SKRIPSI
Oleh:
Mamluatul Choiriyah
NIM 1211.1.027
1
2
PERNYATAAN KEASLIAN
NIM : 12.11.11.027
Mamluatul Choiriyah
3
NOTA DINAS
Hal : Skripsi Saudari Mamluatul Choiriyah
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
IAIN Surakarta
NOTA DINAS
Hal : Skripsi Saudari Mamluatul Choiriyah
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
IAIN Surakarta
Drs.H.khusaeri, M.Ag
NIP. 195811141988031002
5
HALAMAN PENGESAHAN
Ketua Sidang
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah
ABSTRAK
PEDOMAN TRANSLITERASI
19 Gain G Ge
20 Fa>’ F Ef
21 Qa>f Q Qi
22 Ka>f K Ka
8
23 La>m L El
24 Mi>m M Em
25 Nu>n N En
26 Wawu W We
27 Ha>’ H Ha
28 Hamzah „ Apostrof
29 Ya>’ Y Ye
b. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda Syad|d|ah, ditulis lengkap:
: ditulis Ahmadiyyah
: ditulis jamā„ah
: ditulis ni„matullāh
: ditulis zakātul-fit{ri
d. Vokal Pendek
Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u
e. Vokal Panjang
1. a panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī dan u panjang ditulis ū, masing
masing dengan tanda ( ˉ ) di atasnya
2. Fathah + yā‟ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wawū
mati ditulis au
9
: ditulis a‟antum
: ditulis mu‟annas
: ditulis al-Qur‟an
: ditulis asy-syī„ah
h. Huruf Besar
Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.
j. Lain-Lain
Kata-kata yang sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(seperti kata ijmak, nas, dan lain-lain), tidak mengikuti pedoman transliterasi
ini dan ditulis sebagaimana dalam kamus tersebut.
10
DAFTAR SINGKATAN
Ibid : Ibiden
Terj : Terjemah
tt : Tanpa Tahun
cet : Cetakan
MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa Syukur atas nikmat Allah Swt. Skripsi ini
kupersembahkan kepada:
1. Aba dan Umi tercinta yang telah mendidik dan membesarkanku
hingga saat ini, serta tidak pernah lelah dalam melantunkan do`a ,
dan memberikan dukungan kepada anak-anaknya, kerja keras dan
perjuangan dalam mewujudkan pendidikan anak-anaknya, semoga
beliau diberi kesehatan dan umur yang barokah Amin.
2. Mbakku dan Adik-Adikku tersayang mbak Wiwik, Doifur, Adnan,
Qoriroh, Miqdat. Terimakasih atas dukungan dan do`anya serta
hiburan dan canda tawa yang telah kalian berikan, Semoga kalian
menjadi orang yang Sukses Dunia dan Akhirat Amin.
13
KATA PENGANTAR
6. Ibu Hj. Ari Hikmawati, S.Ag, M.Pd, selaku dosen yang selalu sabar,
telaten dalam menyimak hafalan al-Quran kami, semoga beliau diberi
kesehatan dan umur yang berokah.
7. Ibu Dr.Hj. Erwati Aziz, M.Ag, Terimakasih telah meluangkan waktu dan
tenaga serta fikiran untuk menguji penulis. Dan terimakasih selama ini
telah menjadi motivasi mahasiswa khususnya buat penulis.
8. Seluruh dosen IAT (Bapak Kasmuri, Bapak Abdul Kholik Hasan, Bapak
Hafid, Ibu Ari Hikmawati, Ibu Elvi Na‟imah, Ibu Erwati Aziz Bapak
Jakfar, Bapak Islah Gusmian, Bapak Khusairi, Bapak Abdul Matin bin
Salman, Bapak Salis Muttaqin, Bapak Nashruddin Baidan dan lain-lain
serta seluruh dosen IAIN Surakarta terima kasih atas ilmunya yang telah
diberikan kepada penulis.
9. Staf Perpustakaan IAIN Surakarta Terrimakasih yang telah memberikan
pelayanan dengan baik.
10. Staf Administrasi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah yang telah membantu
kelancaran studi selama penulis menjadi mahasiswa.
11. Ayahanda H. Abd Latif mawardi dan Ibunda Hj. Qudsiyah tercinta yang
tidak pernah lelah dalam memanjatkan doa untuk putra prutrinya,
mendidik, serta memberi dukungan moral dan spirit dari waktu ke waktu
dan memberikan pelajaran berharga tentang memaknai hidup ini, semoga
diberikan umur yang berkah dan rizki yang berkah, amin.
12. Nenekku tercinta yang selalu menasehatiku untuk berbakti kepada kedua
orang tua, semoga diberi kesehatan dan umur yang berokah amin.
13. Mbakku Wiwik, adik-adikku Doifur, Adnan, Qoriroh, Miqdat dan
keponakan-keponakanku terimahkasih do‟a dan dukungan kalian, semoga
kalian diberi rizki yang halal, kesehatan dan umur yang panjang serta
berkah. Amin.
14. Sahabat-sahabatku TH angkatan 2012,yang selalu menyemangatiku, yang
selalu menghiburku, yang selalu menemaniku dikala sedih maupun
senang. Terimahkasih atas segalanya.
15
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak
yang membutuhkannya.
Mamluatul Choiriyah
121111027
16
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9
E. Kerangka Teori .................................................................................. 13
F. Metode Penelitian .............................................................................. 16
G. Sistematika Penelitian ........................................................................ 18
4. Pendekatan Sosio-Historis 30
5. Pendekatan Antropologis ............................................................... 31
6. Pendekatan Psikologis .................................................................... 32
BAB III TELAAH MA’ᾹNI AL-ḤADῙS TENTANG LARANGAN
ISRᾹF DAN MAKHῙLAH (STUDI MA’ÂNῙ AL-ḤADῙS)
A. Redaksi Ḥadīs dan Kajian Otentisitasnya .......................................... 34
B. Penjelasan Makna Ḥadīs Dengan Beberapa Kajian 37
1. Kajian Linguistik ........................................................................... 38
2. Kajian Historis................................................................................ 43
3. Kajian Konfirmatif ......................................................................... 53
BAB IV RELEVANSI ḤADῙS-ḤADῙS ISRĀF DAN MAKHĪLAH DENGAN
KONDISI SEKARANG
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ......................................................................................... 81
B. Saran-saran .... 83
BAB I
PENDAHULUAN
Kata Isrāf berasal dari bahasa Arab yang merupakan isim masdar dari
pemborosan. Kata Isrāf berasal dari kata sarafā yang artinya suatu hal yang
melampaui batas, tetapi pada umumnya digunakan dalam hal-hal yang bersifat
buruk. Para ulama membedakan antara isrāf dan tabżīr dengan menyatakan
bahwa tabżīr berkaitan dengan kadar pemberian, dalam arti memberi melebihi
kadar yang seharusnya diberikan, sedangkan Isrāf adalah memberi siapa saja
yang seharusnya tidak diberi. Oleh karena itu, pelaku tabżīr dinilai lebih sedikit
sombong. menurut Ibnu At-Tin, kata itu mengikuti pola mif`alah yang berasal
ikhtāl, artinya seseorang menjadi sombong. dia berkata pula “kata khuyalā`
1
Mahmūd Yūnus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzurriyyah,
19..), h. 168
2
Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 2003), h.308.
3
M. Quraish Shihāb, Tafsīr al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur‟ān vol.
12, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 209.
4
Syaikh Imam al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 15, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h.
276.
19
Sifat ini timbul karena adanya keutamaan yang dilihat seseorang dari dirinya”.
diinginkannya5.
congkak, pongah dan takabur. Sekalipun sudah ada musibah, belum juga luntur
berarti kawan dari yang besar. Merasa besar jasanya, pangkat, keturunannya,
derajatnya, ilmunya dan segala macam kebesaran. Artinya orang yang takabur
itu menilai dirinya sangat hebat, bila dibandingkan dengan orang lain.
Misalnya iblis, yang menilai dirinya lebih hebat dari Adam (manusia), akhirnya
5
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, J.28. terj. Amiruddin
(Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h. 480
6
Mochtar Husein, Islam Itu Indah Refleksi Keimanan, (Yogyakarta: Pusata
Pelajar,2008), h. 89.
