Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PRAKTIKUM COMPOUNDING DAN DISPENSING


“MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT”

Disusun Oleh:
Kelompok B3

Novi Rahmawati F. (1720333651)


Noniana Alif Kurnia (1720333652)
Nur Atik Hidayah (1720333653)
Nurul Hafizah (1720333655)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus di
wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagai mana di
maksudkan dalam pembangunan UUD 1945 melalui pembangunan Nasional
yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari
pembangunan Nasional bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan
termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan di Apotik
dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan
kesejahteraan pada umumnya.
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendirisendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
atau masyarakat.
Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi
apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan. Apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Definisi diatas ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek pasal 1 ayat (a). Usaha apotik merupakan suatu kombinasi dari usaha
pengabdian profesi farmasi, usaha sosial dan usaha dagang, yang masing-
masing aspek ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dari usaha
Apotek. Apotek sendiri merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan
yang melakukan pekerjaan. Kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi
pada masyarakat. Peraturan mengenai apotik tertuang dalam peraturan Mentri
Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002.
Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang
kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi
kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini
memberinya semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses
kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Lingkup kerja
farmasi meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan baku
obat dalam arti luas, membuat sediaan jadi, sampai dengan pelayanan kepada
pemakai obat atau pasien.
Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan. Banyak perubahan yang menyangkut Tenaga Kesehatan pada UU
yang baru ini, di antaranya menyangkut posisi Asisten Apoteker di pelayanan
kefarmasian. UU Tenaga Kesehatan yang baru ini mendefinisikan Tenaga
Kesehatan sebagai setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
menurut UU Tenaga Kesehatan ini adalah Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (Diploma D3). Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Permenkes 889 tahun 2011 pada Bab I (Ketentuan Umum) menyatakan
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten
Apoteker.
Menurut UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, Asisten
Apoteker tidak lagi disebut Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten
Tenaga Kesehatan. Asisten Apoteker tidak dimasukkan tenaga kesehatan
karena pendidikannya di bawah D3. Karena bukan Tenaga Kesehatan
konsekuensinya Asisten Apoteker tidak dapat memperoleh Surat Tanda
Registrasi (STR) Tenaga Kesehatan. Penjelasan pasal 11 ayat 6 UU Tenaga
Kesehatan menyebut Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi, karena tidak termasuk Tenaga
Teknis Kefarmasian, Asisten Apoteker tidak perlu lagi mengurus STRTTK
dan SIKTTK apabila bekerja di Apotek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Apotek
Apotik menurut Keputusan Menkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002
merupakan suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran obat kepada masyarakat.
Definisi Apotik menurut PP 51 Tahun 2009, merupakan suatu tempat atau
terminal distribusi obat perbekalan farmasi yang dikelola oleh Apoteker
sesuai standar dan etika kefarmasian.
B. Persyaratan Apotek
Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat. Apotik menurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002,
disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang
bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan
harus siap dengan tempat dan perlengkapan termasuk sediaan farmasi
dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain
2. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi
3. Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar
sediaan farmasi
4. Lokasi dan tempat, jarak antara Apotik tidak lagi dipersyaratkan, namun
sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli
penduduk di sekitar lokasi Apotik, kesehatan lingkungan, keamanan dan
mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan
5. Bangunan Apotik harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang
cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Apotik serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan Apotik sekurang-
kurangnya terdiri dari : ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja
Apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan
obat, tempat pencucian alat, kamar mandi dan toilet. Bangunan Apotik
juga harus dilengkapi dengan : sumber air yang memenuhi syarat
kesehatan, penerangan yang baik, alat pemadam kebakaran yang befungsi
baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat
higienis, papan nama yang memuat nama Aotik, nama APA, nomor SIA,
alamat Apotik, nomor telepon Apotik. Apotek harus memiliki
perlengkapan, antara lain: alat pembuangan, pengolahan dan peracikan
seperti timbangan, mortir, gelas ukur dll
6. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti
lemari obat dan lemari pendingin. Wadah pengemas dan pembungkus,
etiket dan plastik pengemas. Tempat penyimpanan khusus narkotika,
psikotropika dan bahan beracun. Buku standar Farmakope Indonesia,
ISO, MIMS, dan DPHO. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat,
faktur, kwitansi, salinan resep dan lain-lain.
C. Perijinan Apotek
Dalam pendirian sebuah Apotek, salah satu peraturan yang menjadi
pijakannya adalah KepMenKes No. 1332 tahun 2002. Dalam pasal 4
keputusan tersebut disebutkan bahwa wewenang pemberian izin pendirian
Apotek telah dilimpahkan oleh Menteri kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Tahapan permohonan izin pendirian Apotek menurut KepMenKes No.
1332 tahun 2002 terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
