3 2 1 2
59 8 1 2 2 3 1 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
60 9 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
61 11 1 1 2 2 2 1 2 5 2 2 1 2 2 3 2 2 2
62 9 1 1 2 3 1 1 2 4 2 1 2 1 2 2 1 1 1
63 0 2 1 2 2 2 2 1 5 2 3 1 2 2 3 2 2 2
64 6 2 2 2 3 1 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
65 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
66 6 2 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
67 2 2 1 2 2 2 1 1 4 2 3 1 1 2 3 2 2 2
68 2 2 1 2 3 1 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
69 7 1 2 2 3 1 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1

Universitas Sumatera Utara


70 4 2 2 2 2 2 2 1 3 1 1 2 1 2 3 2 2 2
71 5 2 2 2 3 1 2 1 3 1 1 2 2 1 3 2 1 2
72 5 2 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
73 6 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 2 2
74 4 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
75 8 1 2 1 3 1 1 1 5 2 1 2 1 2 3 2 1 1
76 7 1 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 2 2
77 5 2 2 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
78 3 2 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
79 6 2 2 2 3 1 2 1 3 1 1 2 1 2 3 2 1 1
80 9 1 2 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
81 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 3 1 1 2 3 2 1 1
82 7 1 1 2 2 2 2 1 5 2 2 1 2 2 3 2 1 2
83 3 2 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
84 8 1 2 2 3 1 1 1 4 2 3 1 1 2 3 2 1 1
85 7 1 2 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 2 2
86 5 2 1 2 1 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 2
87 9 1 2 2 2 2 1 2 4 2 1 2 1 2 2 1 2 1
88 11 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 1 1 3 2 1 1
89 10 1 2 2 2 2 2 2 4 2 1 2 1 2 2 1 1 2
90 6 2 1 2 2 2 1 1 3 1 4 1 2 2 3 2 1 1
91 10 1 2 1 2 2 1 2 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
92 7 1 2 2 2 2 2 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 2
93 9 1 1 2 2 2 1 2 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1

Universitas Sumatera Utara


94 2 2 2 2 2 2 2 1 3 1 3 1 1 2 3 2 1 2
95 8 1 1 2 2 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
96 8 1 1 2 3 1 1 1 4 2 3 1 2 2 3 2 1 1
97 9 1 2 2 1 2 2 2 4 2 1 2 1 2 2 1 1 2
98 6 2 1 2 2 2 1 1 3 1 1 2 2 2 3 2 1 1
99 7 1 2 2 2 2 1 1 4 2 1 2 1 2 3 2 1 1
100 8 1 1 2 2 2 1 1 4 2 1 2 2 2 3 2 1 1
101 9 1 1 2 2 2 2 2 4 2 1 2 2 2 3 2 2 2
102 9 1 2 2 2 2 2 2 5 2 3 1 1 1 3 2 1 1
103 0 2 2 2 3 1 1 1 3 1 3 1 2 2 2 1 1 1

Keterangan :
1. Umur
2. Umur bivariat
3. Jenis kelamin
4. Berat badan lahir
5. Status gizi
6. Status gizi bivariat
7. Status ASI eksklusif
8. Status imunisasi
9. Pendidikan ibu
10. Pendidikan ibu bivariat
11. Pekerjaan ibu
12. Pekerjaan ibu bivariat
13. Kepadatan hunian ruang tidur
14. Penggunaan anti nyamuk bakar

Universitas Sumatera Utara


15. Bahan bakar untuk memasak
16. Bahan bakar memasak bivariat
17. Keberadaan perokok
18. Kejadian ISPA pada bayi

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Hasil Analisis Data

Frequency Table

Kejadian ISPA pada Bayi

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ISPA 61 59,2 59,2 59,2
Tidak ISPA 42 40,8 40,8 100,0
Total 103 100,0 100,0

Umur Bayi (Bulan)

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 4 3,9 3,9 3,9
1 3 2,9 2,9 6,8
2 8 7,8 7,8 14,6
3 9 8,7 8,7 23,3
4 5 4,9 4,9 28,2
5 7 6,8 6,8 35,0
6 9 8,7 8,7 43,7
7 11 10,7 10,7 54,4
8 9 8,7 8,7 63,1
9 12 11,7 11,7 74,8
10 9 8,7 8,7 83,5
11 17 16,5 16,5 100,0
Total 103 100,0 100,0

Umur Bayi (Bulan)

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 7-11 58 56,3 56,3 56,3
0-6 45 43,7 43,7 100,0
Total 103 100,0 100,0

