Anda di halaman 1dari 8

A.

Latar Belakang

Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang


keluar menembus kulit biji. Gejala morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi
proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis.
Secara fisiologi, proses perkecambhan berlangsung dalam beberapa tahapan penting meliputi
absorbsi air, metabolisme pemecahan materi cadangan makanan, transport materi hasil
pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif bertumbuh, proses-proses pembentukan
kembali materi-materi baru, respirasi dan pertumbuhan (Salibury, 1985).
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang internal dan
eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara
promotor dan inhibitor perkecambahan, terutama asam giberelin (GA) dan asam abskisat
(ABA). Faktor eksternal yang merupakan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu,
kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai
inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap daya berkecambahan
benih (biji) kali ini adalah untuk mengetahui zat pengatur tumbuh yang mampu
meningkatkan daya perkecambahan (viability) benih.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan adalah cawan petri, kertas merang, label dan labu Erlenmeyer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih padi (Oryza sativa)
yang lama dan baru, zat pengatur tumbuh (GA dan NAA/ IAA dengan konsentrasi 0, 15 dan
30 ppm) dan akuades.

B. Metode

Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :


1. Alat dan bahan yang akan dipakai disiapkan.
2. Akuades dimasukkan kedalam cawan petri yang sudah berisi 10 biji lama dan 10 biji baru
dalam masing-masing cawan petri. Biji direndam selama 1 x 24 jam.
3. Biji ditiriskan dan dikering anginkan.
4. Cawan petri dilapisi oleh kertas merang dan akuades sampai basah, lalu ditambahkan zat
pengatur tumbuh (GA dan NAA/ IAA).
5. Cawan petri diberi label dan disimpan ditempat yang gelap.
6. Biji diamati selama 10 hari.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Table 1. Hasil Anava Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Daya Perkecambahan Benih
Padi
Sumber DB JK KT Fhit F0.05 F0.01
Variasi
MP 1 4.07 7.59
1.78 1.78 0.21
Galat (a) 4
34.44 8.61
Sub Total 5
36.22
SP 5 2.30 3.20
448.89 89.78 10.00
MPxSP 5 1.83 2.34
5.22 1.04 0.12
Galat (b) 20
179.56 8.98
Total 35
669.89

Foto Hasil Perkecambahan Biji Padi Selama 2 Minggu

Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4.


Minggu 0 Biji Minggu 0 Biji Minggu 0 Biji Minggu 0 Biji
Lama GA 15 Lama NAA 15 Baru GA 15 ppm Baru NAA 15
ppm ppm ppm

Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8.


Minggu 1 Biji Minggu 1 Biji Minggu 1 Biji Minggu 1 Biji
Lama GA 15 Lama NAA 15 Baru GA 15 ppm Baru NAA 15
ppm ppm ppm
Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12.
Minggu 2 Biji Minggu 2 Biji Minggu 2 Biji Minggu 2 Biji
Lama GA 15 Lama NAA 15 Baru GA 15 ppm Baru NAA 15
ppm ppm ppm