1) Mengajukan permohonan izin pendirian kepada Kepala Dinas Kesehatan
dengan menggunakan formulir yang telah disediakan (disebut formulir
APT-1)
2) Setelah meninjau permohonan tersebut, Kepala Dinas dapat meminta
bantuan teknis ke Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terkait
kesiapan Apotik dalam melaksanakan tugasnya. Jika pemeriksaan
tersebut tidak dilaksanakan, maka pemohon Apoteker membuat surat
pernyataan siap melakukan kegiatan yang ditujukan kepada Kepala Dinas
Kabupaten / Kota setempat dengan tembusan ke Kepala Dinas kesehatan
Provinsi menggunakan formulir yang disebut form APT-4
3) Setelah hasil pemeriksaan diterima atau surat pernyataan tersebut
diterima oleh Kepala Dinas Kabupaten / Kota, maka dalam rentang
waktu 12 hari, Kepala Dinas Kabupaten / Kota mengeluarkan surat izin
Apotik tersebut.
D. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan yang biasa dilakukan di Apotik antara lain :
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan yang
meliputi seleksi obat dan menentukan jumlah obat dalam rangka
pengadaan. Tujuan perencanaan obat adalah untuk mendapatkan jenis dan
jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
menghindari terjadinya kekosongan obat, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat. Perencanaan yang baik juga bertujuan untuk
menghindari terjadinya penumpukan obat, sehingga dapat menghindari
terjadinya kerusakan obat akibat lamanya penyimpanan dan untuk
menghindari penolakan resep akibat tidak tersedianya obat di apotek
(Hardjono dkk., 2007).
Kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah seleksi atau
perkiraan kebutuhan, yang meliputi pemilihan obat dan penentuan jumlah
obat yang akan dibeli untuk periode pengadaan yang akan datang serta
penyesuaian antara jumlah obat yang dibutuhkan dengan alokasi dana.
Proses perencanaan obat memerlukan pengumpulan data obat-obatan
yang akan dipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam
buku defekta, yaitu buku yang berisi catatan mengenai barang yang habis
atau persediaan yang menipis (Hartati dan Sulasmono, 2007).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembelian barang, antara
lain kondisi keuangan, jenis sediaan farmasi yang dibutuhkan, jarak
apotek dengan pemasok atau distributor, kondisi sosial politik, kondisi
gudang, serta tanggal kadaluwarsa, dimana barang dengan batas tanggal
kadaluwarsa yang pendek memiliki risiko rusak yang tinggi (Umar,
2007).
Pemilihan distributor juga harus menjadi pertimbangan khusus dalam
tahap perencanaan, yaitu memilih distributor atau Pedagang Besar
Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari berbagai segi, seperti
dapat menyediakan barang dengan kualitas yang terjamin, manawarkan
harga yang sesuai (murah), waktu pengiriman yang cepat dan tepat,
memberikan diskon dan bonus yang sesuai (besar), menawarkan jangka
waktu kredit yang cukup, dapat menjamin ketersediaan barang, memiliki
izin resmi sebagai distributor, serta menawarkan kemudahan dalam
pengembalian obat yang hampir kadaluwarsa. Dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan :
a. Pola penyakit, perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit
yang sering terjadi di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit
tersebut
b. Kemampuan masyarakat, tingkat ekonomi di sekitar apotek juga
akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat
sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka
apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya terjangkau
seperti obat generik berlogo. Demikian pula sebaliknya jika
masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah keatas
yang cenderung memilih membeli obat paten, maka apotek juga
harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan
c. Budaya masyarakat, pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik
obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan
obat-obatan khususnya obat-obat tanpa resep (DepKes, 2004).
Metode-metode yang digunakan dalam tahap perencanaan atau
seleksi meliputi :
a. Metode Epidemiologi :Perencanaan dengan metode ini dibuat
berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit
pada masyarakat sekitar
b. Metode Konsumsi : Perencanaan dengan metode ini dibuat
berdasarkan data pengeluaran barang pada periode yang lalu.
Selanjutnya, data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast
moving dan slow moving
c. Metode Kombinasi : Metode ini merupakan gabungan antara metode
epidemiologi dan metode konsumsi. Pada metode ini, perencanaan
pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
kebutuhan obat pada periode sebelumnya
d. Metode Just In Time (JIT) Perencanaan dengan metode ini dilakukan
ketika obat sedang dibutuhkan dan ketika ketersediaan obat di apotek
terbatas. Perencanaan ini digunakan untuk obat-obat yang jarang
dipakai/diresepkan, harganya mahal, serta memiliki waktu
kadaluwarsa yang pendek (Hartati dan Sulasmono, 2007).
2. Pengadaan
Apotek menggunakan sistem pemesanan salesman yang datang
langsung datang ke apotek atau melalui pesawat telepon untuk memenuji
pengadaan barang. Masalah yang sering dihadapi di apotek dalam
pengadaan yaitu, keterlambatan dalam pengadaan obat yang di sebabkan
oleh kekosongan pabrik, dalam mengatasi masalah ini dilakukan dengan
cara memesan obat dari jauh-jauh hari dan tidak menunggu stok obat
tersebut kosong.
Pengadaan yang dilakukan di apotek biasanya terdiri dari 3 jenis atau
sistem, yaitu :
a. Pengadaan dalam jumlah terbatas, yaitu pengadaan atau pembelian
yang dilakukan apabila persediaan barang sudah menipis. Pada
pengadaan jenis ini, obat-obat yang dibeli hanyalah obat-obatan yang
dibutuhkan dan pengadaan dilakukan setiap 1-2 minggu. Hal tersebut
bertujuan untuk menghindari penumpukan stok obat dan
meminimalkan anggaran biaya
b. Pengadaan secara berencana, yaitu pengadaan yang dilakukan
berdasarkan penjualan perminggu atau perbulan. Pada sistem
pengadaan ini, dilakukan pendataan terhadap obat-obat fast moving
dan slow moving, sehingga dapat direncanakan pengadaan yang baik
berdasarkan data-data yang diperoleh. Pengadaan jenis ini juga
tergantung pula pada pola penyakit yang terjadi pada kurun waktu
tertentu
c. Pengadaan secara spekulatif, yaitu pengadaan yang dilakukan terkait
dengan adanya kenaikan harga serta penawaran bonus. Pengadaan
jenis ini terkadang tidak sesuai dengan rencana, sehingga obat dapat