Jenis Kelami n

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 50 48,5 48,5 48,5
Perempuan 53 51,5 51,5 100,0
Total 103 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Berat Badan Lahi r

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 2500 gram 8 7,8 7,8 7,8
>= 2500 gram 95 92,2 92,2 100,0
Total 103 100,0 100,0

Status Gizi

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Lebih 4 3,9 3,9 3,9
Gizi Baik 82 79,6 79,6 83,5
Gizi Kurang 16 15,5 15,5 99,0
Gizi Buruk 1 1,0 1,0 100,0
Total 103 100,0 100,0

Status Gizi

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gizi Kurang + Gizi Buruk 17 16,5 16,5 16,5
Gizi Lebih + Gizi Baik 86 83,5 83,5 100,0
Total 103 100,0 100,0

Status ASI Eksklusi f

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ASI Eksklusif 48 46,6 46,6 46,6
ASI Eksklusif 55 53,4 53,4 100,0
Total 103 100,0 100,0

Status Imunisasi

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 65 63,1 63,1 63,1
Ya 38 36,9 36,9 100,0
Total 103 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pendidi kan Ibu

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 2 1,9 1,9 1,9
SMP 19 18,4 18,4 20,4
SMA 70 68,0 68,0 88,3
D1-D3/ Perguruan Tinggi 12 11,7 11,7 100,0
Total 103 100,0 100,0

Pendidi kan Ibu

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 21 20,4 20,4 20,4
Tinggi 82 79,6 79,6 100,0
Total 103 100,0 100,0

Pekerjaan Ibu

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 81 78,6 78,6 78,6
Pegawai 8 7,8 7,8 86,4
Wiraswast a 12 11,7 11,7 98,1
Buruh/Petani/ Nelay an 2 1,9 1,9 100,0
Total 103 100,0 100,0

Pekerjaan Ibu

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 22 21,4 21,4 21,4
Tidak Bekerja 81 78,6 78,6 100,0
Total 103 100,0 100,0

Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Padat 57 55,3 55,3 55,3
Tidak Padat 46 44,7 44,7 100,0
Total 103 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Penggunaan Anti Nyamuk Bakar

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 7 6,8 6,8 6,8
Tidak 96 93,2 93,2 100,0
Total 103 100,0 100,0

Bahan Bakar untuk Memasak

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kay u Bakar 1 1,0 1,0 1,0
Miny ak Tanah 17 16,5 16,5 17,5
Gas/Elpiji 85 82,5 82,5 100,0
Total 103 100,0 100,0

Bahan Bakar untuk Memasak

Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid K.Bakar/Miny ak Tanah 18 17,5 17,5 17,5
Gas/Elpiji 85 82,5 82,5 100,0
Total 103 100,0 100,0

Keberadaan Perokok

Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 84 81,6 81,6 81,6
Tidak Ada 19 18,4 18,4 100,0
Total 103 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs

Umur Bayi (Bulan) * Kejadian ISPA pada Bayi Crosstabulati on

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Umur Bay i 7-11 Count 40 18 58
(Bulan) Expected Count 34,3 23,7 58,0
% within Umur
69,0% 31,0% 100,0%
Bay i (Bulan)
% within Kejadian
65,6% 42,9% 56,3%
ISPA pada Bay i
% of Total 38,8% 17,5% 56,3%
0-6 Count 21 24 45
Expected Count 26,7 18,3 45,0
% within Umur
46,7% 53,3% 100,0%
Bay i (Bulan)
% within Kejadian
34,4% 57,1% 43,7%
ISPA pada Bay i
% of Total 20,4% 23,3% 43,7%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Umur
59,2% 40,8% 100,0%
Bay i (Bulan)
% within Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,218b 1 ,022
Continuity Correctiona 4,335 1 ,037
Likelihood Ratio 5,233 1 ,022
Fisher's Exact Test ,027 ,019
Linear-by -Linear
5,167 1 ,023
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
18,35.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Umur
2,540 1,132 5,696
Bay i (Bulan) (7-11 / 0-6)
For cohort Kejadian I SPA
1,478 1,034 2,112
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,582 ,363 ,932
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Jenis Kelamin * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 34 16 50
Expected Count 29,6 20,4 50,0
% within Jenis Kelamin 68,0% 32,0% 100,0%
% within Kejadian ISPA
55,7% 38,1% 48,5%
pada Bay i
% of Total 33,0% 15,5% 48,5%
Perempuan Count 27 26 53
Expected Count 31,4 21,6 53,0
% within Jenis Kelamin 50,9% 49,1% 100,0%
% within Kejadian ISPA
44,3% 61,9% 51,5%
pada Bay i
% of Total 26,2% 25,2% 51,5%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Jenis Kelamin 59,2% 40,8% 100,0%
% within Kejadian ISPA
100,0% 100,0% 100,0%
pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3,099b 1 ,078
Continuity Correctiona 2,433 1 ,119
Likelihood Ratio 3,122 1 ,077
Fisher's Exact Test ,108 ,059
Linear-by -Linear
3,069 1 ,080
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
20,39.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Jenis
Kelamin (Laki-laki / 2,046 ,918 4,563
Perempuan)
For cohort Kejadian I SPA
1,335 ,964 1,848
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,652 ,400 1,063
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Berat Badan Lahir * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Berat Badan < 2500 gram Count 6 2 8
Lahir Expected Count 4,7 3,3 8,0
% wit hin Berat
75,0% 25,0% 100,0%
Badan Lahir
% wit hin Kejadian
9,8% 4,8% 7,8%
ISPA pada Bay i
% of Total 5,8% 1,9% 7,8%
>= 2500 gram Count 55 40 95
Expected Count 56,3 38,7 95,0
% wit hin Berat
57,9% 42,1% 100,0%
Badan Lahir
% wit hin Kejadian
90,2% 95,2% 92,2%
ISPA pada Bay i
% of Total 53,4% 38,8% 92,2%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% wit hin Berat
59,2% 40,8% 100,0%
Badan Lahir
% wit hin Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,894b 1 ,344
Continuity Correctiona ,326 1 ,568
Likelihood Ratio ,946 1 ,331
Fisher's Exact Test ,467 ,291
Linear-by -Linear
,885 1 ,347
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
3,26.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Berat
Badan Lahir (< 2500 2,182 ,418 11,376
gram / >= 2500 gram )
For cohort Kejadian I SPA
1,295 ,838 2,002
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,594 ,175 2,018
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Status Gizi * Kejadian ISPA pada Bayi

