1
serta pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram dan beberapa efek negatif
lainnya.
Human Immunodefeciency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficinecy
Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan yang harus disikapi dengan sangat
serius. AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini dapat
merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Orang yang terinfeksi virus HIV atau
mengidap penyakit AIDS disebut dengan ODHA. HIV tidak menular melalui gigitan
nyamuk, orang bersalaman, berciuman, orang berpelukan, makan bersama dengan piring
dan gelas yang sama, dan tinggal serumah. Penularan dapat terjadi melalui tranfusi darah,
perilaku seks yang tidak aman baik pada hubungan heteroseksual maupun homoseksual,
ibu hamil pengidap HIV kepada janin yang dikandungnya, dan penggunaan jarum suntik
secara bergantian dengan pengidap HIV. Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik,
khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
bukan hanya AIDS saja tetapi juga dapat tertular penyakit hepatitis B atau hepatitis.
HIV/AIDS tidak dapat diobati melainkan dapat dicegah dengan rumusan ABCDE.
A yaitu Abstensia berarti tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan
hubungan seksual sebelum menikah. B yaitu Being Faithful berarti setia pada satu
pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual. C yaitu Condom berarti
bagi yang berisiko dianjurkan selalu menggunakan condom secara benar selama
berhubungan seksual. D yaitu Drug Injection berarti jangan menggunakan obat atau
narkoba suntik dengan jarum tidak seteril atau digunakan secara bergantian. E yaitu
Education berarti pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan HIV/AIDS.
2
Tenaga kesehatan gigi merupakan pihak yang paling beresiko terhadap infeksi
nosokomial tersebut. Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan gigi pasti melakukan kontak
dengan saliva atau biasa dikenal dengan air liur dan darah. Sementara itu, saliva dan
darah merupakan perantara penularan infeksi. Tenaga kesehatan gigi harus meningkatkan
kewaspadaan terhadap infeksi nosokomial baik dokter gigi, perawat gigi, dan mahasiswa
kepaniteraan klinik.
Salah satu strategi yang digunakan dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah
dengan menggunakan kewaspadaan universal atau universal precaution. Kewaspadaan
universal (universal precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
dengan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi
menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan dasar kewaspadaan
universal ini meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang yaitu dengan pemakaian
alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta
cairan infeksius yang lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam
untuk mencegah perlukaan, serta pengelolaan limbah. Seorang tenaga kesehatan dalam
penerapan kewaspadaan universal harus berasumsi bahwa setiap pasien memiliki reiko
penularan yang sama sehingga dalam memperlakukan pasiennya harus sama tanpa
memandang penyakit atau diagnosanya.
Penggunaan universal precautions dilakukan jika semua pasien diperlakukan
seperti mereka memiliki virus yang menyebar melalui darah, kemudian jika tidak
diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien didiagnosis dengan hepatitis B,
HIV, atau hepatitis C dan jika perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien
diketahui atau diduga terinfeksi oleh virus atau menyebar melalui droplet, udara, atau rute
kontak transmisi. Penggunaan pelindung fisik, mekanik, atau kimiawi diantara
mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat
inap, petugas pelyanan kesehatan. Pelindung merupakan alat yang sangat efektif untuk
mencegah penularan infeksi.
Kewaspadaan universal diciptakan dan harus diterapkan untuk melindungi siapa
saja dari segala resiko yang dapat terjadi. Universal precautions perlu diterapkan juga
3
dengan tujuan yaitu untuk mengendalikan infeksi secara konsisten, memastikan standar
adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat seperti beresiko,
mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien, dan asumsi bahwa risiko atau
infeksi berbahaya. Petugas harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan
transmisi infeksi, bersikap dan bertindak yang benar dalam melakukan setiap tindakan.
C. Analisis Kasus
I. Kasus 1
Hasil analisa kasus sebagai berikut:
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kasus yang dapat terjadi
daerah kerja drg. X yaitu:
1. Sebagai orang yang dapat menyampaikan aspirasi, maka drg.X harus
menyampaikan pada pemerintah daerah supaya membuat puskesmas yg mudah
dijangkau tanpa harus menempuh jarak puluhan kilometer dan menyeberangi
sungai
2. Menerapkan universal precaution demi perlindungan untuk diri sendiri seperti
memisahkan limbah medis dan non medis supaya limbah medis tidak disalah
gunakan.
3. Berfokus pada peralatan kesehatan supaya steril sehingga tidak menularkan
HIV/AIDS
4. Menyampaikan pada pihak yang berwenang untuk menjadikan tempat tersebut
sebagai target internship
5. Menyampaikan aspirasi penduduk daerah tersebut ke pemerintah supaya dapat
didengar dan dilirik
6. Mengkarantina pengidap HIV/AIDS apabila masih memungkinkan karantina
dilakukan di daerah tersebut apabila tidak maka harus dibawa keluar dari
daerah tersebut
7. Melakukan berbagai penyuluhan kepada penduduk setempat khususnya bagi
pengidap HIV/AIDS. Dalam melakukan penyuluhan drg.X dapat meminta
bantuan pada pihak yang lbh berwenang.
4
II. Kasus 2
Hasil analisa kasus sebagai berikut:
Sebagai seorang kepala puskesmas maka harus peduli dengan kesehatan
penduduk tersebut dan tenagan kesehatan yang ada di daerath tersebut dengan terus
memantau dan mencegah agar penularan HIV/AIDS tidak terjadi
1. Mengharuskan penerapan universal precaution bagi tenaga kesehatan yang ada di
daerah tersebut demi tidak terjadinya penularan
2. Melaporkan kepada pihak berwajib seperti polisi agar pengguna narkoba dapat
diamankan dan perdagangan narkoba di daerah tersebut dapat musnah
3. Mengkarantina pengidap HIV/AIDS apabila masih memungkinkan karantina
dilakukan di daerah tersebut apabila tidak maka harus dibawa keluar dari daerah
tersebut
4. Melakukan berbagai penyuluhan termasuk tentang narkoba dan HIV/AIDS
5
Daftar Pustaka
Anggreni, D, 2015, Dampak Bagi Pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)
di Kelurahan Gunung Kelua Samarinda ULU, Ejournal Sosiatri-Sosiologi, 3 (3): 38.
Kurniasih, N, et al, 2006, Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006, Pusat Data dan
Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Pratiwi, D.W.K, 2015, Pencegahan Penularan HIV Perempuan Pasangan Pengguna Narkoba
Suntik di Kota Semarang, Permata Indonesia, 6 (1): 10.
Ramadhani W.R, Kepel B.J, Parengkuan W.G, 2015, Tindakan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Pada Perawatan Periodonsia di Rumah Sakit Gigi dan Mulut PSPDG FK
UNSRAT, eG, 3 (2): 410.