B. Pembahasan

Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya


tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi
dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang
menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah (Prawinata et al.,
1981).
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik
tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah membesarnya ukuran
biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum"). Biji menyerap air dari lingkungan
sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang
terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar) dan biji melunak
(Prawinata et al., 1981).
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal.
Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan
kajian ekspresi gen pada tumbuhan model Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada
perkecambahan lokus-lokus yang mengatur pemasakan embrio, seperti Abscisic Acid
Insensitive 3 (ABI3), Fusca 3 (FUS3), dan Leafy Cotyledon 1 (LEC1) menurun perannya
(downregulated) dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan meningkat
perannya (upregulated), seperti GIbberelic Acid 1 (GA1), GA2, GA3, GAI, ERA1, PKL,
SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses perkecambahan yang normal sekelompok
faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam
oleh miRNA (Prawiranata et al., 1981).
Mekanisme perkecambahan biji diawali dengan berakhirnya dormansi dengan adanya
imbibisi air yang diperlukan biji untuk melakukan metabolisme tinggi sel-sel dalam embrio
dan organel subseluler berorganisasi yang akhirnya terjadi pemunculan kecambah. Sel-sel
dalam akar, daun, batang membesar, dan memanjang dengan pengambilan air. Fase
perkembangan ini dipacu oleh ZPT seperti IAA, NAA, dan GA (Rismunandar, 1988).
Villiers dalam Salim, (2004) menyatakan bahwa dormansi benih dapat disebabkan
antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang
belum tumbuh secara sempurna, hambatan mekanik kulit benih terhadap pertumbuhan
embrio, belum terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat
penghambat dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio. Ekstraksi buah dapat mengurangi
senyawa-senyawa penghambat perkecambahan dan meningkatkan kemampuan benih untuk
mengabsorbsi air. Ekstraksi buah dapat mempercepat pembusukan buah dan merangsang
proses fisiologi perkecambahan.
Menurut Villiers (1972), dormansi adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase
perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh. Menurut
Lovelles (1990) dormansi adalah masa istirahat yang khusus yang hanya dapat diatasi oleh
isyarat-isyarat lingkungan tertentu. Kemampuan istirahat dengan jalan ini memungkinkan
tumbuhan untuk bertahan hidup pada periode kekurangan air atau pada suhu dingin.
Dormansi dapat dipatahkan dengan memberi zat pengatur tumbuh yaitu IAA, NAA, dan GA.
Heddy (1986) menyatakan bahwa penambahan NAA akan mempersingkat massa
dormansi, begitu juga dengan penambahan GA akan memperpendek massa dormansi. Namun
penambahan GA lebih efektif dari NAA. Penambahan GA akan lebih cepat merangsang
pertumbuhan koleoptil pada biji. Selain jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan,
konsentrasi ZPT juga dapat mempengaruhi kecepatan perkecambahan biji. Pemberian GA
pada konsentrasi yang semakin tinggi mengakibatkan semakin tinggi pula
perkecambahannya, tetapi hal ini tergantung pula pada jenis dari benih yang ada. Biji cabai
mempunyai kulit yang permeabel sehingga GA dapat lebih bebas masuk dan merangsang
perkecambahan lebih cepat (Sutopo, 1984).
NAA (Naphthyl Acetic Amida) adalah zat pengatur tumbuh yang dikelompokan ke
dalam auksin. Penambahan NAA akan mempengaruhi pertumbuhan akar, yaitu mengenai
banyaknya akar yang dihasilkan. NAA lebih stabil sifat kimianya dan mobilitasnya dalam
tanaman rendah. Sifat kimianya yang mantap dan pengaruhnya yang lama serta keberadaan
hormon ini yang tidak menyebar sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian lain
menyebabkan pemakaian hormon ini berhasil (Kusumo, 1990).
IAA (Indole Acetic Acid) adalah auksin endogen yang terbentuk dari tryptophan yang
merupakan suatu senyawa dengan inti indole yang selalu terdapat dalam jaringan tanaman.
Kandungan IAA dalam suatu tanaman menunjukkan adanya hubungan yang berbanding
terbalik dengan adanya aktivitas IAA oksidase. Umumnya di daerah meristematik kadar