Status Gizi * Kejadian ISPA pada Bayi Crosstabulation

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Stat us Gizi Kurang + Gizi Buruk Count 14 3 17
Gizi Expected Count 10,1 6,9 17,0
% wit hin Status Gizi 82,4% 17,6% 100,0%
% wit hin Kejadian
23,0% 7,1% 16,5%
ISPA pada Bay i
% of Total 13,6% 2,9% 16,5%
Gizi Lebih + Gizi Baik Count 47 39 86
Expected Count 50,9 35,1 86,0
% wit hin Status Gizi 54,7% 45,3% 100,0%
% wit hin Kejadian
77,0% 92,9% 83,5%
ISPA pada Bay i
% of Total 45,6% 37,9% 83,5%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% wit hin Status Gizi 59,2% 40,8% 100,0%
% wit hin Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,510b 1 ,034
Continuity Correctiona 3,436 1 ,064
Likelihood Ratio 4,943 1 ,026
Fisher's Exact Test ,056 ,029
Linear-by -Linear
4,467 1 ,035
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
6,93.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or St atus Gizi
(Gizi Kurang + Gizi Buruk / 3,872 1,037 14,456
Gizi Lebih + Gizi Baik)
For cohort Kejadian ISPA
1,507 1,125 2,019
pada Bay i = ISPA
For cohort Kejadian ISPA
,389 ,136 1,115
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Status ASI Eksklusif * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Stat us ASI Tidak ASI Eksklusif Count 34 14 48
Eksklusif Expected Count 28,4 19,6 48,0
% within Status
70,8% 29,2% 100,0%
ASI Eksklusif
% within Kejadian
55,7% 33,3% 46,6%
ISPA pada Bay i
% of Total 33,0% 13,6% 46,6%
ASI Eksklusif Count 27 28 55
Expected Count 32,6 22,4 55,0
% within Status
49,1% 50,9% 100,0%
ASI Eksklusif
% within Kejadian
44,3% 66,7% 53,4%
ISPA pada Bay i
% of Total 26,2% 27,2% 53,4%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Status
59,2% 40,8% 100,0%
ASI Eksklusif
% within Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,017b 1 ,025
Continuity Correctiona 4,157 1 ,041
Likelihood Ratio 5,086 1 ,024
Fisher's Exact Test ,029 ,020
Linear-by -Linear
4,969 1 ,026
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
19,57.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or St at us
ASI Eksklusif (Tidak ASI 2,519 1,113 5,699
Eksklusif / ASI Eksklusif )
For cohort Kejadian I SPA
1,443 1,043 1,996
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,573 ,343 ,956
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Status Imunisasi * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Status Imunisasi Tidak Count 36 29 65
Expected Count 38,5 26,5 65,0
% within Status Imunisasi 55,4% 44,6% 100,0%
% within Kejadian ISPA
59,0% 69,0% 63,1%
pada Bay i
% of Total 35,0% 28,2% 63,1%
Ya Count 25 13 38
Expected Count 22,5 15,5 38,0
% within Status Imunisasi 65,8% 34,2% 100,0%
% within Kejadian ISPA
41,0% 31,0% 36,9%
pada Bay i
% of Total 24,3% 12,6% 36,9%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Status Imunisasi 59,2% 40,8% 100,0%
% within Kejadian ISPA
100,0% 100,0% 100,0%
pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,075b 1 ,300
Continuity Correctiona ,687 1 ,407
Likelihood Ratio 1,085 1 ,297
Fisher's Exact Test ,406 ,204
Linear-by -Linear
1,065 1 ,302
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
15,50.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or St at us
,646 ,282 1,480
Imunisasi (Tidak / Ya)
For cohort Kejadian I SPA
,842 ,613 1,155
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
1,304 ,777 2,188
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Pendidikan Ibu * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Pendidikan Rendah Count 13 8 21
Ibu Expected Count 12,4 8,6 21,0
% within Pendidikan Ibu 61,9% 38,1% 100,0%
% within Kejadian ISPA
21,3% 19,0% 20,4%
pada Bay i
% of Total 12,6% 7,8% 20,4%
Tinggi Count 48 34 82
Expected Count 48,6 33,4 82,0
% within Pendidikan Ibu 58,5% 41,5% 100,0%
% within Kejadian ISPA
78,7% 81,0% 79,6%
pada Bay i
% of Total 46,6% 33,0% 79,6%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Pendidikan Ibu 59,2% 40,8% 100,0%
% within Kejadian ISPA
100,0% 100,0% 100,0%
pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,079b 1 ,779
Continuity Correctiona ,001 1 ,975
Likelihood Ratio ,079 1 ,779
Fisher's Exact Test ,809 ,491
Linear-by -Linear
,078 1 ,780
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
8,56.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Pendidikan Ibu (Rendah 1,151 ,430 3,080
/ Tinggi)
For cohort Kejadian I SPA
1,058 ,722 1,549
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,919 ,503 1,679
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Pekerjaan Ibu * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Pekerjaan Bekerja Count 13 9 22
Ibu Expected Count 13,0 9,0 22,0
% wit hin Pekerjaan I bu 59,1% 40,9% 100,0%
% wit hin Kejadian
21,3% 21,4% 21,4%
ISPA pada Bay i
% of Total 12,6% 8,7% 21,4%
Tidak Bekerja Count 48 33 81
Expected Count 48,0 33,0 81,0
% wit hin Pekerjaan I bu 59,3% 40,7% 100,0%
% wit hin Kejadian
78,7% 78,6% 78,6%
ISPA pada Bay i
% of Total 46,6% 32,0% 78,6%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% wit hin Pekerjaan I bu 59,2% 40,8% 100,0%
% wit hin Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,000b 1 ,989
Continuity Correctiona ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,000 1 ,989
Fisher's Exact Test 1,000 ,588
Linear-by -Linear
,000 1 ,989
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
8,97.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Pekerjaan Ibu (Bekerja / ,993 ,381 2,590
Tidak Bekerja)
For cohort Kejadian I SPA
,997 ,674 1,475
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
1,004 ,570 1,770
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Kepadatan Hunian Ruang Tidur * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Kepadatan Hunian Padat Count 39 18 57
Ruang Tidur Expected Count 33,8 23,2 57,0
% within Kepadatan
68,4% 31,6% 100,0%
Hunian Ruang Tidur
% within Kejadian
63,9% 42,9% 55,3%
ISPA pada Bay i
% of Total 37,9% 17,5% 55,3%
Tidak Padat Count 22 24 46
Expected Count 27,2 18,8 46,0
% within Kepadatan
47,8% 52,2% 100,0%
Hunian Ruang Tidur
% within Kejadian
36,1% 57,1% 44,7%
ISPA pada Bay i
% of Total 21,4% 23,3% 44,7%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Kepadatan
59,2% 40,8% 100,0%
Hunian Ruang Tidur
% within Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,471b 1 ,034
Continuity Correctiona 3,659 1 ,056
Likelihood Ratio 4,484 1 ,034
Fisher's Exact Test ,044 ,028
Linear-by -Linear
4,428 1 ,035
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
18,76.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Kepadatan
Hunian Ruang Tidur 2,364 1,058 5,282
(Padat / Tidak Padat)
For cohort Kejadian ISPA
1,431 1,009 2,029
pada Bay i = ISPA
For cohort Kejadian ISPA
,605 ,378 ,970
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Penggunaan Anti Nyamuk Bakar * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Penggunaan Anti Ya Count 4 3 7
Ny amuk Bakar Expected Count 4,1 2,9 7,0
% wit hin Penggunaan
57,1% 42,9% 100,0%
Anti Ny amuk Bakar
% wit hin Kejadian
6,6% 7,1% 6,8%
ISPA pada Bay i
% of Total 3,9% 2,9% 6,8%
Tidak Count 57 39 96
Expected Count 56,9 39,1 96,0
% wit hin Penggunaan
59,4% 40,6% 100,0%
Anti Ny amuk Bakar
% wit hin Kejadian
93,4% 92,9% 93,2%
ISPA pada Bay i
% of Total 55,3% 37,9% 93,2%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% wit hin Penggunaan
59,2% 40,8% 100,0%
Anti Ny amuk Bakar
% wit hin Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,013b 1 ,908
Continuity Correctiona ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,013 1 ,908
Fisher's Exact Test 1,000 ,602
Linear-by -Linear
,013 1 ,908
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 2 cells (50,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
2,85.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Penggunaan Anti Ny amuk ,912 ,193 4,304
Bakar (Ya / Tidak)
For cohort Kejadian ISPA
,962 ,496 1,867
pada Bay i = ISPA
For cohort Kejadian ISPA
1,055 ,434 2,566
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Bahan Bakar untuk Memasak * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Bahan Bakar untuk K.Bakar/Miny ak Tanah Count 13 5 18
Memasak Expected Count 10,7 7,3 18,0
% within Bahan Bakar
72,2% 27,8% 100,0%
untuk Memasak
% within Kejadian
21,3% 11,9% 17,5%
ISPA pada Bayi
% of Total 12,6% 4,9% 17,5%
Gas/Elpiji Count 48 37 85
Expected Count 50,3 34,7 85,0
% within Bahan Bakar
56,5% 43,5% 100,0%
untuk Memasak
% within Kejadian
78,7% 88,1% 82,5%
ISPA pada Bayi
% of Total 46,6% 35,9% 82,5%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% within Bahan Bakar
59,2% 40,8% 100,0%
untuk Memasak
% within Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bayi
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,526b 1 ,217
Continuity Correctiona ,944 1 ,331
Likelihood Ratio 1,586 1 ,208
Fisher's Exact Test ,293 ,166
Linear-by -Linear
1,511 1 ,219
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
7,34.