menjadi rusak apabila stok obat melampaui kebutuhan (Hartati dan
Sulasmono, 2007)
d. Pengadaan just in time yaitu pengadaan dilakukan apabila persediaan
barang sudah menipis. Barang yang dibeli hanya obat-obatan yang
dibutuhkan saja, dalam waktu satu sampai dua minggu. Hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besar dan
pertimbangan masalah biaya yang minimal. Dibutuhkan pula
pertimbangan pengadaan obat dalam jumlah terbatas, hal ini
dilakukan apabila PBF tersebut ada di dalam kota dan selalu siap
mengirimkan obat dalam waktu cepat
e. Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang memiliki
barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk
dijualkan dengan memberikan komisi.
3. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan
farmasi harus dulakukan oleh petugas yang bertanggung jawab.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu
kedatangan.
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi
kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penerimaan:
a) Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet (MSDS), untuk
bahan berbahaya
b) Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin
c) Sertifikat analisa produk (Depkes RI, 2008)
4. Peyimpanan
Untuk penyimpanan sediaan obat dan alat kesehatan di apotek
disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan dan stabilitas atau kesesuaian
suhu pada penyimpanan obat.
a) Golongan obat : Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat,
seperti obat bebas, bebas terbatas, obat keras dan obat narkotik.
Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan standar
yang di tetapkan
b) Abjad : Penyimpanan obat berdasarkan abjad, seperi obat yang di
beli bebas sampai obat yang harus di sertai dengan resep dokter.
Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan standar
yang di tetapkan
c) Bentuk sediaan : Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaannya,
seperti sirup bebas, sirup ASKES, salep, injeksi, cairan dan lain-lain.
Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan standar
yang di tetapkan
d) Farmakologi : Obat disimpan berdasarkan indikasi terapetik dan
kelas farmakologinya,seperti antihipertensi, antidiabetes, antibiotik,
dan lain-lain
e) FIFO dan FEFO : Pengeluaran barang di apotek menggunakan
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out). Pada sistem FIFO, obat yang baru diterima disimpan dibagian
belakang dari barang yang diterima sebelumnya, sehingga barang
yang datang terlebih dahulu dikeluarkan terlebih dahulu. Sedangkan
Pada sistem FEFO obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa
lebih singkat disimpan paling depan yang memungkinkan diambil
terlebih dahulu
f) Suhu : Penyimpanan obat berdasarkan suhu penyimpanan agar obat
tidak rusak, seperti suppositoria dan insulin disimpan dalam lemari
es, supaya tidak merusak bentuk dan khasiatnya. Dalam hal ini
Penulis tidak melakukan pengecekan terhadap penyimpanan
berdasarkan suhu.
5. Pendistribusian
Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu
tugas utama pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang
peranan penting dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit
termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan
yang tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO)
serta dilengkapi dengan informasi yang cukup (Quick,1997).
Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit
pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI, 2008)
6. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di
lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk
melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar
dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan
menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum
digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu
Stok Induk (Anonim, 2012).
Fungsi :
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa)
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi
1(satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber
anggaran
c. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap
keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan
(Depkes RI, 2008)
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan
yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan
Tujuan :
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b. Tersedianya informasi yang akurat
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d. Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes
RI, 2008)
7. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan
farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi
yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan
maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar
(Depkes RI, 2008).
8. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi :
a. Adminitrasi Perencanaan dan Pengadaan Barang
1) Buku Defecta, digunakan untuk mencatat persediaan barang
yang habis atau menipis, sehingga persediaan barang tetap
terkontrol.
2) Surat Pesanan (SP), merupakan surat yang dibuat oleh pembeli
yang ditujukan kepada penjual untuk memesan barang-barang
yang diinginkan
3) Buku Pembelian, berfungsi sebagai buku penerimaan barang.
Pencatatan dalam buku ini dilakukan setiap hari berdasarkan
faktur barang, yang meliputi tanggal, nomor urut, nama PBF,
nomor faktur, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, nama barang,
jumlah barang, harga satuan diskon yang diperoleh, total harga,
dan total pembayaran
4) Kartu Hutang, digunakan untuk mencatat hutang dagang, yang
didalamnya mencantumkan tanggal faktur, nomor faktur, dan
angka nominal faktur (jumlah tagihan). Kartu hutang dagang
dibuat per PBF dan apabila sudah terjadi pembayaran hutang,
maka pada kartu diberi tanda L (lunas) dan diberi tanggal
pelunasan.
b. Administrasi Penyimpanan Barang
1) Buku Pembelian, berfungsi sebagai buku penerimaan barang
yang di dalamnya mencantumkan tanggal, nomor urut, nama
PBF, nomor faktur, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, nama
barang, jumlah barang, harga satuan, diskon yang diperoleh,
total harga, dan total pembayaran. Pencatatan dalam buku ini
dilakukan setiap hari berdasarkan faktur barang. Pengeluaran
setiap harinya dijumlahkan dan ditotal pada akhir bulan untuk
perhitungan pengeluaran Apotek

2) Buku Catatan Harian Narkotika dan Psikotropika, merupakan


buku stok khusus yang digunakan untuk mencatat pemasukan
dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika. Satu
buku hanya digunakan untuk mencatat satu macam obat (Umar,
2007).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR DOKUMENTASI BARANG MASUK APOTEK BIRU
JL.KAPTEN MULYADI NO. 45 SOLO

Jatuh
No Tanggal masuk Nama PBF Namabarang No. Batch Exp. Date Jumlah Harga Ket
Tempo
Torasic 10 mg 181002 31/01/15 1 dus @20’s Rp. 110.000,-
Voltarenemulgel 1% 20 gr 12111421 31/10/15 1 tube Rp. 43.875,-
19/04/
1 4 April 2013 PT. Great Mataram Panadol cold & Flu Tab X031JJ 31/08/14 1 dus @100’s Rp. 70.462,- Baik
2013
Osfit DHA 3 caps CB218 30/09/14 2 dus@10’S Rp. 187.000,-
PPN Rp. 37.394,-
Corthon 5mL 2CR1211 07/2015 1 botol Rp. 18.975,-
Vitanor M Tab 11112101 12/2014 1 dus Rp. 109.890,-
09/05/
2 9 April 2013 PT Pentavalent Ondansentron 8 mg tab ESL005 12/2015 2 box Rp 30.360,- Baik
2013
Cefixime 100 mg caps 14H008A 09/2014 1 box Rp. 119.729,-
PPN -
Bacuinor 0.3% OL3512 11/15 1 botol Rp. 29.000,-
26 Februari Levocin eye drop OL3514 11/15 2 botol Rp. 65.850,- 12/03/
3 PT Bina San Prima Baik
2014 Polidemicin eye drop OM3512 06/15 1 botol Rp. 21.100,- 2014
PPN -
Osteocare Tab OCPL011 12/16 1 Box Rp. 86.000,-
PT.
27 Februari Telfast HD 180 mg 299LO49 09/15 1 box Rp. 69.854,- 29/03/
4 AnugrahPharmindo Baik
2014 Prenacare Tab PGPG011 07/16 1 box Rp. 66.000,- 2014
Lestari
PPN Rp. 22.185,-
5. 23 Agustus PT. Mensa Bina Telon Herbal Pluss 044126 1/5/2017 3 botol Rp . 27.900,- Baik 22/09/
2014 Sukses Citronella 60ml 2014
Telon Herbal Pluss 013604 1/1/2016 3 botol Rp. 27.900,-
Lavender 60ml
Telon Herbal Pluss Orange 084035 1/8/2017 3 botol Rp. 27.900,-
60ml
PPN Rp. 8.370,-
Intunal syrup 60 mL E4F189 6/1/2017 5 fls Rp. 42.000,-
27 Agustus Intunal Forte Tab A4F194 6/1/2018 5 box Rp. 264.000,- Baik 17/09/
6. PT. RinjaniFarma
2014 Pimtracolsyr 60 mL lemon 32401096 1/1/2017 11 Fls Rp. 59.773,- 2014
PPN Rp. 36.577,-

Exp. Jatuh
No Tanggalmasuk Nama PBF Namabarang No. Batch Jumlah Harga Ket
Date tempo
7. 18 Desember PT. Kimia Codein 20 mg ID1717J 8/18 2 dus Rp. 102.600,- Lunas
-
2014 FarmaTbk @100 18/12/14
8. 12 Januar2015 PT Bina San Bacuinor 0.3% PJ3505 09/16 1 botol Rp. 30.000,- Baik 26/01/
Prima 2015
Valisanbe 5 mg PJ2647 09/19 1 Box Rp. 24.000,- Baik
13 Januari PT. Bina San 27/01/
9. Analsik PK2954 10/17 2 Box Rp. 109.000,-
2015 Prima 2015
PPN -
10. 7 April 2015 PT. Kimia Farma Codein10 mg KD2025J 9/18 2 dus Rp. 46.146,- Lunas
-
@100 7/4/15
12. 7 Juli 2015 PT. Kimia Farma Codein Tablet DE0845J 04/2019 2 Dus Rp. 205.200,- Lunas
-
20mg 7/7/15
13. 21 Agustus PT. Kimia Farma Codein Tablet DE0846J 04/2019 2 Dus Rp. 205.200,- Lunas
-
2015 20mg 21/8/15
KARTU STOCK
Apotek Biru Farma
Jl. Kapten Mulyadi No.31 Solo
SIA No. 449/32/BPPT/V/2011

Nama Barang :
PBF :
No. Tanggal Masuk Keluar Sisa Nomor Expired Paraf
Dari Jml Ke Jml Batch Date
1 26/02/14 BSP 1 - - 1 QL3512 11/15
2
dst
KARTU STELLING
Apotek Biru Farma
Jl. Kapten Mulyadi No.31 Solo
SIA No. 449/32/BPPT/V/2011

Nama Obat :
PBF :
No Tgl Masuk No. Keluar Sisa Ket Paraf
. Batch Exp Jumlah R/
1 26/4/14 QL3512 11/15 1 btl - - - -
DAFTAR PUSTAKA

DepKes. 2009. Pekerjaan Kefarmasian Nomor 51. Peraturan Pemerintah : Jakarta.


DepKes RI. 2002. Persyaratan-Persyaratan Apotek Nomor 1332. Permenkes :
Jakarta.
DepKes RI. 2004. Standar Pelayanan Kefarrmasian Nomor 1027. Permenkes :
Jakarta.
DepKes RI. 2002. Standar Kompetensi Apoteker Komunitas edisi II. BPP ISFI :
Jakarta.
DepKes RI. 1997. Tentang Psikotropika UU No 5 : Jakarta.
Depkes RI. 2009. Undang – Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009. Fokus Media
: Bandung.
DepKes RI. 1978. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/
MenKes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta.
DepKes RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan : Jakarta.
Bogadenta, A. 2012. Manajemen Pengelolaan Apotek. D-Medika : Yogyakarta.
Hartini, Y.S., dan Sulasmono. 2008. Apotek Ulasan beserta Naskah Perundang-
Undangan terkait Apotek termasuk Naskah dan Ulasan Permenkes tentang
Apotek Rakyat. Penerbit Universitas Sanata Dharma : Yogyakarta.
Umar, M. 2007. Manajemen Apotek Praktis Cetakan I. Ar-Rahman : Solo.

Anda mungkin juga menyukai