20
yang telah Allah berikan kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum
serta semua yang telah Allah halalkan untuk manusia tanpa berlebihan.
Maksud sebaliknya dari ayat tersebut adalah larangan bagi kita untuk
menikmati apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-
batas makanan yang dihalalkan. Perintah makan dan minum, lagi tidak
disesuaikan dengan kondisi setiap orang, boleh jadi telah dinilai melampui
batas atau belum cukup buat orang lain.7 Sikap berlebih-lebihan dalam makan
Perut besar adalah sumber penyakit dan pencegahan (preventif) adalah sumber
pengobatan”.
Isrāf dan Makhilah merupakan suatu wabah yang tersebar pada zaman
7
M. Quraish,Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol 5.(jakarta:lentera hati,2002), h. 76
21
Akibatnya barang itu menjadi tidak bermanfaat. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku belanja mereka tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi
mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Biasanya perilaku isrāf dilakukan
efisiensi kerjanya. Perilaku semacam ini adalah perilaku isrāf dan tabdzīr.10
8
Abraham Maslow, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik, (Jakarta: Kanisius, 1987),
hlm. 21.
9
Nurfitriyani, Presetyo Budi widodo, Nailul Fauziyah, “Hubungan Antara Konformitas
Dengan perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa Di Genuk Indah Semarang”, dalam Psikologi
Undip, Vol. XII,no.1 (April 2013). h. 56
10
Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), h. 69.
22
yakni hidup sederhana bukan berarti kikir. Orang sederhana tidak identik
yang tidak sewajarnya juga bisa disebut sikap isrāf. Biaya yang dikeluarkan
biasanya lebih besar dari keuntungan yang diperoleh seseorang dari sikap isrāf
11
tersebut. Jika dilihat pada konteks sekarang, mereka yang menerapkan
perilaku isrāf ini tidak lain hanyalah untuk mengikuti trend atau bermegah-
semua yang dimilikinya terpenuhi, hal ini bisa berakibat kepada sikap sombong
Wesinck terdapat empat ḥadīs diantaranya: Kitab Musnad Imam Aḥmad ibn
Ḥanbal terdapat dua ḥadīs dengan nomor ḥadīs 6690 dan 6708. Dan kitab Ibnu
Mājah pada bab libās. Dan pada kitab An-Nasai pada bab zakat12
11
Ibid, h. 70.
12
A.J Wensinck, al-Mu‟jam al- Mufahras li alfazh al-hadîts, J6 (Leiden: Breil, 1943),
h. 83.
23
1. Ḥadis yang diriwayatkan oleh Aḥmad ibn Ḥanbal dalam kitabnya Musnad.
Artinya:
“Bahz menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami,
dari Qatadah, dari Amru bin Syu`aib, dari bapaknya, dari kakeknya,
bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “makanlah, minumlah,
bersedekahlah, dan pakilah pakaian, dengan tidak sombong dan boros.
Sesengguhny Allah menyukai diperlihatkan nikmat-Nya pada
hambanya”14
15
Artinya:
“Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Hammam mengabarkan
kepada kami, dari Qatadah, dari Amru bin Syu`aib, dari bapaknya, dari
kake`nya, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “makanlah, minumlah,
bersedekahlah, berpakaianlah, tanpa sombong dan boros” Yazid pernah
berkata sekali: dengan tidak boros dan tidak sombong.”16
13
Imam Ahmad ibn Hanbal, Musnad J. 6 (Kairo: Darul Hadis, 1995), h. 255.
14
Ibid, h. 356
15
Ibid. h.245
16
Ibid. h.341
24
Artinya:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan
dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”17
2. Ḥadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mājah
Artinya:
“Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami Yazid bin Harun
bercerita kepada kami Hamam menceritakan kepada kami dari Qotadah
dari Umar bin Syuaib dari Ayahnya dari Kakeknya berkata Rosulullah
Saw bersabda: makanlah dan minumlah dan bersedekahlah berlebihan-
lebihan atau sombong. (HR. Ibnu Majah)
3. Ḥadis yang diriwayatkan oleh Nasai
17
Departemen Agama R.I., Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta Departemen Agama
R.I., 1992).
18
Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah juz 2, (tanpa
kota: darul afkar, tanpa tahun). H.1192.
25
Artinya:
“Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Yazid dia berkata; Telah menceritakan kepada
kami Hammam dari Qatadah dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari
Kakeknya dia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Makanlah dan
bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan sombong”
maupun dipakai atau selainnya bisa karena maksud yang ada di dalam,
pendapat yang kuat.20 Maka yang menjadi kata kunci pada penelitian ini
adalah dua kata yang terdapat pada ḥadīs-ḥadīs tersebut, yakni Isrāf dan
Makhīlah. Kata Isrāf dalam ḥadīs yang penulis teliti artinya berlebihan
hal pakaian dan makanan. Sedangkan kata Makhīlah pada ḥadīs tersebut
19
Jalaluddin as-Suyuthi & Imam as-Sindiy, Sunan an-Nasa`i jld. 5, (Beirut: Dar al-
Ma‟rifah, tt), h. 83.
20
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, terj. Amiruddin
(Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h. 480-479.
26
B. Rumusan Masalah
yang di terapkan dalam penelitian ini, maka yang menjadi rumusan masalah
Makhīlah?
zaman sekarang?
Makhīlah.
lebihan sekaligus berbangga dengan segala yang dimiliki yang ada di kalangan
rizki yag telah Allah berikan kepada kita dengan semestinya, atau tanpa
berlebihan.
27
D. Tinjauan Pustaka
diantaranya :
Hasil penelitian ini adalah bahwa, Aktivitas remaja di Mall sebagian besar
adalah berbelanja, bukan menawarkan produk atau bahkan menjual dan selain
itu juga Mall adalah tempat jalan-jalan, hiburan maupun bersosialisasi, dengan
kehadiran Mall di Samarinda dalam hal membeli suatu produk, nilai guna (use
value) dari suatu produk bukan hal yang diprioritaskan para informan.
Dengan adanya jumlah uang saku yang besar akan muncul keinginan
yang kuat untuk mencoba hal-hal baru dan sifatnya cepat bosan. Hal ini dapat
konsumtif.
kedua, Jurnal yang ditulis oleh Regina C. M. Chita, Lydia David, Cicilia
perkembangan trend dan model baru serta untuk menemukan barang yang baik
mereka oleh karena itu produk fashion adalah hal penting untuk remaja.
seperti ikat pinggang, sepatu, topi, tas, kaus kaki Arloji dan telepon genggam.
internet. Konsumen dapat membeli produk melalui internet inilah yang disebut
Ketiga, Jurnal yang ditulis oleh Endang Dwi Astuti . Dengan judul
Perilaku Konsumtif Dalam Membeli Barang Pada Ibu Rumah Tangga Di Kota
2013.
29
berdasarkan atas dasar kesukaan dan ketertarikan terhadap model barang yang
manfaat maupun kegunaan. Membeli barang dengan harga yang mahal atau
barang dengan merek ternama akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,
membeli barang dengan jenis sama namun dari merek yang berbeda, membeli
barang demi menjaga penampilan diri dan gengsi, serta membeli barang untuk
Keempat, Jurnal yang ditulis oleh Sheila Febriani Putri, Joko Widodo, S.
Terhadap Perilaku Konsumtif (Studi Kasus Siswa Kelas XI Ilmu Sosial SMA
Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang, artinya semakin tinggi literasi
keuangan siswa kelas XI Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang maka
kelas XI Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang, artinya semakin tinggi
rasionalitas siswa kelas XI Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang maka
Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang, artinya semakin tinggi literasi
keuangan siswa kelas XI Ilmu Sosial SMA Negeri se-Kota Semarang maka
Kelima, Jurnal yang ditulis oleh Puspita Nilawati Sipunga, Amri Hana
(pendapatan) orang tua kelas atas dan remaja dengan status sosial ekonomi
antara remaja dengan status sosial ekonomi (pendapatan) orang tua kelas
menengah dan remaja dengan status sosial ekonomi (pendapatan) orang tua
kelas bawah. Namun tidak ada perbedaan antara perilaku konsumtif antara
remaja dengan status sosial ekonomi (pendapatan) orang tua kelas atas dan
remaja dengan status sosial ekonomi (pendapatan) orang tua kelas menengah.
kaya maupun yang kurang mampu. Perbedaan antara penelitian yang akan
31
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal, Ibnu Majah, dan Sunan An-Nasai.