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or Bahan
Bakar untuk Memasak
2,004 ,656 6,124
(K. Bakar/Miny ak Tanah /
Gas/Elpiji)
For cohort Kejadian I SPA
1,279 ,909 1,800
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,638 ,292 1,397
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Keberadaan Perokok * Kejadian ISPA pada Bayi

Crosstab

Kejadian ISPA pada


Bay i
ISPA Tidak ISPA Total
Keberadaan Ada Count 54 30 84
Perokok Expected Count 49,7 34,3 84,0
% wit hin Keberadaan
64,3% 35,7% 100,0%
Perokok
% wit hin Kejadian
88,5% 71,4% 81,6%
ISPA pada Bay i
% of Total 52,4% 29,1% 81,6%
Tidak Ada Count 7 12 19
Expected Count 11,3 7,7 19,0
% wit hin Keberadaan
36,8% 63,2% 100,0%
Perokok
% wit hin Kejadian
11,5% 28,6% 18,4%
ISPA pada Bay i
% of Total 6,8% 11,7% 18,4%
Total Count 61 42 103
Expected Count 61,0 42,0 103,0
% wit hin Keberadaan
59,2% 40,8% 100,0%
Perokok
% wit hin Kejadian
100,0% 100,0% 100,0%
ISPA pada Bay i
% of Total 59,2% 40,8% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4,833b 1 ,028
Continuity Correctiona 3,763 1 ,052
Likelihood Ratio 4,760 1 ,029
Fisher's Exact Test ,039 ,027
Linear-by -Linear
4,786 1 ,029
Association
N of Valid Cases 103
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
7,75.

Risk Estimate

95% Conf idence


Interv al
Value Lower Upper
Odds Ratio f or
Keberadaan Perokok 3,086 1,098 8,673
(Ada / Tidak Ada)
For cohort Kejadian I SPA
1,745 ,948 3,211
pada Bay i = I SPA
For cohort Kejadian I SPA
,565 ,361 ,885
pada Bay i = Tidak ISPA
N of Valid Cases 103

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai