KOMA
Disusun Oleh:
Andri Tambunan
18010005
Pembimbing
2019
KOMA
PENDAHULUAN
Kesadaran mempunyai arti yang luas sekali. Sebagai teori kerja dalam
bidang ilmu kedokteran, kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan
yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua
impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan
output susunan saraf pusat.1
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada
serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan
dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan
thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi
grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus.
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos mentis, dimana
aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami
dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan, dan
sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai. Kesadaran yang sangat
terganggu, ialah kesadaran dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun
dirangsang secara kasar. Keadaan tersebut dinamakan koma.1
Koma adalah situasi akut yang mengancam jiwa. Evaluasi harus dilakukan
secara cepat dan komprehensif agar meminimalisasikan terjadinya kerusakan
neurologis lebih lanjut. Koma mengacu pada keadaan klinis di mana pasien
tidak respon dan tidak menanggapi rangsangan. Ini mungkin disebabkan
oleh lesi struktural pada batang otak, thalamus, atau belahan otak, dan non-
struktural oleh kelainan metabolisme.2
1
Beberapa penyebab koma mudah diidentifikasi sementara yang lain
mungkin memerlukan pengujian ekstensif untuk menemukan etiologi. 3 Pada
penderita koma, perlu penanganan yang cepat dan tepat, sehingga pasien
dapat terselamatkan sesuai dengan terapi yang di anjurkan. Pengobatan
utama pasien koma adalah penyebab utama pasien sehingga terjadi koma.
Oleh karena itu, diperlukan anamnnesis pada keluarga atau teman untuk
menentukan faktor penyebab terjadi nya koma.
DEFINISI
Koma mengacu pada keadaan klinis di mana pasien tidak respon dan tidak
menanggapi rangsangan. Ini mungkin disebabkan oleh lesi struktural pada
batang otak, thalamus, atau belahan otak, dan non-struktural oleh kelainan
metabolisme. Secara umum, pasien koma yang selamat mulai bangkit dan
pulih secara bertahap dalam 2 hingga 4 minggu atau memasuki kondisi
vegetatif atau kesadaran minimal.3
2
Gambar 1. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001; p 71.
3
Gambar 2. Neuroanatomic Connectivity of the Human Ascending Arousal System
Critical to Consciousness and Its Disorders
4
Masukan impuls dari korteks serebri ke ARAS yang selanjutnya akan
diproyeksikan kembali ke korteks serebri, dapat meningkatkan aktivitas korteks,
dan kesadaran. Hal ini menjelaskan mengapa tingginya aktvitas intelektual,
perasaan kuatir, atau kegelisahan dapat meningkatan aktivitas korteks.5
1. Koma Struktural
a. Tumor
b. Hidrosefalus akut
Ada sekitar 100 hingga 150 mL cairan serebrospinal fluid (CSF) di otak
orang dewasa. CSF diproduksi terutama di pleksus koroid, bersirkulasi melalui
sistem ventrikel, dan bermuara di ruang subarachnoid di mana ia diserap terutama
ke dalam sistem vena melalui villi arachnoid. Penyumbatan aliran ini melalui
tumor, pembekuan darah intraventrikular, atau disfungsi villi arachnoid dapat
5
menyebabkan peningkatan CSF intraventrikular, dengan peningkatan bersamaan
pada tekanan intrakranial sehingga dapat menyebabkan terjadinya koma6.
c. Perdarahan Intrakranial
6
oklusi pembuluh darah arteri yang menyebabkan koma biasanya merupakan
peristiwa sirkulasi posterior, dengan oklusi dalam sistem vertebrobasilar yang
mengarah ke hipoperfusi struktur penting dalam ARAS. Oklusi arteri dalam
sirkulasi anterior adalah penyebab umum koma karena gangguan kortikal bilateral
diperlukan untuk menghasilkan depresi kesadaran yang diperlukan. Namun, hal
ini dapat terjadi pada pasien yang menderita stroke di satu sisi otak dan kemudian
menderita oklusi pembuluh darah arteri akut di sisi lain6.
2. Koma Toksik
a. Agen Sedatif
Obat penenang-hipnotik adalah kelas obat yang luas yang meliputi etanol,
benzodiazepin, barbiturat, baclofen, gamma-hydroxybutyrate, dan lainnya.
Sebagian besar agen sedatif-hipnotis bertindak dengan memfasilitasi efek
neurotransmitter gamma-aminobutyric acid, neuron hiperpolarisasi baik melalui
peningkatan konduktansi klorida atau melalui peningkatan konduktansi kalium.
Etanol sebagai tambahan untuk berinteraksi dengan sistem GABA, juga
menghasilkan beberapa efek melalui interferensi dengan neurotransmitter
rangsang N-metil-D-asparate (NMDA) 6
b. Opioid
c. Agen Disosiatif
7
dipertahankan tetapi di mana pasien dipisahkan dari fungsinya yang lebih tinggi.