E. Kerangka Teori.
etimologi (bahasa) kata tersebut dapat diartikan maksud, makna atau arti.21
sedangkan secara terminologi (istilah) adalah ilmu untuk mengetahui hal ihwal
Isrāf penulis menggunakan dua pendekatan dalam ilmu ma‟ānī al-ḥadīs, yaitu
dengan penyusunan bahasa yang indah dan mengandung makna simbolis untuk
pendekatan bahasa beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: melihat dari
susunan bahasa dalam matn ḥadīs, melihat keseuaiannya dalam kaidah bahasa
21
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progesif,
1997), h. 11.
22
Mammat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah (Bandung:
Refika Aditama, 2007), h. 73.
32
baru?. Kemudian menelusuri makna kata-kata yang terdapat dalam matn ḥadīs,
dan mencari apakah makna sebenarnya dari kata tersebut ketika diucapkan oleh
peneliti.23
ekonomi dalam hubungannya dengan pengarang dan isi naskah yang sedang di
para ulama untuk memahami makna yang terkandung dari Al-Qur`an dan ḥadīs
sekarang.24
termasuk di dalamnya persoalan politik pada saat itu. Tujuan pendekatan ini
23
M. Alfatih Suryadilaga. Metodologi Syarah Hadis (Yogyakarta: SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga, 2012), h. 123.
24
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogjakarta:SUKA Press,2012),h.
65.
33
adalah untuk generalisasi yang berguna dalam upaya memahami gejala atau
Pendekatan model ini sebenarnya sudah dirintis oleh para Ulama‟ ḥadīs
sejak dulu, yaitu dengan munculnya ilmu asbâbul wurûd yaitu suatu ilmu yang
yang bermuatan norma hukum, utamanya lagi adalah hukum sosial. hukum
dapat berubah karena perubahan atau perbedaan sebab, situasi dan „illat (
bermuatan informasi alam ghaib atau akidah karena tema ini tidak berpengaruh
25
Kurdi dkk, Hermeneutika Al-Qur‟an & Hadis (Yogjakarta: Elsaq, 2010), h. 373.
26
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi Metode Dan Pendekatan (Yogjakarta: CESaD YPI
Al-Rahmah, 2001), h.70.
27
Said Agil Husin, Munawwar,Asbabul Wurud (Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2001),
h.27.
28
Muh. Zuhri, Telaah Matan Hadis; Sebuah Tawaran Metodologis (Yogjakarta: LESFI,
2003),h.62.
34
berangkat dari asumsi dasar bahwa Nabi Saw. ketika bersabda itu tentu tidak
lepas dari situasi dan kondisi yang melingkupi masyarakat dimasa itu.29
terpaku pada dzahir teks ḥadīs melainkan harus memperhatikan konteks sosio-
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian.
pustaka (library research) karena data yang digunakan berasal dari bahan-
bahan kepustakaan. Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah ḥadīs-
2. Sumber Data
pengumpulan data yang bersifat literer (library research). Oleh karena itu,
primer sebagai bahan penelitian. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kitab
29
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogjakarta:SUKA Press, 2012),
h. 66.
30
Ibid, h. 64.
35
merujuk pada pustaka penunjang, yaitu berupa kitab-kitab ḥadīs lain dan
penelitian ini.
adanya seperti yang tercantum dalam sumber atau literatur yang telah di
31
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta:Rineka Cipta,2003),h.310.
36
yang terkait.
4. Analisis Data
mengetahui historis suatu ḥadīs. Dan dalam konteks apa ḥadīs tersebut di
G. Sistematika Pembahasan
Perilaku isrāf dan makhīlah . Dalam bab ini akan membahas tentang redaksi
ẖadīs dan kajian otentisitas hadis serta pemaknaan ḥadīs-ḥadīs yang diteliti.
BAB II
telaah terhadap bagian dari ma‟ānī al-ḥadīs, yaitu berupa memahami ḥadīs dari
temporal, atau lokal. Maka dari itu, perlu perlu pembahasan terlebih dahulu apa
ia tidak sedang berhadapan dengan Nabi SAW lansung, sebab beliau telah
3. Untuk melengkapi kajian ilmu ḥadīs riwayah, sebab kajian ḥadīs saja tidak
cukup. Ḥadīs itu dicatat bukan sekedar untuk diriwayatkan, tetapi untuk
4. Sebagai kritik terhadap model pemahaman ḥadīs yang terasa rigid dan
hayah), dan terhindar dari model pembacaan yang mati (al-qira`ah al-
mayyitah).32
etimologi (bahasa) kata tersebut dapat diartikan maksud, makna atau arti.33
al-Ma‟ānī adalah bentuk jamak dari kata makna. Secara etimologi artinya
hal yang dituju, menurut pengertian terminologi ulama‟ Ilmu Bayân adalah
menyatakan apa yang digambar dalam hati dengan suatu lafal atau ucapan, atau
tujuan yang dimaksudkan oleh lafal yang tergambar dalam hati. Ilmu ma‟ānī
dikehendaki.34
Jadi Ilmu ma‟ānī al-ḥadīs adalah pengetahuan tentang arti atau maksud
dengan ḥadīs tersebut sedangkan secara istilah Ilmu Ma`ani dalam Ilmu
32
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma`ni Hadis paradigma Interkoneksi berbagai teori dan
metode memahami hadis nabi, (yogyakarta: 2008), h.
33
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progesif,
1997), h. 11.
34
Miftahul Asror dan Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw (Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2015),h.290.
40
Artinya:
oleh Allah dan segala hal yang telah terkandung oleh Al-Qur‟an itu sendiri,
Arab yang berupa prosa dan puisi agar dapat mengikutinya dan menyusun
sesuai dengan aturannya serta membedakan antara kalimat yang bagus dengan
35
Wahab Muhsin dan Fuad Wahab, Pokok-Pokok Ilmu Balaghah, (Bandung: Angkasa,
1982), h76.
36
Miftahul Asror dan Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw, h.290.
41
ulama‟ kritikus ḥadīs.38 Kedua, kritik Eidetis, yaitu menjelaskan makna ḥadīs,
setelah menentukkan derajat otentitas historis ḥadīs. Langkah ini memuat tiga
poin penting yaitu: Analisis isi, yakni pemahaman terhadap muatan makna
kajian konfirmatif. Analisis realita Historis, dalam tahapan ini, makna atau arti
suatu pernyataan dipahami dengan melakukan kajian atas realitas, situasi atau
generalisasi, yaitu menangkap dalam makna universal inti dan esensi makna
Dalam perspektif filsafat ilmu, setiap disiplin ilmu harus memiliki objek
kajian yang jelas. Demikian pula Ilmu ma‟ānī al-ḥadīs sebagai salah satu
37
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma‟ani Hadis:Paradigma Interkoneksi:berbagai teori dan
metode memahami Hadis Nabi, (t.tp:Erlangga, t.th), h. 23
38
Miftahul Asror dan Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw, h.291.
39
Ibid ,h.292.
42
cabang ilmu ḥadīs, juga memiliki objek kajian tersendiri, seperti halnya ilmu-
ilmu yang lain. Sebab suatu pengetahuan dapat dikatan sebagai ilmu, jika ia
memiliki objek kajian yang jelas dan landasan ontologis maupun epistimologis.
Dilihat dari segi objek kajiannya, ilmu ma‟ānī al-ḥadīs memiliki dua objek
formal. Objek material dan objek formal. Objek material ilmu ma‟ānī al-ḥadīs
adalah ḥadīs Nabi Saw. Sedangkan objek formalnya adalah matn atau redaksi
ḥadīs itu sendiri dilihat dari segi bagaimana maksud atau pengertian redaksi
40
tersebut.
Disamping itu, objek kajian ilmu ma‟ānī al-ḥadīs hampir sama dengna
ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang digunakan dalam ilmu nahwu berlaku dan
digunakan pula dalam ilmu ma‟ānī. Perbedaan antra keduanya terletak pada
ilmu ma‟ānī lebih bersifat tarkibi (dipengaruhi oleh faktor lain). Mengingat
objek ilmu ma‟ānī adalah kalam Arabī. Maka ḥadīs juga menjadi salah satu
40
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma`ni Hadis paradigma Interkoneksi berbagai teori dan
metode memahami hadis nabi, (yogyakarta: 2008), h.11-12.
41
Miftahul Asror dan Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw, h.290.
43
bahan kajiannya, karena ilmu ma`āni al-ḥadīs adalah alat untuk mengetahui
Di zaman Nabi Saw, dan zaman sahabat, maupun tabi`in belum ada
istilah ilmu ma‟ānî al-ḥadīs. Dalam berbagai literatur kitab ḥadīs, syarah ḥadīs
maupun ulumul ḥadīs, tidak pernah disebutkan tentang istilah ilmu ma‟ānî al-
ḥadīs yang mengacu pada disiplin ilmu tersendiri. Istilah tersebut merupakan
asumsi bahwa jika dalam studi Al-Qur`an ada istilah ma‟ānî Qur`an, maka
mengapa dalam studi hadis tidak dimunculkan istilah ilmu ma‟ānî al-ḥadîs. 44
dalam matn ḥadīs, maka dari itu, untuk memahami sebuah ḥadīs diperlukan
42
Ali Mas`ud Huda, Hadis Tentang Kewajiban Mandi Jum`at Bagi Orang Yang Sudah
Baligh (Studi Ma`ni al-Hadis), (Skripsi S1 Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas
Usuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2016), h.36.
43
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma`ni Hadis paradigma Interkoneksi berbagai teori dan
metode memahami hadis nabi, (yogyakarta: 2008), h. 5.
44
Ibid, 9
45
Muh Zuhri, Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis, Cet I (Yogjakarta:
LESFI, 2003), h. 41.
44
Pertama melalui asbab al-wurud untuk ḥadīs-ḥadīs yang memiliki asbab al-
wurud khusus. Pendekatan ini dilakukan dengan cara meneliti asbab al-wurud
secara langsung dan dapat dipahami maksud dari redaksi ḥadīs yang
belakangi munculnya ḥadīs. Namun tidak semua ḥadīs memiliki asbab al-
pemahaman ḥadīs.47
46
Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama,(Bandung:Pustaka setia, 2000),
h, 27.
47
Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : studi kritik atas
Hadis Nabi, pendekatan Sosio-Historis konteskstual cet. 1.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), h. 24-25
48
Ibid, h. 25
45
1. Pendekatan Bahasa
pendekatan bahasa beberapa hal yang harus diketahui, yaitu: melihat dari
matn ḥadīs, dan mencari apakah makna sebenarnya dari kata tersebut ketika
meneliti makna ḥadīs, juga dapat digunakan untuk meneliti nilai sebuah
ḥadīs apabila terdapat perbedaan lafaz dalam matn ḥadīs. Terjadinya sebuah
ḥadīs ada yang bersifat situasional (yang didahului oleh sebab) dan ada yang
bersifat langsung (tanpa sebab). Hal ini berarti bahwa ḥadīs yang didahului
oleh sebab tertentu sangat terkait dengan konteks sosial budaya, sehingga
bahasa yang digunakan hadīs berhubungan erat dengan sosial budaya juga.50
49
M. Alfatih Suryadilaga. Metodologi Syarah Hadis (Yogyakarta: SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga, 2012), h. 123.
50
Miftahul Asror &Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw:Kaedah Dan Sarana
Studi Hadis Serta Pemahamannya,h. 270.
46
2. Pendekatan Historis
ekonomi dalam hubungannya dengan pengarang dan isi naskah yang sedang
(literariy atau source criticism), kritik ragam atau corak tulisan (form),
historis dalam hal ini adalah suatu upaya memahami ḥadīs dengan cara
situasi atau peristiwa yang terkait latar belakang munculnya ḥadīs. Dengan
kata lain pendekatan historis adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara
mengkaitkan antara ide dengan gagasan yang terdapat dalam ḥadīs dengan
51
Al-Fatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogjakarta: SUKAPress UIN Sunan
Kalijaga, 2012),h.65.
52
Agil Husain Al-Munawwar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud : studi kritik atas
Hadis Nabi, pendekatan Sosio-Historis konteskstual cet. 1.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), h 27
47
3. Pendekatan Sosiologis
ḥadīs.55
dan waktu. Dengan melihat setting sosial yang melingkupi ḥadīs, dari
kondisi setting sosial terkait dengan ḥadīs dapat diperoleh gambaran yang
53
Al-Fatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogjakarta: SUKAPress UIN Sunan
Kalijaga, 2012), h. 66.
54
Ibid, h. 71.
55
Ibid, h.77-78
56
Nizar Ali, Metode dan Pendekatannya, h. 93.
48
4. Pendekatan Sosio-Historis
melihat sejarah sosial dan setting sosial pada saat dan menjelang ḥadīs
memahami ḥadīs dengan sejarah sosial serta setting sosial pada saat dan
masyarakat ketika ḥadīs itu disabdakan.59 Hal itu dilakukan apabila dalam
sosiologis sekaligus.60
5. Pendekatan Antropologis
57
Miftahul Asror &Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw:Kaedah Dan Sarana
Studi Hadis Serta Pemahamannya,h. 271.
58
Nizar Ali, Metode dan Pendekatannya, h. 92.
59
Muh Zuhri, Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis, (Yogjakarta:
LESFI, 2003), h. 88.
60
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi: Metode dan Pendekatannya, h.99.
61
Miftahul Asror &Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw:Kaedah Dan Sarana
Studi Hadis Serta Pemahamannya,h. 271.
49
umum, obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu
Contohnya, suatu ketika seorang „Arab Badui datang mengadu kepada Nabi
6. Pendekatan Psikologis
62
Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis, h.89.
63
Ibid. h.89-90.
64
Miftahul Asror & Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw:Kaedah Dan Sarana
Studi Hadis Serta Pemahamannya, h. 272.
50
pertanyaan yang sama. Dalam masalah ini. Maka pendekatan yang paling
diberikan. Oleh karena itu ada juga ḥadīs-ḥadīs yang bersifat temporal dan
kondisional.66
ḥadīs Nabi Saw dapat digunakan untuk diterapkan pada semua ḥadīs. Tetapi
dengan melihat aspek-aspek diluar teks ḥadīs. Karena banyak ḥadīs lahir dari
respon Nabi terhadap perilaku atau tindakan sahabat, maka ḥadīs Nabi sangat
terkait dengan keadaan yang terjadi pada waktu itu. Fungsi Nabi ketika
mengucapkan ḥadīs, kondisi psikologis, dan hal yang berhubungan dengan diri
sahabat menangkap ḥadīs, kondisi psikologis sahabat dan hal lain yang
65
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi: Metode dan Pendekatannya, h. 108.
66
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual :Telaah Ma`ani al-Hadis
tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994),h.
26
51
berkenaan dengan diri sahabat juga ikut berpengaruh dalam menangkap makna
ḥadīs. 67
Disini penulis fakus pada dua pendekatan, yaitu pendekatan Bahasa dan
bahwa bahasa Arab yang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam
ḥadīs yang bersangkutan juga dapat digunakan untuk meneliti nilai sebuah
berangkat dari asumsi dasar bahwa Nabi Saw ketika bersabda itu tentu tidak
lepas dari situasi dan kondisi yang melingkupi masyarakat dimasa itu.
67
Miftahul Asror &Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw: Kaedah Dan Sarana
Studi Hadis Serta Pemahamannya, h.272.
52
BAB III
MAKHῙLAH
telah penulis lakukan, didapatkan bahwa ḥadīs tersebut memiliki derajat yang
murid. Mulai dari mukharrij (yakni yang menulis ḥadīs) sampai kepada Nabi
Saw. Selain itu semua rawi dalam ḥadīs tersebut merupakan orang-orang yang
dinilai adil dan ḍhabit oleh para ulama. Sehingga secara sanad ḥadīs tersebut
merupakan ḥadīs yang ṣhahīh. Dibawah ini akan dijelaskan skema mengenai
Skema An-Nasai
55
68
Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal fi Asma‟ ar-Rijal, Juz
16, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h, 434.
69
Ibid, h,378.
70
Ibid, h, 244.
58
Usman bin Muhammad bin Abi Syaibah. Yahya bin Ma`in. Ya`qub bin
Ibrahim Ad-Duraqi. Yusuf bin Musa Al-Qatthani.74
8. Ahmad bin sulaiman.
Guru-gurunya adalah. Ja`far bin `Unal Amri. Hafsha Abi Umar Al-Imam.
Zaid bin Hubab. Said bin Abdul Jabbar Ar-ruhawi. Yazid bin Harun.
Ubaidillah bin Musa. Yahya bin Adamil Kufi. Affan bin Muslin Ashafar.
Mua`wiyah bin Hisyam Al-Kufi.
Murid-muridnya adalah. An-Nasai. Ibrahim bin Muhammad bin Al-
Hasan. Ja`far bin Ahamd. Abu Saib Abdurrahman bin Ahmad bin
Muhammad bin Ishaq.75
9. Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abi syaibah.
Guru-gurunya. Ahmad bin Abdullah bin Yunus. Ismail bin Ayyash. Jarir
bin Abdul Hamid. Abdullah bin Al-Mubarak. Affan bin Muslim.
Abdussalam bin Harab. Yazid bin Harun.
Murid-muridnya adalah. Ibnu Majah. Muslim. Ibrahim bin Ishaq Al-
Harabi. Ibrahim bin Abi Bakar bin Abi Syaibah. Ahmad Muhammad bin
Hambal. 76
10. An-Nasai.
Guru-gurunya adalah, ibrahim bin Ishaq bin Ibrahim bin Ya1qub bin
Yusuf Al-Iskandari. ABU Ishaq bin Ibrahim bin Muhammad bin Shalih
bin Sunan Al-Qurasyi Ad-Dimashqi. Abul Abbas Abyadhu bin
Muhammad bin Haris bin Abyadhu Qursyiyu Al-Amiri. Ahmad bin
Hasan bin Ishaq bin Utbah Ar-Razi. Abu Ja`far Ahmad bin Muhammad
bin Salamah Athahawi. Ishaq bin Abdul Karim Ashawaf.77
11. Ahmad bin Hambal.
Guru-gurunya adalah, Ibrahim Bin Khalid Ashun`ani. Ibrahim bin Said
Az-Zuhri. Ishaq bin Yusuf. Ismail bin Ulayyah. Bahz bin Asad. Hammad
74
Ibid,h, 387.
75
Ibid,h, 145.
76
Ibid,h, 483.
77
Ibid,h, 151.
60
bin Musadah. Hasan bin Musa rauh bin Ubadah. Ziyad bin Abdullah Al-
bakai. Abi Daud bin Sulaiman bin Daud, dan lain-lainnya.
Murid-muridnya adalah. Ibrahin bin Ishaq. Abu Daud. Abu Ahmad bin
Muhammad bin Hani. Idris bin Abdul Karim.harb bin Ismail Al-Kurmani.
Salamah bin Syabib An-Naisaburi. Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin
Hmbal. Abdullah bin Ahmad bin Hammbal. Abdullah bin Umar bin
Muhammad bin Abana Al-Ju`fani.78
ṣhahīh. Ḥadīs-ḥadī tentang Isrāf dan Makhilah memiliki sanad yang berbeda-
beda, akibat dari perbedaan tersebut maka terjadi pula perbedaan susunan
1. Matn Ḥadīs yang diriwayatkan oleh Aḥmad ibn Ḥanbal dalam kitabnya
Musnad.
Artinya:
78
Ibid,h, 226.
79
Imam Ahmad ibn Hanbal, Musnad J. 6 (Kairo: Darul Hadis, 1995), h. 255
61
81
Artinya:
83
) (رواه ابن ماجه.
Artinya:
Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada kami Yazid bin Harun
bercerita kepada kami Hamam menceritakan kepada kami dari Qotadah dari
Umar bin Syuaib dari Ayahnya dari Kakeknya berkata Rosulullah Saw
bersabda: makanlah dan minumlah dan bersedekahlah selagi tidak
berlebihan-lebihan atau sombong.
80
Ibid, h. 356
81
Ibid, h.245
82
Ibid, h.341
83
Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, sunan Ibnu Majah juz 2, (tanpa
kota: darul afkar, tanpa tahun). H.1192.
62
.
Artinya:
Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Yazid dia berkata; Telah menceritakan kepada
kami Hammam dari Qatadah dari 'Amru bin Syu'aib dari Bapaknya dari
Kakeknya dia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Makanlah dan
bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan sombong.
A. Pemahaman Terhadap Makna Matn Ḥadīs Melalui Beberapa Kajian
penulis teliti disini, maka langkah yang akan dilakukan selanjutnya adalah
dan pendekatan psikologis. Hal ini menjadi sangat penting karena melihat
fungsi Nabi Muhammad Saw dan konteks ḥadīs pada saat sebuah ḥadīs
disabdakan serta mengetahui dari bentuk-bentuk matn ḥadīs. Oleh karena itu
84
Jalaluddin as-Suyuthi & Imam as-Sindiy, Sunan an-Nasa`i jld. 5, (Beirut: Dar al-
Ma‟rifah, tt), h. 83.
63
1. Analisa Matn
Perlunya penelitian matn ẖadīs tidak hanya karena matn tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh sanad saja, tetapi juga karena periwayatan matn
85
Miftahul Asror dan Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw
(Yogjakarta:Pustaka Pelajar,2015),h.299.
64
tersebut. 86
Ḥadīs Nabi tentang larangan Isrāf dan Makhīlah ini bila ditinjau
menggunakan redaksi .
antunna yang bermakna semua orang (umat Nabi). Kata Kulū juga
86
Arini Fithriyana, Memahami Hadis-HadisTentang Keutamaan Membaca
Surah Al-Kahfi( Studi Ma`ni al-Hadis), (Skripsi S1 Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Fakultas Usuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2014), h. 39.
65
87
dituju kepada mukhothab (kalian) jadi makna kulū tersebut makanlah.
dalam ḥadīs bentuknya adalah ishrabū yang asal katanya seperti yang
ditulis diatas. Ishrabū ini disebut dengan Fi`īl Amar yang menunjukkan
perintah-perintah tersebut.89
ْ ِل
طه kata disini menunjukkan penafian dari kata
dua perkara ini yaitu berlebih-lebihan dan sombong. Dengan kata lain,
87
Tnp, Munjid Fil Lughah Wa A`lam, (Bairut Darul Musyrik, 2008), h. 15.
88
Ibid. 380.
89
Ibid, h, 420.
66
merupakan isim masdār yang menjadi mudhāf ilaih dari kata asrafā-
kata Al-Khāl-al-Khaīl-al-Khuyalā`-al-Khiyalā`-al-Akhyāl-al-Khayalāh-
93
al-Makhīlah mengikuti pola Azḥīmah, artinya angkuh, sombong.
90
Ibid, h, 191-192
91
Ibnujar al-Asqalani, Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, terj. Amiruddin
(Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h.484
92
Syekh Mansur Ali Nashif. Mahkota Pokok-Pokok hadis Rasululla jilid 3,
h.497.
93
Jamaluddin Muhammad bin Mukarram Ibnu Manthur, libaanul `Arab
,(Bairut: dar shodar tt),h. 130.
67
menurut Ibnu At-Tin, kata itu mengikuti pola mif`alah yang berasal
artinya takabbur. Sifat ini timbul karena adanya keutamaan yang dilihat
pendekatan bahasa maka makna israf dan makhilah yaitu, fi‟il amr
angkuh dan sombong. Dengan mengikuti pola mif alah yang berasal
94
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, J.28. terj.
Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h. 480.
68
membanggakan diri.
hal-hal yang tidak penting, baik itu dalam makan, minum, bersedekah
b. Kajian historis
munculnya ḥadīs tersebut. Dengan kata lain makna atau arti suatu
95
Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi: Metode dan pendekatan, (Yogyakarta
CESaD YPI al-Rahman, 2001),h. 70.
69
berkaitan dengan kondisi orang yang diajak berbicara oleh Nabi, hal ini
menyampaikan ḥadīs.97
wurûd namun, ketika dilihat teks ḥadīs secara keseluruhan maka, dapat
dengan adanya ayat Al-Qur`an yang juga berkaitan dengan ḥadīs ini.
Dengan kata lain, ḥadīs ini mengisyaratkan kepada sebab turunnya ayat
96
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi (Yogyakarta: Teras,
2008), h. 85.
97
Arini Fithriyana, Memahami Hadis-HadisTentang Keutamaan Membaca
Surah Al-Kahfi( Studi Ma`ni al-Hadis), (Skripsi S1 Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Fakultas Usuluddin dan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2014), h. 58.
70
memakai pakaian yang telah kami pakai untuk berbuat dosa”, lalu
pula bahwa dimusim haji tidak memakan daging dan lemak, kecuali
98
Departemen Agama RI. al-Qur‟ân dan Terjemahannya. Jakarta: Lembaga
Percetakan al-Qur‟ân Departemen Agama, 2009, h. 395.
99
Al-Qur`an dan tafsirnya, h. 395.
71
dari Tawus tentang ayat Ini, dia berkata, “beliau tidak memerintahkan
mereka menggunakan sutra, tetapi biasa jika salah seorang dari mereka
menikmatinya. 101
100
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, J.28. terj.
Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azam, 2009), h.478-479.
101
Departemen Agama RI. al-Qur‟ân dan Terjemahannya. Jakarta: Lembaga
Percetakan al-Qur‟ân Departemen Agama, 2009, h,399.
72
lebih tentang pakaian yang telah digunakan sebagai bekas dari dosa
umatnya untuk memakai pakaian yang bagus dan yang menutupi aurat
baik yang telah disediakan untuk umat manusia, diciptakan untuk dapat
digunakan dan dinikmati di dunia ini dengan baik. Bahkan dalam ajaran
dalam kadar dan batas yang sewajarnya agar terhindar dari penyakit.
c. Kajian konfirmatif
keterangan yang jelas dan pasti, bahkan senantiasa menjadi penguat dan
Artinya:
Allah Swt bagi orang-orang yang berperilaku isrāf dan tidak percaya
102
Miftahul Asror &Imam Musbihin, Membedah Hadis Nabi Saw:Kaedah
Dan Sarana Studi Hadis Serta Pemahamannya,h.308.
74
adzab di akhirat itu lebih berat” yakni lebih berat daripada kehidupan
yang sempit dan adzab kubur. “dan lebih kekal” yakni lebih abadi
dan lebih kekal, karena tidak akan berhenti dan tidak pula berakhir.103
103
Syaikh Imam al-Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubī/Syaikh Imam al-Qurṭubī jilid
8, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 694.
75
berputus asa dan berfikir bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-
syurga-Nya karena merasa hina dan tidak pantas. Kata pada ayat
beriman yang bergelimang dosa, dan atas dasar itu pula mereka
104
Syaikh Imam al- Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 15, h. 634.
105
M. Quraish Shihāb, Tafsīr al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur‟ān vol 11 , h. 250.
76
pakaian yang baik dalam salat, ketika tawaf dan ibadah lainnya, begitu
juga membiasakan makan dan minum dengan tidak berlebihan. 106 dan
telah Allah berikan kepada kita, salah satunya dengan makan dan
minum serta semua yang telah Allah halalkan untuk manusia tanpa
kelak.
pelaku tabzīr adalah saudara setan, yaitu karena setan tidak akan
mungkin mengajak manusia kecuali pada hal-hal yang buruk dan yang
merupakan hal yang dilarang oleh Allah swt. Oleh karena itu, setan
selalu mengajak manusia untuk berlaku kikir dan tamak. Jika ia tidak
108
Departemen Agama RI. al-Qur‟ân dan Terjemahannya.j 5 Jakarta:
Lembaga Percetakan al-Qur‟ân Departemen Agama, 2009, h. 365.
78
akan mengajak pada perilaku yang sebaliknya yaitu isrāf dan tabzīr
berlebihan.109
bermakna lalai dalam memenuhi hak Allah swt. Sehingga menurut Al-
109
Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa‟di, Taitsir al-Karīm al-Mannan fī
Tafsīr al-Qur‟ān, jilid 5, (Darr Ibn Jauziyah), h, 917.
79
Hal ini karena segala sesuatu itu haruslah dilakukan dengan sewajarnya
110
Syaikh Imam al- Qurṭubi, Tafsīr al-Qurṭubī jilid 15, h. 277-278.
111
Syaikh Abū Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsīr al-Qur‟ān al-Aisar jilid 4, h.
949.
112
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrrahman bin Ishaq Alū Syaikh, Tafsīr
Ibnu Katsir; jilid 3, (Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2009), h. 305.
80
Adapun orang yang beriman dan mengerjakan amal yang baik mereka
mereka akan mendapat siksaan yang amat pedih sesuai dengan dosa dan
yang akan membela mereka, dan tak ada yang menolong mereka supaya
dapat keluar dari neraka, karena semua urusan ketika itu berada di
tangan Allah.113
pasti akan menerima pahala yang berlipat ganda dan mendapat rahmat
dan karunia Allah. Tetapi orang yang kafir dan meyombongkan diri
terhadap Allah akan ditimpa siksaan yang pedih dan tak ada baginya
113
Al-Quran dan Tafsirnya, jilid II Departemen agama, h, 339.
81
.
hartanya selain untuk ketaatan kepada Allah, maka hal ini termasuk
ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang kikir. Orang yang
yang seharusnya, dan tidak pula kikir sehingga menahan apa yang
dengan tidak melampaui batas dan tidak pula kikir dalam menggunakan
nafkah. Kata yaqturū adalah lawan dari yusrifū ,yaitu memberi kurang
dari dari apa yang dapat yang dapat diberikan sesuai dengan keadaan
114
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Tafsīr al-Qur‟ān al-Aisar jilid 5, hlm.
260
82
keimanan.
115
M. Quraish Shihāb, Tafsīr al-Misbāh: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-
Qur‟ān vol. 9, h. 533.
83
memilih ungkapan ini bertujuan agar manusia lari dari gerakan yang
mirip dengan Ash-Sha`ru ini. Yaitu, gerakan sombong dan palsu, dan
berjalan dengan cara yang dibuat-buat, bersiul dan sedikit acuh tak acuh
terhadap orang. Ia adalah perilaku yang dibenci dan dilaknat oleh Allah
sakit dan penyakit jiwa yang tidak percaya terhadap diri sendiri.
sombong.116
yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik dengan cara. 1)Jangan
sikap keras, angkuh, dan sombong dilarang Allah karena gaya bicara
116
Sayyid qutub, jilid 9. H. 177.
84
telinga.117
dalam segala hal, dan tidak bertentangan atau bertolak belakang dengan
117
Departemen agama RI, J 7, h. 555-556.
85
BAB IV
pada bab ini akan dipaparkan relevansi ḥadīs-ḥadīsIsrāf dan Makhīlah pada
Pada zaman nabi Isrāf meliputi, makan dan minum dengan wadah emas
dan perak, makan dan minum. Sedangkan pada zaman sekarang Isrāf meliputi
berbagai bentuk seperti berbelanja, belanja disini merupakan sifat boros yang
dan keinginan semata. Biasanya hal ini dilakukan hanya untuk mengikuti
trend masa sekarang atau hanya untuk sebagai koleksi, baik itu dari segi
indivi du yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan.
118
Erich Fromm, Revolusi Harapan Menuju Masyarakat Teknologi Yang Manusiawi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 23.
86
Dalam hal mengoleksi juga sudah terjadi pada masa Nabi, perbedaannya
pada masa itu orang-orang Arab lebih memilih untuk mengoleksi perabotan
dari bahan emas dan perak. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman
Bin Abi Leila bahwa: “Ketika Hudhaifah barada di kota Mada‟in, dia meminta
segelas air kepada seseorang. Seorang petani membawa air dalam bejana
perak. Dia menolak air tersebut dan menegaskan bahwa Rasulullah telah
bersabda: “jangan memakai pakaian sutera atau yang bersulam emas dan
jangan minum dalam bejana yang terbuat dari emas atau perak dan jangan
makan dalam mangkuk yang terbuat dari logam-logam ini (karena semua
(orang-orang kafir) di dunia ini dan orang muslim di akhirat kelak. Hadīs ini
119
Ibid.h.25
87
tidak perlu.120 Dari sinilah jelas betapa tuntunan Nabi tersebut merupakan
salah satu cara kita agar tidak menjadi orang yang lalai, sehingga akan
kreativitas yang dimiliki, sehingga akhirnya melengahkan dan lupa akan hal
bukan suatu hal yang dilarang dalam Islam, akan tetapi jika tidak diimbangi
dengan ibadah maka hasil usaha dari bekerja hanya akan didapat di dunia
Isrāf dalam ibadah. Ini merupakan kebalikan dari Isrāf dalam bekerja.
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa bekerja dan ibadah harus
juga sudah terjadi pada zaman Nabi maupun zaman sekarang, seolah ada
Dẓat-Nya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hukum syari‟at yang tidak
diserang penyakit kulit tidak diwajibkan untuk berwudhu` dengan air, akan
120
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2 (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995), h. 18.
121
Sayyid Abdullah Al-Hadhrami, Bagi penempuh jalan Akhirat, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2006), h, 238.
122
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penterj. Zainal Arifin (Jakarta:
Gema Insani Press, 1997), h. 155.
88
sholat subuh123.
untuk pesta. Pada zaman sekarang bisa dilihat bahwa pesta-pesta yang
valentine yang jelas-jelas hari ini bukanlah hari besar umat Islam dan tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah. Contoh lain adalah perayaan pesta ulang
tahun yang juga bukan merupakan salah satu syari‟at Islam. 124
mempercantik diri. Padahal jika dilihat dari fakta yang ada, pakaian banyak
Isrāf dalam hal makan dan minum. Menurut ilmu kesehatan penyakit
malas, dan banyak tidur, secara tidak langsung akan menyebabkan penyakit
123
Erich Fromm, Revolusi Harapan Menuju Masyarakat Teknologi Yang Manusiawi, h.
26.
124
Ibid,.
125
Ibid, h,27
89
kedua ginjal, di sekitar jaringan yang mengelilingi usus, dada, dan otot-otot
tubuh. Yang nantinya akan berdampak pada munculnya penyakit pada alat
Nabi. Perbedaannya pada zaman Nabi, orang-orang Arab Isrāf dalam hal
makan dan minum dari segi porsi, seperti memakan daging secara berlebih-
lebihan. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar untuk tidak terlalu
sekali dalam sehari disertai menjadikan sebagian hari terkadang dengan tanpa
sekarang, Isrāf dalam hal makan dan minum dari segi porsi maupun harga,
126
Abdul Basith Muhammad as Sayyid, pola Makan Rasulullah: Makanan berkualitas
menurut al-Qur‟an dan As-Sunnah,Terj. M. Abdul Ghaffar (Jakarta: Alfa, 2006 ), h. 51-52.
127
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khattab, (Jakarta: Khalifah,
2008), h.201.
90
yang berlebihan.129
cepat merasa mulia dengan kemulian ilmu dan merasa di dalam dirinya ada
keindahan dan kesempurnaan ilmu, lalu dia memandang besar dirinya dan
duniawi dan bisa juga berkaitan dengan unsur-unsur ukhrawi.130 Selain itu,
128
Sayyid Abdullah Al-Hadhrami, Bagi Penempuh jalan Akhirat. (Yogyakarta: Mitra
Pustaka. 2006). h, 226.
129
Ibid.,
130
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khattab, h. 261.
131
Syekh Yahya Ibn Hamzah Al-Yamani, Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs (Jakarta:
Zaman, 2012), h, 261.
91
sendiri, yakni menganggap dirinya adalah yang paling hebat di antara orang
lain dan tidak ada sedikit kekurangan pun. Sifat sombong dan berbangga
dianggap lebih mulia dari pada keturunan darah kaum bawah. Peranan ini
dimiliki orang yang kalau disentuh oleh derita, dia cepat berduka cita,
menyesal dan putus asa, tetapi kalau memperoleh nikmat dia sombong,
ujub dizaman Nabi dijelaskan dalam kisah Qarun dan Fir‟aun. Qarun bersifat
ujub karena dia merasakan bahwa harta yang banyak yang dia miliki adalah
usahakan, sedangkan asalnya dia adalah seorang miskin dan tidak memiliki
apa-apa. Sedangkan fir‟aun yang merasakan bahwa dirinya sebagai tuhan yang
patut disembah.132
Kedua, dengki, yakni merasa iri dengan kelebihan orang lain akibat dari
kesombongannya itu, sedangkan salah satu sifat sombong itu karena kelebihan
yang ia miliki. Sifat dengki ternyata sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad
SAW masih hidup. Hal ini dapat kita lihat yaitu dari kisah Abu Lahab dan
Abu Jahal. Di zaman yang sudah semaju sekarang ini ternyata masih ada
orang yang mengurusi dan memupuk virus-virus iri dan dengki, hingga ia
tumbuh subur di dalam hatinya. Padahal di saat usia bumi ini sudah tua renta,
mestinya kita haruslah lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan
132
Muhammad Jamaluddin Al-Qasim, Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mu`min ,
(Bandung: CV Ponegoro, 1994), h, 789.
92
kenikmatan atau harta dan jabatan yang dimiliki oleh orang lain. Sehingga
kedengkian lebih sering timbul karena masalah keduniaan saja. Tetapi efeknya
sama saja, yaitu tetap akan melukai orang lain dan melukai dirinya sendiri.
Apalagi di zaman sekarang ini, dizaman yang serba canggih kedengkian dapat
diwujudkan dengan berbagai cara, baik itu dilakukan dengan kekerasan secara
terang-terangan atau melalui jasa orang lain, seperti jasa pembunuh bayaran
kepemilikannya sebagai alat untuk tidak diremehkan orang lain. Pada zaman
Nabi bentuk pamer dikisahkan pada kisah Qarun, Qarun membawa semua
harta karunnya, permata, mutiara emas, dan perhiasan dalam berbagai bentuk.
berkata:”lihatlah semua ini. Andai saja kita mempunyai apa yang Qarun
yang ada dalam dirinya, seperti halnya pamer dengan kekayaan, kekayaan
sendiri meliputi apa-apa yang ada pada dirinya, pangkat, jabatan, ilmu,
kencantikan, perhiasan dan lainnya. Pamer juga ada yang berbentuk pamer
133
Ibid.,
134
Departemen Agama RI. al-Qur‟ân dan Terjemahannya.j 5 Jakarta: Lembaga
Percetakan al-Qur‟ân Departemen Agama, 2009, h. 367.
93
ibadah. Seperti memamerkan ibadah kepada orang lain, Padahal ibadah yang
dan masa sekarang. Sedangkan dampak dari dua perilaku itu sama-sama
bukan hanya pada kehidupan akhirat kelak, tetapi juga dalam kehidupan sosial
penyelewengan terburuk dari konsumsi yang benar. Sebab orang yang hura-
Berikut ini adalah Uraian dari dampak atau penjelasan Isrāf dan Makhīlah
sebagai berikut:
Ketiga. Akan memunculkan orang-orang yang tidak produktif, dalam arti tidak
temannya.136
Keempat. kufur, yakni kufur nikmat tidak merasa bersyukur atas nikmat
yang Allah berikan atau bahkan menganggap bahwa segala kelebihan yang ada
diperoleh hanya semata karena usaha sendiri. Kelima. malas, yakni malas
dalam melakukan hal-hal yang lebih penting dari ibadah akibat dari
karena merasa apa yang dilakukan menjadi nilai lebih, tetapi itu hanya dimata
sombong. Orang-orang seperti ini adalah sahabat syetan. Tak jauh berbeda
dengan pendapat Sayyid Quthb, orang yang berbuat mubażīr itu digolongkan
136
Wahyudi, “Tinjauan Tentang Perilaku Konsumtif Remaja Pengunjung”. Dalam
eJournal sosiologi. Vol. 1, no. 4 (2013) h. 28.
137
Erich Fromm, Revolusi Harapan Menuju Masyarakat Teknologi Yang Manusiawi, h.
30.
95
penghuni neraka.
antara lain:
sosial dan ibadah, selain untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
138
Sayyid Quthb, Tafsīr fīẒilālil Qur‟ān, Jilid 4, (Beirut: Darusy-Syuruq, 1992),
h.2222.
139
Erich Fromm, Revolusi Harapan Menuju Masyarakat Teknologi Yang Manusiawi, h.
28.