auksinnya tinggi karena aktivitas IAA oksidasenya rendah (Prawiranata et al., 1989).
Produksi IAA bisa dipengaruhi oleh keberadaan Rhizobakteria (bakteri yang tumbuh
di dalam tanah). Corynebacterium agropyri (UPMP7), E. gergoviae (UPMP9) dan B.
amyloliquefaciens (UPMS3) merupakan jenis rhizobakteria yang mampu melarutkan fosfat
dan mampu memicu pembentukan IAA. Keberadaan rhizobakteria E. gergoviae, B.
amyloliquefaciens dan C. agropyri juga menunjukkan efek positif pada perkecambahan
seperti pembentukan akar lateral, rambut akar, dan elongasi akar. Kecambah atau benih padi
yang bersimbiosis dengan B. amyloliquefaciens dan E. gergoviae menunjukkan efek
signifikan pada panjang batang awal dan berat kering. Jadi, perkecambahan sangat
dipengaruhi jenis media tanam, tanah rhizosfer atau tanah yang memiliki sirkulasi udara baik
dengan simbiosis rhizobakteria di dalamnya mampu mempercepat perkecambahan (Sariah et
al., 2012).
Giberelin merupakan hormon pertumbuhan yang terdapat pada organ-organ tanaman
yaitu pada akar, batang, tunas, daun, tunas bunga, bintil akar, buah dan jaringan khusus.
Respon terhadap giberelin meliputi peningkatan pembelahan sel. Giberelin juga dapat
merangsang pertumbuhan batang dan dapat juga meningkatkan besar daun beberapa jenis
tumbuhan, besar bunga dan buah. Giberelin juga dapat menggantikan perlakuan suhu rendah
(2-40C) pada tanaman (Kusumo, 1990).
Giberelin aktif pada tanaman utuh. Biji biasanya berkecambah dengan segera bila
diberi air dan udara yang cukup, mendapat suhu pada kisaran yang memadai dan pada
keadaan tertentu mendapat periode terang dan gelap yang sesuai. Tetapi pada sekelompok
tumbuhan yang bijinya tidak segera berkecambah meskipun telah diletakan pada kondisi
kandungan air, suhu, udara dan cahaya yang memadai. Perkecambahan tertunda selama
beberapa hari hari, minggu atau mungkin beberapa bulan. Tetapi dengan adanya giberelin
dormansi dapat dipatahkan (Prawiranata et al., 1989). Menurut Kusumo (1990) ada beberapa
macam giberelin yaitu GA1, GA2, GA3, GA4 dan menurut keaktifannya adalah GA3, GA, GA2
dan GA4.
Berdasarkan hasil praktikum pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap daya perkecambahan
benih didapatkan hasil yaitu non signifikan karena Fhitung lebih kecil dari Ftabel pada kolom
MP x SP di anava ( 0,12 < 1,83). Perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh IAA maupun GA
ternyata memberikan pengaruh terhadap pematahan dormansi biji. Pada konsentrasi tinggi,
pengaruh yang ditimbulkan akan lebih cepat dari pada konsentrasi rendah, namun tingkatnya
masih dalam ambang terbatas karena ZPT dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit.
perlakuan GA memiliki pengaruh yang lebih besar seharusnya dibandingkan dengan IAA
karena Giberelin merupakan fitohormon yang mempengaruhi peningkatan pembelahan sel
dan perbesaran sel pada pertambahan panjang batang dan akar pada tanaman (Abidin, 1987).
Hal ini belum sesuai dengan hasil praktikum yang didapat.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Zat pengatur tumbuh IAA lebih efektif dalam mematahkan dormansi dan memacu
pertumbuhan biji padi dibandingkan GA.
2. Konsentasi NAA/IAA 15 ppm dan GA 15 ppm paling efektif dalam mematahkan dormansi
dan memacu perkecambahan biji.
DAFTAR REFERENSI

Abidin,Z. 1987. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna, Bogor.
Lovelles, A. R. 1990. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. PT Gramedia,
Jakarta.
Mayer, B. S. And D. B. Anderson. 1975. Plant Physiology. D. Van Nostrand Company, Inc.,
Princeton, New Jersey.
Prawiranata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan.
Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Rismunandar. 1988. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Salim, M. S. 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik pada Berbagai Lama Ekstraksi
Buah. Agrosains, Vol. 6 No. 2: 79-83.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1985. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Sariah, M., O. Sariam, O. Radziah, and M. A. Z. Abidin. 2012. Rice seed bacterization for promoting
germination and seedling growth under aerobic cultivation system. AJCS 6(1):170-175
(2012).
Sutopo, L. 1984. Teknologi Benih. Rajawali, Jakarta.
Villiers, T.A., 1972. Seed Dormancy. 220 – 282 p. Dalam Seed Biology. Ed. By T.T. Kozlowski.
Vol. II Academic Press. New York and London.

Anda mungkin juga menyukai