Agen disosiatif kemungkinan mengerahkan sebagian besar efeknya melalui
antagonisme NMDA tetapi juga memiliki efek pada reseptor opiat dan
neurotransmisi simpatis6.
d. Karbon Monoksida
e. Racun lain-lain
2. Koma Metabolik
a. Insufisiensi Pernapasan
8
b. Distermia
Suhu tubuh yang ekstrem dapat menyertai penyebab utama koma lainnya
atau menjadi penyebab utama. Meskipun suhu tepat di mana koma terjadi akan
bervariasi berdasarkan individu, kehilangan kesadaran pada pasien hipotermia
umumnya terjadi sekitar 28OC dan koma yang diinduksi hipertermia umumnya
tidak terjadi di bawah suhu 40OC6.
c. Disglikemia
PENEGAKAN DIAGNOSIS
. Penilaian terhadap penderita koma yang dikerjakan meliputi riwayat
penyakit yang didapat dari keluarga atau teman penderita, pemeriksaan fisik dan
9
pemeriksaan neurologis secara cepat dan tepat, dan pemeriksaan laboratorium
tertentu disamping melindungi jalan nafas dan memantau tanda vital penderita.7
ANAMNESIS
-
Apakah penderita menderita penyakit diabetes militus (DM) ?
-
Apakah mempunyai kebiasaan minum alkohol atau ketergantungan obat ?
-
Apakah penderita minum obat tidur ?
-
Apakah penderita mengalami benturan pada kepala ?
PEMERIKSAAN FISIK
-
Nilai kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale
10
-
Apakah terdapat posisi dekortikasi ? (fleksi lengan dengan ekstensi
tungkai), mencerminkan disfungsi hemisfer atau diensefalon yang
kemungkinan disebabkan oleh suatu lesi destruktif atau dampak sekunder
terhadap gangguan metabolik
-
Apakah terdapat posisi deserebrasi ? (ekstensi lengan dan tungkai),
mencerminkan disfungsi mesenfalon atau pons bagian atas akibat kelainan
struktural atau metabolik?
-
Apakah penderita masih bisa menelan, menggerakan rahang atau
bibirnya ? bila dapat, berarti koma penderita tidak dalam dan
kemungkinan fungsi batang otak masih utuh.
-
Apakah terdapat gerakan-gerakan berulang seperti “myoclonic jerk”
multifokal atau kejang multifokal? Hal tersebut merupakan suatu
gambaran khas ensefalopati metabolik seperti uremia atau hipoksia.
-
Apakah pola pernafasan penderita ?
-
Apakah penderita memberikan reaksi terhadap rangsangan dari luar ?
11
b. Periksa adanya reaksi anggota gerak terhadap nyeri. Apakah terjadi
suatu refleks bagian bawah (batang otak) seperti fleksi, ekstensi, dan
aduksi ? Abduksi bahu atau pinggul menunjukan suatu reaksi tingkat tinggi
(kortikal). Penolakan mencerminkan suatu pola kebiasaan yang bertujuan
(terkontrol).
-
Periksa pupil penderita dengan teliti
-
Periksa refleks kornea dan refleks okulosefalik ( Doll’s eyes), tidak adanya
refleks kornea dan refleks okulosefalik menunjukan disfungsi atau
kerusakan pons.
12
-
Penting dilakukan pemeriksaan sistem motorik, Hiperrefleks dan refleks
patologis atau hemiplegia biasanya menunjukan adanya lesi struktural
pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan koma.
-
Pemeriksaan fisik lainnya dapat menemukan petunjuk penyabab koma,
seperti trauma kepala pada epidural hematoma, dada seperti tong pada
gagal paru, hepatomegali pada koma hepatikum, denyut nadi yang lemah
dan hipotensi pada syok kardiogenik, serta kaku kuduk pada meningitis
dan perdarahan subarachnoid, sianosis dan hipoksia pada intoksikasi CO.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PENATALAKSANAAN
Gangguan kesadaran seperti koma berpotensi mengancam jiwa dan
membutuhkan pendekatan yang cepat dan terstruktur. Urutan dasar langkah-
langkah diuraikan selanjutnya. Ini termasuk stabilisasi fungsi fisiologis vital,
melakukan pemeriksaan neurologis terfokus, tes diagnostik yang ditargetkan, dan
bila tersedia lembaga tindakan terapi spesifik (Gbr. 5)
Stabilisasi Awal. Seperti halnya dalam keadaan darurat medis atau bedah,
langkah-langkah awal harus diarahkan untuk memastikan kecukupan fungsi jalan
13
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Pada pasien trauma yang tidak dapat
dikesampingkan sebagai faktor etiologis, leher harus diimobilisasi sampai
ketidakstabilan tulang belakang leher telah dikesampingkan dengan pemeriksaan
klinis dan pencitraan yang sesuai. Upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi
dengan cepat penyebab, dan memperbaiki, gangguan sistemik seperti hipertensi,
hipotensi, hipoksemia, anemia, asidosis, hipotermia, hiperglikemia, dan
hipertermia.
(Gambar 5. Algoritma untuk manajemen awal muncul pasien koma. GCS, Skala Koma
Glasgow; MAP, tekanan arteri; ICP, tekanan intrakranial; IV, intravena; CT, computed
tomography; EEG, electroencephalograph; MRI, pencitraan resonansi magnetik)
-
Pertama, koma dari penyebab struktural bisa menjadi bencana besar dan
tidak dapat diobati. Namun, ketika penyebabnya dapat diobati, dapat
diobati dengan pembedahan atau dengan intervensi farmakologis atau
14
mekanik yang ditargetkan secara geografis. Para penulis menganjurkan
untuk keterlibatan awal spesialis bedah saraf untuk pasien dengan koma
dari perdarahan intrakranial atau hidrosefalus karena intervensi awal dapat
memiliki efek luar biasa pada mortalitas dan hasil jangka panjang. Pasien
dengan penyakit serebrovaskular iskemik harus segera dinilai, idealnya
oleh tim yang melibatkan ahli saraf, untuk menilai pencalonan mereka
untuk trombolisis intravena atau intra-arteri.
-
Kedua, pada pasien yang koma akibat disfungsi neuron difus yang
diinduksi secara metabolik, pengobatan melibatkan kemajuan menuju
homeostasis. Dalam beberapa kasus, seperti hipoglikemia dan insufisiensi
pernapasan, tujuannya adalah normalisasi nilai-nilai seperti glukosa serum
atau tekanan parsial oksigen atau karbon dioksida dalam darah. Dalam
kasus lain, seperti ensefalopati hipertensi dan hiponatremia, pengobatan
awal yang benar hanya melibatkan koreksi parsial, dan kembali secara
tiba-tiba ke normal dapat secara klinis merusak.8
-
Ketiga, pada pasien yang koma akibat disfungsi neuron difus yang
diinduksi toksin, intervensi yang paling penting adalah pemberian
perawatan suportif yang tepat. Perawatan suportif awal termasuk
mengamankan jalan napas, memastikan oksigenasi yang memadai dan
ventilasi, dan memastikan sirkulasi yang sesuai dengan cairan intravena
dan, jika perlu, vasopresor. Perawatan suportif lanjutan dapat mencakup
perubahan pH sistemik atau kompartemen untuk mengurangi toksisitas
obat atau meningkatkan ekskresi obat, seperti pemberian natrium
bikarbonat untuk toksisitas antidepresan trisiklik atau salisilat, atau
pemberian emulsi lipid intravena untuk mengubah distribusi obat. 9
Meskipun ada racun spesifik yang menginduksi koma di mana terapi
antidotal spesifik mungkin kritis atau menyelamatkan nyawa (misalnya,
fomepizole untuk alkohol beracun, hidroksokobalamin untuk sianida, atau
nalokson untuk opioid), terapi antidotal memainkan sedikit atau tidak ada
15
peran dalam mengobati sebagian besar racun yang dapat menghasilkan
koma.
PROGNOSIS
Hasil dari koma terutama tergantung pada penyebabnya. Sekitar 40%
orang tidak selamat dari gagal hati; 25-36% cedera otak serius meninggal 6 bulan
setelah trauma. Orang-orang dengan koma sekunder karena konsumsi obat
umumnya memiliki hasil yang baik jika perawatan darurat yang cepat dan efektif
diterima.10
KESIMPULAN
Koma mengacu pada keadaan klinis di mana pasien tidak respon dan tidak
menanggapi rangsangan. Ini mungkin disebabkan oleh lesi struktural pada batang
otak, thalamus, atau belahan otak, dan non-struktural oleh kelainan metabolisme.
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut
transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan
formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks
cerebri. Seseorang menjadi koma, bisa disebabkan oleh lesi pada formasio
retikularis di batang otak. Pada penderita koma, perlu penanganan yang cepat dan
tepat, sehingga pasien dapat terselamatkan sesuai dengan terapi. Pengobatan
utama pasien koma adalah penyebab utama pasien sehingga terjadi koma. Oleh
karena itu, diperlukan anamnnesis pada keluarga atau teman untuk menentukan
faktor penyebab terjadi nya koma.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta:
Dian Rakyat, 2010.
2. Bateman DE. COMA. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001;71(suppl I).
10. Reed P. Coma The Medical Disability Advisor : Workplace Guidelines for
Disability Duration. Med Disabil Advis. 2005
17