96
keharmonisan individu-individunya.
neraka. Sebab, dua perilaku ini tidak lepas kaitannya dengan bisikan
depan umat manusia. Terutama generasi muda Islam sejak zaman dahulu
hingga sekarang. Selain itu sikap Isrāf juga merupakan bentuk pengingkaran
akan nikamt Allah Swt, sedangkan pengingkaran akan nikmat Allah Swt tidak
hal yang sebelumnya bersifat ketat, berubah menjadi kebebasan. Pada akhirnya
140
Syekh Yahya ibn Hamzah al-Yamani, Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs,
Memandu Anda Membesihkan Hati dan Menumbuhkan jiwa Mulia Agar hidup Lebih Berhasil
dan Lebih Bahagia, (Jakarta:Zaman, 2012), h, 267-268
141
Ibid.h,157.
97
dia akan meninggalkan sedikit atau banyak dari apa yang seharusnya
dilakukan.142
terhentinya melakukan amal ibadah dan tidak sabar, karena manusia memiliki
tabiat cepat bosan dan memiliki kemampuan yang terbatas. Manusia biasanya
akan sabar mengerjakan pekerjaan yang berat dan sulit dalam waktu beberapa
hari atau beberapa bulan, lebih dari itu manusia akan bosan. Diantara upaya
dalam menghindari sikap Isrāf yaitu melakukan amal ibadah secara istiqomah
paling di sukai oleh Allah Swt. Hidup secara bersahaja dan tidak selalu
menggunakan akal sehat. Seseorang yang hidup bersahaja, tidak akan suka
merendahkan dirinya dihadapan Allah dan juga manusia yang lain karena
sebagian besar kejelekan yang menimpa manusia bersumber dari hawa nafsu
yang lepas kontrol. Selain itu, Islam telah memberikan tuntunan dalam berbuat
dan beribadah.143
Apabila terdapat takabur dalam hati, maka orang itu akan melecehkan
orang lain, tidak mau memahami orang lain (egois), memaksakan kebatilan
142
Ibid, h, 158.
143
Ibid,.
98
perbuatan takabur sangat besar baik bagi dirinya maupun orang lain. Maka
tidak menyukai orang yang sombong. sehingga bagi orang yang tidak mau
mentaati perintah Allah agar tidak berlaku sombong, Allah akan memberikan
balasan di akhirat. Allah berfirman tentang balasan bagi orang yang sombong :
144
Majid Fkhry, Etika Dalam Islam, (Yogyakarta: Pusata Pelajar, 1996), h, 96.
99
Dari ayat ini dapat diketahui secara jelas tentang pandangan Islam
negatif bagi pelakunya dan orang lain yang di sombongi. Semua tahu bahwa
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara Isrāf dan
merupakan sifat tercela yang muncul akibat perbuatan Isrāf tadi. Sebab Isrāf
dapat disimpulkan bahwa ẖadīs tentang Isrāf dan Makhīlah masih relevan
dampak yang buruk sebagaimana yang telah terjadi pada zaman Rasulullah.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis teliti terkait dengan isrāf dan makhīlah
yang telah penulis bahas pada bab sebelumnya , maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
batas, karena sesuatu yang berlebihan itu adalah tanda orang yang
mungkin agar tidak memberi dampak buruk, mengontrol di sini dalam arti
keutamaan yang dilihat dari dirinya. Sehingga ia merasa lebih dari orang
hal-hal yang tidak penting. Juga menghindari sifat sombong atas apa-apa
yang ia miliki.
2. Setelah penulis teliti ḥadīs-ḥadīs tentang isrāf dan makhīlah jika dikaitkan
dengan konteks kekinian tidak jauh berbeda dengan masa Nabi. isrāf pada
zaman Nabi meliputi: makan dan minum dengan wadah emas dan perak,
Sedangkan makhīlah pada zaman Nabi dan zaman sekarang tidak ada
Isrāf dan makhīlah termasuk perbuatan tercela yang dibenci Allah dan
pelakunya oleh Allah dianggap sebagai saudaranya setan. Al-Qur‟an dan ḥadīs
seperlunya, jangan sampai terlalu sedikit namun jangan pula terlalu banyak dan
B. Saran
setelah Al-Qur‟an.
tentang isrāf dan makhīlah dapat dijadikan wacana baru dijurusan IAT
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sa‟di , Abd al-Rahman bin al-Nashir. Taitsir al-Karīm al-Mannan fī Tafsīr al-
Qur‟ān, jilid 5, Darr Ibn Jauziyah.
Alū Syaikh , Abdullah bin Muhammad bin Abdurrrahman bin Ishaq.Tafsīr Ibnu
Katsir; jilid 3, Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2009.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang, CV,
Toha Putra.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, Yogyakarta: PT. DANA
BHAKTI WAKAF, 1995.
Al-Bukhari ,Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Shahîh Bukhari, Jilid 7, Beirut:
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992.
Al-Qazwini ,Abi Abdillah Muhammad bin Yazid. sunan Ibnu Majah juz 2, tanpa
kota: darul afkar, tanpa tahun.
Astuti, Endang Dwi. “Perilaku Konsumtif Dalam Membeli Barang Pada Ibu
Rumah Tangga di Kota Samarinda”, Dalam eJournal Psikologi, Vol 1, no
2, 2013.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Baari: Syarah Shahih Bukhari, J.28. terj.
Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azam, 2009.
Hanbal, Imam Ahmad ibn. Musnad J. 6, Kairo: Darul Hadis, 1995.
Ad-Dimasyqī, Ismā' il ibn Katsīr al-Qurasyī. Tafsīr al-Qur‟ān al-A ẓ īm, Jilid 3,tt.
Al-Jauzi, Ibn. 30 Cara Menuju Puncak Ketenangan Jiwa, Terapi Psikologi
Mengatasi Bebagai Problema Kehidupan,Yogyakarta: Pustaka
Rihlah,2004.
As-Suyuthi, Jalaluddin dan Imam as-Sindiy. Sunan an-Nasa`i jld. 5, Beirut: Dar
al-Ma‟rifah, tt.
Ali, Nizar. Memahami Hadis Nabi Metode Dan Pendekatan. Yogjakarta: CESaD
YPI Al-Rahmah, 2001.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian , Jakarta:Rineka Cipta,2003.
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, Jakarta:
Khalifah, 2008.
Al-Qurṭubi, Syaikh Imam. Tafsīr al-Qurṭubī jilid 8, Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.
104
Mustaqim, Abdul . dan Agil Husain Al-Munawwar. Asbabul Wurud : studi kritik
atas Hadis Nabi, pendekatan Sosio-Historis konteskstual cet.
1.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Munawwir , Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia ,Surabaya: Pustaka
Progesif, 1997.
Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma`ni Hadis paradigma Interkoneksi berbagai teori dan
metode memahami hadis nabi, yogyakarta: Erlangga,2008.
Manthur, Jamaluddin Muhammad bin Mukarram Ibnu. libaanul `Arab J 9,Bairut:
dar shodar tt.
Mustamar, Marzuki. Mutiara Hadits ,Malang: UIN-MALIKI PREES, 2013.
Muhsin ,Wahab. dan Fuad Wahab, Pokok-Pokok Ilmu Balaghah, Bandung:
Angkasa, 1982.
Nashif , Syekh Mansur Ali. Mahkota Pokok-Pokok hadis Rasululla jilid 3,
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I ,Jakarta: UI-
Press, 1985.
Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, Penterj. Zainal Arifin Jakarta:
Gema Insani Press, 1997.
Quthub, Sayyid. Tafsīr fī Ẓ ilālil Qur‟ān, Jilid 4, Beirut: Darusy-Syuruq, 1992.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2 ,Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1995.
Rakhmat , Mochtar. Islam Itu Indah Refleksi Keimanan, Yogyakarta:pustaka
pelajar, 2000.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, vol 5.jakarta:lentera hati,2002.
Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi Syarah Hadis Yogyakarta: SUKA-Press UIN
Sunan Kalijaga, 2012.
Syaparuddin “Prinsip-Prinsip Dasar al-Qur‟an Tentang Perilaku Konsumtif,”
Ulumuna Vol.XV Nomor 2 Desember, 2011.
Tim Baitul Hikmah, Ensiklopedia Pengetahuan Al-Qur‟an dan Hadits, Jakarta,
Kamil Pustaka : 2013.
Tnp, Munjid Fil Lughah Wa A`lam, Bairut Darul Musyrik, 2008.
Wensinck , A.J. al-Mu‟jam al- Mufahras li alfazh al-hadîts, J6 Leiden: Breil,
1943.
106
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi :
Pendidikan :